ABSTRACT. Keywords: Cocoon, drying and storage equipment, filament, silk thread, quality

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh : Lincah Andadari

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN MURBEI HIBRID TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS KOKON

Uji Alat Pengering Tipe Cabinet Dryer untuk Pengeringan Kunyit. (Testing of a Cabinet Dryer in Drying of Turmeric)

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

Jurnal Sainsmat, Maret 2012, Halaman 1-12 Vol. I, No. 1 ISSN

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri

Analisis Kemampuan Proses Pemintalan Benang Sutera Berdasarkan Perbedaan Waktu Kerja Dengan Pendekatan Statistical Process Control (SPC)

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data impor ekspor benang sutera mentah Tahun Bulan

UJI KUALITAS IMBANGAN LIMBAH INDUSTRI IKAN NILA DENGAN IKAN PORA PORA (Mystacoleucus padangensis) SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK

ANALISIS SISTEM PENGERING OPAK SINGKONG TIPE RUANG KABINET DENGAN MENGGUNAKAN BIOMASSA LIMBAH PELEPAH PINANG DAN PELEPAH KELAPA

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Lincah Andadari 1 dan Sri Sunarti 2

ASPEK BIOLOGIS ULATSUTERA (Bombyx mori L.) DARI DUA SUMBER BIBIT DI SULAWESI SELATAN

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA

PERBANDINGAN HIBRID ULAT SUTERA ( Bombyx mori L.) ASAL CINA DENGAN HIBRID LOKAL DI SULAWESI SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

Perbandingan produktifitas ulat Sutra dari dua tempat pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan pemeliharaan panas

UJI BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA ALAT PENGERING KELAPA PARUT (DESICCATED COCONUT) SKRIPSI

KUALITAS BRIKET ARANG DARI KOMBINASI KAYU BAKAU

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization

POLA RESPIRASI BUAH TOMAT (Lycopersicum esculentum) YANG DI-COATING DENGAN GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera barbadensis Miller) SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER

KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT FISIS DAN KIMIA PASTA GAMBIR SELAMA PENYIMPANAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI SKRIPSI

PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI KALIUM NITRAT TERHADAP VIABILITAS BENIH KOPI ARABIKA (Coffea arabica L) DAN ROBUSTA (Coffea robusta L) SKRIPSI OLEH :

Oleh/ by: Abd. Kadir., Bugi K. Sumirat ABSTRACT ABSTRAK. Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Makasar, Sulawesi Selatan.

PERUBAHAN NILAI DESORPSI PRODUK KAKAO FERMENTASI PADA BERBAGAI SUHU DAN KELEMBABAN

Informasi Data Pokok Kota Surabaya Tahun 2012 BAB I GEOGRAFIS CHAPTER I GEOGRAPHICAL CONDITIONS

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp , ; Fax Bogor

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia

Absorption and sinking speed of the strand from bark of Terap (Artocarpus elasticus)

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS BENIH KAKAO (Theobromacacao L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

PENANGGULANGAN MASALAH SERAT BERBULU PADA KAYU LABU ( Endospermum spp.) SEBAGAI BAHAN BAKU PENSIL

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

PENGERINGAN REMPAH-REMPAH MENGGUNAKAN ALAT ROTARY DRYER

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN LABU KUNING (Cucurbita moschata) DAN PERLAKUAN NATRIUM METABISULFIT TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA TEPUNG LABU KUNING

THESIS Submitted to The Faculty of Agricultural Technology in partial fulfillment of the requirements for obtaining the Bachelor Degree

PERUBAHAN TERHADAP KADAR AIR, BERAT SEGAR DAN BERAT KERING SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

PENGARUH KONDISI PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK, BIOLOGI DAN MIKROBIOLOGIS BERAS GILING

KUALITAS PUPUK ORGANIK CAIR DARI URINE SAPI PADA BEBERAPA WAKTU SIMPAN Lena Walunguru ABSTRACT

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA

LAPORAN TUGAS AKHIR. PROTOTYPE PENGERING BIOMASSA TIPE ROTARY (Tinjauan Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Nilai Kalor Produk dan Laju Pengeringan)

