SKRIPSI. Oleh : WIDYA OKTALISA NIM

dokumen-dokumen yang mirip
Widya Oktalisa 1, Nurmaini 2, Evi Naria 2. Departemen Kesehatan Lingkungan. Sumatera Utara, Medan, 20155, Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk

: RIO BATARADA HASIBUAN NIM.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Menurut Hendrik L. Blum (1974), derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu: faktor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai agen penyakit. Penyakit yang penyebab utamanya berakar pada

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GUNUNGTUA KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2014 SKRIPSI. Oleh :

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT UPT. PUSKESMAS SOTEK

LAPORAN TAHUNAN PROGRAM KESLING LAPORAN TAHUNAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN BAB I UMUM 1.1. PENDAHULUAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemapuan hidup sehat bagi setiap orang agar

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

OLEH : EKA WIDYA RITA PANJAITAN

Oleh: Aulia Ihsani

ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DAN CAIR DI RSUD Dr. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011 SKRIPSI. Oleh :

HIGIENE SANITASI RUMAH MAKAN PERSINGGAHAN BUS LINTAS SUMATERA DI RANTAU SELATAN KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN Skripsi. Oleh

ANALISIS POTENSI KESEHATAN LINGKUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

ERWINA RAFNI HARAHAP NIM

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM KLINIK SANITASI PUSKESMAS KOTA BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

KERANGKA ACUAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN (KESLING) PUSKESMAS MANIMPAHOI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi (Notoadmodjo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

SISKA DEVI BANGUN NIM.

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

DINATIA BINTARIA S NIM.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN HYGIENE SANITASI, KEPADATAN LALAT DAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA RUMAH SUSUN SUKARAMAI TAHUN 2014 SKRIPSI.

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN MAHASISWA YANG MENGENDARAI SEPEDA MOTOR DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DI MEDAN TAHUN 2011 SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PENERAPAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI DESA MANCASAN WILAYAH PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM BANK SAMPAH DI KELURAHAN BINJAI KECAMATAN MEDAN DENAI KOTA MEDAN TAHUN 2013

HUBUNGAN KADAR KADMIUM (Cd) PADA AIR SUMUR DENGAN TEKANAN DARAH MASYARAKAT DI DESA NAMO BINTANG KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016 TESIS.

PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT TB PARU

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

II. TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

OLEH: S. HINDU MATHI NIM

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam

Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Sekitar. dimensi produksi dan dimensi konsumsi. Dimensi produksi memandang keadaan sehat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis

POLA DAN PERILAKU PENYEMPROTAN PESTISIDA TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI JERUK DI DESA BERASTEPU KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETUGAS KUSTA DENGAN TINDAKAN PENENTUAN KECACATAN PENDERITA KUSTA PADA SEMUA PUSKESMAS DI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan ancaman besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

Transkripsi:

GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENDORONG PADA MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN KLINIK SANITASI DI KELURAHAN BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh : WIDYA OKTALISA NIM. 101000218 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENDORONG PADA MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN KLINIK SANITASI DI KELURAHAN BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh : WIDYA OKTALISA NIM. 101000218 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

ABSTRAK Klinik sanitasi merupakan wahana masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan masalah penyakit berbasis lingkungan dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, akan tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan puskesmas, bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektoral yang ada di wilayah kerja puskesmas Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan desain crosssectional. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu yang berjumlah 858 KK. Dari pengambilan sampel secara systematic random sampling, diperoleh sampel sebanyak 90 KK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi yaitu memiliki pengetahuan baik sebesar 52,2%, sikap baik sebesar 44,4%, kepercayaan pada klinik sanitasi baik sebesar 86,7%. Faktor pendukung yaitu menyatakan jika keberadaan sarana dan prasarana klinik sanitasi baik sebesar 13,3%, dan sosialisasi klinik sanitasi seluruhnya tidak baik. Faktor pendorong yaitu keberadaan petugas klinik sanitasi menyatakan jika petugas klinik sanitasi baik sebesar 25,6%. Disarankan dalam pelaksanaan klinik sanitasi ini, agar petugas klinik sanitasi meningkatkan sosialisasi dan bersikap aktif ke masyarakat, dan dapat melakukan pemantauan oleh instansi terkait program ini untuk merevitalisasikannya, serta pemerintah untuk dapat memberikan dana yang lebih demi kelancaran sarana dan prasarana. Kata Kunci : Faktor Predisposisi, Pendukung, dan Pendorong, Klinik Sanitasi. ii

ABSTRACT Sanitation Clinic is the public place for overcome the environmental health problem and disease based on environment with guidance, counseling, and technical help from public health centre workers. Sanitation clinic is not as an independent service unit, but as an integral part of the health centre activities, cooperated by interprogram and intersectoral that is in the working area of public health centre. This research aim to know the description of predisposing, enabling and reinforcing factor on society in utilization of sanitation clinic at Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. The kind of this research is descriptive using of the cross sectional design. The population in this research is the society of Kelurahan Baru Ladang Bambu which amounts to 858 patriarch. Starting at of taking sample according to systematic random sampling, obtained sample as much as 90 patriarch. Result of this research has been shown that predisposing factor on society in utilization of sanitation clinic had good knowledge of 52.2 percent, good attitude of 44.4 percent, good credibility of 86.7 percent. Enabling factor has been shown that if the presence of facilities and infrastructure of sanitation clinic were good of 13,3 percent, and the whole socialization of sanitation clinic was not good. Reinforcing factor has been shown that if the presence of sanitation clinic workers were good of 25.6 percent. Suggested in implementation of this sanitation clinic, in order that increased the socialization by sanitation clinic workers and they should be active to society, and the instance beside of this program could do the monitoring for doing the revitalitation, and for the goverment could giving more budget for the sake of the continuity of facilities and infrastructure. Keywords : Predisposing, Enabling and Reinforing Factor, Sanitation Clinic. iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Jenis Kelamin : Widya Oktalisa : Perempuan Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru, 23 Oktober 1992 Agama Status Perkawinan Anak ke : Islam : Belum menikah : 4 dari 4 bersaudara Alamat : Jalan Sungai Duku / Kompleks PT.UK No. 45 Pekanbaru, Riau RIWAYAT PENDIDIKAN Tahun 1998-2004 Tahun 2004-2007 Tahun 2007-2010 : SD Negeri 018 Pekanbaru : SMP Negeri 4 Pekanbaru : SMA Negeri 1 Pekanbaru Tahun 2010 - Sekarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara RIWAYAT ORGANISASI 1. Pers Mahasiswa Suara Universitas Sumatera Utara (Persma Suara USU). 2. Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (PEMA FKM USU). 3. Himpunan Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (HMP Kesling FKM USU). 4. Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (HMI Komisariat FKM USU). iv

