I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Menurut Hendrik L. Blum (1974), derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu: faktor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Menurut Hendrik L. Blum (1974), derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu: faktor"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Menurut Hendrik L. Blum (1974), derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu: faktor lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut saling terkait dengan beberapa faktor lain, yaitu sumber daya alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya, dan populasi sebagai satu kesatuan. Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap derajat kesehatan masyarakat. Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik, lingkungan biologik dan lingkungan sosio kultural. John Gordon menggambarkan adanya interaksi antara 3 faktor yaitu faktor lingkungan (environment), pejamu (host) dan penyebab penyakit (agent). Timbulnya penyakit bila terjadi ketidakseimbangan di antara ketiga faktor tersebut, misalnya penyakit terjadi karena faktor lingkungan yang jelek, atau berkembangnya kuman penyakit atau daya tahan tubuh yang rendah untuk melawan infeksi kuman penyakit. Menurut pasal 22 Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan menyebutkan antara lain : (1) Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat. (2) Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan permukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya. (3) Kesehatan lingkungan meliputi : a. Penyehatan air, tanah, dan udara. b. Pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan. c. Pengendalian vektor penyakit. d. Penyehatan atau pengamanan lainnya. (4) Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan. Sampai saat ini penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Insiden penyakit demam berdarah dengue 0.019/1000

2 penduduk, angka kematian pada kejadian luar biasa (KLB) 3/1.000 penduduk. Penyakit TBC Paru, tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun di Indonesia terjadi kasus baru TB, dengan kematian sekitar orang. Diperkirakan setiap penduduk terdapat 130 TBC BTA positif. Proporsi penderita pneumonia balita yang berobat ke Puskesmas tahun 2002 sebesar 3/ balita. Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dari hasil survey Sub Direktorat Diare dan Penyakit Pencernaan tahun 2003 insiden diare 374/1.000 penduduk. Insiden malaria yang diukur dengan Annual Malaria Incidence (AMI) yaitu kesakitan malaria tanpa konfirmasi laboratorium dan Annual Parasite Incidence (API) yaitu angka kesakitan malaria dengan konfirmasi laboratorium, tahun 2002 AMI 22,27/1.000 penduduk dan API 0,47/1.000 penduduk. Permasalahan sampai saat ini diketahui bahwa penyakit terbanyak yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas didominasi oleh penyakit-penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan. Disamping itu dirasakan bahwa upaya pengobatan penyakit dan upaya peningkatan/perbaikan kualitas lingkungan dikerjakan secara terpisah dan tidak terintegrasi dengan upaya terkait lainnya. Petugas paramedic/medis melaksanakan upaya penyembuhan/pengobatan tanpa memperdulikan dan atau tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya kondisi lingkungan perumahan/permukiman si pasien. Di sisi lain petugas kesehatan lingkungan melakukan upaya kesehatan lingkungan (pengawasan kualitas lingkungan, penyuluhan dan perbaikan mutu lingkungan) tanpa memperhatikan permasalahan penyakit/kesehatan masyarakat di lokasi / kawasan tersebut. Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit berbasis lingkungan semakin relevan dengan diterapkannya Paradigma Sehat untuk upaya-upaya kesehatan di masa mendatang (rapat kerja Menteri Kesehatan RI dengan Komisi VI DPR-RI, tanggal 15 September 1998). Dengan paradigma ini maka pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada upaya promotif-preventif dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui Klinik Sanitasi ketiga unsur pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif dan kuratif dilaksanakan secara integratif melalui pelayanan

3 kesehatan program pemberantasan penyakit berbasis lingkungan di luar maupun di dalam gedung. Puskesmas mempunyai misi untuk menyelenggarakan upaya kesehatan esensial yang bermutu, merata, dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat, untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk itu dilakukan dengan cara membina peran serta, upaya kesehatan inovatif, dan pemanfaatan teknologi tepat guna. Bertitiktolak dari hal-hal di atas, maka lahirnya konsep Klinik Sanitasi merupakan salah satu upaya terobosan untuk memadukan ketiga jenis upaya kesehatan tersebut dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara terpadu, terarah dan berkesinambungan. Konsep ini pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan oleh Puskesmas Wanasaba Kabupaten/Kota Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat sejak November 1995 dan selanjutnya kegiatan ini diikuti oleh beberapa Puskesmas yang ada di Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Saat ini Klinik Sanitasi sudah dikembangkan lebih dari Puskesmas di seluruh Provinsi di Indonesia. Dengan makin berkembangnya kegiatan Klinik Sanitasi maka buku Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi yang dicetak tahun 2000 perlu dilakukan perbaikan kembali dengan mempertimbangkan berbagai kelemahan/hambatan maupun kekuatan, peluang, dan ancaman yang dihadapi oleh Puskesmas serta masukan dari berbagai pihak terkait. 2. Pengertian a. Klinik Sanitasi Merupakan suatu upaya/kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang beresiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan masalah kesehatan lingkungan permukiman yang dilaksanakan oleh petugas Puskesmas

