BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR (Nuclear Energy Regulatory Agency)

dokumen-dokumen yang mirip
Budaya Keselamatan (Terjemahan dokumen IAEA Safety Report 75-INSAG-4: Safety Culture)

GEJALA MELEMAHNYA BUDAYA KESELAMATAN

Keselamatan Instalasi Nuklir

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan

KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA

DEPARTEMEN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN

Review dan Penilaian Fasilitas Nuklir oleh Badan Pengawas

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari

3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN

AUDIT MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI

DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN UMUM...6

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum PT. Freshklindo Graha Solusi

Standar Jasa Akuntansi dan Review memberikan panduan yang berkaitan dengan laporan keuangan entitas nonpublik yang tidak diaudit.

Kebijakan NEPCon untuk Penyelesaian Sengketa

Evaluasi Program Pelatihan

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI

2. PENGEMBANGAN BATAS-BATAS DAN KONDISI-KONDISI OPERASIONAL

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI NO.SKB.003/SKB/I/2013

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL PROGRAM PASCASARJANA UNHAS

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

Catatan informasi klien

PT INDO KORDSA Tbk. PIAGAM AUDIT INTERNAL

Kuesioner Iklim Keselamatan Kerja Nordic

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BUKU PENILAIAN

Manajemen Program Kesehatan

PEDOMAN KNAPPP 01:2005. Kata Pengantar

Nilai-Nilai dan Kode Etik Grup Pirelli

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN RISIKO TI

NILAI-NILAI DAN KODE ETIK GRUP PIRELLI

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PRINSIP 1: KOMITMEN DAN KEBIJAKAN PRINSIP 2: PERENCANAAN

PERENCANAAN Tujuan Instruksional Materi Pembahasan

Standar Audit SA 250. Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU INTERNAL SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL STIKES HARAPAN IBU JAMBI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) EMPAT DISIPLIN MENJADI ORGANISASI YANG SEHAT

tempat. Teori Atribusi

BUDAYA KESELAMATAN DI BIDANG PEMELIHARAAN PLTN

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG FXPRIMUS

PANITIA PEMBINA KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA ( P2K3 ) Keselamatan & Kesehatan Kerja

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

Total Quality Purchasing

K A T A P E N G A N T A R

BAB I PENDAHULUAN. sebaliknya yang lemah akan menghambat dan bertentangan dengan tujuan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 9 /PBI/2012 TENTANG UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT

Kebijakan Pengungkap Fakta

2013, No BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN 1 OHSAS 18001:2007

MEKANISME KELUHAN PEKERJA

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN

Keyakinan Etis Kesediaan untuk mempertahankan etika

SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH. Sumber: PSA No.

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Komite Audit Pasak. 1. Tujuan. 2. Organisasi. Dokumen ini menguraikan tujuan, organisasi, tugas- tugas, dan pertanggungjawaban

Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3

BAB V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN

Kode Perilaku VESUVIUS: black 85% PLC: black 60% VESUVIUS: white PLC: black 20% VESUVIUS: white PLC: black 20%

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN. Setelah melalui serangkaian proses pengamatan empirik, kajian teoritik, penelitian

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000

Code of Conduct Pada Keselamatan Reaktor Riset

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

Risk Leadership Kepemimpinan yang berani mengambil risiko

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #5 Ganjil 2015/2016

FR-APL-01. FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKASI KOMPETENSI

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

PERTEMUAN #8 PENGELOLAAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN K3 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

PANDUAN KERJA 1 IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI KEPALA SEKOLAH

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA MANAJEMEN K3

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN.. 1

PEDOMAN & TATA TERTIB SATUAN PENGAWASAN INTERNAL PT WIJAYA KARYA BETON Tbk

PENGELOLAAN KOMUNIKASI DAN PENERAPAN K3

Kamar Kecil. Merokok. Agenda. Telepon selular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya, perbedaan yang begitu mendasar mengenai pengertian audit

Standar Audit SA 300. Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan

BAB V PEMBAHASAN. Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean

BUDAYA KEAMANAN NUKLIR

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

PENGELOLAAN KOMUNIKASI DAN PENERAPAN K3

Respon Pemantauan IFC ke. Audit CAO mengenai investasi IFC di

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SPR Reviu atas Informasi Keuangan Interim yang Dilaksanakan oleh Auditor Independen Entitas

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

Transkripsi:

Isu-isu Praktis Utama dalam Memperkuat Budaya Keselamatan (Terjemahan dokumen IAEA Safety Report INSAG 15: Key Practical Issues In Strengthening Safety Culture) The International Atomic Energy Agency (IAEA) makes no warranty and assumes no responsibility for the accuracy or quality or authenticity of workmanship of the translation/publication/printing of this document/publication and adopts no liability for any loss or damage consequential or otherwise howsoever caused arising directly or indirectly from the use there of whatsoever and to whomsoever Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) tidak menjamin dan tidak bertanggung jawab atas ketepatan, kualitas atau kebenaran dari penerjemahan/publikasi/pencetakan dokumen/publikasi ini dan tidak bertanggung jawab atas adanya kekurangan, kerusakan atau sebaliknya yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung dari penggunaan untuk keperluan apapun dan oleh siapapun BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR (Nuclear Energy Regulatory Agency) 2004

1

KATA PENGANTAR Oleh Mohammed ElBaradei Direktur Jenderal IAEA Selama sepuluh tahun terakhir, konsep budaya keselamatan telah menjadi bagian penting dalam diskusi mengenai keselamatan di banyak industri. Hal ini mencerminkan kesadaran bahwa peningkatan kualitas fitur pengaman teknis dan sistem manajemen formal untuk mengendalikan risiko sama pentingnya dengan memenangkan komitmen pekerja agar memperlakukan keselamatan sebagai prioritas melalui komitmen perusahaan dalam mencapai tingkat keselamatan yang tinggi. INSAG-4, diterbitkan pada tahun 1991, melakukan usaha pertama untuk mendefinisikan budaya keselamatan dan untuk merubah konsep tersebut menjadi sebuah bahasa yang praktis. INSAG-13 dibuat berdasarkan hal ini dengan mempertimbangkan isu-isu organisasi yang menjadi penyokong budaya keselamatan yang baik. Publikasi yang sekarang memperluas diskusi lebih lanjut dan merupakan hasil pelaporan yang baik. Ini merupakan laporan praktis yang dibuat untuk menerjemahkan konsep ke dalam bahasa sehari-hari, sehingga operator dan pengawas tidak hanya memiliki kerangka kerja untuk memahami topik tetapi juga dapat melakukan tindakan baik secara individu maupun organisasiterhadap suatu kriteria yang jelas dan dapat diterapkan secara universal.laporan ini tidak hanya membicarakan isu utama yang menggarisbawahi penegakan keunggulan keselamatan, tapi juga menyajikan deretan saran yang sederhana dan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada semua yang terkait, mulai dari atasan sampai bawahan. Saya sangat gembira menyampaikan laporan ini kepada masyarakat luas. Khususnya, saya berharap laporan ini akan memicu diskusi yang lebih luas, dan akan dijadikan dasar bagi seluruh stakeholder yang terlibat dalam proses peningkatan budaya keselamatan dalam mempertimbangkan tanggung jawab pribadi maupun perusahaannya, untuk bekerja secara aktif bersama-sama membawa perubahan ke arah kinerja yang sempurna. 2

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...4 2. DEFINISI DAN PRINSIP-PRINSIP BUDAYA KESELAMATAN 6 3. ISU UTAMA DALAM BUDAYA KESELAMATAN...9 3.1. Komitmen..9 3.2. Penatalaksanaan Prosedur..10 3.3. Pengambilan Keputusan secara Konservatif. 11 3.4. Budaya Memberikan Laporan..12 3.5. Menghadapi Tindakan dan Keadaan Tidak Aman 14 3.6. Organisasi Pembelajaran..15 3.7. Isu mendasar : Komunikasi, Prioritas yang Jelas, dan Organisasi 17 4. KESIMPULAN.20 LAMPIRAN : CONTOH PERTANYAAN UNTUK MENGKAJI KONTRIBUSI INDIVIDU TERHADAP PENINGKATAN BUDAYA KESELAMATAN REFERENSI ANGGOTA INSAG 3

