BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan suatu anugerah yang Tuhan berikan untuk orangtua.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang abnormal, gerakan tak terkendali, dan kegoyangan saat. dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelainan berupa kecacatan bentuk dan atau fungsi tubuh. Salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurfitri Amelia Rahman, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dr. Soeroyo Machfudz, Sp.A(K), MPH Sub.bag Tumbuh Kembang/Ped. Sosial INSKA RS. Hermina / Bag. IKA FK-UII Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada ketidakmampuan untuk mengendalikan fungsi motorik, postur/ sikap dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. A. Simpulan. pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) DI YPAC SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. khusus karena anak tersebut menandakan adanya kelainan khusus. Mereka

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

PENGARUH MOBILISASI TRUNK TERHADAP PENURUNAN SPASTISITAS PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI

BAB III METODE PENELITIAN. (single case experimental design) yang merupakan sebuah desain

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cerebral palsy (CP). CP merupakan gangguan kontrol terhadap fungsi motorik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun pada anak dengan hambatan tumbuh kembang. Pembangunan. tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi

BAB I PENDAHULUAN. menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai akibat. dalam kelompok CP (Hinchcliffe, 2007).

SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP

UKDW BAB Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional di bidang kesehatan adalah upaya yang. dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ulfah Saefatul Mustaqimah,2013

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ringan sampai efek yang berat (Dickinson et al., 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat. maturasi serebral (Mahdalena, Shella. 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. serebelum sehingga menyebabkan keterbatasan aktivitas. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam. dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak normal

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. membesarkan anak tersebut. Perintah kepada kedua orang tua untuk menjaga dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa.

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Upaya pembangunan manusia yang berkualitas, faktor tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah cerebral palsy (CP). CP merupakan kelainan atau

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULULUAN. di masyarakat terhambat. Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik)

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak bayi atau

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hari. Pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas seharihari

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak adalah kondisi Cerebral Palsy (Rosenbaum, 2007).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK RETARDASI MENTAL RINGAN DI SEKOLAH LUAR BIASA C YAYASAN SOSIAL SETYA DARMA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nera Insan Nurfadillah, 2013

BAB V PEMBAHASAN. Pengolahan data berdasarkan kumpulan data yang diperoleh diupayakan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

2015 PENGGUNAAN MEDIA PLAYDOUGH TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN ANAK TUNARUNGU YANG DISERTAI CEREBRAL PALSY KELAS VII DI SLB-B YPLB MAJALENGKA

MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapatkan dari Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), setiap tahunnya diperkirakan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan otot-ototnya untuk bergerak. Perubahan pada perilaku motorik

BAB I PENDAHULUAN. bayi, balita hingga masa kanak-kanak. Kebutuhan atau dorongan internal

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap pasangan suami istri karena sebuah kesempurnaan bila seorang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan masa depan bangsa dan aset negara yang perlu mendapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran bayi

BAB I PENDAHULUAN. tentunya akan menjadikan penerus bagi keturunan keluarganya kelak. Setiap anak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perkembangan fase selanjutnya (Dwienda et al, 2014). Peran pengasuhan tersebut

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan suatu anugerah yang Tuhan berikan untuk orangtua. Memiliki anak yang normal, sehat jasmani dan rohani merupakan dambaan setiap keluarga dan orang tua. Selama dalam kandungan, orangtua terutama ibu selalu menjaga kondisi fisik dan psikisnya agar bayi yang dikandungnya lahir dengan normal dan sehat. Tetapi kenyataan yang dialami belum tentu sama dengan harapan tersebut. Tuhan bisa berkehendak lain, anak yang dititipkan tidak sesuai dengan harapan orangtua. Anak yang dilahirkan ternyata mengalami penyakit tertentu atau gangguan perkembangan yang membutuhkan perawatan maupun pendidikan khusus. Sangatlah wajar jika orangtua sempat kaget, sedih dan kecewa bahkan menolak kehadiran anak ketika mengetahui bahwa sang buah hati mengalami cerebral palsy. Akan tetapi, sebaiknya orangtua tidak terlalu larut dalam kesedihan. Karena bagaimanapun juga anak yang mengalami cerebral palsy juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian seperti anak-anak normal lainnya. Anak yang mengalami cerebral palsy akan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap lingkungannya terutama orangtua dan keluarga yang lainnya, karena anak yang mengalami cerebral palsy akan mengalami keterlambatan dalam semua area perkembangan. Namun, bukan berarti mereka tidak memilik harapan sama sekali untuk sembuh.

