BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori keagenan adalah konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara prinsipal dan agen, yaitu antara dua atau lebih individu, kelompok atau organisasi. Pihak prinsipal adalah pihak yang mengambil keputusan dan memberikan mandat kepada pihak lain (agen), untuk melakukan semua kegiatan atas nama principal. Menurut Eisenhard (1989) dalam Asak (2014), teori keagenan memiliki tiga asumsi, yaitu: 1) asumsi tentang sifat manusia, yaitu sifat manusia yang mengutamakan kepentingan sendiri, keterbatasan rasionalitas atau daya pikir terhadap persepsi masa depan, dan cenderung untuk menghindari risiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi yang terjadi antara principal dan agen; dan 3) asumsi tentang informasi, adalah informasi dianggap sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan. Berdasarkan ketiga asumsi tersebut manusia akan bertindak oportunistik, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan organisasi. Agen akan termotivasi untuk meningkatkan kompensasi dan jenjang karir di masa mendatang, sedangkan prinsipal termotivasi untuk meningkatkan utilitas dan profitabilitasnya.
Konflik kepentingan antara agen dan prinsipal akan terus meningkat, karena prinsipal tidak dapat memonitor kegiatan agen setiap hari. Sebaliknya, agen memiliki lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan organisasinya secara keseluruhan. Hal inilah yang menimbulkan asimetri informasi yaitu ketidakseimbangan informasi antara prinsipal dan agen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan tersebut, antara lain: 1) moral hazard adalah permasalahan yang muncul karena agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama sesuai kontrak kerja; dan 2) adverse selection adalah principal tidak mengetahui bahwa keputusan yang diambil oleh agen merupakan keputusan yang sesuai dengan informasi yang diterima oleh prinsipal atau terjadi kelalaian dalam bertugas. Entitas di Indonesia terdiri dari dua sektor, yaitu entitas sektor publik dan non publik/swasta. Anggaran sektor publik berhubungan dengan proses penentuan jumlah dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter yang menggunakan dana milik rakyat, serta bersifat terbuka untuk publik. Sedangkan, anggaran pada sektor swasta bersifat tertutup untuk publik dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Meskipun berbeda, tetapi kedua sektor memiliki kesamaan sifat yakni terbagi dalam dua pihak, yaitu: prinsipal dan agen. 2.1.2. Anggaran 2.1.2.1. Pengertian Anggaran
Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai dalam periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 2002). Menurut Bastian (2006) anggaran merupakan rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan membiayainya dalam periode waktu tertentu. Anggaran merupakan alat manajemen dalam mencapai tujuan. Dari beberapa pengertian anggaran di atas, dapat disimpulkan bahwa anggaran adalah suatu rencana yang rinci yang dinyatakan dalam bentuk keuangan dan atau angka-angka dari suatu kebijaksanaan suatu organisasi/ instansi pemerintah yang harus dicapai pada suatu periode tertentu. Anggaran daerah harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran daerah harus bisa menggambarkan sasaran kinerja secara jelas. 2.1.2.2. Fungsi Anggaran Menurut Supriyono (2000: 42) banyak perusahaan menerapkan sistem anggaran dalam kegiatan operasionalnya karena anggaran memiliki beberapa fungsi sebagai berikut. 1) Fungsi Perencanaan Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan jangka pendek dan merupakan kesanggupan manajer pusat pertanggungjawaban untuk melaksanakan program atau bagian dari program dalam jangka pendek, umumnya satu tahun. 2) Fungsi Koordinasi
Anggaran berfungsi sebagai alat mengkoordinasikan rencana dan tindakan berbagai unit atau segmen yang ada dalam organisasi agar dapat bekerja secara selaras kearah pencapaian tujuan. 2) Fungsi Komunikasi Dalam penyusunan anggaran, berbagai unit dan tingkatan organisasi berkomunikasi dan berperan dalam proses anggaran. Selanjutnya setiap orang yang bertanggung jawab terhadap anggaran harus dinilai mengenai prestasinya melalui laporan pengendalian periodik. 3) Fungsi Motivasi Anggaran berfungsi sebagai alat memotivasi para pelaksana didalam melaksanakan tugas-tugas atau mencapai tujuan. 4) Fungsi Pengendalian Anggaran dapat berfungsi sebagai alat pengendalian, karena anggaran yang telah disetujui merupakan komitmen dari para pelaksana yang ikut berperan serta dalam penyusunan anggaran tersebut. 5) Fungsi Pendidikan Anggaran berfungsi juga sebagai alat untuk mendidik para manajer mengenai bagaimana bekerja secara terperinci pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya dan sekaligus menghubungkan dengan pusat pertanggungjawaban lain didalam organisasi yang bersangkutan.