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi udara oleh exhaust dan blower serta sistem pengadukan yang benar

III. METODOLOGI. menguji kadar air nilam dengan metode Bindwell-Sterling

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

HOTMARIA RAHAYU SITUMORANG PEMBUATAN DAN EVALUASI SIMPLISIA BAWANG TIWAI (ELEUTHERINE AMERICANA (AUBL.) MERR)

Analisis Efisiensi Pada Sistem Pengeringan Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) Menggunakan Alat Pengering Tipe Lemari

ANALISIS KUALITAS BRIKET ARANG DARI CAMPURAN KAYU AKASIA DAUN LEBAR

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

PENGARUH PROPORSI TERIGU DAN TAPIOKA TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK KERUPUK BANDENG SKRIPSI

METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

PENENTUAN LAJU PENURUNAN KADAR AIR OPAK SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN RUANG PENGERING BERENERGI BIOMASSA LIMBAH PELEPAH KELAPA SAWIT

UJI BERBAGAI TINGKAT KECEPATAN PUTARAN TERHADAP KUALITAS HASIL PADA ALAT PENGERING KELAPA (DESICCATED COCONUT)

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

LAMPIRAN. Arang Sekam (C)

PERBANDINGAN KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN AGREGAT JENUH KERING MUKA DENGAN AGREGAT KERING UDARA

PENGARUH KONSENTRASI BUSA

n J enis il h hon t f

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 5 kelompok perlakuan yaitu, 1 kelompok perlakuan dengan

UJI VARIASI DIAMETER LUBANG NAMPAN PENGERING UBI KAYU (Manihot Esculenta) TIPE KABINET TERHADAP KUALITAS HASIL PENGERINGAN

UJI SUHU PENYANGRAIAN PADA ALAT PENYANGRAI KOPI MEKANIS TIPE ROTARY TERHADAP MUTU KOPI JENIS ARABIKA (Coffea arabica)

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

PENGARUH METODE THAWING BERDASARKAN SUHU RUANG DAN SUHU REFRIGERATOR TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DAN PROTEIN DALAM FILLET DAGING IKAN BANDENG

Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Persilangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

UJI ALAT PENGEPRES MINYAK (OIL PRESS) PADA BEBERAPA KOMODITI

PENGARUH PERBANDINGAN MEDIA PASIR DAN KASCING TERHADAP PERTUMBUHAN WHEATGRASS (Triticum aestivum L.)

METODE PENYIMPANAN BENIH MERBAU (Intsia bijuga O. Ktze) Method of Seeds Storage of Merbau (Intsia bijuga O. Ktze) ABSTRACT PENDAHULUAN

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA

UJI KECEPATAN PUTARAN OPTIMAL PADA ALAT PENYANGRAI KOPI TIPE ROTARI TERHADAP KUALITAS HASIL SANGRAI

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

UJI LAMA PENGERINGAN DAN TEBAL TUMPUKAN PADA PENGERINGAN UBI JALAR DENGAN ALAT PENGERING SURYA TIPE RAK

PENGARUH KADAR AIR AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN BETON ABSTRACT

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

PENURUNAN KADAR AIR MADU DENGAN DEHIDRATOR VAKUM

MATERI DAN METODE. Prosedur

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK UBI JALAR PADA ALAT PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP SKRIPSI OLEH DEWI SARTIKA T

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven

PROSESSING BENIH. Bagian dari keseluruhan rangkaian teknologi benih dalam usaha memproduksi benih bermutu tinggi

