PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF

dokumen-dokumen yang mirip
RENCANA PENGELOLAAN PERIODE TAHUN PT. TELAGABAKTI PERSADA

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

II. METODOLOGI. A. Metode survei

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Pertanyaan Terkait Dengan NKT

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengenalan High Conservation Value (HCV)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah

3. KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI (KBKT)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

Ringkasan Publik PT. Suntara Gajapati RINGKASAN PUBLIK PT. SUNTARA GAJAPATI

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

MONITORING LINGKUNGAN


BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

STANDARD DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN LESTARI PADA HUTAN NEGARA (IUPHHK HA/HT/HTI)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) IUPHHK-HA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN AREAL STOK KARBON TINGGI UNTUK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL)

PENGELOLAAN NATIONAL FOREST INVENTORY (NFI) PADA BPKH WILAYAH XIV KUPANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

West Kalimantan Community Carbon Pools

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

RENCANA PENGELOLAAN PERIODE TAHUN PT. BINA BALANTAK UTAMA

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF PT Inhutani II adalah BUMN Holding Kehutahan di luar Jawa, dengan aktivitas bisnis utama meliputi pengusahaan hutan alam, pengusahaan hutan tanaman, industri pengolahan kayu, serta jasa rehabilitasi hutan. Pemerintah (Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan) selaku regulator menugaskan PT Inhutani II sebagai operator bidang pengusahaan hutan dengan wilayah kerja meliputi Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. PT Inhutani II berupaya melaksanakan keberlanjutan bisnis yang seimbang pada konservasi ekosistem dan pemberdayaan masyarakat. Penerapan tindakan yang terarah dan terukur dipandang penting oleh PT Inhutani II untuk secara bertanggung jawab mengelola sumber daya alam yang dimanfaatkan, meliputi perlindungan terhadap NKT, pelibatan komunitas dan sosial, dan manajemen kehutanan yang bertanggung jawab. PT Inhutani II berkomitmen dalam pengelolaan UM sesuai dengan hasil identifikasi dalam penilaian NKT. Dalam penilaian tersebut PT Inhutani II dibantu secara teknis oleh PT Ekologika Consultants (Ekologika). Tim penilai NKT dari berbagai disiplin ilmu mengkaji nilai-nilai keanekaragaman hayati, jasa lingkungan, dan sosial-ekonomi dan budaya di seluruh konsesi dan lanskap. Ekosistem yang dinilai terdiri dari hutan perbukitan dan sub pegunungan, hutan dataran rendah, serta hutan- hutan bekas tebangan. Dari 6 kriteria nilai konservasi tinggi yang diuraikan dalam perangkat NKT untuk Indonesia (2008), semua mempunyai potensi berada di dalam konsesi dan lanskap. Keanekaragaman Hayati yang signifikan (NKT 1) berada di seluruh areal konsesi, hal ini mengingat keadaan hutan masih baik kondisinya. Selain itu adanya kawasan-kawasan konservasi dan hutan lindung di sekitar areal U M yang mendukung keanekaragaman hayati yang signifikan. Pengelolaan hutan berkelanjutan (khususnya dengan pendekatan Reduced Impact Logging RIL) di dalam areal konsesi sangat penting untuk mendukung keanekaragaman hayati di kawasan konservasi dan hutan lindung disekitarnya. Peraturan dengan masyarakat dan kesadaran tentang pentingnya keanekragaman hayati tersebut juga dibutuhkan untuk mempertahankan dan meningkatkan NKT 1. Lanskap dengan dinamika alami (NKT 2) juga berada di dalam area konsesi dan sekitarnya. Hamparan bentang lahan luas, dengan adanya berbagai ekosistem berkesinambungan dan yang dukungan komposisi spesies alami terletak di hampir wilayah. Reduced Impact Logging dan

