EPIDOMINOLOGI AMOEBIASIS DAN UPAYA PENCEGAHANNYA. Drh. RASMALIAH, M.Kes. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi protozoa usus masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara di

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

DEFINISI KASUS MALARIA

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Entamoeba histolytica

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TREMATODA PENDAHULUAN

GAMBARAN INFEKSI PROTOZOA INTESTINAL PADA ANAK BINAAN RUMAH SINGGAH AMANAH KOTA PADANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

AMOEBIASIS PADA HEWAN KESAYANGAN KERA, ANJING, DAN, KUCING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

Jika ciprofloxacin tidak sesuai, Anda akan harus minum antibiotik lain untuk menghapuskan kuman meningokokus.


PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera.

Laporan Pendahuluan Typhoid

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

BAB 1 PENDAHULUAN. perannya melawan infeksi dan penyakit. Infeksi yang terkait dengan. daya tahan tubuh penderita (Murtiastutik, 2008).

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

Farmakoterapi I Diar dan konstipasi. Ebta Narasukma A, M.Sc., Apt

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II VIRUS TOKSO Definisi Virus Tokso

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Protozoa merupakan mahkluk hidup bersel satu yang sering menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

Transkripsi:

1. SEJARAH EPIDOMINOLOGI AMOEBIASIS DAN UPAYA PENCEGAHANNYA Drh. RASMALIAH, M.Kes Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Amoebiasis adalah suatu keadaan terdapatnya Entamoeba histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease). Entamoeba histolytica juga dapat menyebabkan Dysentery amoeba, penyebarannya kosmopolitan banyak dijumpai pada daerah tropis dan subtropis terutama pada daerah yang sosio ekonomi lemah dan hugiene sanitasinya jelek. Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh tahun 1875 dari tinja disentrai seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Losh menemukan Entamoeba histolytica bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut. Pada tahun 1893 Quiche dan Roos rnenemukan Entamoeba histolytica bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amoeba yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di Filiphina membuktikan dengan eksperimen pada sukarelawan bahwa entamoeba histolytica merupakan parasit komensal dalam usus besar. Klasifikasi amoebiasis menurut WHO (1968) dibagi dalam asimtomatik dan simptomatik, sedang yang termasuk amoebiasis simptomatik yaitu amoebiasis intestinal yaitu dysentri, non-dysentri colitis, amoebic appendicitas ke orang lain oleh pengandung kista entamoeba hitolytica yang mempunyai gejala klinik (simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik). 2. EPIDEMIOLOGI Amooebasis tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada berbagai survei menunjukkan frekwensi diantara 0,2-50 % dan berhubungan langsung dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek, dan banyak dijumpai juga dirumahrumah sosial, penjara, rumah sakit jiwa dan lain-lain. Sumber infeksi terutama "carrier" yakni penderita amoebiasis tanpa gejala klinis yang dapat bertahan lama megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu perhari. Bentuk kista tersebut dapat bertahan diluar tubuh dalam waktu yang lama. Kista dapat menginfeksi manusia melalui makanan atau sayuran dan air yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung kista. Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga seperti lalat dan kecoak (lipas) atau tangan orang yang menyajikan makanan (food handler) yang menderita sebagai "carrier", sayur-sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia dan selada buah yang ditata atau disusun dengan tangan manusia. Bukti-bukti tidak langsung tetapi jelas menunjukkan bahwa air merupakan perantara penularan. Sumber air minum yang terkontaminasi pada tinja yang berisi kista atau secara tidak sengaja terjadi kebocoran pipa air minum yang berhubungan dengan tangki kotoran atau parit. Penularan diantara keluarga sering juga terjadi terutama pada ibu atau pembantu rumah tangga yang merupakan "carrier", dapat mengkontaminasi makanan sewaktu menyediakan atau menyajikan makanan tersebut. 2003 Digitized By USU digital library 1