KATA PENGANTAR Allhamdulillahhirobbil`alamin, segala puji beserta syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Gambaran Faktor Predisposisi, Pendukung dan Pendorong Pada Masyarakat Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2014. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan moril maupun spiritual dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini ucapan terimakasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak membantu dalam memberikan pengarahan bagi penulis sejak semester awal. 3. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing II serta Penguji I yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. v

4. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 5. Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH yang telah bersedia menjadi penguji II pada seminar proposal dan memberikan masukan serta saran dalam perbaikan skripsi ini. 6. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS yang telah bersedia menjadi penguji III pada seminar proposal dan telah memberikan masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini. 7. Ir. Indra Chahaya S, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji II pada sidang skripsi dan telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 8. Dr. Taufik Ashar, MKM yang telah bersedia menjadi penguji III pada sidang skripsi dan telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 9. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan, terima kasih atas bantuan dan bimbingan serta dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 10. Lurah Baru Ladang Bambu dan Kepala Puskesmas Medan Tuntungan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. vi

11. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, terima kasih atas doa, kasih sayang serta dorongannya baik moril maupun materiil selama ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 12. Kakakku tersayang (kak Pipin dan kak Lili), abangku tersayang (bang Adi), terima kasih karena telah banyak membantu baik dalam bentuk doa, dorongan moril maupun materiil, serta seluruh keluarga besar yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 13. Sahabat-sahabatku tersayang yang jauh di sana (Dina, Anggi, Mia, Dini, Berlian, Titin, Ima, Nopus, dll), terima kasih atas jalinan persahabatan selama ini serta doa dan dukungan yang tetep diberikan walaupun jarak memisahkan. 14. Sahabat-sahabatku seperjuangan stambuk 2010 (Ashel, Eela, Ebi, Tasya, Riri, Tika, Ira, dll) yang telah bersama-sama berjuang, terima kasih atas kebersamaan selama ini baik canda, tawa, suka, dan duka serta bantuan dan dukungannya hingga terselesaikannya skripsi ini. 15. Temen-temen seperjuangan di Departemen Kesehatan Lingkungan (Dhila, Devi, Merlyn, Fiqoh, Berly, Ira, Lia, Isna, Petra, Mia, Erna, Meithyra, Palma, Fandi, Reza, Yeyen, Raja) dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan motivasi dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat- Nya kepada kita semua. 16. Temen-temen PBL (kak Chichi, Sylvana, Yaya, Izzah, Adel, bang Roy, Arif, dll) terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini. vii

17. Senior dan alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FKM USU, terima kasih karena selama ini telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dukungan, dan bantuan. Terima kasih kakanda dan abangda. 18. Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini. Medan, Juni 2014 Penulis viii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I. BAB II. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penelitian... 5 1.3.1. Tujuan Umum... 5 1.3.2. Tujuan Khusus... 6 1.4. Manfaat Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi Lingkungan... 7 2.2 Penyakit Berbasis Lingkungan... 9 2.2.1 Penyakit Berbasis Lingkungan di Kota Medan... 10 2.3. Program Kesehatan Masyarakat... 12 2.4. Klinik Sanitasi... 14 2.5. Tujuan Klinik Sanitasi... 16 2.6. Sasaran Klinik Sanitasi... 17 2.7. Ruang Lingkup Klinik Sanitasi... 17 2.8. Strategi Operasional Klinik Sanitasi... 18 2.9. Kegiatan Klinik Sanitasi... 19 2.9.1 Alur Kegiatan Program Klinik Sanitasi... 22 2.10. Sumber Daya Program Klinik Sanitasi... 23 2.11. Peran Klinik Sanitasi di Puskesmas... 26 2.12. Pelanggan Pelayanan Kesehatan... 26 2.13. Mutu Pelayanan Kesehatan... 29 2.13.1 Pengertian Mutu... 29 2.13.2 Pelayanan Kesehatan... 30 2.13.3 Dimensi Mutu Jasa Pelayanan Kesehatan... 31 2.14. Perilaku... 34 2.15. Teori Lawrence Green... 36 2.16. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan... 41 2.17. Kerangka Konsep... 42 ix

BAB III. BAB IV. BAB V. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 43 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 43 3.2.1 Lokasi Penelitian... 43 3.2.2 Waktu Penelitian... 43 3.3. Populasi dan Sampel... 44 3.3.1 Populasi... 44 3.3.2 Sampel... 44 3.3.3 Cara Pengambilan Sampel... 45 3.4. Metode Pengumpulan Data... 46 3.4.1 Data Primer... 46 3.4.2 Data Sekunder... 46 3.5. Definisi Operasional... 46 3.6 Aspek Pengukuran... 48 3.7 Teknik Analisa Data... 51 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 52 4.1.1 Keadaan Demografis Kelurahan Baru Ladang Bambu... 52 4.1.2 Sarana Kesehatan di Kelurahan Baru Ladang Bambu... 53 4.2. Struktur Organisasi Puskesmas Tuntungan... 54 4.3. Karakteristik Responden... 55 4.4. Gambaran Faktor Predisposisi... 57 4.3.1 Pengetahuan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi... 57 4.3.2 Sikap Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi... 60 4.3.3 Kepercayaan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi... 62 4.5. Gambaran Faktor Pendukung... 64 4.4.1 Sarana dan Prasarana Klinik Sanitasi... 64 4.4.2 Sosialisasi Klinik Sanitasi... 67 4.6. Gambaran Faktor Pendorong... 67 4.5.1 Petugas Klinik Sanitasi... 68 PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden... 71 5.5.1 Umur... 71 5.5.2 Jenis Kelamin... 71 5.5.3 Pendidikan... 72 5.5.4 Pekerjaan... 74 5.5.5 Penghasilan... 75 5.5.6 Jarak Rumah dengan Puskesmas... 76 5.2. Gambaran Faktor Predisposisi... 77 5.2.1 Pengetahuan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi... 77 x

