BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

NILAI STRATEGIS INDUSTRI SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

Analisis ekspor minyak kelapa sawit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat dahulu, pada umumnya orang melakukan investasi secara tradisional.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. sawit nasional karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dan

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Crude palm oil (CPO) berasal dari buah kelapa sawit yang didapatkan dengan

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Dimana sebagian besar penduduknya. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini sebenarnya tidak terlalu

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

I. PENDAHULUAN. digunakan baik untuk konsumsi makanan maupun nonmakanan. Total produksi

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI CRUDE PALM OIL (CPO) PROVINSI RIAU. Eriyati Rosyeti. Abstraksi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Hasilnya biasa digunakan sebagai bahan dasar industri lainnya seperti industri makanan, kosmetika, dan industri sabun. Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat, karena terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat. Kebun dan industri kelapa sawit menyerap lebih dari 4,5 juta petani dan tenaga kerja dan menyumbang sekitar 4,5 persen dari total nilai ekspor nasional (Suharto, 2007). Hal ini telah menjadikan Indonesia sebagai Negara pengekspor Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Tentu saja pencapaian ini berkat dukungan ketersediaan lahan, tenaga kerja yang murah, serta pertumbuhan permintaan dunia atas pasokan CPO, terutama untuk memenuhi bahan baku energi alternatif (biodiesel). Industri/perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu sektor unggulan Indonesia memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap ekspor nonmigas nasional, dan setiap tahun cenderung terus mengalami peningkatan (Tryfino, 2006). Ekspor CPO Indonesia setiap tahunnya juga menunjukkan tren meningkat dengan rata-rata peningkatan adalah 12,97 persen (Tryfino, 2006). Walaupun pemerintah menerapkan tarif pungutan ekspor/pajak ekspor (PE) dan pengenaan kuota untuk komoditas minyak sawit mentah untuk mendorong industri hilir,

namun sejauh ini sawit tetap menjadi primadona di industri perkebunan, disamping isu kartel yang dihembuskan beberapa negara, rencana pembatasan lahan untuk holding company, kenaikan harga patokan ekspor (HPE) hingga soal pabrik pengolahan tanpa kebun. Perkembangan luas lahan sawit dalam 20 tahun terakhir menunjukkan bahwa industri sawit masih menjanjikan keuntungan ekonomis. Luas lahan sawit nasional pada tahun 1986 tercatat sebesar 606.780 ha, pada tahun 1996 sebesar 2.249.514 ha, dan pada tahun 2006 tercatat 6.074.926 ha. Dari total luas lahan sawit tersebut, 696.699 ha merupakan milik PT. Perkebunan Nusantara, 2.741.802 ha milik swasta, dan 2.636.425 ha adalah milik rakyat. Di luar isu dan fakta di atas, pengembangan industri hilir CPO perlu diprioritaskan sebagai kebijakan industri, mengingat kita tidak dapat selamanya menjadi Negara pengekspor bahan baku. Apabila kecenderungan mengekspor CPO dipertahankan, ini menunjukkan industri nasional tidak berkembang dan tidak mengalami kemajuan, selain itu tidak memberi nilai tambah dari proses industri secara menyeluruh. Total produksi minyak sawit (palm oil) menunjukkan bahwa produksi di dunia mencapai 44,35 juta ton pada tahun 2010 (Tabel 1). Dari total tersebut, sebanyak 82,86 persen dipasok dari dua Negara penghasil utama minyak sawit, yaitu Malaysia dan Indonesia dengan produksi masing-masing sebesar 16,99 juta ton (38,31%) dan 19,76 juta ton (44.55%). Dibandingkan dengan pertumbuhan produksi di tingkat dunia, produksi Indonesia menunjukkan nilai tertinggi selama 2006-2010. Pertumbuhan produksi minyak sawit dunia dalam periode tersebut terendah pada tahun 2010 yaitu

