BAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau yayasan, orangtua, guru, dan juga siswa-siswi itu sendiri.

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang terjadi di seluruh dunia menyebabkan tingkat persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas individual

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut berdampak pada rendahnya angka partisipasi pendidikan (APK)

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. nonformal (Pikiran Rakyat, 12 November 1998). Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi remaja untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

ABSTRACT Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kedua subyek sama-sama menunjukkan kemampuan problem solving, autonomy, sense of purpose and bright future.

BAB I PENDAHULUAN jiwa, yang terdiri dari tuna netra jiwa, tuna daksa

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI DERAJAT RESILIENCE PADA ANAK- ANAK DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia ke arah globalisasi yang pesat, telah menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peran dalam kehidupannya, seperti menjadi suami atau istri bagi

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. dibangun oleh suami dan istri. Ketika anak lahir ada perasaan senang, bahagia

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Namun, terkadang terdapat keadaan yang membuat manusia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari sejumlah individu yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Olahraga merupakan suatu kegiatan yang melibatkan fisik dan mental

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang tidak mencerminkan kehidupan keluarga yang utuh dan harmonis.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. A. Simpulan. pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy adalah

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit tertua di dunia yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dari panca indera lain. Dengan demikian, dapat dipahami bila seseorang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga jenjang pendidikan sangat penting. Di negara-negara maju, para

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah belajar/berprestasi, hormat dan patuh pada ayah-ibu. Jika peran setiap

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pula dengan individu saat memasuki masa dewasa dini. Menurut Harlock (1980),

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dapat berubah melalui pendidikan baik melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 2008, masalah kesehatan seringkali menjadi topik utama

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik yang menjadi potensi dasar dan faktor lingkungan yang. hambatan pada tahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2009).

IbM TERAPI PRAKTIS BAGI KELUARGA ANAK TUNARUNGU

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan oleh orang tua tunggal adalah salah satu fenomena di zaman

BAB I PENDAHULUAN. hatinya lahir dalam keadaan yang sehat, dari segi fisik maupun secara psikis atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK. vii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dengan pengaruh perubahan perilaku yang tidak disadari. Pola

BAB I PENDAHULUAN. Francisca, Miss Indonesia 2005 menganggap pendidikan adalah hal yang tidak

GAMBARAN TINGKAT IQ TERHADAP KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DI SLB BIMA KOTA PADANG TAHUN 2011 OLEH NOVERY HARIZAL BP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, masalah pun semakin kompleks, mulai

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Semua orangtua berharap dapat melahirkan anak dengan selamat dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KUESIONER DATA PRIBADI DAN DATA PENUNJANG KATA PENGANTAR. adalah menyusun skripsi. Adapun judul skripsi ini adalah Studi Deskriptif tentang

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian jati diri dan karakter bangsa. Hal ini tercermin dari semakin

BAB I PENDAHULUAN. suatu jenis penyakit yang belum diketahui secara pasti faktor penyebab ataupun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Social competence. Ps tinggi. W tinggi. Kyi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Juga

BAB I PENDAHULUAN. meningkat 400% menjadi 1 banding 625 (Mash & Wolfe, 2005). Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di

BAB I. self atau diri sendiri. Penyandang Autisme pada dasarnya seseorang yang. melakukan auto-imagination, auto-activity, auto-interested, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

5. PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pasangan suami istri, dengan harapan anak mereka akan menjadi anak yang sehat,

BAB I PENDAHULUAN. (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit,

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

Abstrak. Kata Kunci : Resiliensi, Faktor-faktor Proteksi, Keluarga, Komunitas. vii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. negara lain, tapi juga terjadi di Indonesia. Keberadaan perempuan, yang

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya manusia akan tertarik baik secara fisik maupun psikis pada

BAB I PENDAHULUAN. 1 Melisa, Fenny. 09 April Republika Online Anak Indonesia Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme kini sudah menjadi permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin banyak. Data pusat pencegahan dan pengendalian penyakit (Centers for Disease Control and Prevention) Amerika Serikat menyatakan, prevalensi penyandang autisme di beberapa negara bagian adalah 9 dari 1000 anak usia 8 tahun pada tahun 2006 (Iwan Setiyawan dalam www.kompas.com, 15 Maret 2012). Ditambahkan pula resiko autisme pada anak laki-laki lebih besar dibandingkan anak perempuan yaitu 1 : 52 (Unoviana K dalam www.kompas.com, 1 Maret 2014). Tak terkecuali di Indonesia, jumlah penderitanya juga semakin pesat dari tahun ke tahun. Dr. Melly Budhiman, Ketua Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan 1 : 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi 1 : 500 anak (www.kompas.com, 5 Mei 2008). Data pendukung lainnya menurut Prof Dr dr Akmal Taher Sp.U(K) menyatakan, diperkirakan terdapat lebih dari 112 ribu anak penyandang autisme pada rentang usia 5-19 tahun di Indonesia, apabila jumlah anak usia 5-19 tahun di Indonesia mencapai 66.000.805 jiwa menurut data BPS tahun 2010 (Eko Sutriyanto dalam www.tribunnews.com, 9 April 2013). Dengan adanya peningkatan jumlah penyandang autisme yang signifikan 1