5.2.2 Sikap Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi... 79 5.2.3 Kepercayaan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi... 81 5.3. Gambaran Faktor Pendukung... 83 5.3.1 Sarana dan Prasarana Klinik Sanitasi... 83 5.3.2 Sosialisasi Klinik Sanitasi... 86 5.4. Gambaran Faktor Pendorong... 88 5.4.1 Petugas Klinik Sanitasi... 88 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 90 6.2. Saran... 91 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 dan Tahun 2012... 50 Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Umur di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan... 52 Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan... 52 Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan... 52 Tabel 4.5. Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan... 53 Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Jumlah Penghasilan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan... 53 Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Jarak Rumah ke Puskesmas di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan... 54 Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan... 58 Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Pengetahuan... 60 Tabel 5.0. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan... 61 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Sikap Terhadap Klinik Sanitasi... 62 Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Kepercayaan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan... 63 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Kepercayaan Terhadap Klinik Sanitasi... 63 xii

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Sarana dan Prasarana Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan... 65 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Berdasarkan Keberadaan Sarana dan Prasarana Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi... 67 Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan... 68 Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Berdasarkan Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi... 70 xiii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Kuesioner Penelitian Master Data Output SPSS Tentang Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Output SPSS Tentang Distribusi Frekuensi Responden Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM-USU Surat Izin Penelitian ke Puskesmas dari Dinas Kesehatan Kota Medan Surat Rekomendasi Penelitian ke Kelurahan Baru Ladang Bambu dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan Surat Selesai Penelitian dari Puskesmas Tuntungan Surat Balasan Selesai Penelitian dari Kelurahan Baru Ladang Bambu Lampiran 10. Contoh Form Rujukan Klinik Sanitasi xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan adalah membebaskan penduduk dari penularan atau transmisi penyakit dengan cara menghilangkan sumber penyakit, melakukan penyehatan lingkungan, dan meningkatkan perilaku hidup sehat penduduk serta memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit (Achmadi, 2004). Masalah kesehatan berbasis lingkungan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memadai baik kualitas maupun kuantitasnya serta perilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah sehingga mengakibatkan penyakit-penyakit berbasis lingkungan muncul, seperti: diare, ISPA, malaria, DBD, TBC, yang masih mendominasi 10 penyakit terbesar puskesmas dan merupakan pola penyakit utama di Indonesia (Depkes RI, 2001). Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, puskesmas merupakan ujung tombak yang paling depan di wilayah kerjanya. Salah satu fungsi puskesmas yang penting adalah mengembangkan dan membina kemandirian masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan yang timbul, mengembangkan kemampuan dan kemauan masyarakat baik berupa pemikiran maupun kemampuan yang berupa sumber daya. Oleh sebab itu diperkenalkan dan dikembangkan suatu alternatif pemecahan masalah kesehatan lingkungan yaitu klinik sanitasi (Depkes RI, 2001). Klinik sanitasi sebagai salah satu pelayanan di puskesmas yang mengintegrasikan antara upaya kuratif, promotif, dan preventif, yang mempunyai 1

2 peran antara lain sebagai pusat informasi, pusat rujukan fasilitator di bidang kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan (Depkes RI, 2005). Klinik sanitasi hanya dilaksanakan di puskesmas yang diperkenalkan dari konsep Puskesmas Wanasaba Kabupaten Lombok Timur Provinsi NTB pada tahun 1995 dan selanjutnya kegiatan ini diikuti oleh beberapa puskesmas di provinsi NTB, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan, sehingga pada awal tahun 2000 sudah sampai ke seluruh Puskesmas di Indonesia termasuk Kota Medan (Depkes RI, 2000). Kegiatan klinik sanitasi ini dibagi menjadi 2 yaitu dalam dan luar gedung, di antara keduanya kegiatan dalam gedung adalah kegiatan yang utama yang harus dilakukan sebelum kegiatan luar gedung. Namun sampai sekarang kegiatan ini belum berjalan optimal, baik dalam maupun luar gedung, hal ini dibuktikan dengan masih sangat kurangnya kunjungan klien atau pasien. Gambaran perilaku masyarakat yang kurang mendukung dapat menurunkan kualitas dan kuantitas lingkungan sehingga mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat maupun individu. Banyak faktor yang membuat masyarakat tidak mengunjungi klinik sanitasi. Pada survei pendahuluan di Puskesmas Tuntungan, diperoleh informasi bahwa klinik sanitasi tidak dimanfaatkan tampak dari jumlah pengunjung yang nihil. Petugas berpendapat bahwa masyarakat tidak memanfaatkan klinik sanitasi karena kesadaran masyarakat yang kurang terhadap pentingnya upaya pencegahan untuk mencegah penyakit berbasis lingkungan. Masyarakat datang ke puskesmas hanya sekedar melakukan pengobatan saja.