1. PENDAHULUAN Laporan ini memaparkan isu-isu mendasar yang patut dipertimbangkan oleh tiap organisasi dalam memperkuat budaya keselamatannya. Ini ditujukan untuk para eksekutif senior, manager, dan supervisor yang ikut menjalankan roda organisasi. Meskipun budaya keselamatan tidak dapat diatur secara langsung, adalah penting bagi setiap anggota badan pengawas untuk memahami bagaimana tindakantindakan mereka dapat mempengaruhi perkembangan usaha-usaha dalam memperkuat budaya keselamatan dan apakah tindakan tersebut cukup menaruh perhatian terhadap akan pentingnya usaha memperbaiki aspek-aspek keselamatan yang berhubungan dengan manusia. Dengan demikian, laporan ini relevan dengan mereka yang terlibat dalam menetapkan peraturan, meski tidak khusus ditujukan untuk mereka. The International Nuclear Safety Advisory Group (INSAG) memperkenalkan konsep budaya keselamatan dalam laporan INSAG 1991 [1]. Sejak saat itu, banyak tulisan mengenai budaya keselamatan telah dibuat, karena keterkaitannya dengan berbagai organisasi dan individu, perkembangannya serta prasyarat-prasyarat pendukungnya [2]. Adanya perbedaan-perbedaan budaya dalam setiap bangsa mengandung arti bahwa suatu cara yang baik untuk meningkatkan budaya keselamatan di suatu tempat belum tentu baik untuk diterapkan di tempat lain. Namun, INSAG berupaya memberikan saran praktis serta pragmatis yang dapat diterapkan secara luas berdasar pada prinsip-prinsip dan isu-isu yang disajikan dalam laporan ini. Keselamatan nuklir dan radiasi merupakan perhatian utama dalam laporan ini, tetapi topik yang dibicarakan begitu umum sehingga aplikasi prinsip-prinsip yang berhasil seyogyanya juga membawa perbaikan pada topik-topik penting lainnya, seperti keselamatan industri, kualitas lingkungan, dan dalam beberapa hal, bidang bisnis secara luas. Hal ini dikarenakan banyaknya sikap dan praktik yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang baik dalam keselamatan nuklir dapat diterapkan secara luas, termasuk di dalamnya komitmen manajemen terhadap masa depan, keterbukaan, perhatian dan keterpaduan dalam menyelesaikan tugas, kualitas komunikasi dan kejernihan dalam mengenali isu-isu utama serta memperlakukan isu tersebut sebagai sebuah prioritas. 4

Pernyataan kebijakan tentang keselamatan Struktur Manajemen Komitmen level pembuat kebijakan Sumberdaya Definisi tanggung jawab Pengaturan diri Definisi dan kendali praktik keselamatan Kualifikasi dan pelatihan Komitmen manajer Penghargaan dan sanksi Audit, pengkajian, dan perbandingan Sikap bertanya Komitmen individu Pendekatan yang tepat dan bijaksana Komunikasi Budaya keselamatan Gambar 1. Ilustrasi dari presentasi budaya keselamatan (reproduksi dari INSAG-4 [1] 5

2. DEFINISI DAN PRINSIP-PRINSIP BUDAYA KESELAMATAN Dalam INSAG-4 [1] budaya keselamatan didefinisikan sebagai: gabungan berbagai sifat dan sikap dalam organisasi dan individu yang menetapkan bahwa, sebagai sebuah prioritas, isu keselamatan instalasi nuklir memperoleh perhatian yang dijamin sesuai dengan signifikansinya. Gambar 1, diambil dari INSAG-4, menunjukkan respon yang diharapkan pada tingkat kebijakan organisasi, manajemen, dan individu. Tingkat kebijakan menentukan kerangka kerja yang diperlukan pada sebuah organisasi. Manajemen membentuk lingkungan kerja dan meningkatkan sikap-sikap kondusif untuk mencapai kinerja keselamatan yang baik. Pada tingkat individu ditekankan sikap bertanya, pendekatan yang tepat dan bijaksana, serta komunikasi yang baik. Dalam laporan keselamatan IAEA no. 11 [3] jelaslah bahwa budaya keselamatan itu sendiri merupakan bagian dari budaya keseluruhan organisasi, meliputi beragam nilai-nilai, sikap dan pola tingkah laku yang membentuk sifat khas suatu organisasi. Ringkasnya, seperti ungkapan Beginilah cara kami melakukannya di sini. Dalam mengembangkan dan memperkuat budaya keselamatan, organisasi biasanya melaksanakan melalui beberapa fase. Laporan keselamatan IAEA no. 11 mengenalkan tiga tahap sebagai berikut: (1) Keselamatan digerakkan oleh adanya kerelaan dan terutama didasarkan pada peraturan dan ketetapan. Pada tahap ini, keselamatan dipandang sebagai isu teknis, di mana kerelaan disertai peraturan dan ketetapan dianggap cukup dalam aspek keselamatan. (2) Kinerja keselamatan yang baik menjadi tujuan organisasi dan dicapai melalui target dan tujuan keselamatan. (3) Keselamatan dipandang sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan di mana setiap individu dapat memberikan andilnya. Penjelasan di atas merupakan gambaran sederhana dan ideal mengenai sesuatu yang dalam praktiknya merupakan proses kompleks. Dalam kenyataan, tiga fase di atas tidak jelas perbedaannya dan tiap organisasi dapat mempunyai bagianbagian yang berbeda dalam proses memperkuat budaya keselamatan. Pada tahap awal, perbaikan dapat diperoleh terutama dengan meningkatkan fitur pengamanan teknis dalam instalasi yang sejalan dengan, misalnya, prinsip- 6

prinsip yang terkandung dalam INSAG-12 [4] (edisi revisi dari INSAG-3), serta memperkenalkan sistem dan prosedur dasar untuk mengendalikan keadaan bahaya. Perbaikan ini seringkali digerakkan oleh adanya kebutuhan untuk memenuhi persyaratan pengawasan dan biasanya dicapai melalui keputusan manajemen, dengan menggunakan staf profesional untuk membawa perubahan. Staf cenderung mempercayai bahwa isu keselamatan merupakan tanggung jawab manajemen dan dibebankan secara luas terhadap mereka. Fase kedua dalam pengembangan meliputi penggunaan kerangka kerja seperti yang tersaji dalam INSAG-13 [2]. Organisasi akan dapat mengembangkan pernyataan visi atau misi keselamatan dengan kejelasan tentang nilai-nilai serta tujuannya dan akan dapat menentukan proses dan prosedur yang jelas dalam mencapai tujuan tersebut. Pada tahap ini, karyawan akan melihat bahwa pekerjaan direncanakan dengan lebih baik, dan pertimbangan terhadap bahaya-bahaya, peraturan dan prosedur untuk mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, telah terdokumentasi dengan sistematis sebelumnya. Bagaimanapun, dalam banyak organisasi, tahap ini masih sering dibebankan pada pekerja secara individu dengan sedikit keterlibatan atau konsultasi, dilaksanakan serta dipantau oleh para profesional di bidang keselamatan. Meskipun fase perbaikan ini dapat memperbaiki kesadaran akan perlunya bekerja dalam lingkungan yang aman, hal ini tidak serta merta dapat menambah komitmen dan identifikasinya terhadap keselamatan baik pada tingkat individu maupun tim. Tahap perkembangan ketiga adalah kondisi ideal di mana banyak organisasi berjuang memperolehnya. Pencapaiannya merupakan suatu proses yang berkesinambungan, yang membutuhkan visi dan nilai-nilai yang berhubungan dengan keselamatan yang sepenuhnya dikomunikasikan. Sejumlah besar karyawan dalam sebuah organisasi sepantasnya cukup berdedikasi untuk secara aktif terlibat dalam meningkatkan keselamatan, sebagaimana halnya kontraktor dan pihak-pihak lainnya. Setiap orang akan mempunyai pemahaman yang jelas akan persyaratanpersyaratan dan tujuan yang ada, dan secara individu maupun khususnya melalui tim, dapat menunjukkan komitmennya untuk mencapai dan memenuhi perbaikan keselamatan dalam segala hal yang mereka lakukan. Pada tahap ini, keselamatan telah berada dalam aliran darah suatu organisasi. Praktik-praktik dan kondisi yang tidak menunjang dipandang sebagai hal yang tidak dapat diterima dan secara terbuka diuji. Peristiwa dan insiden-insiden, apakah yang terkait dengan keselamatan industri, isu-isu lingkungan, atau keselamatan nuklir serta radiasi tidak dianggap sebagai bagian dari kehidupan kerja yang normal namun sebagai kejadian-kejadian menyimpang yang tidak dapat 7