4 bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara pasif dan aktif di dalam maupun di luar Puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai kegiatan pokok yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan Puskesmas yang dilaksanakan secara lintas program dan lintas sektor di wilayah kerja Puskesmas. Dalam melaksanakan kegiatan Klinik Sanitasi masyarakat difasilitasi oleh petugas Puskesmas. Klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi Puskesmas dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasis lingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan lingkungan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. b. Petugas Klinik Sanitasi Adalah tenaga kesehatan lingkungan/tenaga kesehatan lain/tenaga pelaksana yang ditunjuk oleh pimpinan Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan Klinik Sanitasi. c. Pasien Penderita penyakit yang diduga berkaitan dengan kesehatan lingkungan yang dirujuk oleh Petugas Medis ke ruang Klinik Sanitasi atau yang ditemukan di lapangan baik oleh petugas medis/paramedis maupun petugas survey. d. Klien Masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas atau yang menemui petugas klinik sanitasi bukan sebagai penderita penyakit tetapi untuk berkonsultasi tentang masalah yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan. e. Ruang Klinik Sanitasi Adalah suatu ruangan atau tempat dalam gedung Puskesmas yang dipergunakan untuk penyuluhan dan konsultasi oleh petugas Klinik Sanitasi terhadap pasien dan klien. f. Bengkel Sanitasi Adalah suatu ruangan atau tempat yang dipergunakan untuk membuat, merawat, memperbaiki sarana air bersih dan sanitasi dan menyimpan peralatan yang

5 berkaitan dengan kegiatan kesehatan lingkungan, serta melatih keterampilan bagi masyarakat. g. Konseling Adapun hubungan komunikasi antara dua orang atau lebih antara petugas konseling dan pasien/klien yang memutuskan untuk bekerjasama sehingga pasien/klien dapat mengenali dan memecahkan masalah kesehatan lingkungan secara mandiri maupun dengan bantuan pihak lain. h. Kunjungan Rumah Adalah kegiatan yang dilakukan petugas Klinik Sanitasi ke rumah pasien/klien untuk melihat keadaan rumah dan lingkungannya sebagai tindak lanjut dari kunjungan pasien/klien ke Puskesmas (ruang Klinik Sanitasi) atau tindak lanjut dari penemuan pasien/klien di lapangan. i. Kegiatan dalam gedung Adalah upaya pelayanan Klinik Sanitasi yang dilakukan di dalam atau di lingkungan gedung Puskesmas j. Kegiatan luar gedung Adalah upaya Klinik Sanitasi yang dilakukan di luar gedung/lingkungan Puskesmas. k. Keluarga Binaan Adalah keluarga pasien, tetangga pasien atau keluarga klien yang perlu difasilitasi untuk mengatasi masalah perilaku hidup bersih dan sehat, penyakit berbasis lingkungan, dan masalah kesehatan lingkungan. l. Keluarga resiko tinggi Adalah keluarga yang mempunyai peluang untuk tertular dan menderita penyakit berbasis lingkungan.

6 II. TUJUAN KLINIK SANITASI 1. Umum Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif, kuratif, dan promotif yang dilakukan secara terpadu, terarah dan terus menerus. 2. Khusus a. Terciptanya keterpaduan kegiatan lintas program dan lintas sektor dalam program pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan dengan memberdayakan masyarakat. b. Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, kemampuan dan perilaku masyarakat (pasien dan Klien serta masyarakat di sekitarnya) untuk mewujudkan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat. c. Meningkatnya pengetahuan, kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi penyakit berbasis lingkungan serta masalah kesehatan lingkungan dengan sumber daya yang ada. d. Menurunnya angka penyakit berbasis lingkungan dan meningkatnya kondisi kesehatan lingkungan.

7 III. SASARAN 1. Penderita penyakit (pasien) yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan (yang datang ke Puskesmas atau yang diketemukan di lapangan). 2. Masyarakat umum (klien) yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan (yang datang ke Puskesmas atau yang menemui petugas Klinik Sanitasi di lapangan). 3. Lingkungan penyebab masalah bagi penderita/klien dan masyarakat sekitarnya.

8 IV. RUANG LINGKUP Ruang lingkup kegiatan Klinik Sanitasi mencakup berbagai upaya meliputi antara lain: 1. Penyediaan/penyehatan air bersih dan sanitasi dalam rangka pencegahan/ penanggulangan penyakit diare/cacingan/penyakit kulit/penyakit kusta/penyakit frambusia. 2. Penyehatan perumahan dalam rangka pencegahan penyakit ISPA/TB Paru. 3. Penyehatan lingkungan permukiman dalam rangka pencegahan penyakit demam berdarah dengue (DHF)/malaria/filariasis. 4. Penyehatan lingkungan tempat kerja dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyakit yang berhubungan dengan lingkungan/akibat kerja. 5. Penyehatan makanan/minuman dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyakit saluran pencernaan/keracunan makanan. 6. Pengamanan pestisida dalam rangka pencegahan dan penanggulangan keracunan pestisida 7. Penyakit atau gangguan kesehatan lainnya yang berhubungan dengan lingkungan.

9 V. STRATEGI OPERASIONAL 1. Inventarisasi masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan yang dihadapi masyarakat dengan cara pengumpulan data dan pemetaan yang berkaitan dengan penyakit, perilaku, sarana sanitasi dan keadaan lingkungan. 2. Mengintegrasikan intervensi kesehatan lingkungan dengan program terkait di Puskesmas dalam rangka pemberantasan penyakit berbasis lingkungan. 3. Menentukan skala prioritas penyusunan perencanaan dan pelaksanaan penanganan masalah kesehatan lingkungan dengan mempertimbangkan segala sumber daya yang ada dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait baik dalam lingkup kabupaten/kota maupun Puskesmas. 4. Menumbuhkembangkan peran serta masyarakat melalui kemitraan dengan kelembagaan yang sudah ada, misalnya Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), maupun kelompok swadaya masyarakat setempat (kelompok pengajian, kelompok arisan, dll) 5. Membentuk jaringan kerjasama antar kabupaten/kota/kecamatan yang merupakan satuan ekologis atau satuan epidemiologi penyakit. 6. Menciptakan perubahan dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. 7. Mengupayakan dukungan dana dari berbagai sumber antara lain masyarakat, swasta, pengusaha, dan pemerintah.