3 Menurut Notoatmodjo (2003), banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena alasan pokok, yaitu: pengetahuan, kepercayaan, sikap, orang penting sebagai referensi, sumber-sumber daya (resources). Keseluruhan alasan tersebut menjadi faktor pada masyarakat untuk berperilaku dalam memanfaatkan klinik sanitasi ini. Beberapa alasan tersebut dipisahkan menjadi 3 faktor utama, yaitu faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi, dan demografi; faktor pendukung meliputi sarana/prasarana dan sosialisasi; serta faktor pendorong meliputi petugas klinik sanitasi itu sendiri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maryanti (2003) menunjukkan adanya hambatan mengenai pelaksanaan program klinik sanitasi di puskesmas kota Medan. Dari 39 puskesmas yang ada di Kota Medan, terdapat 31 puskesmas yang mempunyai hambatan program klinik sanitasi. Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan klinik sanitasi yaitu: 1) pada program klinik sanitasi; 2) pada perencanaan klinik sanitasi; 3) pada tenaga/sarana klinik sanitasi; 4) pada dana klinik sanitasi; 5) pada pelaksanaan klinik sanitasi. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa program klinik sanitasi yang kurang baik (program tidak berjalan) yaitu Puskesmas Medan Tuntungan (Maryanti, 2003). Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara berkembang. Di seluruh dunia, 780 juta orang tidak memiliki akses terhadap air minum dan 2,5 miliar kekurangan sanitasi yang baik. Menurut WHO, diare adalah penyebab utama kedua kematian pada anak di bawah lima tahun dan morbiditas di dunia. Secara global, ada hampir 1,7 miliar kasus penyakit diare setiap tahun dan

4 membunuh sekitar 760.000 anak balita setiap tahunnya. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada skala nasional (WHO, 2013). Pada konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) yang diselenggarakan oleh World Bank Water Sanitation Program (WSP) pada tahun 2013 terungkap, bahwa Indonesia berada di urutan kedua di dunia sebagai negara dengan sanitasi buruk. Menurut data yang dipublikasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 63 juta penduduk Indonesia tidak memiliki toilet dan masih buang air besar (BAB) sembarangan di sungai, laut, atau di permukaan tanah (Kompas, 2013). TB Paru juga merupakan penyakit berbasis lingkungan, salah satunya dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi yang erat kaitannya dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat kerja yang buruk (Hiswani, 2009). Jumlah kasus baru TB Paru di Indonesia diestimasikan sekitar 450.000 orang setahunnya (Depkes RI, 2013). Di provinsi Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan, tercatat pada tahun 2012, kasus penyakit berbasis lingkungan seperti pneumonia pada balita berjumlah 22.908 kasus, DBD ada 1.101 kasus dengan jumlah yang meninggal ada 22 kasus. Prevalensi TB Paru berjumlah 5.266 kasus. Diare dengan estimasi sekitar 941.521 kasus (Dinkes Medan, 2012). Di Puskesmas Medan Tuntungan khususnya, tercatat kasus TB Paru dengan prevalensi berjumlah 12 kasus, pneumonia dengan estimasi 260 kasus, diare 10.689 kasus, dan DBD berjumlah 35 kasus (Dinkes Medan, 2012). Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Gambaran Faktor Predisposisi, Pendukung dan

5 Pendorong Pada Masyarakat Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2014. 1.2. Perumusan Masalah Dinas Kesehatan melalui Puskesmas telah membuat suatu upaya, yaitu mengadakan suatu klinik sanitasi untuk membantu menangani dalam menekan angka penyakit berbasis lingkungan yang terjadi. Namun, masyarakat tampak tidak memanfaatkan klinik sanitasi, terlihat dari keengganan masyarakat untuk berkunjung ke klinik sanitasi. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat yang kurang dalam upaya pencegahan dan pola pikir masyarakat yang hanya sebatas untuk pengobatan saja. Selain itu terdapat beberapa faktor lainnya yang ingin diketahui, yaitu faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi, dan demografi; faktor pendukung meliputi sarana/prasarana dan sosialisasi; serta faktor pendorong meliputi petugas klinik sanitasi. Sehingga peneliti ingin meneliti tentang bagaimana gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

6 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui faktor predisposisi pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi, dan demografi. 2. Untuk mengetahui faktor pendukung pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, meliputi sarana/prasarana dan sosialisasi. 3. Untuk mengetahui faktor pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, meliputi petugas klinik sanitasi. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi puskesmas dan Dinas Kesehatan kota Medan untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam pelaksanaan program klinik sanitasi dalam hal penanganan masalah penyakit berbasis lingkungan. 2. Menambah pengetahuan peneliti dalam hal sanitasi khususnya program klinik sanitasi lingkungan secara lebih mendalam. 3. Memberikan masukan aplikatif bagi masyarakat untuk bisa mengoptimalkan secara maksimal fasilitas yang telah disediakan untuk meningkatkan kesehatannya melalui klinik sanitasi. 4. Menjadikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca tentang ilmu kesehatan masyarakat khususnya kesehatan lingkungan tepatnya mengenai program klinik sanitasi yang ada di puskesmas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Lingkungan Sanitasi umumnya mengacu pada penyediaan fasilitas dan jasa untuk pembuangan yang aman dari urin manusia dan tinja. Sanitasi yang tidak memadai merupakan penyebab utama penyakit di seluruh dunia dan meningkatkan sanitasi dikenal memiliki dampak yang menguntungkan yang signifikan terhadap kesehatan baik di rumah tangga dan di masyarakat. Kata 'sanitasi' juga mengacu pada pemeliharaan kondisi higienis, melalui layanan seperti pengumpulan sampah dan pembuangan air limbah (WHO, 2013). Menurut Chandra (2007), sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Sedangkan menurut Entjang (2000), sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial, dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, di mana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Menurut Hiswani (2003) yang mengutip pendapat Sutomo, sanitasi lingkungan adalah bagian dari kesehatan masyarakat secara umum yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan atau menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit melalui kegiatan- kegiatan yang ditujukan untuk : 7