diterima serta dapat dihindarkan. Pada titik ini fase pembelajaran organisasi telah dibangun dengan budaya keselamatan yang digerakkan dari dalam organisasi itu sendiri. Penting untuk diingat bahwa setiap organisasi yang berusaha menuju tahap perkembangan ketiga agar tidak mengabaikan tahap-tahap sebelumnya serta melaluinya satu persatu sebelum masuk ke tahap terakhir. Untuk mencapai kinerja keselamatan yang baik dibutuhkan peraturan yang didasarkan pada adanya sikap kerelaan serta kualitas pekerjaan yang tinggi sebagai prasyarat. Hal ini perlu dipertahankan dengan kuat bahkan ketika mengembangkan elemen-elemen yang lebih terkait dengan isu kemanusiaan yang dibicarakan dalam laporan ini. Pertanyaan berikut ini dapat membantu organisasi dalam memahami posisi mereka di dalam hirarki ini: (a) (b) jelas (c) Seberapa besarkah tingkat keselamatan yang ingin diraih terutama dengan melakukan kontrol pekerjaan berstandar tinggi? Apakah organisasi tersebut telah mengembangkan tujuan keselamatan yang berikut sistem yang menyeluruh dalam pengelolaan keselamatan? Apakah sebagian besar orang di setiap tingkat dalam organisasi, secara rutin dan aktif terlibat dalam upaya perbaikan keselamatan? Meskipun sebagian besar organisasi dalam industri nuklir harus mampu menjawab dengan positif terhadap dua pertanyaan awal di atas, pengalaman menunjukkan bahwa hanya sedikit yang dapat menjawab pertanyaan ketiga dengan baik. Tujuan bagian berikutnya adalah memberikan panduan praktis dan pragmatis dalam perkembangan yang diperlukan untuk menjawab tantangan fase ketiga dan memberikan beberapa pertanyaan diagnostik sederhana yang dapat membantu perkembangan ke arah perbaikan kinerja keselamatan. Dalam lampiran, pertanyaanpertanyaan diagnostik sederhana diperuntukkan terhadap kelompok spesifik dalam organisasi, mulai dari dewan direktur hingga supervisor dan operator. Diharapkan bahwa pertanyaan-pertanyaan ini dapat digunakan dengan tepat agar secara individu maupun organisasi mampu mempertimbangkan secara terbuka dan jujur cara-cara meningkatkan dan mengembangkan budaya keselamatan yang lebih kuat dalam praktik sehari-hari. 8

3. ISU UTAMA DALAM BUDAYA KESELAMATAN 3.1 KOMITMEN Komitmen terhadap keselamatan dan memperkuat budaya keselamatan di dalam perusahaan merupakan hal yang pertama dan bahan dasar yang sangat vital untuk mencapai kinerja keselamatan yang sempurna. Hal ini berarti bahwa keselamatan (dan khususnya keselamatan nuklir) ditempatkan secara tegas dan jelas sebagai suatu prioritas puncak organisasi tadi, dan adanya kejelasan yang menyeluruh mengenai filosofi keselamatan organisasi tersebut. Bagaimanapun, komitmen sejati menuju perbaikan atau perbaikan keselamatan ini bermakna lebih dari sekadar menuliskan pernyataan kebijakan dan menyampaikan betapa pentingnya keselamatan dalam ceramah-ceramah oleh staf senior. Meskipun ini merupakan langkah-langkah mendasar, banyak orang mampu melihat ketidaksesuaian antara penjabaran kebijakan dengan kenyataan di lapangan. Memiliki komitmen tidak hanya berarti memberikan contoh keteladanan tetapi juga mengembangkan, bekerja sama dengan staf dan perwakilannya, cara-cara mewujudkan tujuan keselamatan suatu organisasi menjadi kenyataan. Langkah terakhir ini memberikan bukti nyata bahwa tujuan tersebut benar-benar telah dipahami. Hal ini berarti dengan ikhlas mencurahkan waktu dan kemampuan bagi keselamatan, dan juga dipersyaratkan adanya manajer senior yang terlatih dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan nuklir. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini diajukan untuk menguji kualitas komitmen organisasi terhadap keselamatan: (a) (b) Bersama dengan stafnya, apakah organisasi tersebut telah mengembangkan visi bersama untuk mencapai harapan dan tujuan yang jelas, baik dengan menjaga keselamatan maupun mengambil kesempatan yang ada demi perbaikan keselamatan? Lebih penting lagi, mampukah staf mengingat dan menghubungkan dengan masalah-masalah utama? Apakah staf senior dirasakan mewujudkan harapan-harapan ini sendirian? Sebagai contoh, apakah isu keamanan menjadi agenda utama dalam rapat mereka? Apakah saat mengunjungi instalasi mereka mengenakan peralatan proteksi pekerja dengan baik? Apakah manajer dalam organisasi tersebut mencurahkan waktu dan kemampuannya terhadap keselamatan, misalnya, menggunakan waktunya di instalasi untuk meninjau secara seksama tingkat 9

(c) keselamatan yang telah dicapai, memberi teguran, atau pujian pada prosedur yang dijalankan dengan baik? Apakah mereka secara sungguh-sungguh berusaha untuk meningkatkan kemampuan dalam isu keselamatan nuklir? Ketika permasalahan timbul, apakah harapan-harapan tadi masih dapat dipenuhi? Contohnya, jika perawatan terlambat dilakukan dari jadwal yang semestinya, apakah prosedur-prosedur rutin masih dapat digunakan dengan efektif tanpa kecenderungan mengambil jalan pintas? 3.2. PENATALAKSANAAN PROSEDUR Sistem manajemen membutuhkan prosedur tertulis yang sesuai dengan tujuannya, yakni mengontrol segala aspek yang terkait dengan keselamatan nuklir dan radiasi. Namun, ada perbedaan besar antara prosedur yang tampak sempurna pada selembar kertas dengan prosedur yang dipahami dan diaplikasikan dengan hati-hati dan konsisten oleh semua staf. Diperlukan suatu keseimbangan dalam hal jumlah dan luasnya prosedur tersebut. Prosedur harus dapat mengenali dan memperhatikan risiko-risiko utama, mudah dipahami dan relevan dengan pengguna prosedur-prosedur tersebut. Dalam hal-hal khusus, peraturan dan prosedur, yang diperkuat dengan pelatihan, harus dapat menjelaskan kepada pekerja alasan-alasan atas persyaratan tertentu karena dengan cara demikianlah prosedur dapat lolos uji relevansi yang disyaratkan bagi operator untuk melihat komitmentnya dalam menggunakannya. Dengan kata lain, cara pandang para pekerja terhadap risiko menjadi penting layaknya harapan-harapan yang diserahkan pada mereka yang dianggap perlu dan relevan. Bila prosedur-prosedur tidak dapat diterapkan sebagaimana harusnya, jalan pintas atau tindakan menyalahi prosedurpun mulai dilakukan. Hal ini menyebabkan penurunan standar keselamatan lebih lanjut, karena lingkungan pekerjaan seperti ini hanya akan cepat membawa budaya di mana prosedur-prosedur keselamatan yang vital dan fundamental tidak lagi dirasakan sebagai isu sakral. Kesimpulan penting di sini adalah bahwa prosedur sederhana yang dapat dimengerti sejatinya berada pada tempat kerja yang tepat sehingga bisa dikontrol. Prosedur-prosedur ini sepatutnya dalam bentuk yang dapat diterapkan secara langsung di tempat kerja. Isu mengenai bagaimana cara mengatasi kesalahan murni dan pelanggaran prosedur dibicarakan dalam bagian 3.4. 10