Sub-NKT kerjasama dengan pihak lain adalah pengeloalaan yang dapat mempertahankan dan meningkatkan NKT 2. Hutan yang terancam (NKT 3) ada di dalam areal konsesi dan merupakan hutan dataran rendah. Pembukaan hutan, pertanian, dan juga pertambangan di dalam lanskap merupakan faktorfaktor yang dapat merusak ekosistem langka dan juga membuat ekosistem lainnya menjadi terancam. Pengelola hutan secara lestari dengan mengaplikasi RIL sangat penting untuk mempertahakan ekosistem-ekosistem. Jasa lingkungan penting yang diperoleh lanskap PT Inhutani II termasuk fungsi pengelolaan kuantitas dan kualitas air, pencegahan erosi, dan pencegahan penyebaran kebakaran (NKT 4). Seluruh kawasan penting : areal dalam rangka melestarikan proses hidrologis termasuk sub DAS dekat dengan kampung dan hutan riparian termasuk yang kritis untuk menyediakan air bersih dan mengendalikan banjir. Hutan di areal konsesi juga merupakan daerah penting untuk menjaga kestabilan tanah. Pengelolaan yang berhati-hati sangat dibutuhkan di daerah dengan kemiringan tinggi. Walaupun areal konsesi tidak mengalami kebakaran banyak buffer hutan dengan kondisi baik harus terjaga agar potensi kebakaran dapat diminimalisir. NKT 5 mengidentifikasikan nilai penting dan tak tergantikan untuk penyedia kebutuhan dasar. Teridentifikasi berbagai nilai penting dalam semua desa-desa yang dikunjungi, meliputi: (1) Protein (ikan dan hewan buruan), (2) Kelengkapan Gizi dan vitamin, (3) Alat/Perkakas Kerja (4) Bahan Bangunan (5) Bahan bakar, (6) Obat-obatan, (7) Sumber Air Bersih dan untuk kebutuhan sanitasi, (8) Sumberdaya Hutan yang dijual. Berdasarkan peta lokasi desa-desa yang berada di sekitar dan areal konsesi, masyakarat di dalam dan sekitar areal konsesi berpotensi menggantungkan sebagian kebutuhan dasarnya dari hutan dan lanskap sekitarnya. Identitas budaya masyarakat (NKT 6) juga berpotensi terdapat dalam areal konsesi PT Inhutani II. Desa-desa yang terdapat di dalam dan di sekitar areal konsesi merupakan desa-desa tradisional, sehingga kemungkinan terdapat identitas budaya yang berhubungan dengan hutan di sekitar lokasi desa-desa tersebut. Hasil identifikasi kehadiran NKT tersaji pada Table 1 dan prioritas ancaman berdasarkan tingkat potensi dampak tersaji pada Tabel 2. Tabel 1. Hasil Identifikasi Kehadiran NKT PT Inhutani II Unit Malinau Definisi NKT Deskripsi Sub-NKT Unit Malinau NKT 1 - Keanekaragaman spesies Keterpusatan keanekaragaman biologis yang mencakup spesies endemik, dan spesies langka, terancam atau terancam punah, yang signifikan pada level global, regional atau nasional. NKT 2 - Ekosistem dan mosaik pada level lanskap Ekosistem dan mosaik ekosistem pada level lanskap yang luas yang memiliki signifikansi pada tingkat global, regional atau nasional, dan memiliki populasi yang layak dari sebagian besar spesies alami serta memiliki pola persebaran dan jumlah yang alami. NKT 3 - Ekosistem dan habitat Ekosistem, habitat atau refugia langka, terancam, atau terancam punah. Keanekaragaman hayati 1.1 bagi kawasan perlindungan atau kons ervasi 1.2 Spesies hampir punah Populasi spesies yang terancam, memiliki 1.3 penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup (viable population). Spesies atau sekumpulan 1.4 speseis yang menggunakan suatu habitat secara temporer Bentang lahan luas yang memiliki kapasitas untuk 2.1 menjaga proses dan dinamika ekologi secara alami Kawasan alam yang berisi dua atau lebih ekosistem 2.2 dengan garis batas yang tidak terputus (berkesinambungan) Kawasan yang mengandung 2.3 populasi dari perwakilan spesies Tidak Tidak Tidak

NKT 4 - Jasa ekosistem Jasa ekosistem mendasar dalam situasi penting, termasuk perlindungan daerah tangkapan air dan kontrol erosi pada tanah rentan dan lereng. NKT 5 - Kebutuhan masyarakat Situs dan sumber daya yang fundamental untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal atau masyarakat adat (untuk mata pencaharian, kesehatan, makanan, air, dll.), yang teridentifikasi melalui interaksi dengan komunitas atau masyarakat adat terkait. Jasa penyediaan air dan 4.1 pencegahan banjir untuk Jasa pencegahan erosi dan 4.2 sedimentasi Jasa sekat alam untuk 4.3 mengecah meluasnya kebakaran hutan atau lahan vii