8 1. Sanitasi air (Water Sanitasi) 2. Sanitasi Makanan (Food Sanitasi) 3. Pembuangan Sampah (Sewage and Excreta disposal). 4. Sanitasi Udara (Air Sanitation) 5. Pengendalian vektor dan binatang pengerat (Vektor and Rodent Controle). Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan antara lain bahwa: (1) kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, (2) kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya, (3) kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air, tanah, dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan penyehatan atau pengamanan lainnya, (4) setiap tempat umum atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan (Depkes RI, 1992). Mengingat hal-hal yang terjadi di negara-negara berkembang meliputi masalah sanitasi lingkungan seperti: pengotoran persediaan air rumah tangga, infeksi karena kontak langsung ataupun tidak langsung dengan feses manusia, infeksi yang disebabkan oleh arthropoda, rodensia, mollusca, dan vektor-vektor penyakit lainnya, perumahan yang sempit, serta penyakit-penyakit hewan yang berhubungan dengan manusia, maka dilakukan usaha dalam sanitasi lingkungan di Indonesia yang meliputi: 1. Menyediakan air rumah tangga yang baik, cukup kualitas maupun kuantitasnya.

9 2. Mengatur pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah. 3. Mendirikan rumah-rumah sehat, menambah jumlah rumah agar rumahrumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat. 4. Pembasmian binatang-binatang penyebar penyakit seperti: lalat, nyamuk, kutu-kutu, serta binatang reservoir penyakitnya. 5. Pengawasan terhadap bahaya polusi dan radiasi dari sisa-sisa zat radioaktif sesuai dengan perkembangan negara. (Entjang, 2000). 2.2. Penyakit Berbasis Lingkungan Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula, ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain: perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembangunan sampah, pembuangan air kotor dan pencemaran ruang lingkup tersebut harus dijaga untuk mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar menjadi media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya (Notoatmodjo, 2007). Masalah kesehatan lingkungan menjadi sangat kompleks seperti urbanisaasi penduduk dari desa ke kota, pembuangan sampah yang dilakukan secara dumping tanpa adanya pengolahan, penyediaan air bersih hanya 60% penduduk Indonesia mendapatkan air dari PDAM, tingkat pencemaran udara sudah melebihi nilai ambang batas khususnya di kota-kota besar, pembuangan limbah industri dan limbah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik, bencana alam serta perencanaan tata kota dan

10 kebijakan pemerintah yang sering kali menimbulkan masalah baru bagi kesehatan lingkungan (Chandra, 2007). Penyakit berbasis lingkungan merujuk pada penyakit yang memiliki akar atau hubungan yang erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang dalam mana masyarakat tersebut bertempat tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan (Achmadi, 2012). Masalah kesehatan berbasis lingkungan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memadai baik kualitas maupun kuantitasnya serta perilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah sehingga mengakibatkan penyakit-penyakit berbasis lingkungan muncul antara lain, seperti: diare, ISPA, malaria, DBD, TBC, yang masih mendominasi 10 penyakit terbesar puskesmas dan merupakan penyakit utama di Indonesia (Depkes RI, 2001). 2.2.1 Penyakit Berbasis Lingkungan di Kota Medan Masalah penyakit berbasis lingkungan masih ditemukan di wilayah Kota Medan hingga kini, seperti (Dinkes Medan, 2012): 1. TB. Paru TB Paru atau yang sering disebut penyakit Tuberculosis (TBC) adalah batuk yang berlangsung secara terus menerus selama 3 minggu atau lebih, berkeringat malam tanpa aktifitas serta dapat juga ditandai dengan batuk darah karena pembuluh darah pecah akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis basil atau kuman

11 yangberbentuk batang dan mempunyai sifat tahan terhadap penghilangan warna yang bersifat asam dan alkohol (kuman tetap berwarna kemerahan), maka disebut Basil Tahan Asam (BTA). Menemukan kuman BTA ini menjadi dasar dalam penegakan diagnosis (Achmadi, 2008). Kasus TB paru di kota Medan hingga tahun 2012 masih ditemukan, dengan prevalensi berjumlah 5.266 kasus, di mana ditemukan kasus baru (insidance penyakit TB paru) berjumlah 5.213 kasus (Dinkes Medan, 2012). 2. Pneumonia Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Depkes RI, 2002). Meskipun pneumonia tidak masuk dalam 10 penyakit terbesar, namun kasus pneumonia ini selalu ditemukan di kota Medan. Perkiraan kasus pneumonia pada balita di kota Medan berjumlah 22.908 dari jumlah balita 229.080, di mana kasus pneumonia yang ditemukan dan ditangani berjumlah 4.943 kasus yaitu sekitar 22 % (Dinkes Medan, 2012). 3. Diare Diare adalah buang air besar lembek sampai encer yang lebih dari 3 kali dalam satu hari. Penyebab dari diare yaitu oleh bakteri/virus, seperti: Rotavirus, Escherrichia Coli Enterotoksigenik (ETEC), Shigella, Compylobacter Jejuni, Cryptospondium (Depkes RI, 2001).

12 Kasus diare di kota Medan tahun 2012 diperkirakan mencapai 941.521 kasus dari jumlah penduduk kota Medan yang berjumlah 2.290.805 orang. Namun, kasus diare yang ditemukan dan ditangani hanya berjumlah 30.426 dari perkiraan kasus diare, yaitu hanya sekitar 3,23 % saja (Dinkes Medan, 2012). Angka ini menunjukkan bahwa kasus diare masih banyak terjadi dan masih belum banyak yang ditemukan dan ditangani. 4. Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, dengan cara seseorang yang dalam darahnya mengandung virus Dengue bila digigit nyamuk akan terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk dan berkembang biak, kemudian masuk ke dalam kelenjar air liur nyamuk setelah satu minggu di dalam tubuh nyamuk, bila nyamuk menggigitorang sehat akan menularkan virus Dengue, virus ini tetap berada di dalam tubuh nyamuk sehingga dapat menularkan kepada orang sehat lainnya (Depkes RI, 2001). Hingga tahun 2012 tercatat kasus DBD di kota Medan berjumlah 1.101 kasus dengan jumlah yang meninggal dari kasus tersebut berjumlah 22 kasus. Angka ini menunjukkan bahwa kejadian DBD di kota Medan masih perlu penanggulangan lagi untuk mencapai kota Medan yang bebas DBD (Dinkes Medan, 2012). 2.3. Program Kesehatan Masyarakat Puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia perlu lebih ditingkatkan mutu pelayanannya sehingga partisipasi kelompok-kelompok