10 VI. KEGIATAN KLINIK SANITASI Kegiatan Klinik Sanitasi dilaksanakan di dalam gedung dan di luar gedung Puskesmas : 1. Dalam Gedung Puskesmas a. Pasien (penderita penyakit berbasis lingkungan) Semua pasien yang mendaftar di loket, setelah mendapat kartu status, diperiksa oleh petugas medis/paramedis Puskesmas (Dokter, Bidan, Perawat). Apabila pasien menderita penyakit berbasis lingkungan maka yang bersangkutan dirujuk ke ruang Klinik Sanitasi. Di ruang Klinik Sanitasi petugas Klinik Sanitasi mewawancarai pasien tentang penyakit yang diderita dikaitkan dengan lingkungan. Hasil wawancara dicatat dalam Kartu Status Kesehatan Lingkungan. Kemudian petugas Klinik Sanitasi melakukan konseling tentang penyakit yang diderita pasien dalam hubungannya dengan lingkungan. Selanjutnya petugas Klinik Sanitasi membuat janji kunjungan rumah dengan pasien dan keluarganya apabila diperlukan. Setelah konseling di ruang Klinik Sanitasi, pasien dapat mengambil obat di apotik Puskesmas (loket obat) kemudian pasien diperbolehkan pulang. Dengan kegiatan Klinik Sanitasi, Dokter/Bidan/Perawat dan Sanitarian dapat mengidentifikasi faktor resiko kesehatan yang dialami pasien/keluarga/masyarakat sekitarnya. b. Klien (Pengunjung bukan penderita penyakit) Klien mendaftar di loket, selanjutnya menuju ruang Klinik Sanitasi untuk melakukan konsultasi masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi. Petugas Klinik Sanitasi mencatat hasil wawancara dalam Kartu Status Kesehatan Lingkungan, kemudian petugas membuat janji dengan klien untuk kunjungan rumah apabila diperlukan. Secara rutin petugas Klinik Sanitasi menyampaikan segala permasalahan, cara penyelesaian masalah, hasil monitoring/evaluasi dan perencanaan Klinik Sanitasi dalam Mini Lokakarya Puskesmas yang melibatkan seluruh petugas Puskesmas. Dengan

11 demikian diharapkan seluruh petugas Puskesmas mengetahui pelaksanaan kegiatan Klinik Sanitasi sehingga Klinik Sanitasi dapat dilakukan secara integratif dalam lintas program. 2. Luar Gedung Puskesmas a. Kunjungan rumah (sebagai tindak lanjut kunjungan pasien/klien ke Puskesmas) Kunjungan rumah/lokasi merupakan tindak lanjut kesepakatan antara petugas Klinik Sanitasi dengan pasien/klien yang datang ke Puskesmas. Sebenarnya kunjungan ini merupakan kegiatan rutin dari petugas Puskesmas yang lebih dipertajam sasarannya, karena saat kunjungan petugas telah mempunyai data yang diperlukan dari hasil wawancara antara petugas dengan pasien/klien di ruang Klinik Sanitasi. Dalam kunjungannya Petugas Klinik Sanitasi sedapat mungkin mengikutsertakan Perawat dari Puskesmas Pembantu atau Bidan di Desa, untuk melakukan pengecekan fisik/klinis atas penyakit yang telah diobati tersebut (semacam kegiatan Perawatan Kesehatan Keluarga). Petugas Klinik Sanitasi membawa kartu status kesehatan lingkungan/register yang telah diisi saat kunjungan pasien ke ruang Klinik Sanitasi di Puskesmas sebelumnya. Untuk keperluan monitoring/surveilans, dalam kunjungan ini petugas klinik sanitasi mengisi kartu indeks lingkungan perilaku sehat, selanjutnya kartu ini secara berkala (1-3 bulan) diisi oleh kader atau bidan desa. Dalam kunjungan ke lapangan petugas Klinik Sanitasi mengajak Kader Kesehatan/Kesehatan Lingkungan, Pokmair (kelompok pemakai air), PKK, dan berkonsultasi/melibatkan LSM, Perangkat Desa, tokoh masyarakat dan pihak terkait lainnya, maksudnya agar masyarakat turut berperan aktif memecahkan masalah kesehatan yang timbul di lingkungan mereka sendiri. Diharapkan jika nanti timbul masalah yang serupa atau sejenis, mereka mampu menyelesaikan sendiri. Petugas klinik sanitasi maupun petugas kesehatan lain yang