Diskusi berikut ini mengangkat beberapa pertanyaan diagnostik, yang perlu diperhatikan oleh mereka yang bertanggung jawab pada badan pelaksana (dan pengawas): (a) (b) (c) Apakah para pekerja juga dilibatkan dalam penulisan prosedur-prosedur keselamatan? Apakah prosedur tersebut sesuai dengan tujuannya serta ditulis dengan jelas sehingga mudah dimengerti dan dilaksanakan? Apakah karyawan menerima dan memahami akan perlunya peraturan, secara lebih spesifik, apakah mereka mengerti akan konsekuensi yang mungkin terjadi, berkaitan dengan efeknya terhadap keselamatan dan lingkungan, yang berkembang dari sikap penolakan? Apakah aplikasi dan akurasi setiap peraturan dipantau, dan apakah kekurangan cepat diperbaiki dengan keterlibatan penggunanya? Pernahkah berjalan suatu sistem yang menyimpang dari prosedur, dengan atau sepengetahuan manajer? 3.3. PENGAMBILAN KEPUTUSAN SECARA KONSERVATIF INSAG-4 [1] berkaitan dengan sikap bertanya dan pendekatan bijaksana serta tepat. Sistem yang teruji dengan baik berdasarkan defence in depth dan didukung persyaratan prosedural akan melindungi pekerja dan masyarakat dari bahaya radiasi. Merupakan hal yang mudah, bagi pekerja untuk mengembangkan sikap yang mempercayai bahwa kondisi yang aman juga diupayakan oleh pekerja lainnya, dan bahwa peristiwa-peristiwa terjadi di instalasi lainnya merupakan hal luar biasa, terisolasi dan tidak dapat terjadi di instalasi mereka. Oleh karena itu penting bagi setiap orang yang berhubungan dengan keselamatan nuklir untuk terus diingatkan akan akibat yang mungkin terjadi jika keselamatan tidak ditempatkan sebagai prioritas teratas. Kebanyakan insiden dan kecelakaan yang terjadi dalam industri nuklir disebabkan karena petugas gagal mengambil tindakan pencegahan atau gagal memahami dan mempertanyakan dengan cara yang konservatif keputusan-keputusan atau langkah yang diambil. Dalam praktiknya, adalah penting bagi tiap individu atau tim diwajibkan untuk meninjau kembali pola-pola keselamatan sebelum memulai sebuah pekerjaan atau melaksanakan suatu prosedur. Beragam teknik telah dikembangkan, termasuk prinsip STAR (stop atau berhenti, think atau berpikir, act atau bertindak, review atau mengkaji). Kesemuanya memiliki satu kesamaan, yakni perlunya sikap konservatif 11

tatkala berhubungan dengan persoalan keselamatan agar para staf mengetahui pemahaman mereka terhadap kondisi-kondisi (bila perlu mencari informasi atau saran) dan dengan beranggapan bahwa hal yang terburuk mungkin timbul. Tindakan konservatif tidak selalu mudah diambil, terlebih lagi ketika mereka berada dalam tekanan operasional, dan inilah saat ketika prioritas-prioritas organisasi harus jelas dan diterima seutuhnya. Untuk mengembangkan dan menguatkan budaya ini, para pekerja harus diberikan penghargaan saat mereka berhenti bekerja atau pada saat tidak menyetujui perubahan prosedur oleh karena implikasinya terhadap keselamatan menjadi meragukan. Pertanyaan berikut ini dapat membantu menjelaskan apakah pengambilan keputusan konservatif seperti itu dapat diupayakan dan diterapkan dengan konsisten: (a) (b) (c) Apakah ada proses sederhana yang mudah dimengerti dalam mengambil keputusan konservatif? Sebagai contoh, dalam kondisi yang tepat, apakah staf didorong untuk menuliskan dasar-dasar tindakan mereka? Apakah mereka didorong untuk melakukan konsultasi dengan ahlinya mengenai kejadian-kejadian yang tidak diharapkan? Apakah para pekerja didorong untuk meminta saran atau mencari informasi lebih lanjut jika mereka ragu akan keselamatan instalasi? Apakah dalam praktiknya dapat dibuktikan bahwa hal ini memang dilakukan? Saat keputusan-keputusan konservatif tersebut diambil (misalkan berhenti bekerja atas alasan keselamatan), apakah keputusan ini ikut didukung manajer senior? 3.4. BUDAYA MEMBERIKAN LAPORAN Kegagalan dan kesalahan yang nyaris terjadi, oleh organisasi dengan budaya keselamatan yang baik dianggap sebagai suatu pelajaran yang dapat digunakan untuk menghindari kejadian yang lebih serius. Oleh karena itu, ada suatu dorongan untuk memastikan bahwa semua kejadian berharga agar dilaporkan dan diinvestigasi untuk menemukan akar permasalahannya, memberikan reaksi yang tepat pada temuan-temuan dan tindakan perbaikan, untuk diberikan kepada kelompok-kelompok terkait atau pihak lain dalam organisasi atau industri yang mungkin mengalami masalah yang sama. Komunikasi horizontal ini memegang peranan penting. Kesalahan yang nyaris terjadi juga sangat penting karena lebih 12

sering terjadi dan kian bervariasi sehingga banyak informasi yang dapat digali untuk pembelajaran. Untuk mencapai ini, seluruh pekerja perlu didorong untuk melaporkan kejadian yang dihadapi, meskipun itu hanyalah masalah kecil. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting yaitu mengenai laporan yang bebas dari kesalahan. Sebab, jika pekerja akan melaporkan kesalahan yang nyaris terjadi, mereka harus percaya bahwa laporan tadi berharga dan bahwa mereka dan koleganya tidak akan ditindak atau dihukum sebagai akibat bersedia membuat laporan tersebut. Tentu saja, akan ada situasi di mana beberapa tindakan perlu diambil terhadap individu sebagai akibat dari terjadinya insiden tersebut. Satu contoh adalah tindakan tegas; lainnya, pelanggaran prosedur yang disengaja diketahui bekerja dengan baik, masuk akal, dan tepat. Terkadang diperlukan latihan ulang. Masalah yang lebih sulit timbul bila seorang pekerja dengan sengaja berulang kali melakukan kesalahan yang tak dapat diperbaiki dengan bimbingan dan pelatihan ulang. Bagaimanapun, dalam budaya pelaporan yang baik, dapat diterima terjadinya kesalahan dalam memberikan laporan mengenai isu apapun yang berpotensi membahayakan keselamatan. Budaya pelaporan yang baik oleh staf akan dianggap sekadar dan akan dapat dibangun dengan sikap saling percaya. Pendekatan terbuka dan responsif dalam pelaporan dan penindaklanjutan ini juga berdampak bagi pengawas. Contohnya, mereka jadi sadar dengan banyaknya kegagalan yang dilaporkan organisasi pelaksana saat suatu sistem dikembangkan sehingga dapat mengambil tindakan yang diperlukan. Penting adanya cara pandang yang seimbang, karena tindakan berlebihan dapat menghambat perkembangan, yang dalam jangka panjang akan menghasilkan keselamatan berkelanjutan yang sesungguhnya. Berikut ini adalah petunjuk yang diperhatikan dalam memperkuat budaya keselamatan: (a) (b) Apakah pekerja didorong untuk melaporkan segala kejadian dan kesalahan yang nyaris terjadi? Diketahui bahwa riset biasanya menunjukkan jumlah kesalahan yang nyaris terjadi melebihi jumlah sesungguhnya, apakah rasio laporan antara kesalahan yang nyaris terjadi dengan kejadian sesungguhnya cukup tinggi? Apakah laporan diinvestigasi dan ditangani atas dasar prioritas dan apakah umpan balik diberikan baik pada mereka yang memberikan laporan maupun pada pihak-pihak lain yang dapat mengambil manfaat dari kesempatan pembelajaran? 13