13 masyarakat yang ada di wilayah kerjanya dapat lebih ditingkatkan. Untuk itu, dokter dan tenaga para medis yang ada di puskesmas perlu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam pengelolaan program kesehatan masyarakat (Muninjaya, 1999). Program kesehatan yang dikembangkan melalui puskesmas lebih banyak bersifat pencegahan (Public Health Service) dan dalam pelaksanaannya lebih mengutamakan kerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat (Muninjaya, 1999). Untuk mencegah berkembangnya gangguan kesehatan (kejadian sakit di masyarakat), perlu dikembangkan program kesehatan masyarakat yang meliputi aspek promosi kesehatan dan perlindungan spesifik (primer prevention), surveilan dan pengobatan tepat (secondary prevention), rehabilitasi, legislasi, dan paliasi (tertier prevention). Semua jenis kegiatan program masyarakat tersebut memerlukan partisipasi aktif masyarakat, dan semuanya dapat digolongkan ke dalam pelayanan kesehatan (health services), partisipasi/mobilisasi peran serta kelompok-kelompok masyarakat (community participation and mobilization), dan upaya asuransi (health insurance) (Muninjaya, 1999). Menurut P. Walton Purdon yang dikutip oleh Ryadi (1986), ditekankan bahwa kesehatan lingkungan merupakan salah satu aspek dari kesehatan masyarakat. Penerapan konsep ini kemudian diartikan bahwa pengembangan kesehatan lingkungan harus mengikuti prinsip-prinsip ilmu kesehatan masyarakat. Berpijak pada prinsip-prinsip ilmu kesehatan masyarakat, maka faktor pencegahan (preventif) dan promotif lebih memegang peranan penting di dalam

14 setiap bentuk upaya kesehatan lingkungan. Dengan ini dapat diartikan bahwa pengembangan kesehatan lingkungan tidak mengandalkan pada treatment suatu kasus bila sesuatu sudah terjadi. Tetapi justru menekankan bagaimana pencegahan dan peningkatan (promotif) (Ryadi, 1986). Klinik sanitasi merupakan salah satu program kesehatan masyarakat dibidang kesehatan lingkungan yang sangat relavan untuk menerapkan paradigma sehat yang pada saat ini digalakkan kembali. Karena dalam klinik sanitasi dilakukan integrasi penanganan preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit berbasis lingkungan. Dalam paradigma baru ini maka pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada upaya promotif-preventif di banding upaya kuratif-rehabilitatif (Depkes RI, 2000). 2.4. Klinik Sanitasi Merupakan suatu upaya/kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang beresiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan masalah kesehatan lingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilakukan secara pasif dan aktif di dalam dan di luar puskesmas (Depkes RI, 2005). Klinik sanitasi juga merupakan wahana masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan masalah penyakit berbasis lingkungan dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, akan tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan puskesmas dalam melaksanakan program ini bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral yang ada di wilayah kerja puskesmas (Depkes RI, 2000).

15 Klinik sanitasi juga merupakan kegiatan wawancara mendalam dan penyuluhan yang bertujuan untuk mengenal masalah lebih rinci, kemudian diupayakan yang dilakukan oleh petugas klinik sanitasi sehubungan dengan komunikasi penderita/pasien yang datang ke puskemas (Depkes RI, 2000). Klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi puskesmas dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasis lingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan lingkungan, khususnya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2000). Pelaksanaan program klinik sanitasi menjaring pasien/klien di puskesmas dengan keluhan penyakit berbasis lingkungan dan lingkungan yang tidak sehat sebagai media penularan dan penyebab penyakit yang dialami oleh masyarakat selanjutnya dilaksanakan konseling dan kunjungan lapangan atau kunjungan rumah untuk mencari jalan keluar akibat masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan yang muncul di masyarakat (Depkes RI, 2000). Terdapat beberapa pengertian yang harus dipahami dalam pelaksanaan program klinik sanitasi selain dari pengertian klinik sanitasi (Depkes RI, 2001), yaitu: 1. Pasien Klinik Sanitasi Yaitu penderita penyakit berbasis lingkungan yang datang ke puskesmas yang kemudian dirujuk oleh dokter ke ruang klinik sanitasi atau yang ditemukan di lapangan baik oleh petugas medis/paramedis maupun petugas survei.

16 2. Klien Klinik Sanitasi Yaitu masyarakat yang datang ke puskesmas atau yang menemui petugas klinik sanitasi namun bukan sebagai penderita penyakit, tetapi untuk berkonsultasi tentang masalah yang berkaitan dengan penyakit berbasis lingkungan/kesehatan lingkungan. 3. Konseling Yaitu kegiatan wawancara mendalam dan penyuluhan yang bertujuan untuk mengenal masalah lebih rinci kemudian diupayakan pemecahannya yang dilakukan oleh petugas klinik sanitasi sehubungan dengan konsultasi penderita/pasien yang datang ke puskesmas (Depkes RI, 2000). 2.5. Tujuan Klinik Sanitasi Klinik sanitasi mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut: a. Tujuan Umum Yaitu meningkatkan derajat masyarakat melalui upaya preventif, kuratif, dan promotif yang dilakukan secara terpadu, terarah, dan terus-menerus (Depkes RI, 2000). b. Tujuan Khusus 1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat (pasien dan klien serta masyarakat di sekitarnya) akan pentingnya lingkungan sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat. 2. Masyarakat mampu memecahkan masalah kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan.

