Bab 2. Regulasi Aircrew. 2.1 Peraturan Terbang Homebase Lisensi Pilot

dokumen-dokumen yang mirip
FRACTIONAL AIRCRAFT OWNERSHIP

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. kita baru saja membenahi kondisi perekonomian yang cukup pelik,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 112 TAHUN 2017 TENTANG

HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut dengan istilah Official schedule adalah schedule. penerbangan yang dihasilkan oleh operations center system dan dalam

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung

Siti Nurasyiah dan Toto Sugiharto 1) Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma 1)

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada abad ke 21 ini yang merupakan era kompetisi global, setiap perusahaan

Dosen Konsultasi : Ir. Hera Widiastuti, MT. Ayu Aprilischa ( )

BAB I PENDAHULUAN. alamnya sudah tersohor hingga ke dunia internasional. Dengan luas provinsi

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Perkembangan PT Indonesia Air Transport Tbk.

BAB V PENUTUP. 1. Implementasi Sistem Manajemen K3 pada PT.Merpati terbagi menjadi tiga

PREDIKSI TINGKAT PERTUMBUHAN PENUMPANG DAN EVALUASI PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL DI INDONESIA

Septiyani Putri Astutik 1) STTKD Yogyakarta. Abstrak

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Cabang Rute Tersibuk Penerbangan Lion Air Tahun 2005

BAB 1 PENDAHULUAN. gegap gempita. Peta dunia industri penerbangan dalam negeri pun berubah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN KEDATANGAN DAN PEMBERANGKATAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS PADA BANDARA HANG NADIM BATAM)

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENEMPATAN HELIKOPTER SAR (SEARCH AND RESCUE) DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Yune Andryani Pinem 1), Made Yukta Dewanti 2) Program Studi D3 Manajemen Transportasi Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan.

BAB III METODOLOGI. 3.1 Integrated Operation Control System. Gambar 3.1 IOCS yang di implementasikan di Garuda Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berlipatnya pertumbuhan maskapai penerbangan yang berkembang sangat cepat

PEDOMAN PENGOPERASIAN, PERAWATAN, DAN PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG MICROLIGHT TRIKE

Lalu Fahmi Yasin 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGUMPULAN DATA

MODEL KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang luas yang terdiri dari banyak pulau.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

1 BAB I PENDAHULUAN. memerlukan transportasi untuk menghubungkan masyarakat disuatu

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. NOMOR :rp 280 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN SLOT TIME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peningkatan permintaan jumlah penumpang Sumber : Cetak Biru Transportasi Udara. Universitas Sumatera Utara

PENGEMBANGAN MODEL AIRLINE ROSTERING SYSTEM MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL EVOLUTION

PENANGANAN PENUMPANG WCHR (WHEEL CHAIR) DI PT. GAPURA ANGKASA BANDARA SOEKARNO-HATTA CENGKARENG JAKARTA. Vidyana Mandrawaty STTKD Yogyakarta

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan berkembangnya banyak sekali maskapai mulai dari Garuda Indonesia, Lion

PENYELESAIAN MASALAH CREW PAIRING MASKAPAI PENERBANGAN DENGAN 0-1 INTEGER PROGRAMMING ANNE YULIANA UTAMI DEWI

TINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI

2 Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tenta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi bukan hanya mengubah proses. bisnis organisasi, tetapi juga mengubah gaya hidup masyarakat.

Tingkat Kelelahan Pilot Indonesia dalam Menerbangkan Pesawat Komersial Rute Pendek

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan sarana transportasi yang menunjang proses kehidupan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. secara global akan meningkatkan perjalanan udara sebesar 1 2.5%

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv INTISARI... v ABSTRACT

Pemodelan Jadwal Keberangkatan Pesawat Transit di Bandara Dengan Menggunakan Aljabar Maxplus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Universitas Bina Nusantara

MASALAH GROUND-HOLDING DENGAN DUA TERMINAL DALAM PENGENDALIAN LALU LINTAS UDARA

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh kalangan masyarakat, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain di

BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Berdasarkan letak

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi INTISARI...