2.1.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah telah mengeluarkan berbagai instrumen hukum untuk mendukung reformasi penganggaran daerah.kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan UU No.32/2004 tentang pemerintah daerah, Permendagri No.13/2006, Peraturan Pemerintah No.58/2005, dan Permendagri No.37/2012 sebagai pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Lembaga-lembaga yang berperan penting dalam perencanaan dan penganggaran daerah berdasarkan UU.No.17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU.No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah Badan Perencanaan Daerah (Bappeda), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), Kepala daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan praktek-praktek penyimpangan pengelolaan keuangan Negara.Salah satu penanggulangan yang dilakukan pemerintah pusat adalah memperbaiki sistem keuangan Negara dengan menerapkan sistem penganggaran yang disebut dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan proses penyusunan APBD di organisasi sektor publik untuk tatakelola pemerintahan, yakni proses pembangunan yang efisien dan partisipatif, serta terjadi reformasi anggaran, yaitu penggunaan sistem anggaran berbasis kinerja (performance budget system) untuk menggantikan sistem anggaran tradisional (traditional budget system). Proses pembangunan ini melibatkan pengambilan kebijakan pemerintahan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan, dan dalam tahap tertentu melibatkan masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan
pelayanan publik. Salah satu kunci utama penyusunan anggaran berbasis kinerja adalah penentuan kinerja, adanya ukuran kinerja yang jelas dan dapat diverifikasi terhadap outcome, output maupun kewajaran dana yang dikeluarkan dengan output yang dicapai (Asak, 2014) 2.1.4. Penganggaran Sektor Publik 2.1.4.1 Konsep Anggaran Sektor Publik Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Anggaran yang dihasilkan harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan. Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam sataun moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategik telah selesai dilakukan. Anggaran merupakan artikulasi dari hasil perumusan strategi dan perencanaan strategi yang telah dibuat, tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan anggaran. Aspek-aspek yang harus tercakup dalam anggaran sektor publik meliputi: aspek perencanaan, aspek pengendalian, dan aspek akuntabilitas publik. Penganggaran sektor publik harus diawasi mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Proses penganggaran akan lebih efektif jika diawasi oleh lembaga pengawas khusus
(oversight body) yang bertugas mengontrol proses perencanaan dan pengendalian anggaran (Mardiasmo, 2002:61). 2.1.4.2. Pengertian Anggaran Sektor Publik Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang (Mardiasmo, 2002:62). Menurut Mardiasmo (2002:63) anggaran sektor publik penting karena: 1) anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat; 2) anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tidak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas; 3) anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat sehingga anggaran publikmerupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada. 2.1.4.3 Jenis-jenis Anggaran Sektor Publik
Mardiasmo (2002:66) mengatakan anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu anggaran operasional dan anggaran modal. 1) Anggaran operasional Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah Belanja Rutin. Belanja Rutin (recurrent expenditure) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menabah aset atau kekayaan bagi pemerintah. Disebut rutin karena sifat pengeluaran tersebut berulang-ulang pada setiap tahun. 2) Anggaran modal Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya.pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja Investasi/Modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya. 2.1.4.4 Prinsip-prinsip Anggaran Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2002:67-68), prinsip-prinsip anggaran sektor publik adalah sebagai berikut.
1) Otorisasi oleh Legislatif.Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut. 2) Komprehensif. Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, adanya dananonbudgetair pada dasarnya menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif. 3) Keutuhan anggaran. Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana umum. 4) Nondiscretionary Appripriation. Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien, dan efektif. 5) Periodik. Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan maupun multitahunan. 6) Akurat. Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantongkantong pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran. 7) Jelas. Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak membingungkan. 8) Dipublikasi.Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
2.1.4.5 Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik Berdasarkan Peraturan Pemerintah Dalam Negeri (Permendagri) No. 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, tahapan penyusunan APBD adalah sebagai berikut. 1) Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. 2) Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Berdasarkan RKPD, pemerintah daerah kemudian menyusun KUA. KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari programprogram yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasari. Rancangan KUA disampaikan kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni sebelum tahun anggaran dan disepakati bersama oleh Pemda dan DPRD menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli.
3) Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) Berdasarkan KUA yang telah disepakati, Pemda dan DPRD menyusun PPA.PPA disepakati paling lambat bulan Juli sebelum tahun anggaran.kua dan PPA yang telah disepakati kemudian dituangkan kedalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh pihak kepala daerah dan pimpinan DPRD. Berdasarkan nota kesepakatan tersebut pemerintah daerah menerbitkan surat edaran tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat daerah (RKA-SKPD). Surat edaran tersebut diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus sebelum tahun anggaran dimulai. 4) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) Berdasarkan surat edaran yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, masingmasing SKPD kemudian menyusun RKA-SKPD. Surat edaran tersebut memuat arah dan kebijakan umum APBD, strategi dan prioritas APBD, standar biaya, standar pelayanan minimal, dan formulir RKA- SKPD.Formulir RKA-SKPD merupakan dokumen yang memuat rancangan anggaran unit kerja yang disampaikan oleh setiap unit kerja. RKA-SKPD memuat pernyataan mengenai: (1) visi dan misi unit kerja; (2) deskripsi tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) unit kerja; (3) rencana program dan kegiatan unit kerja beserta tolak ukur dan target kinerjanya.
RKA-SKPD kemudian disampaikan kepada tim anggaran pemerintah daerah untuk dievaluasi. Tim anggaran pemerintah daerah mengevaluasi dan menganalisis: (1) kesesuaian antara rancangan anggaran unit kerja dengan program dan kegiatan berdasarkan yang direncanakan unit kerja; (2) Kesesuaian program dan kegiatan berdasarkan tugas pokok dan fungsi unit kerja; (3) Kewajaran antara anggaran dengan target kinerja berdasarkan Standar Analisa Biaya (SAB) yang telah diperhitungkan. 5) Penyusunan RAPBD Rencana kerja dan anggaran masing-masing SKPD yang telah dievaluasi oleh tim anggaran pemerintah daerah selanjutnya dirangkum menjadi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 6) Penetapan APBD Pemerintah daerah menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober sebelum tahun anggaran untuk dibahas. RABPD ditetapkan menjadi APBD setelah mendapatkan persetujuan bersama dari pemerintah daerah dan DPRD paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran dimulai.
2.1.5. Senjangan Anggaran Menurut Sugiwardani dalam Priliandani (2015) senjangan anggaran (budgetary slack) adalah selisih atau perbedaan antara sumber daya yang sebenarnya dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan dengan sumber daya yang diajukan dalam anggaran. Mereka menciptakan slack agar lebih mudah dalam pencapaian targetnya. Slack diciptakan dengan mengestimasikan pendapatan lebih rendah dan mengestimasikan biaya lebih tinggi, atau menyatakan terlalu tinggi input yang diperlukan untuk mendapatkan suatu unit output. Salah satu faktor penyebab terjadinya kesenjangan anggaran adalah kekakuan dalam mengontrol anggaran (Sancita, 2014). Selain itu, Young (1985) juga berpendapat bahwa budgetary slack sebagai suatu tindakan yang mengestimasikan pendapatan lebih rendah dan biaya lebih tinggi ketika agen diberi kesempatan untuk memilih standar kerja untuk meningkatkan kinerjanya. Hal ini dapat berdampak buruk pada organisasi sektor publik yaitu terjadi kesalahan alokasi sumber daya dan bias dalam evaluasi kinerja agen terhadap unit pertanggungjawabannya (Suartana, 2010). Menurut Hilton dalam Falikhatun (2007), tiga alasan utama bawahan melakukan budgetary slack yaitu: (1) orang-orang selalu percaya bahwa hasil pekerjaan mereka akan terlihat bagus di mata atasan jika mereka dapat mencapai target anggarannya, (2) senjangan anggaran selalu digunakan untuk mengatasi kondisi ketidakpastian, jika tidak ada kejadian yang tidak terduga yang terjadi
manajer tersebut dapat melampaui atau mencapai anggarannya, (3) rencana anggaran selalu dipotong dalam proses pengalokasian sumber daya. 2.1.6. Partisipasi Penganggaran Salah satu faktor yang banyak diteliti dan dianggap memiliki pengaruh yang signifikan terhadap budgetary slack adalah partisipasi anggaran. Menurut Ikhsan dan Ishak (2005: 173) partisipasi merupakan suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak dimana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap mereka yang membuatnya. Partisipasi penganggaran adalah proses yang menggambarkan individu-individu terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran (Brownell, 1982). Partisipasi dalam penyusunan angggaran dapat diartikan sebagai keikutsertaan manager tingkat bawah dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai rangkaian kegiatan di masa yang akan datang dalam mencapai sasaran anggaran (Mulyadi, 2001). Keterlibatan (partisipasi) berbagai pihak dalam membuat keputusan dapat terjadi dalam penyusunan anggaran. Dengan menyusun anggaran secara partisipatif diharapkan kinerja para manajer di bawahnya akan meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan atau standar yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka karyawan akan bersungguh-sungguh dalam tujuan atau standar yang ditetapkan, dan karyawan juga memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta terlibat dalam penyusunannya (Milani, 1975).