Pada tingkat keadaan sosio ekonomi yang rendah sering terjadi infeksi yang disebabkan berbagai masalah, antara lain: 1. Penyediaan air bersih, sumber air sering tercemar. 2. Tdak adanya jamban, defikasi disembarang tempat, memungkinkan amoeba dapat dibawa oleh lalat atau kecoa. 3. Pembuangan sampah yang jelek merupakan tempat pembiakan lalat atau lipas yang berperan sebagai vektor mekanik. Pengandung kista yang jumlahnya besar dan penderita dalam keadaan konvalesensi merupakan bahaya potensial yang merupakan sumber infeksi dan harus diobati dengan sempurna karena keduanya merupakan masalah kesehatan yang besar. Kista dapat hidup lama dalam air (10-14 hari). Dalam lingkungan yang dingin dan lembab kista dapat hidup selama kurang lebih 12 hari, kista juga tahan terhadap Khlor yang terdapat dalam air leding dan kista akan mati pada suhu 50 C atau dalam keadaan kering. Entamoeba histolytica ini juga menyebabkan Dysenteriae amoeuba, abses hati dan Giardia lamblia yang banyak ditemukan pada anak-anak. Infeksi juga ditularkan dalam bentuk kista, sehingga pengandung kista adalah penting dalam penyebaran penyakit ini. Di Indonesia, amoebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan endemi. Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10 18 %. Amoebiasis juga tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2-50 % dan berhubungan dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek. Di RRC, Mesir, India dan negeri Belanda berkisar antara 10,1 11,5%, di Eropa utara 5-20%, di Eropa Selatan 20-51 % dan di Amerika Serikat 20%. Frekuensi infeksi Entamoeba histolytica diukur dengan jumlah pengandung kista. Perbandingan berbagai macam amoebiasis di Indonesia adalah sebagai berikut, amoebiasis kolon banyak ditemukan, amoebiasis hati hanya kadang-kadang amoebiasis otak lebih jarang lagi dijumpai. 3. DAUR HIDUP ENTAMOEBA HISTOLYTICA Daur hidup E. histolytica sangat sederhana, dimana parasit ini didalam usus besar akan memperbanyak diri. Dari sebuah kista akan terbentuk 8 tropozoit yang apabila tinja dalam usus besar konsistensinya padat maka, tropozoit langsung akan terbentuk menjadi kista dan dikeluarkan bersama tinja, sementara apabila konsistensinya cair maka, pembentukan kista terjadi diluar tubuh. (Brotowidjoyo, 1987). Amoebiasis terdapat diseluruh dunia (kosmopolit) terutama didaerah tropik dan daerah beriklim sedang. Dalam daur hidupya Entamoeba histolytica memiliki 3 stadium yaitu: 1. Bentuk histolitika. 2. Bentuk minuta 3. bentuk kista Bentuk histolitika dan bentuk minuta adalah bentuk rofozoit. Perbedaan antara kedua bentuk tropozoit tersebut adalah bahwa bentuk histolytika bersifat fatogen dan mempunyai ukuran yang lebih besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika berukuran 20 40 mikron, mempunyai inti entamoeba yang terdapat di endoplasma. Ektoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel, dapat dilihat dengan nyata. Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebih seperti daun, di bentuk dengan mendadak, pergerakannya cepat. Endoplasma berbutir halus, 2003 Digitized By USU digital library 2

biasanya tidak mengandung bakteri atau sisa makanan, tetapi mengandung sel darah merah. Bentuk histolytica ini patogen dan dapat hidup dijaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit dan vagina. Bentuk ini berkembang biak secara belah pasang di jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut sesuai dengan nama spesiesnya Entomoeba histolitica (histo= jaringan, lysis = hancur). Bentuk minuta adalah bentuk pokok esensial, tanpa bentuk minuta daur hidup tidak dapat berlangsung, besamya 10-20 mikron. Inti entamoeba terdapat di endoplasma yang berbutir-butir. Endoplasma tidak mengandung sel darah merah tetapi mengandung bakteri dan sisa makanan. Ektoplasma tidak nyata, hanya tampak bila membentuk pseudopodium. Pseudopodium dibentuk perlahan-lahan sehingga pergerakannya lambat. Bentuk minuta berkembang biak secara belah pasang dan hidup sebagai komensal di rongga usus besar, tetapi dapat berubah menjadi bentuk histolitika yang patogen. Bentuk kista dibentuk di rongga usus besar, besamya 10-20 mikron, berbentuk bulat lonjong, mempunyai dinding kista dan ada inti entamoeba. Dalam tinja bentuk ini biasanya berinti 1 atau 2, kadang-kadang terdapat yang berinti 2. Di endoplasma terdapat benda kromatoid yang besar, menyerupai lisong dan terdapat juga vakuol glikogen. Benda kromatoid dan vakuol glikogen dianggap sebagai makanan cadangan, karena itu terdapat pada kista muda. Pada kista matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada lagi. Bentuk kista ini tidak patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif. Entamoeba histolytica biasanya hidup sebagai bentuk minuta di rongga usus besar manusia, berkembang biak secara belah pasang, kemudian dapat membentuk dinding dan berubah menjadi bentuk kista. Kista dikeluarkan bersama tinja. Dengan adanya dinding kista, bentuk kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar tubuh manusia. 4. GEJALA KLINIK Gejala-gejala klinik dari amoebiasis tergantung daripada lokalisasi dan beratnya infeksi. Penyakit disentri yang ditimbulkannya hanya dijumpai pada sebagian kecil penderita tanpa gejala dan tanpa disadari merupakan sumber infeksi yang penting yang kita kenal sebagai "carrier", terutama didaerah dingin, yang dapat mengeluarkan berjuta-juta kista sehari. Penderita amoebiasis intestinalis sering dijumpai tanpa gejala atau adanya perasaan tidak enak diperut yang samar-samar, dengan adanya konstipasi, lemah dan neurastenia. Infeksi menahun dengan gejala subklinis dan terkadang dengan eksaserbasi kadang-kadang menimbulkan terjadinya kolon yang "irritable" sakit perut berupa kolik yang tidak teratur. Amoebiasis yang akut mempunyai masa tunas 1-14 minggu. Dengan adanya sindrom disentri berupa diare yang berdarah dengan mukus atau lendir yang disertai dengan perasaan sakit perut dan tenesmusani yang juga sering disertai dengan adanya demam. Amoebiasis yang menahun dengan serangan disentri berulang terdapat nyeri tekan setempat pada abdomen dan terkadang disertai pembesaran hati. Penyakit menahun yang melemahkan ini mengakibatkan menurunnya berat badan. Amoebiasis ekstra intestinalis memberikan gejala sangat tergantung kepada lokasi absesnya. Yang paling sering dijumpai adalah amoebiasis hati disebabkan metastasis dari mukosa usus melalui aliran sistem portal. Sering dijumpai pada orang-orang dewasa muda dan lebih sering pada pria daripada wanita dengan gejala berupa demam berulang, kadang-kadang disertai menggigil, icterus ringan, bagian kanan diafragma sedikit meninggi, sering ada rasa sakit sekali pada bahu kanan dan 2003 Digitized By USU digital library 3