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan PT. AirAsia Indonesia

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Struktur Hirarki

MODEL SISTEM ANTRIAN PESAWAT TERBANG DI BANDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

Wawan Riyanta 1) 1) Dosen Program Studi D4 Manajemen Transportasi Udara Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Tim Leader Konsultan Pelaksana

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

BMKG PRESENTASI KEPALA STASIUN METEOROLOGI KELAS I NGURAH RAI DENPASAR, BALI

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menjanjikan terutama di Pulau Bali. Karena Pulau Bali di kenal

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI INTEGRASI ANALISA CRUISE, LANDING, DAN TAKEOFF

INDONESIA DOMESTIC. minimum 2 pax

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI V DPR RI KE BANDARA SOEKARNO-HATTA, PROVINSI BANTEN DALAM RANGKA PENINJAUAN TERBAKARNYA TERMINAL 2E

ANALISIS KEBUTUHAN PARKIR B BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU ( STUDI KASUS KENDARAAN RODA EMPAT )

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 319 TAHUN 2017 TENTANG TIM PENGAWASAN PENANGANAN BAGASI PENUMPANG DI BANDAR UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jasa pelayanan maskapai penerbangan dari tahun ke tahun

PENGARUH JUMLAH KETERBATASAN PARKING STAND AREA TERHADAP KETERLAMBATAN KEDATANGAN PESAWAT KOMERSIAL DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA BANDUNG

Daftar Kecelakaan Pesawat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

Landasan Teori. Service Excellent

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2,

Oleh : Heldi Usman

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

EVALUASI KECELAKAAN LALULINTAS SELAMA MUDIK LEBARAN MELALUI JALUR DARAT DI INDONESIA TAHUN 2015 DAN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT PROVINSI BALI FEBRUARI 2014

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana:

Transkripsi:

Bab 2 Regulasi Aircrew PT. Garuda Indonesia (Persero) mempunyai peraturan - peraturan kerja untuk setiap crew yang harus dipenuhi sebelum membuat jadwal kerja crew. Peraturan- peraturan kerja ini merupakan kendala yang harus dipenuhi. Berikut adalah peraturanperaturan kerja PT. Garuda Indonesia (Persero). 2.1 Peraturan Terbang Dalam melakukan tugasnya sebagai cockpit crew yang mengemudikan pesawat, seorang pilot harus mematuhi beberapa peraturan terbang. Peraturan terbang ini merupakan prosedur operasional untuk melakukan suatu penerbangan. Beberapa peraturan terbang mengatur batas waktu aman seorang pilot boleh mengemudikan pesawat. Peraturan terbang ini dibuat untuk keselamatan penerbangan. 2.1.1 Homebase Setiap satu pairing penerbangan, selalu di mulai dari homebase dan diakhiri di homebase. oleh karena itu, crew juga memulai penerbangan dari homebase. untuk cockpit crew, homebase berada di bandara internasional Soekarno-Hatta yang mempunyai kode bandara CGK. sedangkan cabin crew mempunyai dua homebase, yaitu bandara internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng dan bandara internasional Ngurah Rai di Denpasar Bali dengan kode bandara DPS. 2.1.2 Lisensi Pilot Untuk menerbangkan sebuah pesawat terbang, seorang pilot memerlukan lisensi. Tingkatan lisensi pilot disesuaikan dengan jenis pesawat yang bisa diterbangkan 5

oleh pilot yang bersangkutan. Berikut jenis-jenis lisensi pilot dari tingkatan yang paling awal: 1. B733-735 2. B736-738 3. A330 4. B747 2.1.3 Flight Duty Time (FDT) Flight Duty Time adalah periode waktu saat crew memberikan laporan di bandara sebelum melakukan penerbangan aktif hingga pesawat mendarat dan parkir di bandara tujuan. Waktu maksimum FDT untuk masing-masing crew adalah 14 jam per satu hari. Seorang crew tidak diperbolehkan untuk bekerja jika dalam satu hari FDT nya telah melebihi batas maksimum. 2.1.4 Flight Time (FT) Flight Time adalah periode waktu saat pesawat bergerak untuk terbang hingga mendarat dan parkir di bandara tujuan. Batas maksimum waktu terbang berbeda untuk cockpit crew dan cabin crew. Berikut adalah aturan FT untuk crew : 1. Regular crew (2 pilot) FT maksimum 9 jam per hari FT maksimum 30 jam per minggu FT maksimum 110 jam per bulan FT maksimum 1050 jam per tahun 2. Enlarge crew (3 pilot) FT maksimum 12 jam per hari FT maksimum 120 jam per minggu FT maksimum 300 jam per bulan 6