17 3. Terciptanya keterpaduan lintas program-program kesehatan dan lintas sektor terkait, dengan pendekatan penanganan secara holistik terhadap penyakit-penyakit berbasis lingkungan. 4. Untuk menurunkan angka penyakit berbasis lingkungan dan meningkatkan penyehatan lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat. 5. Meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit-penyakit berbasis lingkungan melalui Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) secara terpadu (Depkes RI, 2000). 2.6. Sasaran Klinik Sanitasi Pelaksanaan program klinik sanitasi mengarah pada suatu sasaran yang ditentukan, yaitu (Depkes RI, 2000): 1. Penderita penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan yang datang ke puskesmas. 2. Masyarakat umum (klien) yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan yang datang ke puskesmas. 3. Lingkungan penyebab masalah bagi pasien/klien dan masyarakat sekitarnya. 2.7. Ruang Lingkup Klinik Sanitasi Adapun ruang lingkup kegiatan sanitasi meliputi berbagai macam upaya, yaitu (Depkes RI, 2000): 1. Penyediaan dan penyehatan air bersih/jamban dalam rangka pencegahan penyakit diare, kecacingan, dan penyakit kulit. 2. Penyehatan perumahan/pemukiman dalam rangka pencegahan penyakit ISPA, TB-Paru, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Malaria.

18 3. Penyehatan lingkungan tempat kerja dalam rangka pencegahan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau penyakit akibat kerja. 4. Penyehatan makanan dan minuman dalam rangka pencegahan penyakit saluran pencemaran atau keracunan makanan. 5. Penanganan pestisida dalam rangka pencegahan dan penanggulangan keracunan pestisida. 6. Pengamanan penyakit atau gangguan lainnya yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan. 2.8. Strategi Operasional Klinik Sanitasi Beberapa strategi operasional agar program klinik sanitasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, antara lain(depkes RI, 2000): 1. Pemajanan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat dan mengatasi dengan upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan. 2. Masalah dalam tiap puskesmas tidaklah sama, baik antar lingkungan ataupun antar kelurahan oleh sebab itu harus dipahami secara benar mengenai peta masalah kesehatan yang berkenaan dengan kesehatan lingkungan, agar penanganannya menjadi lebih spesifik dan berorientasi pada hasil. 3. Membuat skala prioritas penanganan masalah kesehatan lingkungan dengan mempertimbangkan segala sumber daya yang ada, karena sulit untuk menangani semua masalah yang ada dalam waktu bersamaan, baik luas wilayahnya maupun jenis penyakitnya.

19 4. Dilaksanakan secara terpadu dan bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektor di wilayah kerja puskesmas. 5. Menumbuh kembangkan peran serta masyarakat memalui kelembagaan yang sudah ada seperti: PKK, LSM, LKMD. 6. Mengutamakan segi penyuluhan, bimbingan teknis dan pemberdayaan untuk menciptakan kemandirian masyarakat, penyuluhan juga dilakukan dengan pemberian contoh dan keteladanan. 7. Mengupayakan dukungan dan dengan meningkatkan swadaya masyarakat termasuk swasta selain sumber dana dari pemerintah. 2.9. Kegiatan Klinik Sanitasi Kegiatan klinik sanitasi dilaksananakan di dalam gedung dan di luar gedung Puskesmas (Depkes RI, 2005): 1. Dalam Gedung a. Pasien (penderita penyakit berbasis lingkungan) dan Klien (pengunjung bukan penyakit berbasis lingkungan) Semua pasien/klien datang berobat ke puskesmas melalui prosedur pelayanan seperti: mendaftar di loket, selanjutnya akan mendapat kartu status, diperiksa oleh petugas medis/paramedis di puskesmas (dokter, bidang, perawat). Apabila diketahui pasien/klien menderita penyakit berbasis lingkungan maka yang bersangkutan dirujuk ke ruang klinik sanitasi. Pada ruang klinik sanitasi pasien/klien diberikan penyuluhan dan bimbingan teknis, petugas mewawancarai pasien tentang penyakit yang diderita dikaitkan dengan masalah kesehatan lingkungan. Selanjutnya hasil wawancara dicacat dalam

20 Kartu Status Kesehatan Lingkungan. Kemudian petugas klinik sanitasi melakukan konseling tentang penyakit yang diderita pasien dalam hubungannya dengan lingkungan. Petugas juga membuat janji dengan pasien dan keluarganya apabila diperlukan untuk melakukan kunjungan rumah untuk melihat langsung faktor resiko penyakit yang dialami pasien tersebut. Setelah konseling di ruang klinik sanitasi, pasien dapat mengambil obat di apotik puskesmas (loket obat) kemudian pasien diperbolehkan pulang. Kegiatan lain di dalam gedung yaitu secara rutin petugas klinik sanitasi menyampaikan segala permasalahan, cara penyelesaian masalah, hasil monitoring/evaluasi dan perencanaan klinik sanitasi dalam Mini Lokakarya Puskesmas yang melibatkan seluruh penanggungjawab kegiatan dan dilaksanakan satu bulan sekali. Dengan demikian diharapkan seluruh petugas puskesmas mengetahui pelaksanaan kegiatan Klinik Sanitasi dapat dilakukan secara integritas dalam lintas program. 2. Luar Gedung a. Kunjungan rumah (sebagai tindak lanjut kunjungan pasien/klien ke Puskesmas) Kunjungan rumah/lokasi dilakukan oleh petugas dengan membawa hasil analisa keadaan lingkungan pasien/klien klinik sanitasi yang merupakan lanjut dari kesepakatan antara petugas klinik sanitasi dengan pasien/klien yang datang ke Puskesmas. Kunjungan rumah ini untuk mempertajam sasarannya karena pada saat kunjungan petugas telah memiliki data pasti adanya sarana lingkungan bermasalah