NKT 6 - Nilai kultural Situs, sumber daya, habitat, dan lanskap dengan signifikansi kultural, arkeologis, atau sejarah pada tingkat global atau nasional, dan/atau kepentingan kultural, ekologis, ekonomi atau religi/sakral bagi budaya tradisional masyarakat lokal atau masyarakat adat, yang teridentifikasi melalui interaksi dengan komunitas atau masyarakat adat terkait. Potensi Tabel 2. Prioritas Ancaman Berdasarkan Tingkat Potensi Dampak Prioritas Ancama n Fatal Penutupan anak sungai oleh perusahaan sawit Beroperasinya tambang terbuka batubara pencemaran air Tinggi Ilegal Logging Konversi tingkat habitat dan ekosistem Konversi tingkat Lanskap yang Lebih Luas di Luar Konsesi Penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan listrik Pembuatan jalan PU yang tidak memperhatikan kelerengan di sekitar sungai Penebangan yang berakibat peningkatan sendimantasi Penebangan di sempadan sungai berkurangnya daerah resakan air Pengelolaan bantaran sungai dan DAS yang tidak sesuai dengan peraturan/ undang-undang Pembuatan jalan penebangan dan jalan syarad Sedang Perburuan spesies untuk dimakan (mamalia kecil) Eksploitasi satwa liar oleh masyarakat dan pihak luar Ekstraksi kayu oleh PT Inhutani II Konversi tingkat Habitat oleh masyarakat Konversi untuk Agrikultur (perladangan) oleh masyarakat Konversi untuk sarana/prasarana di dalam konsesi oleh perusahaan Konversi tingkat lanskap yang Lebih Luas di Dalam Konsesi Penbukaan lahan oleh kegiatan ekstraksi kayu Pembukaan lahan dalam pembuatan jalan PU Akibat Pengoperasian mesin berat (Berkurangnya fungsi hidrologis) Rendah Eksploitasi burung oleh masyarakat. Perburuan dan pemanfaatan satwa dalam habitat kunci (keystone habitat). Kegiatan Penebangan kayu Ekstraksi Kayu oleh masyarakat Eksploitasi kayu yang termasuk spesies CR oleh masyarakat Kebakaran lahan Kegiatan penebangan dan aktivitas perusahaan di lokasi-lokasi yang rawan kebakaran hutan Tingginya kebutuhan pengembangan masyarakat Ketidakpedulian pada kemampuan berkembang biak sehingga penangkapan tidak dibatasi Berkurangnya penghayatan terhadap identitas, pengaruh dari agama (baru) dalam kebudayaan tradisional Secara umum pengelolaan hutan oleh perusahaan dibagi dalam (1) penglolaan lestari (2) kolaboratif management (dengan pihak lain), dan (3) kesadaran dan penegakan hukum. Rekomendasi monitoring yang akan disajikan adalah memantau keberadaan yang berkelanjutan nilai konservasi tinggi itu sendiri (nilai keanekaragaman hayati, lanskap yang tak terpecah-pecah dan berfungsi, jasa lingkungan yang mengatur air dan tanah, kebutuhan dasar yang disediakan hutan dan fungsi identitas budaya masyarakat). Monitoring terhadap rekomendasi pengelolaan, efektivitas dan kesesuaiannya yang diusulkan dalam laporan ini merupakan bahan masukan untuk pemeliharaan dan peningkatan NKT. Secara umum monitoring merupakan survei berkala (mingguan, bulanan, tahunan) dan pengumpulan catatan secara konsisten dari karyawan PT Inhutani II, serta monitoring terhadap konsistensi penerapan rekomendasi pengelolaan yang diterapkan dalam SOP PT Inhutani II. Hasil dari monitoring akan menginformasikan penyesuaian Pengelolaan dan SOP terkait yang diperlukan untuk menjamin pemeliharaan NKT dan peningkatan hasil.

