BAB I PENDAHULUAN. paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pandangan hukum terhadap narapidana anak di Indonesia tidak

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar kita. Termaksud kerabat. Mereka itu yang disebut significant others.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada dasarnya tidak seorang pun yang ingin memiliki riwayat

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai

PERAN SIGNIFICANT OTHERS

BAB I PENDAHULUAN. hubungan sosial yaitu hubungan berpacaran atau hubungan romantis.

BAB 1 PENDAHULUAN. Problema dan solusi..., Djoni Praptomo, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembeda adalah penanganan dalam proses tindak pemidanaan terhadap narapidana

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dan citra diri (Studi Fenomenologi pada Jama ah Wanita Masjid Imam Ahmad

1. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kriminalitas nya tidak hanya dilakukan orang dewasa namun anak-anak pun saat

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelajar SMP dan SMA dalam ilmu psikologi perkembangan disebut. laku remaja sehari-hari, baik di rumah, di sekolah maupun di dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Layanan perpustakaan..., Destiya Puji Prabowo, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah mahluk sosial budaya yang memperoleh perilakunya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak termasuk golongan dewasa dan juga bukan golongan anak-anak, tetapi remaja

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1.

SELF EFFICACY ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LAPAS ANAK KLAS IIA BLITAR

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ribu orang di seluruh Indonesia, hingga Oktober 2015 jumlah narapidana

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

Dalam era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB V PENUTUP. membutuhkan bimbingan serta pengawasan dalam mengunakan gadget. Proses

I. PENDAHULUAN. sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat

2016 PROFIL JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH TARUNA WIYATA MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dialami manusia dari waktu ke waktu, bahkan sejak adam dan hawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan. (Huvigurst dalam Hurlock, 2000).

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia setiap harinya dihadapkan pada berbagai jenis komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu jenis komunikasi yang paling sering dihadapi oleh manusia adalah komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal. Komunikasi antarpribadi adalah situasi dimana ada dua orang atau lebih yang melakukan pertukaran pesan secara langsung (tatap muka) baik secara verbal maupun non verbal. Komunikasi jenis ini menurut Devito (2009, h.18) dinilai paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Sedari kecil, semua manusia sudah melakukan komunikasi antar pribadi karena pada intinya komunikasi sendiri adalah proses pertukaran makna, baik secara verbal maupun non verbal. Hal ini tidak terkecuali pada anak-anak yang hidup di dalam Lembaga Permasyarakatan Anak (Lapas Anak) yang telah berubah menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), karena di dalam penjara mereka akan tetap berkomunikasi dengan teman sesama anak Lapas atau dengan sipir. Komunikasi yang terjadi akan menimbulkan makna pada masing-masing anak. Pada dasarnya tidak ada seorang pun anak di dunia ini yang ingin tinggal di dalam penjara. Namun, merujuk pada data pengaduan masyarakat sepanjang tahun 1

2011 yang ditujukan pada Komnas Perlindungan Anak (2015) menyebutkan KomNas Anak menerima 1.851 kasus pengaduan anak yang berhadapan dengan hukum (dimana anak sebagai pelaku) yang kasusnya diajukan hingga ke pengadilan dan berakhir pada pemidanaan. Maraknya kasus kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak khususnya remaja hampir setiap hari terjadi dan kita dapat melihatnya melalui televisi, membacanya melalui koran ataupun mendengarnya melalui radio. Kasus yang dilakukan juga bermacam-macam, mulai dari kasus kriminalitas ringan hingga kasus yang berat. Remaja yang tertangkap tangan melakukan aksi kriminalitas inilah yang kemudian akan diproses dan apabila terbukti bersalah mereka akan dimasukan dalam lapas sebagai hukumannya. Sinung (2015) menyebutkan anak-anak penghuni LAPAS disebut sebagai anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat dimana anak tersebut tinggal. Masa remaja merupakan masa yang penting, dimana seperti disebutkan oleh Sarwono (2012, h.81) bahwa remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa, dan untuk remaja Indonesia batasan usia remaja adalah 11-24 tahun dan belum menikah. Pada masa transisi ini disebut juga sebagai masa badai dan tekanan karena mereka bukan lagi anak-anak dilihat dari bentuk badan maupun cara berpikirnya dan bertindak, tetapi mereka bukan pula orang dewasa yang telah matang. 2