2 Cerebral palsy(cp) merupakan terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan kelompok penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya. Istilah cerebral ditunjukkan pada kedua belahan otak, atau hemisphere, dan palsy mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian pergerakan tubuh. Jadi, penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara dekat. Suharso (2006:4) Gejala cerebral palsy tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi beratnya penyakit. Seseorang dengan cerebral palsy dapat menampakkan gejala kesulitan dalam hal motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah keseimbangan dan berjalan, atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat mengontrol gerakan menulis atau selalu mengeluarkan air liur. Gejala dapat berbeda pada setiap penderita dan dapat berubah pada setiap penderita. Sebagian penderita cerebral palsy sering juga menderita penyakit lain, termasuk kejang atau gangguan mental. Penderita cerebral palsy derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat berjalan dan membutuhkan perawatan yang ekstensif dan jangka panjang. Sedangkan cerebral palsy derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. cerebral palsy bukan penyakit menular atau bersifat herediter. hingga saat ini, cerebral palsy tidak dapat dipulihkan, walau penelitian ilmah berlanjut untuk

3 menemukan terapi yang lebih baik dan metode pencegahannya. Suharso(2006:4-5). Secara umum, cerebral palsy menyebabkan gerakan refleks berlebihan, kekakuan pada tungkai dan tubuh, postur tubuh yang abnormal, gerakan tak terkendali, goyang ketika berjalan atau beberapa kombinasinya. Pengaruh cerebral palsy terhadap kemampuan fungsional sangat bervariasi. Orang dengan cerebral palsy sering memiliki gangguan lain berkaitan dengan kelainan perkembangan otak seperti cacat intelektual, masalah penglihatan dan pendengaran atau kejang. www.detikhealth.com Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu: populasi yang diambil, cara diagnosis dan ketelitiannya. Misalnya insidensi cerebral palsy di Eropa Gilroy (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Skandinavia sebanyak 1,2-1,5 per 1000 kelahiran hidup. diperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy, 50% kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus; 25% mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30% kasus menunjukkan IQ di bawah 70, 35% disertai kejang, sedangkan 0% menunjukkan adanya gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak daripada wanita (1,4:1,0). Insiden relatif cerebral palsy yang digolongkan berdasarkan keluhan motorik adalah sebagai berikut: spastik 65%, atetosis 25%, dan rigid, tremor, ataktik I0%. Adnyana(1995:37-38).

4 Cerebral palsy merupakan penyebab kecatatan tersering pada anak. Didapatkan adanya kecenderungan peningkatan prevalensi pada dua dekade terakhir. Hal ini disebabkan kemajuan penanganan obstetri dan perinatal, sehingga terdapat peningkatan bayi immatur, berat lahir rendah dan bayi prematur dengan komplikasi yang bertahan hidup. Insiden bervariasi antara 2-5/1000 bayi lahir hidup. Pada usia 12 bulan prevalensi diperkirakan 5,2 per 1000 kelahiran hidup tetapi pada usia 7 tahun insidensinya sekitar 2 per 1000 kelahiran hidup. Ini menunjukkan bahwa anak yang menunjukkan gejala kelainan motorik tidak berkembang menjadi CP di masa depannya.www.dokteranakku R. Suhasim dan Titi Sularyo melaporkan 2,46% dari jumlah penduduk Indonesia menyandang gelar cacat, dan di antaranya ± 2 juta adalah anak. Cerebral palsy merupakan jenis cacat pada anak yang terbanyak dijumpai. Winthrop Phelps menekankan pentingnya multidisiplin dalam penanganan penderita cerebral palsy salah satunya adalah fisioterapi. Disamping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat (wordpress, 2008). Spastik diplegi adalah salah satu tipe cerebral palsy, dimana seluruh tubuh nampak spastik tapi kedua tungkai lebih sering terkena daripada extremitas atas. Di Indonesia, angka kejadian cerebral palsy belum dapat dikaji secara pasti. Namun dilaporkan beberapa Instansi Kesehatan di Indonesia sudah bisa mendata di antaranya, YPAC cabang Surakarta jumlah anak dengan kondisi cerebral palsy pada tahun 2001 berjumlah 313 anak, tahun 2002 berjumlah 242 anak, tahun 2003 berjumlah 265 anak, tahun 2004 berjumlah 239 anak, sedangkan tahun 2005 berjumlah 118 anak, tahun 2006 sampai dengan bulan desember