2 tiap tahunnya tentu menjadi tantangan yang berat dan perhatian utama bagi orangtua. Orangtua yang memiliki anak autisme melakukan beragam penyesuaian akan dilakukan terkait waktu bekerja, keuangan keluarga dan keharmonisan keluarga (Mangunsong, 2011). Reaksi orangtua juga beragam menerima keadaan anaknya yang lahir tidak sempurna. Menurut Gargiulo (1985) reaksi orang tua yang menolak kenyataan, marah, sedih dan merasa bersalah muncul sebagai reaksi umum saat mengetahui anaknya berbeda dengan anak normal lainnya. Hal ini juga dirasakan para ibu dengan anak autisme di SLB X Bandung saat mengetahui keadaan anaknya menderita gangguan. Setelah melewati proses penyesuaian dalam rentang waktu yang cukup lama hingga menerima, mereka sebagai pihak terdekat dengan anak mencoba mencari tahu dan memberikan beragam pengobatan berupa terapi baik medis maupun alternative pada anaknya. Faktor biaya terapi yang relative mahal dan terbatasnya pelayanan terapi untuk anak berkebutuhan khusus merupakan kendala bagi ibu untuk mencari pengobatan yang terjangkau bagi anak autismenya (www.kompas.com, 5 Mei 2008). Selain itu faktor menurunnya kesehatan fisik dan rentan terkena penyakit osteoporosis serta mengalami stress pengasuhan dimasa usia 40 50 tahun ini menurut Santrock (2002, 2012) pada masa dewasa tengah turut mempengaruhi mereka dalam mengerjakan berbagai tuntutan dan tanggungjawab tugas sebagai ibu dan istri. Di satu sisi mereka harus bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas rumah tangga dan mengurus keluarga, juga disisi lain harus mampu mengatasi beragam masalah pengasuhan anak autismenya. Pengalaman kegagalan berkali-kali dan rasa jenuh dengan situasi monoton menghadapi anaknya setiap hari,

3 mempengaruhi sikap mereka menjadi pasrah dan acuh tak acuh dengan kemajuan anaknya. Hal hal ini merupakan situasi yang menekan dan menimbulkan stress yang tinggi bagi ibu, sehingga disimpulkan mereka mengalami adversity (Benard, 1991). Apabila dibiarkan berlarut-larut, maka akan mengganggu aktivitas para ibu ini dalam mengurus keluarga dan anaknya menjadi tidak optimal. Salah satu cara yang dianggap dapat memberikan kemajuan di bidang pendidikan bagi anak autisme adalah dengan menyekolahkannya di lembaga formal dari pemerintah yang menerima anak berkebutuhan khusus dengan harga terjangkau. SLB X adalah sekolah luar biasa negeri yang dikelola oleh pemerintah daerah dan menjadi sekolah percontohan. Berbagai fasilitas yang dimilikinya antara lain fasilitas belajar dan sarana prasarana tempat terapi terlengkap mulai dari terapi wicara, terapi okupasi, fisioterapi serta dilengkapi staf ahli dokter anak, dokter gigi, psikolog dan guru yang berpengalaman di bidang kebutuhan khusus. Program pendidikan sekolah dilakukan melalui pengajaran, latihan, bimbingan dan rehabilitasi pada anak autisme untuk menambah pengetahuan dan kemampuan anak dalam melakukan aktivitas mandiri harian serta kegiatan belajar di sekolah. Dengan menyerahkan anak autismenya pada pihak sekolah untuk dididik, para ibu ini memperoleh dukungan dari lingkungan baik pihak sekolah dan teman. Ungkapan perhatian diberikan lingkungan sekolah melalui guru dan wali kelas ditampilkan dengan kesediaan bertanya keadaan dirinya dan kemajuan perkembangan anak autismenya. Mereka juga meluangkan waktu untuk konsultasi mengenai pendidikan kemajuan anaknya, seharusnya dapat membantu ibu untuk dapat