12 mendampinginya dapat memberikan penyuluhan kepada pasien/klien dan keluarganya serta tetangga-tetangga pasien tersebut. Kunjungan tersebut perlu pula dikoordinasikan dengan Camat apabila perlu diintegrasikan bersama instansi/sektor lain yang mempunyai kegiatan di desa lokasi kegiatan Klinik Sanitasi dilaksanakan. Bila diperlukan koordinasi di Kabupaten/kota, maka Puskesmas dapat meminta bantuan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jika dibutuhkan pembangunan sarana sanitasi dengan biaya besar, (seperti pembangunan sistem perpipaan) yang tidak terjangkau oleh masyarakat setempat, petugas Klinik Sanitasi melalui Puskesmas dapat mengusulkan kegiatan tersebut kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti. b. Penemuan penderita melalui pencairan penderita secara aktif. Penemuan dan pengobatan secara intensif terhadap penderita, selain untuk menyembuhkan juga merupakan upaya pokok untuk menghilangkan sumber penularan yang berarti pemutusan mata rantai penularan. Di tiap kabupaten/kota diperlukan petugas lapangan, yang memiliki keterampilan penemuan, pengobatan, dan pelaporan penderita penyakit yang berbasis lingkungan. Petugas Klinik Sanitasi harus mengetahui penyakit menular apa yang menjadi prioritas di daerahnya, untuk kemudian mencari upaya pengendalian penyakit yang bersangkutan dengan cara-cara perbaikan lingkungan dimana penderita bertempat tinggal. Pada program-program pemberantasan penyakit yang ada komponen pencairan dan penemuan penderita di lapangan (misalnya malaria, TB Paru, Kusta, Frambusia), maka hasil penemuan penderita ini dilaporkan pada pertemuan evaluasi/perencanaan bulanan Puskesmas untuk diputuskan sebagai sasaran Klinik Sanitasi. Lokasi keluarga yang menderita penyakit berbasis lingkungan perlu dipetakan. c. Penemuan population at risk melalui pengumpulan data di lapangan

13 Beberapa cara yang dapat digunakan menentukan population at risk (penderita atau orang-orang yang secara epidemiologis mendapat resiko tertular penyakit berbasis lingkungan) antara lain sebagai berikut : - Prosedur Penilaian Cepat (Rapid Assessment Procedures=RAP) - Rapid Survey - Focus Group Discussion - Kartu Kesehatan Keluarga (K3), khusus untuk daerah proyek KKG/replikasi proyek KKG. - Indeks Potensi Keluarga Sehat (IPKS), khusus untuk daerah proyek KKG/replikasi proyek KKG. d. Pemetaan population at risk Petugas Klinik Sanitasi harus bekerjasama secara erat dengan tenaga epidemiologisurveilans Puskesmas (Tepus) dalam pengumpulan data, pengolahan, analisis dan pemetaan Population at risk dan faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit. Hasil pengumpulan data dari pencatatan yang ada di Puskesmas dan hasil kunjungan lapangan (klien/pasien) kemudian dilakukan pengolahan data dianalisis, kemudian dilakukan pemetaan terhadap jenis penyakit berbasis lingkungan menurut desa. Dari hasil analisis ditentukan: - Apa jenis penyakit berbasis lingkungan yang tertinggi di wilayah kerja Puskesmas tersebut. - Kelompok mana yang mungkin mendapat resiko tertinggi untuk terjangkit penyakit yang sama (kelompok resiko tinggi) - Di desa mana kasus penyakit tertinggi di wilayah kerja Puskesmas tersebut. Pemetaan ini dilakukan menurut sebaran penyakit (dapat dinilai dari satu sampai beberapa desa) dan pemetaan per desa. Pemetaan per desa dapat mencantumkan faktor lingkungan yang mempengaruhi penularan penyakit berbasis lingkungan. e. Intervensi rencana tindak lanjut

14 Selanjutnya dari hasil pengolahan data dan pemetaan disampaikan dalam rapat Mikro Planning Puskesmas, sehingga pimpinan Puskesmas mendapat data informasi untuk menentukan intervensi sebagai tindak lanjut dari hasil temuan. Intervensi pada klinik sanitasi ada dua alternatif, yaitu: - Intervensi dilakukan pada satu jenis penyakit di beberapa desa tertentu yang kasusnya sangat menonjol, atau - Intervensi dilakukan pada beberapa penyakit di satu desa. Penentuan prioritas penyakit yang akan diintervensi dengan mempertimbangkan berbagai aspek di bawah ini: a. Kegawatan penyakit b. Apakah menjadi program prioritas daerah/nasional c. Tingkat kesulitan dalam pemberantasan penyakit (segi teknis dan non teknis)

15 VII. SUMBER DAYA 1. Tenaga Pelaksana Untuk melaksanakan kegiatan Klinik Sanitasi diperlukan tenaga sebagai berikut : a. Tenaga kesehatan lingkungan di Puskesmas, dari Diploma 1 atau Diploma 3 kesehatan lingkungan atau Strata 1 kesehatan masyarakat. b. Tenaga kesehatan lain di Puskesmas seperti bidan, perawat kesehatan masyarakat, petugas gizi dan petugas lain yang ditunjuk oleh pimpinan Puskesmas. c. Tenaga pelaksana yang ditunjuk oleh pimpinan Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan Klinik Sanitasi (pekarya, sosial, ekonomi dll). Tenaga-tenaga tersebut di atas, bila perlu mendapat orientasi/pelatihan tentang Klinik Sanitasi. 2. Prasarana dan Sarana a. Ruangan Ruangan diperlukan untuk : - Ruang Klinik Sanitasi sebagai tempat dalam gedung Puskesmas yang dipergunakan penyuluhan dan konsultasi oleh petugas Klinik Sanitasi terhadap pasien dan klien. - Bengkel Klinik Sanitasi sebagai tempat yang dipergunakan untuk membuat, merawat, memperbaiki sarana air bersih dan sanitasi, menyimpan peralatan yang berkaitan dengan kegiatan kesehatan lingkungan, serta melatih keterampilan bagi masyarakat. b. Peralatan Peralatan Klinik Sanitasi berupa alat-alat perbaikan/pembangunan sarana air bersih dan sanitasi, cetakan sarana air bersih dan jamban keluarga, peralatan pengukuran kualitas lingkungan (air, tanah dan udara), alat-alat pengambilan sampel lingkungan dan sound system. c. Transportasi Untuk mendukung kegiatan Klinik Sanitasi di luar Puskesmas diperlukan alat transportasi.