5 adalah berjumlah 112 anak, sedangkan tahun 2007 sampai dengan bulan desember yaitu berjumlah 198 anak. Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar mendapatkan bahwa 58,3% penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5% anak pertama, umur ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% dari kehamilan cukup bulan. Soetjiningsih (1995:223) Seorang ibu tidak hanya melihat kesehatan anak secara fisik saja, namun harus memperhatikan seberapa besar kemajuan dan perkembangan motorik (gerak) fisik dan kemampuan bahasa yang terjadi pada anak, dan jika melihat adanya keterlambatan perkembangan pada anak, maka segeralah berkonsultasi dengan dokter anak. Sangat penting bagi orangtua untuk mendapatkan pengetahuan tentang anak cerebral palsy, sehingga pada akhirnya orangtua dapat mengetahui bagaimana harus memberikan perilaku serta perlakuan yang khusus dan baik kepada anak yang penyandang cerebral palsy. Jika orangtua mengambil kebijakan menyekolahkan anak pada sebuah yayasan atau sekolah khusus anak berkebutuhan khusus, maka peran terapis beserta seluruh komponen yayasan atau sekolah khusus sangat dibutuhkan untuk memberikan pelatihan dan pendidikan untuk membantu dalam mengembangkan kemampuan dengan ketrampilan yang dimiliki. Program-program serta metodemetode yang disusun sebagai rancangan dalam mensukseskan pelatihan, pendidikan serta perawatan untuk memberikan terapi kepada anak penyandang

6 cerebral palsy khususnya. Agar mereka mampu mengaktifkan dirinya, mampu mandiri, bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri serta mampu memainkan peran dalam kehidupannya. Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, bahwa hambatan yang dialami anak dengan gangguan cerebral palsy selain terdapat pada motoriknya juga pada perkembangan bahasanya. Sesuai fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Bahasa merupakan alat bergaul. Oleh karena itu, penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang memerlukan berkomunikasi dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai berkomunikasi dengan orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan perkembangan bahasa seseorang (bayi-anak) dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan tingkat perilaku sosial. Sunarto(2008:136-137) Gangguan bahasa dinamakan afasia. Afasia merupakan salah satu jenis kelainan bahasa akibat adanya kerusakan pada pusat-pusat bahasa dikorteks serebri. Adanya lesi dipusat bahasa korteks serebri, menyebabkan penderita mengalami kesulitan atau kehilangan kemampuan simbolisasi secara pasif (decoding) atau secara aktif (encoding). Setyono (2000:50) Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan

7 dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dan baik, penerima dan pengirim bahasa harus menguasai bahasanya. Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat sebagai alat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri.www.organisasi.org Hemisfer kiri merupakan pusat kemampuan berbahasa pada 94% orang dewasa kanan dan lebih dari 75% pada orang dewasa kidal. Pengkhususan hemisfer untuk fungsi bahasa sudah dimulai sejak didalam kandungan tetapi berfungsi secara sempurna setelah beberapa tahun kemudian. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak dengan kerusakan otak uniteral sebelum maupun sesudah lahir, diperkirakan fungsi berbahasa dapat diprogram oleh hemisfer lainnya, walaupun kelainan yang khusus masih dapat diketemukan dengan tes yang teliti. Kelenturan perkembangan otak seperti ini menyebabkan macam perkembangan bahasa pada anak susah ditentukan. Soetjiningsih (1995:238) Bahasa adalah alat komunikasi yang utama bagi manusia, dengan bahasa manusia dapat berhubungan satu dengan yang lainnya, dan dengan bahasa pula seseorang dapat mengungkapkan pikiran, perasaan dan kehendaknya kepada orang lain. Somantri (2007:130) Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya, sebab melibatkan kemampuan kognitif, sensori motor dan

8 psikologis, emosi, dan lingkungan disekitar anak. Seorang anak tidak akan mampu berbicara tanpa dukungan dari lingkungannya. Mereka harus mendengar pembicaraan yang berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari maupun pengetahuan tentang dunia. Mereka harus belajar mengekspresikan dirinya, membagi pengalamannya dengan orang lain dan mengemukakan keinginannya. Soetjiningsih (1995:237) Setiap manusia memiliki potensi untuk berbahasa, potensi tersebut akan berkembang menjadi kecakapan berbahasa melalui proses yang berlangsung sejalan dengan kesiapan dan kematangan motoriknya. Pada anak tuna daksa jenis polio, perkembangan bahasa/bicaranya tidak begitu berbeda dengan anak normal, lain halnya dengan anak cerebral palsy, hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan bahasa dapat ditemui pada hampir setiap anak cerebral palsy. Menurut soeharso, dari 100 anak yang mempunyai cacat cerebral palsy, umumnya sebanyak 50 anak menderita gangguan bicara. Somantri (2007:130) Dari observasi awal serta wawancara dengan terapis ditempat penelitian diperoleh data yang menunjukkan bahwa ada 17 anak yang mengalami gangguan cerebral palsy. Dimana setiap anak yang mengalami gangguan cerebral palsy hampir keseluruhan mengalami gangguan dalam berbahasa dan bicara. Dari setiap anak yang mengalami gangguan cerebral palsy memiliki jenis yang berbeda, setiap anak memiliki sesi yang berbeda dalam menjalani terapi wicara. Menurut salah satu terapis, anak dapat terlihat perkembangan yang signifikan setelah