4 mengatasi beragam masalah yang dihadapi. Lingkungan teman yang bersedia berbagi informasi dan sharing pengalaman serta memberikan pendapat, seharusnya dapat membantu ibu dalam mengatasi kesulitan saat mengasuh anak autismenya. Selain itu, ungkapan perhatian berupa pujian dan dukungan material yang diberikan pihak keluarga pada ibu serta harapan agar berhasil mengatasi kesulitan seharusnya dapat membantu ibu mengatasi masalah yang dihadapinya. Hal hal diatas merupakan beberapa faktor penunjang bagi ibu agar dapat bertahan dalam menghadapi berbagai masalah pengasuhan anak autismenya (protective factors) (Benard, 2004). Setelah mendapatkan dukungan dari lingkungan keluarga dan komunitas, ternyata mereka masih mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah pengasuhan anak autismenya. Karenanya para ibu ini membutuhkan suatu kemampuan yang dapat membantu mereka agar dapat bertahan dalam mengatasi kesulitan mengasuh anak autismenya yang disebut resiliensi. Resiliensi adalah kapasitas kemampuan seseorang untuk dapat beradaptasi dan mampu berfungsi secara baik ditengah situasi yang menekan, banyak halangan dan rintangan (Benard, 2004). Resiliensi terbagi kedalam 4 aspek yaitu kemampuan merancang tujuan kedepan (sense of purpose and bright future); kemampuan memecahkan masalah (problem solving skills); kemampuan bertindak secara mandiri (autonomy); dan kemampuan menjalin relasi sosial (social competence). Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti dengan memberikan kuesioner pada para ibu dengan anak autisme di SLB X Bandung, diketahui bahwa dari 9 orang terdapat 3 (33,3%) yang memiliki derajat resiliensi yang cenderung

5 tinggi. Diperoleh pada aspek sense of purpose, problem solving skills, autonomy dan social competence berada pada derajat cenderung tinggi juga. Sisanya 6 (66,6%) memiliki derajat resiliensi yang cenderung rendah. Diperoleh pada aspek sense of purpose, problem solving skills, autonomy dan social competence berada pada derajat cenderung rendah juga. Hal ini tampak dari sikap bingung dan sulit untuk menentukan tujuan kedepan bagi anak dan dirinya (sense of purpose), sulit membuat suatu keputusan dan cenderung mengambil keputusan yang tanpa dipikir panjang (problem solving skills), kurang fokus dan bertanggungjawab dalam menjalankan rencana yang dibuat untuk anaknya (autonomy) dan lebih menutup diri dari lingkungan komunitas dan teman serta kurang berani menyatakan pendapat pada orang lain (social competence). Dapat disimpulkan bahwa para ibu dengan anak autisme ini mengalami beberapa kesulitan dalam aspek resiliensi agar dapat bertahan dalam mengatasi kesulitan mengasuh anak atismenya. Salah satu bentuk bantuan yang dapat diberikan pada ibu dengan anak autisme yang kurang mampu bertahan mengatasi tekanan dan situasi stress dalam mengatasi kesulitan mengasuh anak autismenya adalah dengan meningkatkan kemampuan resiliensinya. Dengan memiliki kompetensi pribadi yang tinggi, para ibu dengan anak autisme ini dapat bertahan dan menyesuaikan diri dalam menghadapi masalah yang terjadi sehingga dapat bangkit dari keterpurukan dan kegagalan yang terjadi. Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan resiliensi pada ibu dengan anak autisme antara lain melalui konseling baik individual dan kelompok, psikoedukasi, terapi kelompok dan pelatihan. Beberapa penelitian sejenis mengenai

6 kemampuan resiliensi pada ibu dengan anak berkebutuhan khusus telah dilakukan namun hasilnya masih belum maksimal. Yunita (2011) dalam penelitiannya mengenai Efektivitas Pelatihan dari peningkatan resiliensi pada ibu yang memiliki anak autistik di SLB PH diperoleh hasil bahwa pelatihan yang dilakukannya tidak efektif dalam meningkatkan resiliensi ibu yang memiliki anak autistik dikarenakan sampel terbatas, tingkat pendidikan yang berbeda dan waktu pertemuan terbatas. Peneliti hendak melakukan pelatihan dengan menambah jumlah sampel dan waktu dilakukan lebih lama lagi. Karena resiliensi secara teoritis dapat dikembangkan, maka peneliti berniat memberikan intervensi berupa pelatihan pada ibu dengan anak autisme di SLB X ini. Pelatihan dengan metode experiential learning merupakan intervensi yang bertujuan memberikan pengetahuan dan penyadaran mengenai kemampuan berelasi sosial, memecahkan masalah, bertindak secara mandiri dan merancang tujuan kedepan agar ibu dapat bertahan dan lentur menghadapi kesulitan mengasuh anak autismenya. Melalui metode pelatihan, para ibu ini akan mendapatkan pembelajaran melalui pengalaman terlibat langsung dalam serangkaian kegiatan (ceramah, tugas tertulis, diskusi, role play, games) yang diikutinya. Asumsinya ketika para ibu belajar dari pengalaman yang ia dapatkan, mengartikan pengalaman tersebut sesuai dengan tujuan, arah, ambisi dan harapan yang telah ditetapkan, maka para ibu ini akan mendapatkan insight, penemuan dan pengertian baru mengenai kemampuan yang dimiliki (Walter & Marks, 1981). Selama proses pelatihan, para ibu diajak melakukan refleksi diri terkait kemampuan resiliensi yang dimilikinya. Para ibu ini menyadari