Banyak faktor yang mempengaruhi seorang remaja melakukan perbuatan yang melanggar hukum atau berbuat kenakalan. Menurut Qaimi (2004, h.40) pendorong kenakalan remaja adalah perasaan tidak senang, keinginan yang terlampau tinggi, perasaan ingin menguasai sesuatu dan memiliki kehendak yang besar dalam memperoleh sesuatu. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial (2015) menjelaskan bahwa setiap tahunnya terdapat lebih dari 4.000 perkara pelanggaran hukum yang dilakukan anak-anak dibawah usia 16 tahun dan dari seluruh anak yang ditangkap tersebut sekitar separuhnya dibawa ke meja pengadilan dan setelah melalui proses pengadilan 83% dari anak-anak tersebut dipenjarakan. Jumlah remaja yang melakukan kenakalan seperti yang dijelaskan diatas di Indonesia memang berada pada angka yang cukup tinggi. Anak-anak yang melakukan kenakalan tersebut dimasukan ke dalam lapas dengan harapan mendapatkan efek jera dan menyadari kesalahan yang dibuatnya. Sehingga, dengan hukuman tersebut anak-anak tidak mengulangi kenakalan yang diperbuatnya. Namun menurut ketua Komnas Perlindungan Anak (2015), sistem pemberian hukuman terhadap anak-anak ini belum memberikan jaminan terhadap perubahan perilaku anak. Anak-anak yang berada di dalam Lapas justru cenderung menyerap dan belajar berbagai pengalaman kriminalitas yang lebih parah lagi selama mereka berada di dalam penjara. Hal ini dikarenakan, di dalam penjara mereka akan tinggal dan bertemu dengan anak-anak lain yang melakukan berbagai kenakalan. Selain itu Purnianti, Mamik dan Ni Made Martini (2003, h.18-19) juga menyebut kehidupan anak-anak di dalam Lapas pun tidak terjamin dan rawan 3

terjadi tindak pelanggaran yang dapat mempengaruhi kepribadian bahkan konsep diri anak. Selain itu menurut Soetikno (2014, h. 2) dalam mengekspresikan emosinya, anak-anak dalam Lapas juga diatur oleh aturan-aturan dari pihak penjaga Lapas maupun dari teman-teman yang lebih senior. Anak-anak remaja yang masih memiliki emosi yang labil ini akan sangat dipengaruhi oleh tekanan-tekanan fisik maupun psikologis yang dialami di dalam Lapas. Tekanan fisik yang diterima bisa dalam bentuk caci maki, bentakan, aturan yang ketat sampai pukulan maupun hukuman kurungan badan. Tekanan psikologis juga diterima dari sikap dan pandangan yang negatif mengenai status anak pidana yang disandang. Seto (2007) menuliskan banyak anak yang sudah dibebaskan dari penjara namun memilih untuk kembali ke lapas dan tinggal di rumah singgah yang ada di lapas karena merasa gelisah dan ketakutan karena pihak keluarga maupun masyarakat sudah tidak menerimanya lagi. Label sebagai anak nakal, kriminal, anak yang tidak berguna, anak yang memberikan aib bagi keluarga adalah beberapa label yang sering diberikan kepada anak-anak tersebut. Ketika orang lain sudah memberikan label kepada anak dalam penjara, baik itu label yang bersifat negatif maupun positif pada akhirnya akan mengarahkan anak yang berhadapan dengan hukum ini berperilaku sesuai dengan label yang diberikan. Keadaan dalam Lapas juga berbeda dengan keadaan di luar. Adanya jeruji yang memisahkan mereka dengan dunia luar tentu akan memberikan pengalaman tersendiri bagi mereka dan akan menimbulkan makna yang berbada pada tiap-tiap anak. Selain itu, komunikasi dan interaksi di penjara serta keharusan untuk 4

berbaur dengan orang-orang baru tentu bukan hal yang mudah bagi anak-anak tersebut. Makna yang timbul pada masing-masing anak akan turut mempengaruhi bagimana anak tersebut bertindak dan berperilaku. Penelitian ini menggunakan teori Interaksi Simbolik untuk menelaah tentang tindakan yang dilakukan seseorang berdasarkan makna simbolik yang muncul di dalam sebuah situasi tertentu. West dan Turner (2008, h.99) menjelaskan bahwa makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu. Jadi, dari hasil interaksi dengan lingkungan sekitar akan terlihat penilaian terhadap diri sendiri atau refleksi sosial tentang diri sendiri. Apabila hasil penilaian dari orang lain yang tercermin saat berinteraksi menghasilkan refleksi sosial yang positif maka akan menimbulkan konsep diri yang positif, namun apabila refleksi sosial yang didapatkan bersifat negatif maka akan menimbulkan konsep diri yang negatif. Konsep diri menurut Devito (2009, h.55) merupakan sesuatu mengenai apa yang kita rasakan atau pikirkan mengenai diri kita, baik itu kekuatan dan kelemahan ataupun kelebihan dan keterbatasan kita. Konsep diri menyangkut segala aspek tentang diri kita yang tidak hanya bersifat positif tapi juga negatif. Hal ini dikarenakan manusia akan selalu memiliki dua sisi tersebut sebagai konsep diri. Konsep diri merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia. Manusia sebagai kodratnya adalah makhluk sosial yang tidak akan pernah lepas dari kegiatan berinteraksi dengan manusia lain di sekitarnya. Dalam tiap interaksi akan 5