9 menjalani terapi kurang lebih satu tahun dengan melalui tahap yang berkelanjutan serta dari dukungan orangtua dan keinginan anak. Terjadinya kelainan bahasa pada anak cerebral palsy disebabkan oleh ketidakmampuan dalam koordinasi motorik organ bicaranya akibat kerusakan atau kelainan sistem neuromotor. Gangguan bahasa pada anak cerebral palsy biasanya berupa kesulitan artikulasi, phonasi, dan sistem respirasi. Adanya gangguan bahasa pada anak cerebral palsy mengakibatkan mereka mengalami problem psikologis yang disebabkan kesulitan dalam mengungkapkan pikiran, keinginan, atau kehendaknya. Mereka biasanya menjadi mudah tersinggung, tidak memberikan perhatian yang lama terhadap sesuatu, merasa terasing dari keluarga dan teman-temannya. Somantri (2007:131) Di tempat penelitian ini (YPAC) Malang menggunakan terapi wicara sebagai bentuk pengobatan gangguan bahasa dan bicara. Menurut tokoh Sardjono dalam bukunya menyatakan bahwa dengan terapi wicara, anak yang mengalami cerebral palsy secara bertahap akan mampu mengembangkan kemampuan komunikasi verbal. Hal itu akan meminimalisir kekurangan yang ada pada anak dengan gangguan cerebral palsy. Karena bahasa merupakan salah satu cara yang baik untuk mengekspresikan diri, pikiran, ide-ide. Sebuah ide yang cemerlang tidak akan ada artinya jika orang yang memilikinya tidak mampu mengekspresikan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Dalam pelaksanaan terapi ini juga disesuaikan dengan kondisi anaknya tersebut yaitu one on one satu terapis satu anak jika kondisi anak mengalami

10 gangguan cerebral palsy berat. Melalui bimbingan rutin metode terapi yang benar dan dengan kesabaran yang ada pada diri orang tua, keluarga, serta para terapis, diharapkan akan tercapai hasil yang optimal untuk meningkatkan kemampuan anak, sehingga anak dapat mengekspresikan diri, pikiran dan ide-ide mereka. Sejauh ini sudah banyak penelitian yang telah dilakukan tentang cerebral palsy dan tentang terapi wicara, seperti dalam penelitian Noviani Partamawati yang meneliti tentang Penerapan Metode Glenn Doman Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Yang Memiliki Gangguan Cerebral Palsy, Elita Mardiani yang meneliti tentang Faktor-Faktor Risiko Prenatal Dan Perinatal Kejadian Cerebral Palsy (Studi Kasus Di YPAC Semarang), dan Eka Handayani yang meneliti tentang Kendala Terapi Wicara Terhadap Kemampuan Bahasa Dan Bicara Pada Anak Retardasi Mental Di Pusat Terapi Terpadu A Plus Malang. Berdasarkan uraian diatas serta dengan memperhatikan betapa pentingnya terapi wicara pada anak cerebral palsy sebagai perbaikan dalam berkomunikasi, sehingga anak lebih terampil dalam melakukan aktivitas sehari-harinya secara baik, hal ini akan menunjang kemampuan anak dalam berbahasa. karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji secara mendalam tentang efektivitas terapi wicara dengan tema Efektivitas Terapi Wicara Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Anak yang Memiliki Gangguan Cerebral Palsy. B. Rumusan Masalah Bagaimana efektivitas terapi wicara untuk meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak yang memiliki gangguan cerebral palsy.

11 C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efektivitas terapi wicara untuk meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak yang memiliki gangguan cerebral palsy. D. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan dalam bidang klinis khususnya dan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam keilmuan psikologi pada umumnya. b. Secara Praktis Bagi orang tua dan terapis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada para orang tua untuk lebih memperhatikan perkembangan wicara pada putraputri yang memiliki gangguan cerebral palsy khususnya. Dan bagi terapis agar lebih meningkatkan kualitas dalam meningkatkan kemampuan anak cerebral palsy khususnya dalam meningkatkan komunikasi. Bagi peneliti selanjutnya Semoga dapat bermanfaat khususnya untuk mahasiswa psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dalam memahami dan mengkaji masalah ini lebih luas dengan menambah atau mengembangkan permasalahan yang belum terungkap.