7 dan membandingkan kemampuan resiliensi yang dimiliki dan tuntutan lingkungan yang harus dipenuhi. Kemudian diberi pengetahuan dan penyadaran diri mengenai ke-4 aspek resiliensi yang dimiliki. Setelah itu mereka diminta membuat action plan untuk mengatasi kesulitan pengasuhan anak autismenya. Pada akhir program pelatihan yaitu selang 2 minggu dari pelatihan, para ibu ini diminta menganalisis dan mengevaluasi action plan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam pelaksanaannya apakah rencana tindakan berkaitan dengan kemampuan mengatasi kesulitan pengasuhan anak autismenya dapat dilakukan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan; bagaimana reaksi orang lain saat ia melakukannya; apa hambatan yang terjadi saat melaksanakannya; dan apa hasil evaluasi pelaksanaan rencana tindakan yang dilakukan selama mengasuh anak autismenya. Dapat dilihat nanti apakah terdapat peningkatan dari segi pengetahuan, perasaan dan tindakan setelah mengikuti pelatihan ini pada ibu dengan anak autisme agar dapat bertahan dalam mengatasi kesulitan pengasuhan anak autisme di SLB X Bandung. Berdasarkan fakta fakta yang ada diatas, maka peneliti berkeinginan untuk mengujicobakan rancangan modul pelatihan Ketahahan Diri pada ibu dengan anak autisme di SLB X kota Bandung. Yang menjadi permasalahannya adalah apakah rancangan modul pelatihan Ketahanan Diri dapat meningkatkan derajat resiliensi ibu dengan anak autisme agar dapat bertahan mengatasi kesulitan pengasuhan anak autismenya di SLB X Kota Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah

8 Masalah dalam penelitian ini adalah apakah modul pelatihan Ketahanan Diri dapat meningkatkan derajat resiliensi ibu dengan anak autisme agar dapat bertahan mengatasi kesulitan pengasuhan anak autismenya di SLB X Bandung? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk menguji apakah modul pelatihan Ketahanan Diri dapat digunakan untuk meningkatkan derajat resiliensi ibu dengan anak autisme di SLB X Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh modul pelatihan yang teruji yang dapat meningkatkan derajat resiliensi ibu dengan anak autisme di SLB X Bandung, yang terukur melalui evaluasi terhadap level reaction dan level learning setelah menjalani pelatihan. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis a) Sebagai bahan masukan bagi ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi klinis dan perkembangan usia dewasa untuk memperdalam pemahaman dan memperkaya pengetahuan psikologi mengenai resiliensi pada ibu dengan anak autisme.

9 b) Sebagai bahan rujukan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian serupa mengenai derajat resiliensi ibu dengan anak berkebutuhan khusus lainnya. 1.4.2. Kegunaan Praktis a) Bagi ibu dengan anak autisme, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai kemampuan resiliensi dalam mengatasi kesulitan pengasuhan anak autismenya dan dapat membantu memberikan informasi pada ibu dengan anak berkebutuhan khusus lainnya, agar dapat menjalankan fungsinya sebagai orangtua dengan baik b) Bagi Sekolah Luar Biasa X, khususnya Guru kelas dan Psikolog Sekolah, diharapkan penelitian ini akan memberikan masukan dan informasi pada ibu dengan anak autisme mengenai kemampuan resiliensi untuk mengatasi kesulitan mengasuh anak autismenya, sehingga dapat membantu terjalinnya kerjasama antara Guru dan orangtua dalam kelancaran proses belajar mengajar di sekolah. 1.5 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menyusun rancangan modul pelatihan dan melihat signifikansinya terhadap peningkatan derajat resiliensi ibu agar dapat bertahan mengatasi kesulitan pengasuhan anak autismenya antara sebelum dan sesudah pelatihan. Penelitian ini menggunakan non experimental dengan desain

10 penelitian single group pretest-posttest studies. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistic t test paired samples. Treatment yang diberikan berupa metode pelatihan menggunakan metode experiental learning. Berikut ini adalah secara visual rangkaian kegiatan pada rancangan penelitiannya sebagai berikut : Penyusunan Rancangan Modul Pelatihan Pelatihan Ketahanan Diri Pre-test Kuesioner Ibu dengan anak autisme di SLB X Bandung yang mengalami adversity Post- test Kuesioner Evaluasi Modul Pelatihan Ketahanan Diri dibandingkan Bagan 1.1 Rancangan Penelitian