terjadi pertukaran simbol-simbol yang akan dimaknai berbeda oleh tiap-tiap orang, makna yang diberikan oleh orang lain akan mempengaruhi pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri dan pada akhirnya akan berujung pada bagaimana seseorang tersebut berperilaku dan membentuk konsep dirinya. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai konsep diri anak remaja yang tinggal dalam lapas anak Tangerang. Hal ini menarik untuk diteliti karena persoalan remaja merupakan permasalahan yang selalu terjadi dan menarik untuk dibahas karena remaja merupakan masa-masa peralihan dari anak-anak yang masih penuh dengan kelemahan dan memiliki sifat ketergantungan serta kurang memiliki tanggung jawab, menuju masa-masa dewasa dengan keharusan untuk bertanggung jawab penuh. Dimana pada masa remaja seseorang membutuhkan persiapan untuk menjadi dewasa, dan dalam persiapannya tentu seorang anak remaja akan melewati pergolakan emosi, kebimbangan dalam memilih pedoman hidup, serta pencarian ilmu pengetahuan dan keterampilan sebagai bekal untuk memasuki usia dewasa. Indonesia memiliki hukum tersendiri bagi anak-anak remaja yang melakukan kenakalan atau bermasalah dengan hukum termasuk dengan tempat tahanan khusus bagi mereka. Salah satu penjara anak yang ada di Indonesia yaitu Lapas Anak Pria di Tangerang. Lapas Anak Pria Tangerang merupakan Lapas yang dianggap memiliki sarana dan prasarana yang paling memadai dibandingan dengan Lapas Anak lainnya di Indonesia. Lapas ini memiliki berbagai ruangan khusus yang dipergunakan oleh anak-anak tersebut seperti Rumah Pintar Andikpas, lapangan, ruang komputer, ruang untuk bermain musik hingga 6

pesantren. Dengan menyediakan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan oleh anak-anak selama dalam penjara, diharapkan dapat membina dan meningkatkan kesadaran anak-anak mulai dari kesadaran beragama, kesadaran tentang berbangsa dan bernegara, kemampuan intelektual, kesadaran hukum dan pembinaan untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat melalui berbagai keterampilan dan kemandirian. Dengan mengikuti aktivitas yang telah dipersiapkan untuk anakanak tersebut diharapkan anak-anak menjadi pribadi yang lebih baik sebelum dibebaskan. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi dengan paradigma konstruktivis, yang menurut Kuswarno (2009, h.10) bertujuan untuk mengetahui pengalaman dari manusia yang terlibat sehingga seolah-olah kita ikut mengalaminya. Dengan pendekatan ini diharapkan dapat menjelaskan lebih dalam mengenai suatu objek kajian dengan memahami inti pengalaman dari suatu fenomena, sehingga peneliti mampu untuk mengetahui secara utuh dan mendalam mengenai bagaimana pengalaman yang dirasakan oleh anak-anak yang masuk dalam lapas dalam membentuk konsep diri anak. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, adapun peneliti menjabarkan perumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimana anak yang masuk dalam lapas memaknai pengalaman kehidupan mereka dalam lapas? 7

1.2.2 Bagaimana pengalaman masuk dalam lapas membentuk konsep diri anak dalam Lapas Anak Klas II A Tangerang? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Adapun penelitian ini bertujuan untuk: 1.3.1 Mengetahui bagaimana anak yang masuk dalam lapas memaknai kehidupan mereka dalam lapas. 1.3.2 Mengetahui bagaimana pengalaman masuk dalam lapas membentuk konsep diri anak dalam Lapas Anak Klas II A Tangerang. 1.4 KEGUNAAN PENELITIAN 1.4.1 Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan keilmuan komunikasi terutama dalam Komunikasi Antarpribadi yang terkait dengan pembentukan konsep diri. 1.4.2 Kegunaan Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi bagi para pembacanya untuk dapat memahami lebih lagi mengenai pentingnya interaksi yang positif dengan anak-anak, terutama pada anak-anak yang memiliki masalah dengan hukum agar dapat membentuk konsep diri yang positif dalam diri anak yang masuk dalam lapas. 8