LUMAKSONO GITO KUSUMO PENAL REFORM DAN UNIFIKASI HUKUM PIDANA MATERIIL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA. Oleh: Hafrida 1. Abstrak

EKSISTENSI ASAS OPORTUNITAS DALAM PENUNTUTAN PADA MASA YANG AKAN DATANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. melekat pada diri masing-masing individu. Hal itu cukup beralasan, betapa tidak,

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

LUMAJANG TENTANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERJUDIAN

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

satunya diwujudkan kedalam Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Nomor 14 tahun 1970 dan diganti oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004

I. PENDAHULUAN. asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seorang yang didakwa. yang ada disertai keyakinan Hakim, padahal tidak benar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

Hukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk


RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

Dinamika Pembangunan dan Pengembangan Hukum di Indonesia sejak masa kolonial hingga era kemerdekaan

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 1 mengatakan bahwa kekuasaan kehakiman

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 94/PUU-XIII/2015 Sumpah atau Janji Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Presiden Republik Indonesia Serikat,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

Transkripsi:

LUMAKSONO GITO KUSUMO PENAL REFORM DAN UNIFIKASI HUKUM PIDANA MATERIIL 0

PENAL REFORM DAN UNIFIKASI HUKUM PIDANA MATERIIL Oleh: Lumaksono Gito Kusumo Copyright 2011 by Lumaksono G.K. Penerbit Nulis Buku (NB) PRess www.nulisbuku.com Desain Sampul: Siska Andriani Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com 1

Ucapan Terimakasih: Kepada Nulisbuku.com Terimakasih Banyak.. Kau Membuat kami Para PenuLis JaLanan Menjadi Semangat untuk Berkarya. Sembah Sujudku pada Allah SWT, yang selalu mencurahkan rahmat serta hidayah-nya kepadaku dan yang selalu mengiringi setiap langkahku dengan kebesaran-nya. Nabi Muhammad SAW sang pembimbing umat Hormat dan Baktiku Kepada Ayahanda Sumarsono dan Ibunda Ninuk Hariani Kakak-kakakku yang tersayang (Mbak Dian, Mas Putut, Mbak Indah, Mas Gatot) serta Keponakanku tercinta Tata dan Radit Dan Semua keluarga besarku khususnya Pak Dib yang menjadi teladanku Kepada ICEL (Indonesian Center For Environmental Law) Saya Bangga bisa menjadi KeLuarga Besar ICEL. terimakasih. Dan terakhir untuk Siska Andriani yang setia menemaniku dikala suka maupun duka. Yakin Usaha Sampai...!!! Jakarta, Februari 2011 Penulis 2

DAFTAR ISI I. Pendahuluan. 7 II. Kajian Umum Mengenai Politik Hukum Dan Penal Policy (Kebijakan Hukum Pidana).. 17 1) Pengertian Politik Hukum. 17 2) Politik Hukum Sebagai Ilmu. 18 3) Sifat Politik Hukum... 21 4) Pengertian Dan Ruang Lingkup Kebijakan. 23 5) Hukum Pidana. 26 III. Kajian Umum Tentang Upaya Paksa.. 29 IV. Kajian Umum Tentang Asas Equality Before The Law 31 V. Kajian Umum Tentang Negara Hukum... 34 VI. Pengertian dan Ruang Lingkup Negara Hukum.. 38 Tipe-Tipe Negara Hukum.. 41 VII. Kajian Umum Tentang Uji Materiil (Judicial Review). 46 1) Sejarah Terbentuknya Mahkamah Konstitusi dan Pengertian Uji Materiil (Judicial Review). 46 2) Pengujian Konstitusional.. 49 3) Pemohon.. 52 3

VIII. Penal Policy (Kebijakan Hukum Pidana) Tentang Tata Cara Dan Atau Persyaratan Upaya Paksa Dalam Hukum Positif (Ius Constitutum) di Indonesia 56 1) Tata Cara Dan Atau Persyaratan Upaya Paksa Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana a) Penangkapan... 57 b) Penahanan. 61 c) Penggeledahan... 63 d) Penyitaan... 68 2) Tata Cara Dan Atau Persyaratan Upaya Paksa Di Luar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau Terhadap Beberapa Pejabat Tertentu... 79 a) Penangkapan dan Penahanan Terhadap Anggota Badan Legislatif.. 79 b) Penangkapan dan Penahanan Terhadap Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.. 81 c) Penangkapan dan Penahanan Terhadap Pimpinan Mahkamah Agung serta Hakim Agung.. 83 d) Penangkapan dan Penahanan Terhadap Jaksa... 84 e) Penangkapan dan Penahanan Terhadap Pimpinan dan Hakim Pengadilan 86 4