16 d. Alat Peraga dan Media Penyuluhan Untuk kegiatan penyuluhan dan konseling diperlukan alat peraga maupun media penyuluhan antara lain : maket, media cetak (poster, leaflet, lembar balik, buku, majalah), media elektronik, dan lain-lain. e. Formulir Pencatatan dan Pelaporan Untuk pencatatan dan pelaporan diperlukan formulir sesuai dengan lampiran 3, 4, 5 dan 6. f. Buku Pedoman Untuk penyelenggaraan klinik sanitasi diperlukan buku pedoman terutama pedoman klinik sanitasi (Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi untuk Puskesmas, Pedoman Teknik Klinik Sanitasi untuk Puskesmas, Panduan Konseling bagi petugas Klinik Sanitasi, dan Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi untuk Puskesmas), dan buku-buku pedoman lain misalnya Pedoman Manajemen Puskesmas, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Pedoman Penyakit Malaria, Pedoman pemberantasan Penyakit Diare, Demam Berdarah Dengue, dll. 3. Sumber Dana Sumber dana untuk penyelenggaraan Klinik Sanitasi dapat diperoleh dari dana operasional Puskesmas APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/kota, BLN, kemitraan dan swadaya masyarakat.

17 VIII. PERAN DINAS KESEHATAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DALAM PENGEMBANGAN KLINIK SANITASI 1. Peran Unit Kesehatan Provinsi Seperti diketahui yang menangani masalah kesehatan di provinsi adalah Dinas Kesehatan Provinsi yang secara administrative dan taktis operasional di bawah Pemerintah Daerah Provinsi. Adapun tugas dinas Kesehatan Provinsi dalam pelaksanaan Klinik Sanitasi adalah : a. Memberi dukungan politis agar klinik sanitasi diakui sebagai bagian penting dalam pembangunan kesehatan dan proses pembangunan pada umumnya. b. Menyiapkan dukungan teknologi untuk memungkinkan pengelolaan Klinik Sanitasi menjadi suatu kegiatan operasional dalam proses pembangunan lingkungan dan perilaku sehat, termasuk pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG), dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. c. Merintis kemitraan (partnership) antara pemerintah dengan sektor swasta (private sector) dalam mengembangkan dan memperluas gagasan klinik sanitasi di berbagai unit pelayanan kesehatan lingkungan. d. Melibatkan organisasi profesi kesehatan (HAKLI, IAKMI, dsb) dalam pengembangan program klinik sanitasi terutama dalam supervise dan monitoring/evaluasi. e. Mengembangkan sistem informasi manajemen yang berkaitan dengan Klinik Sanitasi. 2. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Seperti halnya di provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertugas melaksanakan program kesehatan di wilayah kabupaten/kota. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara administratif dan taktis operasional dibawah Pemerintah Kabupaten/Kota. Tugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Klinik Sanitasi adalah : a. Melaksanakan perencanaan, penggerakan, pengawasan, pengendalian, dan penilaian.

18 b. Melakukan koordinasi dengan Bappeda Kabupaten/Kota dalam merencanakan kebutuhan dan mengusulkan dana. c. Menetapkan strategi dan kebijaksanaan operasional. d. Mengembangkan indikator keberhasilan, penetapan standar keberhasilan, sistem informasi manajemen, dan teknologi tepat guna sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh kabupaten/kota. e. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyusun buku pedoman teknis pelaksanaan di tingkat Puskesmas tentang tugas-tugas spesifik. f. Dinas kesehatan Kabupaten/Kota mendorong Puskesmas untuk melaksanakan dan mengembangkan kegiatan klinik sanitasi. g. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam melaksanakan kegiatan Klinik Sanitasi (pelatihan, seminar, studi banding) 3. Peran Puskesmas dan Masyarakat a. Peran Puskesmas Puskesmas adalah unit terdepan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Pembangunan kesehatan meliputi pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga, serta pelayanan kesehatan. Dalam melaksanakan kegiatan klinik sanitasi Puskesmas mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut: 1) Menyelenggarakan pelaksanaan dan penilaian kegiatan Klinik Sanitasi di dalam maupun di luar gedung Puskesmas. 2) Melakukan pengumpulan pengolahan dan analisis data tentang kualitas lingkungan (data sarana air bersih dan sanitasi), penyakit berbasis lingkungan dll. 3) Pengawasan, penilaian dan perbaikan kualitas lingkungan. 4) Mencari menggali dan mengelola sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah, masyarakat, swasta, dan sumber lain untuk kegiatan Klinik Sanitasi.

19 5) Melakukan pencegahan dan penanggulangan pada kasus-kasus penyakit berbasis lingkungan. 6) Memberikan pelatihan dan bantuan teknis (pemanfaatan, pemeliharaan dan perbaikan) bagi tokoh-tokoh masyarakat, kader, swasta, dsb. 7) Menyiapkan tenaga, ruang klinik sanitasi/bengkel sanitasi dan peralatannya termasuk pengadaan media penyuluhan. 8) Melakukan pembinaan masyarakat melalui penyuluhan dan konseling, dll. 9) Mendayagunakan tenaga lapangan PPM & PL dan bidan di desa untuk mendukung kegiatan klinik sanitasi. 10) Koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor dalam kegiatan Klinik Sanitasi termasuk membina kemitraan dengan unsur terkait (LSM, Pengusaha, swasta, PKK, Pramuka) di wilayahnya. 11) Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang pelaksanaan Klinik Sanitasi. b. Peran Masyarakat Masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), tokoh masyarakat, dan tokoh agama, juga mempunyai tugas dan fungsi dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui Klinik Sanitasi sebagai berikut: 1) Membina keluarga binaan 2) Ikut serta melakukan inventarisasi data sarana kesehatan lingkungan: jamban, air bersih, limbah, perumahan, dan lain sebagainya. 3) Menggali dan memanfaatkan sumber daya setempat untuk kepentingan intervensi kesehatan lingkungan. 4) Melakukan pengorganisasian dan pendanaan masyarakat untuk upaya meningkatkan kualitas lingkungan. 5) Mengembangkan cara penilaian dan pemantauan oleh masyarakat sendiri.