hepatomegali. Abses ini dapat meluas ke paru-paru disertai batuk dan nyeri tekan intercostal, pleural effusion dengan demam disertai dengan menggigil. Pada pemeriksaan darah dijumpai lekositosis kadang-kadang amoebiasis hati sudah lama diderita tanpa tanda-tanda dan gejalanya khas yang sukar didiagnosa. Infeksi amoeba di otak menunjukkan berbagai tanda dan gejala seperti abses atau tumor otak. Sayang sekali infeksi seperti ini baru didiagnosa pada autopsi otak. Amoebiasis ekstra intestinalis ini dapat juga dijumpai di penis, vulva, perineum, kulit setentang hati atau kulit setentang colon atau di tempat lain dengan tanda-tanda suatu ulkus dengan pinggirnya yang tegas, sangat sakit dan mudah berdarah. 5. DIAGNOSIS Diagnosis pasti penderita amoebiasis adalah menemukan parasit didalam tinja atau jaringan. Diagnosis laboratorium dapat dibuat dengan pemeriksaan mikroskopis atau menemukan parasit dalam biakan tinja sering dijumpai Entamoeba histolytica bersama-sama dengan kristal Charcot-Leyden. Diagnosis tidak selalu mudah, maka perlu dilakukan pemeriksaan berulang teristimewa pada kasus menahun. Kegagalan dapat terjadi dengan teknik yang salah, mencari parasit tidak cukup teliti atau sering dikacaukan dengan protozoa lain dan sel-sel artefak. Pemeriksaan tinja dengan sediaan langsung dengan memakai air garam faal, atau lugol, dengan pengecatan trichrom, hematoksilin (sediaan permanen) atau dengan metode konsentrasi. Pada umumnya pada tinja encer akan di jumpai bentuk tropozoit disertai gejala klinik nyata, sedangkan pada tinja padat pada penderita tanpa gejala terutama pada penderita menahun "carrier" akan dijumpai terutama bentuk kista. Bentuk trophozoit dapat dikenal karena gerakannya aktif, ektoplasma yang berbatas jelas, nukleus dan adanya sel darah merah, cristal Charcot Letden, yang dicernakan dan kista-kista dapat dikenali dari bentuknya yang bulat dimana jumlah inti 1-4 dan benda chromatoidnya. Pemeriksaan serologis, test haemaglutinasi, test presipitin, pemeriksaan radiologis atau scalhing berperan pada penderita ekstra intestinal amoebiasis. Aspirasi abses dapat dilakukan dengan menemukan cairan warna coklat dan pada akhir aspirasi akan ditemukan bentuk tropozoit. Pada amoebiasis kolon akut biasanya diagnosis klinis ditetapkan bila terdapat sindrom disentri disertai sakit perut (mules). Biasanya gejala diare berlangsung tidak lebih dari 10 kali sehari. Gejala tersebut dapat dibedakan dari gejala penyakit disentri basilaris. Pada disentri basilaris terdapat sindrom disentri dengan diare yang lebih sering, kadangkadang sampai lebih dari 10 kali sehari, terdapat juga demam dan lekositosis. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan Entamoeba histolytica bentuk histolytica dalam tinja. Amoebiasis kolon menahun biasanya terdapat gejala diare yang ringan diselingi dengan obstipasi. Dapat juga terjadi suatu eksaserbasi akut dengan sindrom disentri. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan Entamoeba histolytica bentuk histolytica dalam tinja. Bila amoeba tidak ditemukan, pemeriksaan tinja perlu diulangi 3 hari berturut-turut. Reaksi serologi perlu dilakukan untuk menunjang disgnosis. Proktoskop dapat digunakan untuk melihat luka yang terdapat di rektum dan untuk melihat kelainan di sigmoid digunakan sigmoidoskop. Sedangkan pada amoebiasis hati secara klinis dapat dibuat diagnosis bila terdapat gejala berat badan menurun, badan terasa lemah, demam, tidak nafsu makan disertai pembesaran hati yang nyeri tekan. Pada pemeriksaan radiologi biasanya didapatkan peninggian diafragma. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya 2003 Digitized By USU digital library 4