(c) Apakah budaya melaporkan dengan tepat telah ada dan dikonsultasikan dengan para pekerja, sehingga ada pemahaman dan keseimbangan yang dapat diterima antara insiden tanpa kesalahan dan dengan kesalahan seperti tindakan balas dendam, pelanggaran disengaja, atau kurangnya kemampuan mendasar yang kerap diulangi? 3.5. MENANGANI TINDAKAN DAN KEADAAN TIDAK AMAN Hampir setiap kejadian, mulai dari kecelakaan radiasi dan industri, insiden dan kesalahan yang nyaris terjadi mempengaruhi keselamatan nuklir, bermula dari tindakan tidak aman yang tidak disengaja atau kondisi atau proses instalasi yang tidak dapat diterima. Kondisi seperti ini sering kali tak tampak dan tak terdeteksi atau ditangani dengan biasa serta rutin saja sehingga diabaikan. Lalu, ketika terjadi masalah-masalah sistem lainnya, kegagalan yang lebih fatal pun terjadi. Dengan demikian, adalah penting untuk meminimalkan akibat negatif dalam setiap tindakan atau dari kondisi-kondisi instalasi yang terjadi untuk mencegah terjadinya masalah yang lebih serius. Dalam meminimalkan kesalahan tersembunyi ini, pekerja dan kontraktor perlu mengetahui mengapa sistem keselamatan spesifik berikut persyaratannya ditentukan, dan akan pentingnya tiap bagian instalasi dalam menyumbang terhadap keselamatan. Mereka tidak hanya harus punya kemampuan dan pengalaman yang sesuai dengan bidang spesialisasinya, tetapi juga harus didorong untuk berani menghadapi kondisi-kondisi bahaya dan mengenali kekurangan yang mereka hadapi kapanpun dan di manapun. Sebagai tambahan pengetahuan mengenai pentingnya keselamatan instalasi, berbagai prosedur serta sistem, mereka harus dibantu mengembangkan sikap percaya diri dalam menghadapi pekerja lainnya jika mereka mengamati kekurangan dalam kinerja keselamatan. Pengawaspun harus waspada mengapa sistem dan persyaratan keselamatan yang ditetapkan pimpinan instalasi mesti dijalankan, dan mengapa persyaratan tersebut penting. Pengawaspun harus hati-hati khususnya saat memastikan bahwa tindakan sesuai peraturan yang diambil untuk mengatasi kesalahan tidak akan mengganggu perbaikan berkelanjutan dalam hal budaya keselamatan. Sebagai contoh, pekerja harus tetap mengikuti prosedurnya dan oleh mereka pula, prosedur tersebut harus tetap dianggap cocok dengan tujuannya. Kegagalan dalam menghadapi keadaan bahaya, khususnya oleh manajer dan supervisor, tidak hanya berarti gagal mengambil pelajaran dari kekurangan- 14

kekurangan yang telah diamati secara spesifik, tetapi juga dapat menciptakan sebuah budaya di mana kegagalan, kesalahan, dan kelalaian menjadi hal yang biasa. Hal ini dapat ditangkap dengan jelas melalui ungkapan dibiarkan berarti diizinkan. Hal ini menimbulkan isu-isu seperti di bawah ini: (a) (b) (c) Apakah ada proses mengidentifikasi, melaporkan, dan memperbaiki kekurangan dalam keselamatan dan tindakan yang tidak aman di lingkungan kerja? Apakah pekerja sepenuhnya terlibat dalam proses ini dan apakah mereka dilatih untuk memahami bagaimana menghadapi dan menanganinya dengan cara yang membangun? Apakah mereka mampu membedakan antara tindakan benar dan salah, serta keadaan aman dan berbahaya? Apakah dapat diterima bila staf menangani suatu kegiatan berbahaya dalam lingkungan kerjanya? Apakah isu-isu yang ada diidentifikasi dan ditangani dengan segera sehingga staf dapat melihat perbaikan yang berasal dari komitmen mereka untuk meningkatkan keselamatan? 3.6. ORGANISASI PEMBELAJARAN Jika sebuah organisasi berhenti melakukan perbaikan dan mencari ide-ide baru dengan cara mempelajari pengalaman-pengalaman positif serta mencari tindakan terbaik, risiko yang dapat timbul kemudian adalah berjalan mundurnya organisasi tersebut. Organisasi pembelajaran adalah organisasi yang terbuka dengan segala ide, tenaga, dan perhatian yang diberikan oleh setiap tingkatan dalam sebuah organisasi. Perbaikan keselamatan didukung dengan adanya sikap bahwa setiap manfaat yang diperoleh dari sebuah perbaikan diakui secara luas baik oleh individu maupun tim, dan dari hal ini bahkan dapat dihasilkan komitmen dan identifikasi yang lebih besar dalam proses meningkatkan budaya keselamatan. Idealnya, semua pekerja terlibat secara proaktif menyumbangkan ide untuk perbaikan serta sadar betapa berartinya keselamatan kelas dunia dalam pekerjaan mereka. Mereka memberikan kontribusinya bukan karena atas perintah atasan tapi karena mereka ingin melakukannya. Untuk melakukan ini, seorang staf perlu diberikan kesempatan untuk membandingkan hasil pekerjaannya dengan pekerja lainnya, sehingga mereka sadar akan makna kesempurnaan dalam lingkungan pekerjaannya. Untuk mencapai tahapan ini, secara mandiri mereka harus mampu 15

melakukan tindakan aman dan bijaksana, berdasarkan perbaikan yang telah diidentifikasi, disertai dukungan penuh manajemen. Diperlukan adanya mekanisme yang dapat memungkinkan pengalaman dan ide-ide berharga dibagi dalam organisasi. Perlu pula memiliki sistem formal untuk memantau dan memberikan umpan balik pada manajemen sehingga mereka tahu seberapa efektif perbaikan yang telah mereka capai dan untuk memastikan bahwa organisasi ini juga menyimpan memori korporasi akan mengapa dan bagaimana perbaikan dapat dicapai. Meskipun para pekerja kerap berkonsentrasi khususnya pada keselamatan industri dan isu-isu terkait dengan kondisi instalasi, keterlibatan dan komitmen terhadap proses perbaikan keselamatan mungkin menyebabkan berkembangnya apresiasi yang lebih luas terhadap isu-isu keselamatan nuklir dan lingkungan, dan memiliki keuntungan yang lebih luas terhadap bisnis dalam mengangkat budaya kerja tim dan keterlibatan secara aktif. Skema yang mendorong staf untuk menyumbang ide bagi perbaikan patut dihargai. Untuk alasan yang positif, kadang kala perlu diberikan penghargaan dan donasi. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa metode seperti ini cenderung kehilangan momentum dan menjadi tidak efektif seiring dengan waktu. Pendekatan yang lebih baik, misalkan, mendorong staf untuk bekerja dalam tim dan terus mencari peningkatan dengan mengidentifikasi tindakan-tindakan prioritas dalam lingkungan kerja mereka sendiri. Bermacam indikator telah dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya pengkajian terhadap kualitas aspek-aspek tertentu dalam budaya keselamatan suatu organisasi. Hal ini sulit dilakukan dengan sempurna. Meski demikian, hal ini dapat memberikan indikasi berguna tentang perkembangan yang telah dicapai dan masalah-masalah yang memerlukan perhatian lebih lanjut. Proses menurunnya kinerja keselamatan akibat kegagalan dalam mengadopsi ide-ide dan praktik baru adalah hal yang membahayakan. Organisasi jarang mengenali tanda-tanda awal kejatuhannya. Tabel I (berdasarkan INSAG-13 [2], para. 90) berupaya menjelaskan tahap-tahap kemunduran berikut akibatnya, serta menggambarkan fakta bahwa untuk memperbaikinya memerlukan upaya yang tidak mudah. Pertanyaan berikut ini dapat dipertimbangkan menyangkut komitmen organisasi untuk terus menyerap hal-hal baru: (a) Apakah ada mekanisme yang sepenuhnya melibatkan staf dan kontraktor terkait dalam menyumbangkan ide-ide untuk perbaikan keselamatan? 16