FT maksimum 1050 jam per tahun 3. Enlarge crew (4 pilot) FT maksimum 12 jam per hari FT maksimum 120 jam per minggu FT maksimum 350 jam per bulan FT maksimum 1050 jam per tahun 4. Cabin crew FT maksimum 20 jam per 2 hari FT maksimum 24 jam per 3 hari 2.1.5 Transit Time (TT) Transit time adalah periode waktu pesawat untuk parkir sementara di bandara tujuan sebelum memulai kembali penerbangan berikutnya. Berikut aturan waktu pada saat transit : 1. Minimum 40 menit untuk pesawat jenis B747 dan A330 2. Minimum 35 menit untuk pesawat jenis B733-735 dan B738 2.1.6 Transportation Time Transportation time merupakan waktu perjalanan yang diberikan kepada crew untuk tiba di bandara tempat crew bertugas dari tempat tinggal crew tersebut. Berikut aturan waktu transportation time: 1. 90 menit jika berada di homebase (CGK) 2. 60 menit jika berada di DPS (Denpasar) sebagai base untuk flight attendant 3. 45 menit jika berada di bandara lain (lay over station) 7

2.1.7 Deadhead Setiap crew harus memulai tugasnya dari dan kembali ke homebase. Namun terkadang jadwal tugas terbang yang dimiliki bukan dimulai dari bandara homebase. Untuk memenuhi tugasnya tersebut, crew ditransfer ke bandara tersebut atau diantar kembali ke bandara homebase dengan penerbangan lain. Keadaan seperti ini disebut deadhead. Karena hanya menumpang dan tidak mengemudikan pesawat, waktu terbang (flight time) crew tidak akan bertambah. Namun flight duty time crew tersebut tetap bertambah selama terbang. 2.2 Rest Time Rest time merupakan periode waktu set crew bebas dari kegiatan penerbangan (off duty). 2.2.1 Rest Period Rest period merupakan waktu istirahat yang diberikan kepada crew ketika flight duty timenya hampir mencapai batas maksimum. Lamanya waktu istirahat adalah 9 jam. Ditambah 180 menit jika crew tersebut berada di CGK, ditambah 90 menit jika berada di DPS, dan ditambah 75 menit jika berada di bandara lain. 2.2.2 Hari Libur (Day Off ) Hari libur bagi crew sebanyak delapan hari per bulan. Satu hari libur diberikan kepada air crew yang telah bekerja selama enam hari berturut-turut. 2.2.3 Cuti Tahunan (Annual Leave) Cuti tahunan yang didapatkan aircrew diatur sesuai dengan tahun pelayanan yang sudah dilakukan oleh masing-masing crew 1. Cockpit Crew (a) 1-6 tahun : 21 hari (b) 6-16 tahun : 28 hari (c) lebih dari 16 tahun : 35 hari 2. Cabin Crew 8

(a) 1-6 tahun : 14 hari (b) 6-16 tahun : 21 hari (c) lebih dari 16 tahun : 28 hari 2.2.4 Recurrent Training Setiap crew diwajibkan untuk mengikuti kembali training. Untuk cockpit crew training dilakukan dua kali dalam satu tahun. Cabin crew melakukan training satu kali dalam satu tahun. Waktu minimum training per crew selama 40 jam atau sekitar lima hari per tahun. 2.2.5 Tes Kesehatan (Medical Examination) Tes kesehatan diikuti oleh cockpit crew satu hari per enam bulan, sedangkan untuk cabin crew tes kesehatan dilakukan satu hari per tahun. 2.3 Ilustrasi Pairing Berikut adalah ilustrasi yang menggambarkan suatu pairing dengan Flight Time, Flight Duty Time, Deadhead, dan Rest Time. Gambar 2.1: Diagram Work And Rest Tanpa Deadhead 9

Gambar 2.2: Diagram Work And Rest Dengan Deadhead 10