f) Penangkapan dan Penahanan Terhadap Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).86 g) Penangkapan dan Penahanan Terhadap Pimpinan dan Anggota Komisi Yudisial... 88 h) Penangkapan dan Penahanan Dalam Perkara Tindak Pidana Terorism.. 89 XI. Permasalahan Yang Timbul Dari Penal Policy (Kebijaksanaan Hukum Pidana Tentang Tata Cara Dan Atau Persyaratan Upaya Paksa Dalam Hukum Positif (Ius Constitutum) Di Indonesia. 91 a) Bertentangan Dengan Asas Equality Before The Law... 91 b) Susunan Redaksinya Terasa Berlebihan dan Membingungkan (Kabur).. 96 X. Alternatif Solusi Yang Dapat Digunakan Untuk Menyelesaikan Permasalahan Yang Timbul Dari Penal Policy (Kebijaksanaan Hukum Pidana Tentang Tata Cara Dan Atau Persyaratan Upaya Paksa Dalam Hukum Positif (Ius Constitutum)Di Indonesia 101 5

a) Pembaharuan Hukum Pidana (Penal Reform)... 101 b) Uji Materiil (Judicial Review) Ketentuan Tentang Tata Cara Dan Atau Persyaratan Upaya Paksa Terhadap Beberapa Pejabat Tertentu 113 Kesimpulan... 113 Saran... 114 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 6

Pendahuluan Pada tanggal 31 Desember 1981 Pemerintah menetapkan Hukum Acara Pidana yang diberi nama Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau terkenal dengan singkatan KUHAP yang mengatur mengenai tata cara dan persyaratan untuk melakukan tindakan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan, sebagaimana kita ketahui bahwa KUHAP dibuat untuk menggantikan Hukum Acara Pidana warisan pemerintah kolonial yang terkenal dengan nama Het Herziene Inlandsch Reglement atau disingkat dengan HIR. KUHAP merupakan Hukum Pidana Formil yaitu sejumlah peraturan tentang tata cara negara mempergunakan haknya untuk melaksanakan pidana. 1 Dan Hukum Pidana Materiilnya adalah Kitab Undang- Undang Hukum Pidana atau disingkat dengan KUHP hlm: 2. 1 Masruchin Ruba I, 2001, Asas-asas Hukum Pidana, Malang, UM Press, 7

yang berisikan peraturan-peraturan tentang perbuatan yang diancam pidana, pertanggunganjawab dalam hukum pidana dan hukum penitensier yaitu jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada orang yang melanggar ketentuan hukum pidana. 2 Sedangkan hukum pidana sendiri dapat digolongkan menjadi beberapa macam yaitu Ius commune (hukum pidana umum) dan Ius speciale (hukum pidana khusus), hukum pidana yang dikodifikasikan dan hukum pidana yang tidak dikodifikasikan, hukum pidana umum dan hukum pidana lokal, hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis. Dari macam-macam hukum pidana yang telah disebutkan diatas dapat kita ketahui bahwa dalam kenyataannya berlaku peraturan perundang-undangan di luar KUHP dan KUHAP yang mengatur tentang hukum pidana atau lebih kita kenal dengan hukum pidana yang tidak dikodifikasikan. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan kedudukan hukum pidana bersifat menunjang penegakan norma yang berada di bidang hukum lain. Hukum pidana dalam hal ini digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan rasa tanggungjawab negara dalam rangka mengelola 2 Ibid. 8

kehidupan masyarakat modern yang semakin kompleks. Sanksi pidana antara lain digunakan secara maksimal untuk mendukung norma hukum administratif dalam berbagai bidang, hal inilah yang dinamakan administrative penal law. 3 Peraturan perundang-undangan diluar KUHP dan KUHAP yang mengatur tentang hukum pidana (hukum pidana formil dan hukum pidana materiil), pada dasarnya ditujukan demi tercapai tujuan hukum. Mengingat hukum pidana dikenal sebagai ultimum remedium (obat terakhir), yaitu hukum pidana baru digunakan apabila upaya-upaya pada bidang hukum lain tidak mampu atau dianggap tidak mempan. Oleh karena itu, adanya hukum pidana yang tersebar di luar KUHP baik hukum pidana sebagai administrative penal law maupun hukum pidana digunakan sebagai ultimum remedium (obat terakhir) ialah merupakan fenomena yang sedang terjadi pada hukum pidana di negara kita. Akan tetapi yang harus menjadi perhatian kita disini adalah ketika hukum pidana sebagai administrative penal law maupun hukum pidana digunakan sebagai ultimum remedium (obat terakhir) karena sanksi hukum pidana paling tajam. Dan kita 3 Tongat, 2009, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Press, Malang, hlm: 23 9