20 IX. HAMBATAN, TANTANGAN DAN PELUANG 1. Hambatan Beberapa hambatan yang mungkin dijumpai dalam pelaksanaan Klinik Sanitasi : a. Masih terbatasnya tenaga Puskesmas untuk melaksanakan klinik sanitasi, termasuk terbatasnya tenaga dengan latar belakang pendidikan kesehatan lingkungan di Puskesmas sebagai tenaga Klinik Sanitasi. Kegiatan Klinik Sanitasi belum menjadi prioritas bagi Puskesmas. b. Terbatasnya jangkauan petugas klinik sanitasi untuk membina desa yang berada dalam wilayah Puskesmas (ratio Puskesmas desa : 9,6) hal ini disebabkan oleh berbagai hal antara lain jumlah desa, luas wilayah, kondisi geografis dan terbatasnya sarana transportasi. c. Terbatasnya dana yang berasal dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota dan masyarakat untuk kegiatan klinik sanitasi. 2. Peluang Beberapa peluang yang mungkin ditemui antara lain : a. Adanya dana operasional di Puskesmas yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan klinik sanitasi. b. Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi kasus yang terjadi. c. Adanya mekanisme mini lokakarya di Puskesmas yang dapat digunakan untuk pengembangan dan koordinasi kegiatan klinik sanitasi d. Pendayagunaan tenaga kesehatan lingkungan yang saat ini bekerja di luar bidang tugasnya untuk pelaksanaan Klinik Sanitasi. e. Adanya program sektor lain yang terkait dialokasikan di desa yang dapat menunjang kegiatan Klinik Sanitasi. f. Semakin meningkatnya partisipasi masyarakat di bidang pembangunan di desa akibat dari pemberdayaan masyarakat sebagai subyek pembangunan yang diterapkan selama ini. g. Telah tersedianya alat (water test kit, media penyuluhan) h. Penerapan paradigma sehat yang selaras dengan pelaksanaan Klinik Sanitasi.

21 X. KRITERIA KEBERHASILAN Keberhasilan pelaksanaan Klinik Sanitasi ini dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator: 1. Langsung a. Meningkatnya kunjungan klien dan menurunnya kunjungan pasien Klinik Sanitasi b. Meningkatnya cakupan dan jumlah sarana air bersih dan sanitasi yang memenuhi syarat dari swadaya masyarakat. c. Meningkatnya kunjungan petugas Klinik Sanitasi ke rumah pasien/klien. 2. Tak Langsung a. Menurunnya angka kejadian penyakit yang berbasis lingkungan seperti Diare / Cacingan / Penyakit Kulit, ISPA / TB-Paru, Demam Berdarah, Malaria, Penyakit akibat kerja, penyakit saluran pencernaan dan keracunan. b. Terciptanya hubungan dan kerjasama yang baik antara lintas program dan lintas sektor di wilayah kerja Puskesmas.

22 XI. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI 1. Pencatatan a. Petugas Klinik Sanitasi mencatat kegiatan-kegiatan yang dikerjakan baik dalam gedung maupun luar gedung, dalam format pencatatan Klinik Sanitasi (register, kartu status kesehatan). Kartu Status Kesehatan Lingkungan, Kartu Rumah dan formulir lain yang diperlukan. b. Petugas Klinik Sanitasi mengolah data kegiatan di dalam dan luar gedung. c. Petugas Klinik Sanitasi membuat penyajian/visualisasi data dalam bentuk peta, grafik atau tabel yang diperbaharui secara periodik (bulanan, kuartalan, dan tahunan). 2. Pelaporan a. Puskesmas yang melaksanakan kegiatan ini melaporkannya kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai format yang telah ada. b. Laporan diberikan secara periodik (bulanan, kuartalan, dan tahunan). 3. Pemantauan dan Penilaian a. Pemantauan untuk mengetahui hambatan serta peluang dilaksanakan tiap bulan saat mini lokakarya Puskesmas, yang akan dipakai untuk perbaikan pelaksanaan Klinik Sanitasi sebagai bahan untuk peningkatan kinerja petugas Klinik Sanitasi. b. Evaluasi dilaksanakan secara lintas program/lintas sektor pada akhir tahun yang hasilnya dapat digunakan untuk penyusunan program kerja tahun berikutnya.