sebesar -1,61 persen dan tertinggi pada tahun 2006, yaitu 14,83 persen. Tingkat pertumbuhan produksi minyak sawit di Indonesia selama 2006-2010 terendah pada tahun 2008, yaitu -0,70 persen, padahal pertumbuhan produksi dua tahun sebelumnya (2006) mencapai 23,31 persen. Tabel 1.1. Volume, Persentase, dan Pertumbuhan Produksi Minyak sawit, 2006-2011 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Dunia Produksi (Juta Ton) 39,42 39,76 43,23 45,08 44,35 Persentase (%) 100 100 100 100 100 Pertumbuhan (%) 14,83 0,86 8,74 4,26-1,61 Indonesia Produksi (Juta Ton) 17,35 17,66 17,53 19,32 19,76 Persentase (%) 44,01 44,43 40,56 42,86 44,55 Pertumbuhan (%) 23,31 1,80-0,70 10,17 2,25 Malaysia Produksi (Juta Ton) 15,88 15,82 17,73 17,56 16,99 Persentase (%) 40,28 39,79 41,02 38,96 38,31 Pertumbuhan (%) 6,15-0,35 12,07-0,95-3,25 Lainnya Produksi (Juta Ton) 6,19 6,27 7,96 8,19 7,60 Persentase (%) 15,71 15,78 18,42 18,18 17,14 Pertumbuhan (%) 17,02 1,35 26,92 2,86-7,20 Sumber: FAOSTAT 2012 (data diolah) Meskipun demikian, Indonesia mengalami peningkatan porsi ekspor minyak sawit secara tajam dan konsisten dalam lima tahun terakhir, kecuali tahun 2007 yang mengalami pertumbuhan negatif (Tabel 2). Peningkatan porsi ekspor ini mencerminkan, penyerapan minyak sawit oleh industri domestik relatif rendah, hal ini berhubungan dengan kapasitas industri hilir berbahan baku minyak sawit.

Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) mencatat serapan minyak sawit untuk industri minyak goreng domestik yang merupakan industri yang dominan menggunakan minyak sawit di dalam negeri hanya berkapasitas 1,9 juta ton per tahun. Industri hilir yang lain, yang menghasilkan produk turunan minyak sawit belum banyak berkembang dan tidak banyak menyerap bahan baku. Tabel 1.2. Volume, Persentase, dan Pertumbuhan Ekspor Minyak Sawit, 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Dunia Ekspor (Ribu Ton) 29.956,19 26.210,55 33.343,51 35.192,61 35.318,81 Persentase (%) 100 100 100 100 100 Pertumbuhan (%) 13,06-12,50 27,21 5,55 0,36 Indonesia Ekspor (Ribu Ton) 12.100,92 8.875,41 14.290,68 16.829,20 16.291,85 Persentase (%) 40,39 33,86 42,85 47,82 46,12 Pertumbuhan (%) 16,62-26,65 61,01 17,76-3,19 Malaysia Ekspor (Ribu Ton) 14.202,67 13.011,13 14.142,44 13.924,41 14.732,72 Persentase (%) 47,42 49,65 42,42 39,56 41,72 Pertumbuhan (%) 7,61-8,39 8,69 1,54 5,80 Lainnya Ekspor (Ribu Ton) 3.652,59 4.324,01 4.910,37 4.438,99 4.294,24 Persentase (%) 12,19 16,49 14,73 12,62 12,16 Pertumbuhan (%) 25,05 18,38 13,56-9,6-3,26 Sumber: FAOSTAT 2012 (data diolah) Pada periode 1999-2006, produksi produk turunan minyak kelapa sawit tidak bergerak pada kisaran 60 persen, ekspor minyak sawit mentah sekitar 40 persen (Gambar 1). Produksi minyak sawit Indonesia tahun 2007 mencapai 17,66 juta ton, dengan jumlah sebanyak 8,79 juta ton yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri, sedangkan sisanya, yaitu sebesar 8,87 juta ton diekspor.

Gambar 1.1. Perkembangan Ekspor Minyak sawit Mentah dan Produk Turunannya 1999-2006 (INDEF, 2007) Indonesia boleh berbangga menjadi produsen terbesar minyak sawit mentah (crude palm oil/cpo) di dunia. Tahun ini, produksi CPO Indonesia diperkirakan mencapai 23 juta ton, dan tahun 2020 ditargetkan menembus 40 juta ton. CPO berikut produk turunannya tahun lalu menyumbangkan devisa tak kurang dari US$ 15 miliar. Minyak sawit juga menyetor bea keluar ke pemerintah sebesar Rp 15 triliun pada tahun lalu atau Rp 50 triliun bila dihitung secara akumulatif sejak kebijakan bea keluar diberlakukan. Perkebunan sawit merupakan tempat bergantung 3,5 juta kepala keluarga. Setidaknya 17 juta tenaga kerja terserap di perkebunan sawit dan industri sawit. Namun, di balik prestasi itu, ada beberapa hal yang merisaukan, terutama bila industri sawit nasional dibandingkan dengan Malaysia, produsen CPO terbesar kedua di dunia. Setidaknya perlakuan yang diberikan pemerintah terhadap industri sawit kedua negara amat jauh berbeda. Meski produsen CPO nasional sudah banyak menyumbang dana ke kas negara, pemerintah tidak memberikan