ketahui bahwa sanksi dalam hukum pidana ialah termasuk dalam hukum pidana materiil. Sehingga timbul pertanyaan disini, yaitu tentang dasar dan atau landasan dari berlakunya hukum acara pidana yang tersebar di luar KUHAP (hukum pidana formil). Berbicara mengenai adanya hukum acara pidana yang tersebar di luar KUHAP, bukan hanya dasar dan landasan berlakunya yang kita pertanyakan. Akan tetapi juga apakah peraturan tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 atau KUHAP itu sendiri. Selain itu berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada, terkait dengan berlakunya beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah hukum acara pidana khususnya mengatur tentang tata cara dan atau persyaratan upaya paksa yang diberlakukan secara khusus untuk para pejabat tertentu salah satunya ialah Undang- Undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial, pada pasal 10 mengatur tentang tata cara penangkapan dan penahanan terhadap Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Komisi Yudisial. Keberadaan dari adanya peraturan tentang tata cara dan atau persyaratan upaya paksa yang 10

diberlakukannya secara khusus untuk para pejabat tertentu. Hal tersebut sama sekali tidak mencerminkan fungsi hukum pidana yaitu berfungsi mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan ketertiban dalam masyarakat sebagai fungi umumnya dan fungsi khususnya yaitu melindungi kepentingan hukum terhadap peraturan yang memperkosanya dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang-cabang hukum lainnya. 4 Dan sangat ironis sekali ketika keberadaan peraturan tersebut malah cenderung melegalkan adanya difersifikasi terhadap tata cara dan atau persyaratan upaya paksa. Difersifikasi terhadap tata cara dan atau persyaratan upaya paksa seperti dijelaskan di atas, sangat bertentangan dengan asas-asas penting yang terdapat dalam hukum acara pidana. Tepatnya yaitu asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim, sebagaimana dijelaskan di KUHAP dalam penjelasan umum butir 3a. Dan asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini tegas tercantum pula dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi: 4 Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana. Bandung, ALUMNI, hlm: 9. 11

Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Oleh karena itu sering dipakai bahasa Sanskerta tan hana dharma manrua yang dijadikan moto Persaja (Persatuan Jaksa). 5 Selain itu, dari uraian mengenai tindakan hukum berupa adanya difersifikasi terhadap tata cara dan atau persyaratan upaya paksa sebagaimana dikemukakan diatas diketahui bahwa hal tersebut bertentangan dengan pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan masih dipertegas lagi dengan pasal 28 D ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, penjaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before the law). Sekali lagi bahwa adanya difersifikasi terhadap tata cara dan atau persyaratan upaya paksa tersebut telah menimbulkan banyak masalah, mulai dari bertentangan dengan UUD 1945 sampai dengan tidak mewujudkan cita-cita dan fungsi hukum pidana itu sendiri. Dan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ditimbulkan dari adanya difersifikasi tersebut, diperlukan kajian yuridis terkait dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah itu. Grafika, hlm: 19. 5 Andi Hamzah, 2001, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar 12

Mengingat negara kita adalah negara hukum (rechtsstaat) bukan negara yang berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat). Sehingga diharapkan adanya alternatif solusi yang dapat menyelesaikan masalah tersebut. Dalam hal untuk lebih menjamin kepastian hukum, selain asas legalitas dalam hukum pidana juga diperlukan adanya sebuah unifikasi terhadap hukum yang mengatur masalah pidana khususnya hukum acara pidana. Sehingga disini dirasa perlu untuk mengkaji ulang peraturan perundang-undangan di luar KUHAP yang mengatur tentang tata cara dan atau persyaratan upaya paksa. Tentunya dengan mekanisme yang sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Dan sekedar informasi bahwa dengan ditetapkanya Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Konstitusi, di Indonesia dikenal adanya uji materil Undang-Undang terhadap Undang- Undang Dasar 1945 atau sering disebut dengan Judicial Review. Dimana mekanisme uji materiil ini dapat menjaga tata hukum negara Indonesia dengan sistem hukumnya Civil Law System (peraturan tertulis merupakan sumber hukum utama), dalam hal ini dapat menjadi alternatif solusi penyelesaian masalah yang 13

ditimbulkan dari adanya difersifikasi terhadap tata cara dan atau persyaratan upaya paksa. Untuk mendapatkan solusi yang tepat dari permasalahan di atas, tentunya dibutuhkan pembahasan yang lebih dalam lagi dan melakukan analisa tidak hanya melihat dari satu sisi saja melainkan secara komprehensif. Oleh karena itu, penulis disini tertarik untuk melakukan kajian terhadap permasalahan tersebut. Dengan harapan terwujudnya asas equality before the law, yaitu adanya pengakuan, penjaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merasa perlu dan harus untuk melakukan kajian terhadap permasalahan tersebut. Mengingat banyaknya permasalahan hukum yang menjadi catatan hitam dalam dunia peradilan di negara kita. Dan hal ini merupakan tanggung jawab dari penulis sebagai seorang calon Jurist dan generasi penerus bangsa (agent of change) untuk mengawal segala bentuk kebijakan Pemerintah di bidang Hukum. Agar tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta adanya keberpihakkan terhadap 14

rakyat. Dalam hal ini tidak membedakan perlakuan hukum antara pejabat dengan rakyat biasa. 15