2.1.7. Job Relevant Information Kren (1992) dalam Nugroho mengidentifikasi dua jenis informasi utama dalam organisasi yaitu decision influencing dan job relevant information, yakni informasi yang memfasilitasi pembuatan keputusan yang berhubungan dengan tugas. Job relevant information terbentuk melalui partisipasi bawahan (manajer level bawah) agar memberikan informasi yang relevan dengan tugas sekaligus tidak melanggar peraturan. Job relevant information yang tinggi akan mengurangi senjangan anggaran. Hal ini disebabkan selama proses penyusunan anggaran bawahan memberikan informasi yang dimilikinya sehingga senjangan anggaran dapat dikurangi (Srimuliani, 2014). Job relevant information meningkatkan kinerja melalui pemberian perkiraan yang lebih akurat mengenai lingkungan sehingga dapat dipilih rangkaian tindakan efektif yang terbaik Merchant (1985: 820). Pelaksana anggaran dalam mengambil keputusan atau tindakan ditentukan oleh job relevant information dalam menyusun dan melaksanakan tugas kegiatan yang membutuhkan dana, apakah sesuai atau tidak dengan dana yang dicadangkan oleh pemberi dana. Karena itu tinggi rendahnya job relevant information mempengaruhi tinggi rendahnya senjangan anggaran yang terjadi. Dengan demikian, tingginya job relevant information yang diberikan oleh bawahan akan meminimalisir senjangan anggaran yang terjadi.
2.1.8. Kejelasan Sasaran Anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai rencana kerja pemerintah daerah merupakan desain teknis pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan daerah. Jika kualitas anggaran pemerintah daerah rendah, maka kualitas fungsi-fungsi pemerintah cenderung lemah. Anggaran daerah seharusnya tidak hanya berisi mengenai informasi pendapatan dan penggunaan dana (belanja), tetapi harus menyajikan informasi mengenai kondisi kinerja yang ingin dicapai. Anggaran Pemerintah daerah harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran daerah harus bisa menggambarkan sasaran kinerja secara jelas. Menurut Kenis (1979) dalam Suhartono dan Solichin (2006), kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran anggaran. Oleh sebab itu, sasaran anggaran daerah harus dinyatakan secara jelas, spesifik dan dapat dimengerti oleh mereka yang bertanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakannya. Pelaksana anggaran memberikan reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan sasaran anggaran. Reaksi tersebut adalah peningkatan kepuasan kerja, penurunan ketegangan kerja, peningkatan sikap pegawai terhadap anggaran, kinerja anggaran dan efisiensi biaya pada pelaksana anggaran secara signifikan, jika sasaran anggaran dinyatakan secara jelas. Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan memudahkan dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan
dan kegagalan dari suatu pelaksanaan tugas yang telah dilaksanakan dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya (Pitasari, 2014). 2.1.9. Kapasitas Individu Kapasitas individu terbentuk dari proses pendidikan secara umum baik melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman seseorang. Pendidikan dan pelatihan merupakan investasi sumber daya manusia yang dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, sehingga dapat meningkatkan kinerja seseorang. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang telah ditempuh seseorang di bangku sekolah atau perguruan tinggi. Kurikulum pendidikan yang baku dan waktu yang relatif lama biasanya dapat membekali seseorang dengan dasar-dasar pengetahuan umum. Pelatihan merupakan pendidikan yang diperoleh seorang karyawan di instansi terkait dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan atau dunia kerja.pelatihan biasanya dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dengan tujuan untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja. Sedangkan, pengalaman adalah pendidikan yang diperoleh sesorang selama bekerja di instansinya. Pengalaman seorang pegawai berkaitan dengan kondisi psikologis seseorang yang sudah handal dalam melaksanakan pekerjaan karena pengalamannya dalam beberapa tahun (Simanjuntak dalam Asak,2014).