perlakuan timbal balik yang sepadan. Praktis, tidak ada dana yang telah disetor itu dikembalikan ke industri maupun perkebunan sawit, untuk pengembangan industri yang bersangkutan. Terkesan pemerintah hanya memerah produsen CPO. Hal itu berbeda dengan Malaysia, sebagian dana hasil setoran yang diberikan oleh industri sawit, dikembalikan untuk pengembangan industri sawit. Pemerintah Malaysia juga memberikan keringanan pajak bagi perusahaan sawit yang melakukan research and development (R&D) dan community development dalam kerangka social investment. Sebuah BUMN perkebunan Malaysia, menempatkan research and development (R&D) dan community development sebagai prioritas utama (investor.co.id, 2013). Perusahaan itu menganggarkan 2-3% keuntungan bersihnya untuk kegiatan tersebut, dan untuk tahun ini dianggarkan minimal Rp 150 miliar. Dua kementerian yang membawahkan urusan sawit juga mengembangkan riset tersendiri khusus tentang sawit. Divisi riset perusahaan sawit Malaysia terusmenerus berusaha menemukan bibit unggul yang mampu memberikan produktivitas tinggi, cepat panen, dan tahan terhadap hama-penyakit. Bukan hanya itu, seluruh pemangku kepentingan di Malaysia bersatu untuk memajukan perkebunan dan industri sawit. Dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat Malaysia satu sikap dalam soal sawit. LSM setempat tidak mau menjadi perpanjangan Green Peace, yang terkadang menjadi corong negara maju lantaran takut produk minyak nabatinya tersaingi minyak sawit. Tak mengherankan bila industri hilir sawit Malaysia sangat maju. Malaysia berhasil membuat bermacam produk derivatif yang memberikan nilai tambah tinggi, tidak sekadar mengekspor minyak sawit mentah. Negeri jiran itu bahkan melebarkan sayap di 15 negara

untuk membangun pabrik produk derivatif sawit, meski lahan sawitnya hanya berada di tiga negara. Kegiatan research and development (R&D), community development, serta dukungan penuh pemerintah, membuat produktivitas sawit Malaysia jauh lebih tinggi dibanding Indonesia. Produktivitas sawit Malaysia 3,5 ton per ha, sedangkan Indonesia 2,5 ha per tahun. Akibat perbedaan produktivitas, Malaysia dengan luas lahan sawit hanya 61,5% dari luas lahan sawit Indonesia mampu memproduksi CPO hingga 17 juta ton atau 85,3% dari produksi CPO Indonesia. Saat ini, lahan yang sudah ditanami sawit baru 7,8 juta ha, sekitar 16,5% dari wilayah pertanian dan perkebunan atau 8,3% dari total wilayah hutan. Masih ada 7 juta ha lahan yang bisa ditanami sawit. Di sinilah perlunya komitmen penuh dari produsen CPO dan para pemangku kepentingan, terutama pemerintah. Berangkat dari data di atas, Indonesia memiliki kebutuhan untuk merevitalisasi industri minyak kelapa sawit. Pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) seperti dirilis okezone.com, menjadikan investasi untuk merevitalisasi industri sawit sebagai fokus utama menuju sustainable industry. Investasi yang mencakup ekspansi lahan dan teknologi terbarukan yang ramah lingkungan dalam pengolahan minyak kelapa sawit tentu membutuhkan kemampuan finansial yang besar, untuk itu pelaku usaha yang bergerak di sektor ini, sangat mengharapkan peran pemerintah melalui insentif kebijakan maupun diskresi adminstrasi.

Dari uraian tersebut penulis berusaha untuk membahas masalah ini menjadi sebuah tesis dengan judul Pengaruh Kebijakan Insentif Pajak Terhadap Produktivitas Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Wilayah Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penulis membatasi perumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah kebijakan insentif pajak berpengaruh langsung terhadap produktivtas sektor industri pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 2. Apakah kebijakan insentif pajak berpengaruh secara tidak langsung terhadap produktivitas sektor industri pengolahan kelapa sawit melalui investasi sosial di sektor industri pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh kebijakan insentif pajak terhadap produktitas sektor industri pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 2. Menganalisa pengaruh kebijakan insentif pajak terhadap produktivitas sektor industri pengolahan kelapa sawit melalui investasi sosial di sektor industri

pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Menambah literatur penelitian mengenai pengaruh kebijakan insentif pajak terhadap produktivitas sektor industri pengolahan kelapa sawit dan pengaruh kebijakan insentif pajak terhadap produktivitas sektor industri pengolahan kelapa sawit melalui investasi sosial di sektor industri pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 2. Informasi bagi stoke holder dalam upaya peningkatan produktivitas sektor industri pengolahan minyak kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 3. Sebagai informasi yang bermanfaat dan menambah wawasan penulis.