(b) (c) (d) Apakah mereka didorong untuk mengimplementasikan langkah-langkah ini bila aman dan bermanfaat bagi mereka? Apakah para pekerja, baik sebagai individu maupun tim, diberikan kesempatan untuk melihat keluar organisasi mereka agar belajar dari praktik terbaik dan apakah mereka diberikan waktu untuk melakukan perbaikan? Apakah mereka didorong untuk membagi ide-ide dengan rekan kerjanya, dan melakukan evaluasi atas praktik dan hasil pekerjaan mereka sendiri? Apakah hasil proses pembelajaran tersebut berdampak pada sistem pengelolaan dan pelatihan keselamatan, dan bekerjakah mekanisme untuk memastikan memori korporasi tersimpan dengan baik? Apakah ada sistem-sistem tersedia yang memungkinkan kinerja keselamatan tersebut dapat dievaluasi secara kritis, baik oleh manajer atau manajer independen lainnya, untuk mengidentifikasi apakah standar keselamatan organisasi tadi menurun atau meningkat? 3.7. ISU MENDASAR: KOMUNIKASI, PRIORITAS YANG JELAS, DAN ORGANISASI Sebagai tambahan pada isu-isu spesifik yang telah didiskusikan sebelumnya, ada tiga hal yang mendasari keseluruhan pertanyaan ini. Pertama, membangun komunikasi yang baik mengenai isu-isu keselamatan. Hal ini melibatkan 3 elemen komunikasi: penyampaian, penerimaan, dan verifikasi. Bermacam metode dapat dipakai, mulai dari rapat singkat tim secara langsung hingga komunikasi keselamatan tertulis, namun ada keraguan mengenai komunikasi secara langsung, yang dicapai dengan visibilitas tinggi para manajer dan supervisor di lingkungan kerja, mempunyai efek terbesar. Kadang kala ditemukan kondisi di mana, meskipun manajer telah menyampaikan pesannya mengenai masalah keselamatan, namun para pekerja merasa tidak menerima informasi dengan cukup jelas atau mereka tidak memahami pentingnya pesan tersebut. Hal ini berarti bentuk penyampaian komunikasi tersebut tidak tepat, tidak jelas, atau tidak diacuhkan oleh penerima pesan tersebut. Oleh karena itu penting untuk memastikan bahwa pesan tersebut tidak hanya telah dikirim tapi juga telah diterima dan dimengerti serta ditindaklanjuti. Penting pula untuk memastikan bahwa komunikasi yang dilakukan dengan badan pengawas menggunakan prinsip-prinsip yang sama. 17

TABEL 1. POLA KHAS MENURUNNYA KINERJA KESELAMATAN (INSAG-13 [2], para. 90) Tahap 1: Terlalu percaya diri Timbul sebagai akibat kinerja keselamatan masa lalu yang baik, dipuji dari evaluasi independen dan keyakinan pada diri sendiri yang tidak pada tempatnya Tahap 2: Puas dengan Diri Sendiri Di fase ini, peristiwa minor mulai terjadi di instalasi dan pengkajian diri yang tidak cukup dilaksanakan untuk memahami peran mereka secara individu maupun keseluruhan. Pengawasan mulai melemah dan sikap yang terlalu puas pada diri sendiri membuat tertundanya atau terhentinya beberapa program perbaikan. Tahap 3: Penyangkalan Penyangkalan kerap terlihat saat kejadian-kejadian kecil kian sering terjadi. Begitu pula saat kejadian penting mulai terjadi. Namun, ada kepercayaan umum bahwa masalah ini masih terbatas. Temuan negatif oleh Tim audit internal atau pengkajian diri cenderung ditolak serta dianggap tidak sah dan program untuk mengevaluasi akar penyebab tidak dilakukan atau tidak efektif. Tindakan korektif tidak dilaksanakan secara sistematis, dan program perbaikan tidak selesai dilaksanakan atau berhenti lebih awal. Tahap 4: Bahaya Bahaya mulai berkembang saat beberapa kejadian berpotensi parah terjadi tapi manajemen dan staf cenderung selalu menolak kritik yang dilontarkan Tim audit internal, pengawas atau organisasi eksternal lainnya. Keyakinan yang berkembang adalah kritik terhadap instalasi tersebut bias dan tidak tepat. Sebagai akibatnya, organisasi yang bertugas melakukan kontrol sering ragu dan takut membuat penilaian negatif dan/atau berhadapan dengan manajemen. Tahap 5: Kolaps Kolaps dapat dikenali dengan mudah. Inilah fase di mana masalah menjadi jelas pada semua pihak. Pengawas dan organisasi eksternal lainnya perlu membuat diagnostik spesial dan evaluasi yang lebih luas. Manajemen menjadi tertekan dan biasanya perlu diganti. Program perbaikan menyeluruh biasanya harus diimplementasikan dan ini mahal harganya. Catatan: Penting agar penurunan hasil keselamatan ini dikenali sejak dua tahap pertama dan setidaknya awal tahap ketiga. 18

Isu kedua adalah memastikan tujuan yang ingin dicapai dan dalam waktu berapa lama. Banyak program peningkatan keselamatan berjalan tersendat karena program tersebut gagal memenuhi tujuan-tujuan yang ditentukan. Hal mendasar yang harus dijalankan adalah menentukan prioritas. Bila hal ini tidak dilaksanakan atau yang diimplementasikan hanya sebagian saja karena belum adanya prioritas yang jelas, maka daftar harapan yang ada, tidak hanya akan gagal dicapai tetapi juga menimbulkan sikap pesimis dan perasaan terlalu beratnya program tersebut, yang lebih parah lagi adalah hilangnya momentum dalam proses perbaikan keselamatan. Dalam diskusi dengan staf dan kontraktor, penting agar tujuan realistik dan rentang waktu pencapaiannya ditentukan, demikian pula usaha-usaha untuk meraihnya. Rencana-rencana perbaikan dan perbaikan perlu diprioritaskan, dengan memberikan umpan balik pada badan pengawas dan para pekerja atas pertanyaan mengapa aktivitas tertentu dipilih untuk diimplementasikan sementara yang lainnya tidak diberikan prioritas yang sama. Satu cara penting untuk menunjukkan keinginan dan memberikan sarana untuk perubahan adalah menggunakan sebuah rencana untuk meningkatkan keselamatan. Supaya efektif, hal ini harus diprioritaskan, refleksi perubahan-perubahan dalam prioritas (contohnya dokumen penghasilan) dan, yang paling penting, dikembangkan dan didukung penuh setiap pekerja. Penting pula bahwa rencana seperti itu harus mengidentifikasi ukuran keberhasilan dan jelas pula rentang waktu pencapaian serta pertanggungjawabannya. Isu mendasar ketiga adalah meraih dan mempertahankan keterbukaan struktur organisasi dan pertanggungjawaban mengapa hal tersebut perlu dilakukan. Para pekerja sepatutnya mengetahui tugasnya dalam organisasi serta bagaimana keahlian dan pengetahuan mereka digunakan dalam mencapai dan mempertahankan tujuan tersebut. Semua anggota tim perlu mengetahui dan menghargai masukan-masukan yang disampaikan oleh anggota lainnya, termasuk kontraktor yang bekerja bersama mereka. Hal ini penting khususnya saat terjadi perubahan organisasi dengan cepat. Diskusi ini mendorong timbulnya pertanyaan-pertanyaan diagnostik berikut ini: (a) (b) Apakah ada sistem komunikasi yang efektif dalam membahas isu-isu keselamatan dalam organisasi? Apakah sistem ini telah diuji untuk memastikan apakah bahwa pesan telah diterima dan dipahami oleh para pekerja di setiap tingkat? Apakah ada kejelasan mengenai tujuan utama yang telah ditetapkan untuk meningkatkan keselamatan? Apakah tujuan-tujuan ini diprioritaskan dan 19