21 yang perlu diperiksa dan fakor-faktor perilaku yang berperan besar dalam proses terjadinya masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan. Pada kunjungan tersebut dapat mengambil partisipasi perawat dari puskesmas pembantu atau bidan desa, dan kader kesehatan lingkungan untuk melakukan pengecekan fisik/klinis atas penyakit yang telah diobati tersebut (semacam kegiatan Perawatan Kesehatan Keluarga). Petugas klinik sanitasi membawa kartu status kesehatan lingkungan/register yang telah diisi saat kunjungan pasien ke ruang klinik sanitasi di puskesmas sebelumnya. Untuk keperluan monitoring/surveilans, dalam kunjungan ini petugas klinik sanitasi mengisi kartu indeks lingkungan perilaku sehat, selanjutnya kartu ini secara berkala (1-3 bulan) diisi oleh kader atau bidan di desa. Pada kunjungan ke lapangan petugas klinik sanitasi mengajak kader kesehatan/kesehatan lingkungan, kelompok pemakai air, PKK, dan berkonsultasi/melibatkan LSM, perangkat desa, tokoh masyarakat, dan pihak terkait lainnya. Dengan maksud agar masyarakat turut berperan aktif memecahkan masalah kesehatan yang timbul di lapangan mereka sendiri. Diharapkan jika suatu saat timbul masalah penyakit berbasis lingkungan yang sejenis, mereka dapat menyelesaikan sendiri masalah tersebut. Petugas klinik sanitasi maupun petugas kesehatan lain yang mendampinginya dapat memberikan penyuluhan kepada pasien/klien dan keluarganya serta tetangga-tetanggga pasien tersebut. Pada kunjungan rumah tangga petugas klinik sanitasi bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektor, apabila dibutuhkan perbaikan atau pembangunan sarana sanitasi dasar dengan biaya besar, (seperti pembangunan sistem perpiaaan) yang tidak

22 terjangkau oleh masyarakat setempat, petugas klinik sanitasi melalui puskesmas dapat mengusulkan kegiatan tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti. Jika masalah di lapangan belum dapat terpecahkan, maka dapat diangkat ke tingkat yang lebih tinggi. Bila diperlukan koordinasi di Kabupaten/Kota, maka puskesmas dapat meminta bantuan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 2.9.1 Alur Kegiatan Program Klinik Sanitasi P u s k e s m a s Penderita Klien/Masyarakat Umum Keterangan: L O K E T Poliklinik Lok min/pertemuan Bulanan Apotik Klinik Sanitasi P U L A N G D a l a m G e d u n g -Penderita : -Klien : -Petugas : -Umpan Balik : Sumber : Depkes RI, 2000 Koordinasi Masyarakat - Toga - Toma - LKMD - Guru Koordinasi Lintas Program - Pustu - Polindes/ Bindes Kunjungan rumah dan lingkungan: ling.kerja, TTU, TPM Implementasi dan rekomendasi perbaikan lingkungan Koordinasi Lintas Sektor - Dep. Agama - Dep. PU - PMD - Pariwisata - Pertanian - Sektor terkait lain Pemantauan penilaian - PWS L u a r G e d u n g

23 Keterangan : 1. Pasien datang ke puskesmas, kemudian mendaftar ke loket, selanjutnya diperiksa oleh medis/paramedis jika indikasinya menderita penyakit berbasis lingkungan maka dirujuk ke klinik sanitasi, di klinik sanitasi pasien diberikan konseling, penyuluhan serta membuat janji kunjungan rumah untuk memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dialaminya, dan selanjutnya pasien mengambil obat di apotik dan pasien dapat pulang. 2. Petugas berkoordinasi dengan lintas program melalui loka karya mini atau pertemuan bulanan. 3. Petugas melakukan kunjungan rumah dengan memberikan implementasi dan rekomendasi perbaikan lingkungan. 4. Klien datang ke puskesmas untuk berkonsultasi mengenai masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi untuk mencari cara pemecahan masalah. 5. Pemantauan wilayah setempat untuk dijadikan tolak ukur pelaksanaan program klinik sanitasi (Depkes RI, 2000). 2.10. Sumber Daya Program Klinik Sanitasi Sumber daya merupakan suatu hal yang diperlukan dalam pelaksanaan untuk pencapaian program klinik sanitasi. Sumber daya yang harus dimiliki oleh klinik sanitasi puskesmas sebagai berikut (Depkes RI, 2005): 1. Tenaga Pelaksana Adapaun tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan klinik sanitasi, antara lain:

24 a. Tenaga kesehatan lingkungan, terdiri dari: Diploma I dan Diploma III kesehatan lingkungan atau Strata I Kesehatan Masyarakat. b. Tenaga kesehatan lain, seperti: Bidan, Perawat Kesehatan Masyarakat, Petugas Gizi dan petugas lain yang ditunjuk oleh pimpinan puskesmas. c. Tenaga Pelaksana kegiatan kesehatan lingkungan yang ditunjuk oleh pimpinan puskesmas untuk melaksanakan kegiatan klinik sanitasi (pekarya, sosial, ekonomi, dll). 2. Sarana dan Prasarana a. Ruangan, diperlukan untuk: (i) Ruang klinik sanitasi, sebagai tempat dalam gedung puskesmas yang dipergunakan untuk penyuluhan dan konsultasi (konseling) oleh petugas klinik sanitasi terhadap pasien/klien. (ii) Bengkel klinik sanitasi, sebagai tempat dalam gedung yang dipergunakan untuk membuat, merawat, memperbaiki sarana air bersih dan sanitasi, menyimpan peralatan yang berkaitan dengan kegiatan kesehatan lingkungan, serta melatih keterampilan bagi masyarakat dalam pemberantasan penyakit berbasis lingkungan. b. Peralatan Peralatan yang digunakan dan harus ada, seperti: alat-alat perbaikan/pembangunan sarana air bersih dan santasi, cetakan sarana air bersih dan jamban keluarga, peralatan pengukuran kualitas lingkungan (air, tanah, udara), alat-alat pengambilan sampel lingkungan dan sound system.