PENGAMATAN PETAK UKUR PERMANENT DI AREAL PT INHUTANI II UNIT MANAJEMEN HUTAN ALAM MALINAU TAHUN 2016 Ringkasan Eksekutif Pengelolaan hutan secara lestari diwujudkan dengan melakukan pemantauan terhadap sediaan tegakan hutan (standing stock), yang dilakukan secara berkala dan menyeluruh. Pada hutan produksi, penentuan jatah produksi (etat) tebangan didasarkan pada etat luas dan etat volume. Etat luas ditentukan oleh rotasi tebang dan luas areal efektif; etat volume didasarkan pada rotasi tebang, volume standing stock, faktor eksploitasi dan faktor pengaman lainnya. Penentuan jatah produksi tebangan (JPT) harus selalu diperbaharui berdasarkan kondisi tegakan pada tiap periode tertentu. Untuk menjamin kelestarian pemanfaatan hasil hutan, diperlukan data ilmiah yang diperoleh dari metodologi yang benar hasil pengukuran di petak permanen. Petak Ukur Permanen (PUP) menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan No : 237/Kpts-II/95 adalah suatu areal dengan luasan tertentu yang diberi tanda batas yang jelas, berbentuk segi empat yang digunakan untuk pemantauan pertumbuhan dan riap tegakan hutan. Hal ini mendorong timbulnya kebijakan untuk kewajiban pembuatan dan pengumpulan data PUP oleh manajemen unit IUPHHK. Pembuatan dan Pengukuran Petak Ukur Permanen untuk Pemantauan Pertumbuhan dan Riap Hutan Alam Tanah Kering Bekas Tebangan, PUP yang harus dibuat, dimana ukuran 1 petak ukur untuk tanah kering minimal 200 m x 200 m jarak datar dengan jumlah 6 (enam) buah. Pelaksanaan pembuatan dan pengukuran Petak Ukur Permanen (PUP) PT Inhutani II Unit Manajemen Hutan Alam Malinau untuk pemantauan

pertumbuhan dan riap hutan alam pada areal tidak efektif seluas 24 ha pada Blok RKT 2015. Terdapat 6 plot PUP dengan ukuran masing-masing 200 m x 200 m (4 ha), masing-masing kode PUP adalah : PUP PLOT 1 PUP PLOT 2 PUP PLOT 3 PUP PLOT 4 PUP PLOT 5 PUP PLOT 6 Masing-masing PUP diukur dengan luasan plot 1 ha ukuran 100 m x 100 m. Pengukuran pertama PUP dilakukan pada bulan Maret 2016. pun hasil pengukuran awal tersebut adalah sebagai berikut : Hasil pengukuran pada PLOT 1 (satu) yaitu 91 Pohon = 47,00 m³/ha. Hasil Pengukuran pada PLOT 2 (dua) yaitu 29 Pohon = 31,18 m³/ha Hasil Pengukuran pada PLOT 3 (Tiga) yaitu 70 Pohon = 62,08 m³/ha Hasil Pengukuran pada PLOT 4 (empat) yaitu 65 Pohon = 88,84 m³/ha Hasil Pengukuran pada PLOT 5 (Lima) yaitu 58 Pohon = 53,68 m³/ha Hasil Pengukuran pada PLOT 6 (Enam) yaitu 82 Pohon = 62,62 m³/ha Total dari keseluruhan petak PUP adalah 396 Pohon atau 345.49 m³ Gambaran Pelaksanaan Kegiatan PUP tahun 2016.

PERMANENT SAMPLE PLOT RINGKASAN EKSEKUTIF Dalam rangka keberlanjutan pemanfaatan hasil hutan kayu, terutama dalam penentuan prediksi banyaknya volume boleh ditebang (penentuan etat tebangan), diperlukan data yang akurat tentang dinamika struktur tegakan hutan, terutama data pertumbuhan atau riap tegakan yang diperoleh dari pengukuran secara terus menerus (kontinyu) dari permanent sample plot (PSP). Pengamatan atau pengukuran jangka panjang dari PSP tidak hanya data pertumbuhan atau riap yang merupakan data dasar dalam pembuatan model pertumbuhan tegakan, selain itu dalam PSP juga dapat diamati dan dikaji aspek ekologi seperti biodiversitas, siklus hara, biomassa dan kandungan karbon, fenologi dan kajian terhadap habitat satwa liar. Oleh karena itu data dan informasi dari PSP harus dikaji secara periodik dan kontinyu sehingga data dan informasi yang diperoleh secara menyeluruh dengan validitas yang tinggi. Tujuan dari kegiatan PSP ini adalah untuk melakukan pengukuran dan observasi berulang terhadap vegetasi yang ada di areal Petak Sampel Permanen (PSP) dan mendokumentasikan data hasil pengamatan untuk