23 XII. PERANAN BERBAGAI PIHAK DALAM TINDAK LANJUT PERBAIKAN KUALITAS LINGKUNGAN Berbeda dengan masalah penyakit yang timbul akibat lingkungan yang tidak sehat yang dapat diatasi/ditangani sektor kesehatan sendiri mulai dari penemuan kasus sampai pada pengobatan sehingga penderita memperoleh kesembuhan, namun untuk faktor lingkungan tidak dapat ditangani sendiri oleh sektor kesehatan. Dalam hal ini diperlukan peran dari berbagai pihak untuk memperbaiki kualitas, sebab bilamana kualitas lingkungan tidak diperbaiki, akan berpengaruh terhadap kesembuhan penyakit yang dialami penderita. Perwujudan dalam pelaksanaan perbaikan kualitas lingkungan dapat dilakukan melalui pertemuan/rapat koordinasi pembangunan baik di kabupaten/kota atau kecamatan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Klinik sanitasi adalah upaya atau kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai agen penyakit. Penyakit yang penyebab utamanya berakar pada

BAB I PENDAHULUAN. berbagai agen penyakit. Penyakit yang penyebab utamanya berakar pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi yang buruk dapat menjadi media transmisi dan perkembangan berbagai agen penyakit. Penyakit yang penyebab utamanya berakar pada masalah kesehatan lingkungan

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN PROGRAM KESLING LAPORAN TAHUNAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN BAB I UMUM 1.1. PENDAHULUAN

LAPORAN TAHUNAN PROGRAM KESLING LAPORAN TAHUNAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN BAB I UMUM 1.1. PENDAHULUAN LAPORAN TAHUNAN PROGRAM KESLING LAPORAN TAHUNAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN BAB I UMUM 1.1. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat di pengaruhi oleh empat faktor utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat di pengaruhi oleh empat faktor utama yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat di pengaruhi oleh empat faktor utama yaitu faktor lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis serta dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN (KESLING) PUSKESMAS MANIMPAHOI

KERANGKA ACUAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN (KESLING) PUSKESMAS MANIMPAHOI KERANGKA ACUAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN (KESLING) A. PENDAHULUAN Upaya kesehatan lingkungan adalah pengendalian factor-faktor risiko lingkungan fisik, biologis,social yang dapat menimbulkan hal-hal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM KLINIK SANITASI PUSKESMAS KOTA BUKITTINGGI

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM KLINIK SANITASI PUSKESMAS KOTA BUKITTINGGI GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM KLINIK SANITASI PUSKESMAS KOTA BUKITTINGGI SKRIPSI Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG, PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG Jl. Lintas Malindo Entikong (78557) Telepon (0564) 31294 Email : puskesmasentikong46@gmail.com KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemapuan hidup sehat bagi setiap orang agar

BAB 1 : PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemapuan hidup sehat bagi setiap orang agar BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemapuan hidup sehat bagi setiap orang agar

Lebih terperinci

LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN WALIKOTA PADANG TAHUN 2009

LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN WALIKOTA PADANG TAHUN 2009 LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN WALIKOTA PADANG TAHUN 2009 A. VISI DAN MISI VISI Gambaran masyarakat Kota Padang yang ingin dicapai melalui Pembangunan Kesehatan adalah sebagai berikut: Padang Sehat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Eliminasi Malaria di Daerah; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 67 TAHUN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014 PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014 PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS TAMAMAUNG DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN...... 2 BAB II GAMBARAN UMUM PUSKESMAS...

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kesehatan lingkungan sebagai salah satu upaya kesehatan ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kesehatan lingkungan sebagai salah satu upaya kesehatan ditujukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan lingkungan sebagai salah satu upaya kesehatan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun social yang memungkinkan

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN. tahun. Berikut data ketenagaan pegawai di Puskesmas Banguntapan III per 31

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN. tahun. Berikut data ketenagaan pegawai di Puskesmas Banguntapan III per 31 BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN A. KETENAGAAN Situasi ketenagaan di Puskesmas Banguntapan III berubah dari tahun ke tahun. Berikut data ketenagaan pegawai di Puskesmas Banguntapan III per 31 Desember

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Puskesmas sebagai organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu: faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Keempat faktor tersebut saling

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN LOMBOK UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan melalui perencanaan yang baik dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan melalui perencanaan yang baik dan efektif. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan 2.1.1 Pengertian Perencanaan Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan adalah suatu proses untuk mengembangkan

Lebih terperinci

Dalam Pokok bahasan ini akan diuraikan secara ringkas berbagai pendekatan dan bentuk

Dalam Pokok bahasan ini akan diuraikan secara ringkas berbagai pendekatan dan bentuk BENTUK BENTUK PENDEKATAN DAN PARTISIPASI / PERAN SERTA MASYARAKAT T SERTA PENGORGANISASIAN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT Dalam Pokok bahasan ini akan diuraikan secara ringkas berbagai pendekatan dan bentuk

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA PANITIA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RSIA CITRA INSANI

PROGRAM KERJA PANITIA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RSIA CITRA INSANI PROGRAM KERJA PANITIA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RSIA CITRA INSANI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CITRA INSANI 2014 I. PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan I. Latar Belakang Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Permenkes ini diantaranya, bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tuberkulosis 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT UPT. PUSKESMAS SOTEK

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT UPT. PUSKESMAS SOTEK Upt. Puskesmas Waru KERANGKA ACUAN No. Kode : PKM- STK-/V.2015 Terbitan : Mei 2015 No. Revisi : 00 Tgl. Mulai Berlaku : 01/06/2015 Halaman : 1/15 Ditetapkan Oleh Kepala Upt. Puskesmas Sotek H.Sudarman,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: a. BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN POSBINDU PTM

KERANGKA ACUAN KEGIATAN POSBINDU PTM KERANGKA ACUAN KEGIATAN POSBINDU PTM A. Pendahuluan Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) Paru merupakan salah satu jenis penyakit generatif yang telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yang menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting bagi manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita bangsa jika diselenggarakan oleh manusia yang cerdas dan sehat. Pembangunan kesehatan merupakan bagian