(c) (d) dapat dicapai, dan apakah pekerja bertanggung jawab dalam pelaksanaannya? Apakah prioritas ini dipahami pekerja dan badan pengawas, dan apakah pekerja dan pengawas terlibat dalam proses ini? Apakah ada kejelasan tentang siapa yang bertanggung jawab dalam melaksanakan suatu pekerjaan, khususnya saat terjadi perubahan yang sangat cepat? 4. KESIMPULAN Organisasi melalui beberapa tahapan dalam mengembangkan dan meningkatkan budaya keselamatannya. Sembari terus mempertahankan dan meningkatkan fitur keselamatan teknis dan melaksanakannya dalam sistem yang telah berkembang dengan baik, dalam mengelola keselamatan, organisasi pun perlu berjuang untuk menciptakan budaya, yakni adanya komitmen sejati mengenai visi keselamatan mulai dari pemimpin organisasi serta adanya serangkaian nilai dan langkah kerja yang dikembangkan dan diidentifikasi oleh pekerja. Jika budaya keselamatan suatu organisasi kuat, maka sejumlah besar pekerja akan sering bekerja dalam tim, loyal dan secara aktif terlibat dalam proses keselamatan berkelanjutan sebagai bagian dari organisasi yang terus belajar. Sikap, cara berpikir, dan bekerja seperti ini dapat menuntun mereka meraih keuntungan yang lebih besar bagi industri, termasuk, sebagai contoh, perbaikan standar dan kualitas lingkungan. Langkah pertama dalam meningkatkan budaya keselamatan yang kuat sangat penting: adanya komitmen yang jelas mulai dari pemimpin organisasi. Hal ini berarti manajer senior dipandang harus mampu mencurahkan waktu dan sumber dayanya pada keselamatan, bertindak sebagai contoh teladan terhadap stafnya, di mana ada kesesuaian antara ucapan dengan tindakan yang dilakukannya. Prosedur dalam mengontrol pekerjaan harus dikomunikasikan dengan sejelas-jelasnya, sederhana dan diterapkan dalam kegiatan sehari-hari. Khususnya, staf (dan, bila perlu, kontraktor) perlu terlibat dalam penyusunan dan perbaikan prosedur yang ada, dan memahami dengan jelas akibatnya pada kesehatan, keselamatan serta lingkungan bila tidak diikut. Manajer dan supervisor perlu waspada sehingga tindakan menyalahi prosedur tidak dibiarkan terjadi. Meringkaskan langkah-langkah atau kegagalan mengikuti prosedur tidak dibiarkan begitu saja, meski ada tekanan operasional yang kuat ketika melakukan hal tersebut. 20

Kepuasan diri dan penyangkalan mendorong terjadinya budaya yang lemah yang akan sulit dikembalikan ke jalurnya. Para pekerja perlu didorong untuk mempunyai sikap suka bertanya dan mengambil tindakan-tindakan konservatif atas hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan. Melakukan pengkajian menggunakan pendekatan seperti STAR (stop atau berhenti, think atau berpikir, act atau bertindak, review atau mengkaji) dan sikap meminta bantuan tatkala terdapat keraguan mengenai keselamatan harus sangat didukung, meskipun hal tersebut dapat menyebabkan kerugian atau tertundanya produksi. Secara berkala, semua anggota staf dan kontraktor terkait perlu diingatkan bahwa kesalahan dalam industri nuklir berdampak serius bagi mereka sendiri, rekan kerja mereka dan masyarakat, dan kepuasan pada diri sendiri tidak dapat diterima. Dalam proses pembelajaran, kegagalan yang nyaris terjadi merupakan sumber informasi yang kaya, dan melaporkannya melalui suatu sistem yang jelas adalah sangat penting. Pelaporan seperti ini perlu dilakukan dalam atmosfer kepercayaan, pelajaran yang didapat perlu diberikan pada mereka yang mungkin membutuhkannya, dan problem yang telah diidentifikasi perlu diperbaiki dengan cepat dan jelas. Praktik yang tidak aman dan ketidaksempurnaan sistem serta prosedur harus menjadi tantangan setiap orang dalam organisasi. Adalah penting memberikan kepercayaan dan keahlian pada pekerja untuk menghadapi tindakantindakan yang tidak aman secara konstruktif dan memberikan penghargaan atas kinerja baik yang dicapai. Penyimpangan kecil terhadap tindakan aman atau dari konfigurasi instalasi yang normal dapat tidak kelihatan sampai penyimpangan lainnya, seringkali tak terkait, terjadi. Bila hal ini terjadi, insiden atau kecelakaan instalasi yang lebih parah dapat terjadi. Inilah alasan penting untuk secara aktif mencari kekurangan-kekurangan serta mengeliminasinya, yang oleh mereka mungkin tidak dirasa sebagai masalah penting. Perbaikan adalah proses yang berlangsung secara terus menerus. Hal ini membutuhkan sikap kritis, terbuka dan membandingkannya dengan konstruktif dengan peristiwa lainnya serta menirunya. Penting adanya keterlibatan para pekerja jika bagian-bagian yang ditingkatkan akan diidentifikasi, dimiliki serta didukung. Manajemen harus bersikap terbuka terhadap evaluasi koleganya, sebagai bagian dari proses aktif organisasi pembelajaran. Beberapa faktor tambahan lainnya yang mendukung kesempurnaan dalam hal keselamatan. Pertama, adalah penting adanya kejelasan dalam organisasi mengnai tugas dan tanggung jawab (khususnya ketika terjadi perubahan organisasi dengan sangat cepat). Kedua, komunikasi perlu ditempatkan sebagai prioritas utama 21

dalam proses berkelanjutan, dengan memeriksa bahwa pesan yang dikirim telah diterima dan dipahami. Terakhir, keinginan untuk membuat program kerja yang terlalu berat perlu dihindari. Stakeholder seperti pekerja dan pengawas harus diajak dalam menentukan prioritas, dan mereka harus menyumbang melalui sumber daya yang memadai dalam mengembangkan rencana yang realistis demi tercapainya peningkatan, di mana jelas pertanggungjawabannya, dan kemajuan dalam pelaksanaan program dimonitor terus menerus. 22