dapat dianalisa dengan berbagai metode perhitungan agar dapat diketahui riapnya. Kegiatan Pembuatan Permanent Sample Plot (PSP) dilaksanakan selama 4 hari yaitu dari tanggal 25-27 dan 29 Februari 2016. Kegiatan PSP dilakukan pada petak 159, 160 dan 162 di Blok RKT 2015 areal kerja PT. Inhutani II Unit Manajemen Hutan Alam Malinau, Kalimantan Utara. Kegiatan PSP dilakukan pada 3 petak masing-masing dengan luasan masingmasing 1 ha (100 x 100 m). Hal pertama yang dilakukan yaitu membagi petak menjadi 5 jalur dengan masing-masing jalur memiliki 5 plot berukuran 20 x 20 m. Kemudian dibuat sub-plot berukuran 10 x 10 m untuk tiang, 5 x 5 m untuk pancang dan 2 x 2 m untuk pengamatan semai. Perintis membatasi masing-masing plot dan sub-plot dengan memberi tanda menggunakan pita berwarna orange sedangkan batas antar jalur dengan pita pink. Data semai dan pancang yang diambil yaitu nama jenis dan jumlahnya, sedangkan data tiang dan pohon yaitu diameter, tinggi serta posisi x dan y. Tiang dan pohon pada petak tersebut diberi label dan dicat kuning tepat pada lingkaran tempat mengukur diameternya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada kegiatan PSP di Blok RKT 2015, diketahui jumlah pohon pada petak 159 yaitu 67 pohon, petak 160 yaitu 122 pohon dan petak 162 sebanyak 103 pohon. Sebaran pohon pada masing-masing petak dapat dilihat pada Lampiran 1. Kegiatan PSP juga bertujuan untuk mengetahui potensi suatu tegakan. Berdasarkan ketiga petak contoh yang telah dibuat maka diketahui potensi masing-masing petak. Total volume tiang dan pohon pada petak 159 sebesar 229.41 m 3, petak 160 sebesar 217.95 m 3 dan petak 162 sebesar 224.52 m 3. Data total volume tiang dan pohon pada masing-masing petak berdasarkan jenisnya dapat dilihat secara lengkap pada grafik dibawah ini :

Grafik 1. Rekapitulasi volume tiang dan pohon petak 159 120.04 57.42 3.17 0.39 0.56 0.32 20.41 3.08 3.87 2.75 7.46 0.20 9.47 0.27 Total Volume Grafik 2. Rekapitulasi volume tiang dan pohon petak 160 140.27 1.45 6.39 7.33 0.32 6.62 3.32 12.45 0.90 1.38 27.27 4.08 3.13 3.05 Total Volume

Grafik 3. Rekapitulasi volume tiang dan pohon petak 162 82.42 49.26 3.58 0.91 5.84 0.13 0.16 1.87 24.56 7.51 4.53 1.08 25.71 16.11 0.85 Total Volume Berdasarkan ketiga grafik diatas dapat disimpulkan bahwa Meranti Merah mendominasi ketiga petak, ditandai dengan total volumenya paling besar dibandingkan jenis yang lain yaitu sebesar 140.27 m 3. Kondisi tegakan dapat diketahui dengan menghitung Indeks Nilai Penting (INP) pada masing-masing PSP. Berdasarkan analisis data yang dilakukan maka diketahui bahwa kondisi tegakan PSP Blok RKT 2015 dalam keadaan baik dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan struktur vegetasi yang masih lengkap mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Data kerapatan (individu/ha) masing-masing tingkatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Kerapatan tingkat semai, pancang, tiang dan pohon Petak Semai Pancang Tiang Pohon 159 6100 592 208 68 160 11800 1456 248 122 162 4900 624 216 104 rata-rata 7600 891 224 98 Jenis semai yang paling mendominasi pada ketiga petak PSP tersebut yaitu Meranti Merah ditandai dengan INP Meranti Merah paling tinggi diantara ketiga petak lainnya yaitu sebesar 122.80 %. Jenis pancang

yang paling mendominasi yaitu Kapur karena memiliki INP paling tinggi diantara ketiga petak lainnya yaitu sebesar 114.86 %. Jenis tiang yang paling mendominasi yaitu Meranti Merah karena memiliki INPpaling tinggi pada diantara ketiga petak lainnya yaitu sebesar 143.27 % sedangkan jenis pohon yang paling mendominasi yaitu Meranti Merah karena memiliki INP paling tinggi diantara ketiga petak lainnya yaitu sebesar 158.30 %.