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 PRIORITAS 3 Tema Prioritas Penanggung Jawab Bekerjasama dengan PROGRAM AKSI BIDANG KESEHATAN Penitikberatan pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai masa depan dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku hidup bersih dan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di masa yang lampau sistem kesehatan lebih banyak berorientasi pada penyakit, yaitu hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

Penanggulangan Penyakit Menular

Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan. Upaya pencegahan dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang World Malaria Report (2011) menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga pembentukan, penyelenggaraan dan pemanfaatannya memerlukan peran serta aktif masyarakat dalam bentuk

Lebih terperinci

Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program disegala bidang secara

Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program disegala bidang secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program disegala bidang secara menyeluruh, terarah, dan berkesinambungan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan dan gizi merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan pesatnya perkembangan Ilmu

Lebih terperinci

Nomor SOP Tgl Pembuatan Tgl Revisi Tgl Efektif. Nama SOP

Nomor SOP Tgl Pembuatan Tgl Revisi Tgl Efektif. Nama SOP DINAS KESEHATAN KABUPATEN BONE UPTD PUSKESMAS PALAKKA 1. SOP PELAYANAN Nomor SOP Tgl Pembuatan Tgl Revisi Tgl Efektif Disahkan oleh Nama SOP KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BONE dr. Hj. Khasma, M. Kes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT ( PERKESMAS ) PUSKESMAS KESAMBEN TAHUN I. Pendahuluan

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT ( PERKESMAS ) PUSKESMAS KESAMBEN TAHUN I. Pendahuluan PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS KESAMBEN Jl. Raya Kesamben No. 3A Kecamatan Kesamben Kode Pos : 61484 Telp. 085655075735 Fax - Email : pkmkesamben@gmail.com Website : puskesmaskesamben.blogspot.com

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET PROGRAM /KEGIATAN (1) (2) (3) (4) (5) I Meningkatnya kualitas air 1 Persentase

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KUNJUNGAN RUMAH

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KUNJUNGAN RUMAH KERANGKA ACUAN KEGIATAN KUNJUNGAN RUMAH 1. PENDAHULUAN Permasalahan kesehatan yang dihadapi sampai saat ini cukup kompleks, karena upaya kesehatan belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan

Lebih terperinci

PUSKESMAS 3 April 2009

PUSKESMAS 3 April 2009 PUSKESMAS 3 April 2009 By Ns. Eka M. HISTORY Thn 1925 Thn 1951 Thn 1956 Thn 1967 Hydrich Patah- Leimena Y. Sulianti Ah.Dipodilogo > Morbiditas & Mortalitas Bandung Plan Yankes kuratif & preventif Proyek

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG BERKUALITAS Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

Surveilans Berbasis Masyarakat Surveilans berbasis masyarakat merupakan upaya kesehatan untuk melakakun penemuan kasus/masalah kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat yang kemudian diupayakan pemecahan

Lebih terperinci

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, karena dengan tubuh yang sehat atau fungsi tubuh manusia berjalan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) yang melaksanakan sebagian tugas dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) sebagai organisasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah dalam bidang kesehatan. Tugas

Lebih terperinci

3. BAB I. PENDAHULUAN

3. BAB I. PENDAHULUAN 3. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Spasial Kesehatan Perkotaan Terlampauinya kemampuan kota dalam mendukung fungsinya sendiri menjadikan munculnya berbagai permasalahan kota. Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria tersebar hampir di seluruh dunia yaitu antara garis 60 lintang utara dan 40 lintang selatan, meliputi

Lebih terperinci

Perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif masyarakat mengutamakan pelayanan promotif dan preventif

Perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif masyarakat mengutamakan pelayanan promotif dan preventif Perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif masyarakat mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu keadaan yang optimal baik dari segi badan, jiwa maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS 1. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular

Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Oleh : Agus Samsudrajat S, SKM Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius). Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spriritual yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spriritual yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perawat 1. Pengertian Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,

Lebih terperinci

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pendidikan pasien dan keluarga membantu pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan dan mendapat

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD Nomor : Revisi Ke : Berlaku Tgl: KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD UPT KESMAS TAMPAKSIRING 1. Pendahuluan Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan tertuang dalam Undang- Undang No 36 Tahun 2009. Kesehatan merupakan suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental,

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, No.16, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Di Fasilitas Kawasan Terpencil. Sangat Terpencil. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Kepala Puskesmas Wara Barat Nomor : / SK / PKM - WB / I Tanggal : Januari 2015 PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs) poin ketiga yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KOTAMOBAGU DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS GOGAGOMAN. Jl. Inpres, Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat 95716

PEMERINTAH KOTA KOTAMOBAGU DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS GOGAGOMAN. Jl. Inpres, Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat 95716 PEMERINTAH KOTA KOTAMOBAGU DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS GOGAGOMAN Jl. Inpres, Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat 95716 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Pada misi V yaitu Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat telah didukung dengan 8 sasaran sebagai

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 32 TAHUN 2012 BERITA DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2012 NOMOR 32 TENTANG

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 32 TAHUN 2012 BERITA DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2012 NOMOR 32 TENTANG SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 32 TAHUN 2012 BERITA DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2012 NOMOR 32 PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Perawatan Kesehatan Masyarakat Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu sektor pembangunan nasional adalah pembangunan di bidang kesehatan. Adapun tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup

Lebih terperinci

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47 2 KESEHATAN AWAL TARGET SASARAN MISI 212 213 214 215 216 217 218 218 Kunjungan Ibu Hamil K4 % 92,24 95 95 95 95 95 95 95 Dinas Kesehatan Jumlah Ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,

Lebih terperinci