Menurut David (1964) dalam Nasution (2011) kinerja seseorang merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi. Motivasi merupakan perpaduan antara sikap dan kondisi, sedangkan kemampuan merupakan perpaduan antara pengetahuan dan keterampilan seseorang. Kemampuan adalah faktor penting dalam meningkatkan produktifitas kerja dan berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan seseorang. Individu yang memiliki pengetahuan yang cukup adalah individu yang berkualitas dan mampu meningkatkan kualitas kinerjanya. 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran Partisipasi penganggaran merupakan keterlibatan individu-individu dalam penyusunan anggaran. Partisipasi penganggaran melibatkan semua tingkatan manajemen untuk ikut serta dalam mengembangkan rencana anggaran. Siegel dan Marconi (1989) menyatakan bahwa partisipasi akan memungkinkan terjadinya perilaku disfungsional, misalnya dengan menciptakan slack anggaran. Partisipasi yang tinggi dalam proses pembuatan anggaran akan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada bawahan untuk melakukan slack dengan tujuan membuat anggaran yang mudah dicapai agar kinerja yang dihasilkan terlihat bagus atau dalam kata lain para penyusun anggaran mengamankan diri mereka apabila anggaran tersebut tidak dapat terealisasi dengan baik. Young (1985) juga menemukan bahwa bawahan yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran akan cenderung
menimbulkan budgetary slack untuk menghindari risiko ketidakpastian masa mendatang. H1: Partisipasi penganggaran berpengaruh positif pada senjangan anggaran. 2.2.2. Pengaruh Job Relevant Information pada senjangan anggaran Job relevant information merupakan informasi yang relevan mengenai tugas. Bawahan yang memiliki informasi relevan dapat mengurangi terjadinya senjangan anggaran (Dunk, 1993). Job relevant information dapat meningkatkan kinerja karena memberikan prediksi yang lebih akurat mengenai kondisi lingkungan yang memungkinkan dilakukannya pemilihan serangkaian tindakan yang lebih efektif. Ompusunggu (2006) menemukan job relevant information dalam proses partisipasi memberikan kesempatan bawahan untuk menyampaikan masukan berupa informasi privat yang dimilikinya kepada atasan/pemegang kuasa anggaran sehingga atasan akan memeroleh pemahaman yang lebih baik tentang pengetahuan yang relevan dengan tugas sehingga mampu mengalokasikan sumber daya secara tepat sehingga mengurangi potensi timbulnya senjangan anggaran. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H2: job relevant information berpengaruh negatif pada senjangan anggaran. 2.2.3. Pengaruh kejelasan sasaran anggaran pada senjangan anggaran Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif signifikan terhadap senjangan anggaran pada instansi pemerintah daerah (Kridawan, 2014). Hal tersebut sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Pitasari (2014) yang menunjukkan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif pada senjangan anggaran yang berarti semakin tinggi tingkat kejelasan sasaran dari anggaran tersebut, maka risiko terjadinya senjangan anggaran akan semakin rendah. Kenis (1979) dalam Suhartono dan Solihin (2006) menyatakan bahwa penetapan tujuan spesifik akan lebih produktif daripada tidak menetapkan tujuan spesifik. Dengan adanya sasaran anggaran yang jelas, penyusun dan pelaksana anggaran akan memiliki informasi yang cukup mengenai sasaran anggaran yang akan dicapai. Sehingga dengan adanya kejelasan sasaran anggaran, akan berpengaruh pada penurunan senjangan anggaran. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dihipotesiskan: H3: Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif pada senjangan anggaran. 2.2.4. Pengaruh kapasitas individu pada senjangan anggaran Kapasitas individu terbentuk dari proses pendidikan secara umum melalui pendidikan formal, pelatihan dan pengalaman yang dimiliki. Individu yang berpendidikan tinggi cenderung memiliki kemampuan untuk bertindak secara rasional dan professional, sehingga lebih berani untuk mengutarakan pendapat dan memberikan informasi kepada atasan. Terkait dalam proses penganggaran, individu yang memiliki pengetahuan dan pengalaman akan mampu untuk mengalokasikan sumberdaya secara optimal, sehingga dapat memperkecil potensi timbulnya senjangan anggaran dengan menghasilkan anggaran yang efektif dan efisien. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Budi (2009), Triadi (2013), dan Santi
(2014) yang menunjukkan bahwa kapasitas individu berpengaruh negatif pada senjangan anggaran. H4: Kapasitas individu berpengaruh negatif pada senjangan anggaran