leukositosis. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan Entamoeba histolytica bentuk histolytica dalam biopsi dinding abses atau dalam aspirasi nanah abses. Bila amoeba tidak ditemukan, dilakukan pemeriksaan serologik, antara lain tes hemaglutinasi tidak langsung atau tes imunodifusi. 6. PENGOBATAN Beberapa obat amoebiasis yang penting adalah : Emetin Hidroklorida. Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Pemberian emetin ini hanya efektif bila diberikan secara parenteral karena pada pemberian secara oral absorpsinya tidak sempurna. Toksisitasnya relatif tinggi, terutama terhadap otot jantung. Dosis maksimum untuk orang dewasa adalah 65 mg sehari. Lama pengobatan 4 sampai 6 hari. Pada orang tua dan orang yang sakit berat, dosis harus dikurangi. Pemberian emetin tidak dianjurkan pada wanita hamil, pada penderita dengan gangguan jantung dan ginjal. Dehidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan dengan emetin dan dapat diberikan secara oral. Dosis maksimum adalah 0,1 gram sehari, diberikan selama 4 6 hari. Emetin dan dehidroemetin efektif untuk pengobatan abses hati (amoebiasis hati). Klorokuin. Obat ini merupakan amoebisid jaringan, berkhasiat terhadap bentuk histolytica. Efek samping dan efek toksiknya bersifat ringan antara lain, mual, muntah, diare, sakit kepala. Dosis untuk orang dewasa adalah 1 gram sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari selama 2 sampai 3 minggu. Anti Biotik. Tetrasiklin dan eritomisin bekerja secara tidak langsung sebagai amebisid dengan mempengaruhi flora usus. Peromomisin bekerja langsung pada amoeba. Dosis yang dianjurkan adalah 25 mg/kg bb/hari selama 5 hari, diberikan secara terbagi. Metronidazol (Nitraomidazol). Metronidazol merupakan obat pilihan, karena efektif terhadap bentuk histolytica dan bentuk kista. Efek samping ringan, antara lain, mual, muntah dan pusing. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 gram sehari selama 3 hari berturut-turut dan diberikan secara terbagi. 7. PENCEGAHAN. Pencegahan penyakit amoebiasis terutama ditujukan kepada kebersihan perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan (environmental hygiene). Kebersihan perorangan antara lain adalah mencuci tangan dengan bersih sesudah mencuci anus dan sebelum makan. Kebersihan lingkungan meliputi: memasak air minum, mencuci sayuran sampai bersih atau memasaknya sebelum dimakan, buang air besar dijamban, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk, menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas, membuang sampah ditempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat. 2003 Digitized By USU digital library 5

Untuk menurunkan angka sakit, maka perlu diadakan usaha jangka panjang berupa pendidikan kesehatan dan perbaikan sanitasi lingkungan dan usaha jangka pendek berupa penyuluhan kesehatan dan pembersihan kampung halaman secara serentak (gotong royong) dan juga dengan pengobatan massal ataupun individual. DAFTAR PUSTAKA 1. A. Samik Wahab, Prof.dr. 1993., Imunologi III. Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. 2. Brotowidjoyo, MD. 1987. Parasit dan Parasitisme. Media Sarana Press. Jakarta. 3. Dutta, G.P. Experimental and Clinical Studies on Amoebiasis. New Delhi. 4. Fak. Kedokteran UGM dan P.T. Kalbe Farma. 1980. Simposium Masalah Penyakit Parasit Dalam Program Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta. 5. Napitupulu Tumpal, Dr, MPH., Protozologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. 6. Sri Oemijati, Prof.dr.dkk., 1988. Parasitologi Kedokteran. Bina Cipta Bandung. 7. Srisasi Gandhusada, dr, dkk., Parasitologi Kedokteran, 1992. Fakultas Kedokteran U.I. Jakarta. Edisi Kedua. 2003 Digitized By USU digital library 6