Lampiran CONTOH-CONTOH PERTANYAAN UNTUK PENGKAJIAN KONTRIBUSI INDIVIDU TERHADAP PERBAIKAN BUDAYA KESELAMATAN Lampiran ini berisi satu seri pertanyaan, yang timbul dari pembahasan pada bagian utama laporan ini, yang mungkin bermanfaat bagi tiap anggota organisasi mulai dari pejabat sampai bawahan- untuk membantu mereka mempertimbangkan sumbangan masing-masing terhadap budaya keselamatan. Pertanyaan ini tidak ditujukan untuk mendalami. INSAG menyarankan badan pelaksana untuk menggunakan pertanyaan ini sebagai bahan diskusi dan menjadikannya sebagai pendorong setiap anggota organisasi untuk mengkaji tindakan dan sikap mereka secara kritis dan untuk mengetahui bagaimana memberikan kontribusi terhadap usaha perbaikan keselamatan. Proses ini merupakan cara yang baik untuk meningkatkan budaya keselamatan. Disarankan agar badan pengawas menetapkan satu seri pertanyaan paralel untuk digunakan dalam organisasi mereka. Termasuk dalam seri pertanyaan ini adalah pertanyaan yang berhubungan dengan potensi pengawas untuk mempengaruhi budaya keselamatan pada organisasi pengoperasi, baik secara positif maupun negatif. A.1. PERTANYAAN BAGI PENGAMBIL KEBIJAKAN/DEWAN DIREKTUR (1) Apakah saya mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang dibutuhkan organisasi untuk memperkuat budaya keselamatan dan untuk mencapai tingkat keselamatan yang tinggi? (2) Apakah kami pernah menerbitkan pernyataan yang jelas dan telah disepakati bersama mengenai harapan organisasi atas keselamatan? (3) Apakah keselamatan menjadi agenda pembahasan dalam rapat pimpinan? (4) Apakah saya memahami isu-isu keselamatan terbaru? (5) Apakah saya memiliki pengalaman dan pengetahuan yang diperlukan mengenai keselamatan, khususnya keselamatan nuklir, yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan dan melakukan tindakan untuk menangani isu yang terjadi sebelumnya? (6) Apakah saya mengunjungi instalasi dengan teratur dan memperhatikan isuisu keselamatan? 23

A.2. PERTANYAAN BAGI TINGKAT EKSEKUTIF (1) Apakah saya mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang dibutuhkan organisasi untuk memperkuat budaya keselamatan dan untuk mencapai tingkat keselamatan yang tinggi? (2) Apakah kami pernah menerbitkan pernyataan yang jelas dan telah disepakati bersama mengenai harapan organisasi atas keselamatan? (3) Apakah saya pernah memeriksa bahwa staf saya mengerti harapan perusahaan tersebut? (4) Bagaimana saya bisa mengetahui bahwa manajer saya benar-benar berkomitmen bahwa instalasi yang mengutamakan keselamatan juga merupakan instalasi yang beroperasi dengan baik? (5) Apakah keselamatan merupakan hal pertama yang dibahas dalam rapat manajemen terakhir? (6) Apakah komitmen pribadi saya terhadap keselamatan yang saya laksanakan melalui tindakan dan ucapan saya dapat dilihat oleh staf? (7) Apakah yang saya lakukan minggu lalu untuk menunjukkan komitmen saya terhadap keselamatan? (8) Apakah saya secara konsisten memuji tindakan yang baik dan menegur yang buruk? (9) Apakah saya memperbolehkan mengambil jalan pintas saat tertinggal dari jadwal yang semestinya? (10) Apakah saya mendukung secara nyata staf saya saat terakhir mereka menghentikan pekerjaan karena alasan keselamatan? (11) Jika terjadi penghentian operasi secara tak terduga, apa yang saya tanyakan pertama kali? Apakah tentang implikasi keselamatan atau mengenai kapan instalasi akan beroperasi normal kembali? (12) Apakah saya memiliki sistem untuk meyakinkan bahwa informasi yang benar mengenai isu keselamatan ada di depan saya, sehingga saya dapat mengambil keputusan yang tepat? (13) Apakah saya telah menyediakan sarana dan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan tindakan perbaikan yang telah disepakati bersama? (14) Apakah saya yakin bahwa kegagalan yang nyaris terjadi ataupun peristiwa minor lainnya telah dilaporkan? (15) Apakah saya memiliki cara untuk memeriksa apakah proses dan sistem dalam manajemen bekerja dengan baik? 24

(16) Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa kami tidak berpuas diri? Apakah saya yakin bahwa saya benar-benar mengetahuinya? (17) Apakah saya mengetahui bagaimana cara organisasi saya membandingkan budaya keselamatannya dengan organisasi lain? (18) Kapan terakhir kami dinilai oleh kelompok pakar? (19) Apakah saya memiliki bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa kami benarbenar organisasi yang belajar dari pengalaman? (20) Apakah kami memiliki program yang jelas dan terprioritaskan untuk perbaikan keselamatan yang merupakan komitmen dari setiap orang dalam organisasi? A.3. PERTANYAAN UNTUK TINGKAT DIREKTUR INSTALASI DAN MANAJER SENIOR (1) Apakah kami pernah menerbitkan pernyataan yang jelas dan telah disepakati bersama mengenai harapan organisasi atas keselamatan? (2) Jika saya menanyakan staf saya mengenai harapan tersebut, apakah mereka dapat menjelaskannya? (3) Bagaimana saya tahu bahwa atasan saya benar-benar berkomitmen bahwa instalasi yang mengutamakan keselamatan juga merupakan instalasi yang beroperasi dengan baik? (4) Apakah keselamatan merupakan hal pertama yang dibicarakan dalam rapat manajemen terakhir? (5) Apakah saat terakhir saya berada di instalasi, komitmen saya terhadap keselamatan terlihat melalui seluruh tindakan saya? (6) Apakah yang saya lakukan minggu lalu untuk menunjukkan komitmen saya terhadap keselamatan? (7) Apakah saya secara konsisten memuji tindakan yang baik dan menegur yang buruk? (8) Apakah saya memperbolehkan mengambil jalan pintas saat tertinggal dari jadwal yang semestinya? (9) Apakah staf saya mengetahui apa yang dapat terjadi pada instalasi jika prosedur tidak diikuti? (10) Apakah saya menyadari bahwa tindakan menyalahi prosedur telah terjadi, dan saya membiarkannya? (11) Apakah keputusan terakhir kami untuk pemeliharaan dan pengoperasian instalasi adalah keputusan yang konservatif? 25

(12) Jika terjadi penghentian operasi secara tak terduga, apa yang akan saya tanyakan pertama kali? Apakah tentang implikasi keselamatan atau mengenai kapan instalasi akan beroperasi normal kembali? (13) Apakah saya yakin bahwa sistem kami untuk menindaklanjuti hasil temuan dari laporan kejadian dan penilaian kelompok pakar berjalan dengan semestinya? (14) Apakah saya segera memperbaiki tindakan dan/atau kondisi yang tidak aman pada saat saya melihatnya atau pada saat ada yang memberitahukan pada saya? (15) Apakah saya mengetahui isu keselamatan sebenarnya di instalasi saya? (16) Apakah seluruh staf saya mengerti sepenuhnya potensi konsekuensi keselamatan dari kesalahan yang mungkin mereka lakukan? (17) Apakah kami melihat secara sistematis kepada organisasi lain dan bagian lain organisasi kami untuk mengetahui apa yang dapat kami pelajari dari mereka? (18) Apakah saya mendorong staf saya, bekerja dalam tim, untuk memikirkan cara-cara untuk meningkatkan keselamatan? (19) Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa kami tidak berpuas diri? Apakah saya yakin bahwa saya benar-benar mengetahuinya? (20) Apakah saya benar-benar mengetahui bahwa prosedur dan proses dalam manajemen bekerja dengan semestinya? (21) Apakah saya memiliki bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa kami benarbenar organisasi yang belajar dari pengalaman? (22) Apakah kami memiliki program yang jelas dan terprioritaskan untuk perbaikan keselamatan di mana staf saya ikut serta dalam pengembangannya? A.4. PERTANYAAN UNTUK MANAJER TINGKAT MENENGAH (1) Apakah keselamatan merupakan hal utama yang dibahas dalam rapat manajemen dan pengarahan tim terakhir? (2) Ketika berada di instalasi, apakah saya terlihat tertarik pada hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan? (3) Apakah yang saya lakukan minggu lalu untuk menunjukkan komitmen saya terhadap keselamatan? (4) Apakah saya secara konsisten memuji tindakan yang baik dan menegur yang buruk? 26