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

KUALITAS FILAMEN DAN BENANG SUTERA DARI KOKON HASIL UJI COBA PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN MENGGUNAKAN ALAT DESAIN P3HH BOGOR ( The Quality of Filament and Silk Thread Produced from Cocoon Processed with P3HH- Drying and Storage Equipment) Oleh/By: Efrida Basri 1, Kaomini 2 & K. Yuniarti 1 ABSTRACT Tthe research aimed to investigate the qualities of filament and silk thread of dry cocoon that had been processed and stored with the EB-2005D drying and EB-2007S storage equipmenst manufactured by P3HH Bogor. The results showed that the qualities of filament and silk thread of dry cocoons that were previously processed with P3HH-equipment were better than those of cocoons stored in unconditioned room. Keywords: Cocoon, drying and storage equipment, filament, silk thread, quality ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengamati kualitas filamen dan benang sutera dari kokon hasil uji coba menggunakan alat pengeringan EB-2005D dan penyimpanan EB-2007S yang didesain P3HH Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas filamen maupun benang sutera dari kokon yang dikeringkan dan disimpan pada alat yang didesain P3HH Bogor lebih baik dibandingkan dengan kualitas dari kokon yang disimpan pada ruang yang tidak dikondisikan. Kata kunci: Kokon, alat pengeringan dan penyimpanan, filamen, benang sutera, kualitas 1

KUALITAS FILAMEN DAN BENANG SUTERA DARI KOKON HASIL UJI COBA PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN MENGGUNAKAN ALAT DESAIN P3HH BOGOR ( The Quality of Filament and Silk Thread Produced from Cocoon Processed with P3HH- Drying and Storage Equipment) Oleh/By: Efrida Basri 1, Kaomini 2 & K. Yuniarti 1 1. Pusat Litbang Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu No. 5 Tlp/Fax 8633378/8633413 2. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Jl. Gunung Batu No Bogor Diterima, disetujui ABSTRACT Fresh cocoon needs to be processed as soon as possible as it has short storage period. Within 5 days, the larvae inside the cocoon will grow into moths. Drying the cocoon will not only exterminate the larvae, but also decrease its moisture content. However, dry cocoon is still easy to absorb the water from its surrounding. Therefore, storage equipment is required to maintain the quality of dry cocoon. The problem faced in the field is the improper technique used for storing the dry cocoon. Cocoons are only stored in net-plastic bags and open field where there is no control for the room temperature and humidity. This has caused the dry cocoon easily absorbs the water or being attacked by fungi or insect. Thus, the research aimed to investigate the qualities of filament and silk thread of dry cocoon that had been processed and stored with the EB-2005D drying and EB-2007S storage equipmenst manufactured by P3HH Bogor. The results showed that the qualities of filament and silk thread of dry cocoons that were previously processed with P3HH-equipment were better than those of cocoons stored in unconditioned room. Keywords: Cocoon, drying and storage equipment, filament, silk thread, quality 2

ABSTRAK Kokon segar memiliki masa simpan yang singkat untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan benang sutera. Pupa dalam kokon akan tumbuh menjadi ngengat dalam waktu + 5 hari. Proses pengeringan tidak hanya akan mematikan pupa, tapi juga menurunkan kadar airnya. Akan tetapi, karena kokon yang telah kering masih mudah menyerap air kembali dari lingkungannya, maka diperlukan alat penyimpanan kokon untuk mempertahankan mutunya. Permasalahan yang dihadapi di lapangan selama ini adalah pengamanan terhadap kokon kering masih belum dilakukan dengan tepat. Kokon dimasukkan ke dalam karung bawang kemudian ditumpuk di ruangan terbuka yang kondisi suhu dan kelembabannya tidak diatur, sehingga selama penyimpanan kokon yang sudah kering akan menarik air kembali atau diserang jamur maupun serangga. Tujuan penelitian adalah mengamati kualitas filamen dan benang sutera dari kokon hasil uji coba menggunakan alat pengeringan EB-2005D dan penyimpanan EB-2007S yang didesain P3HH Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas filamen maupun benang sutera dari kokon yang dikeringkan dan disimpan pada alat yang didesain P3HH Bogor lebih baik dibandingkan dengan kualitas dari kokon yang disimpan pada ruang yang tidak dikondisikan. Kata kunci: Kokon, alat pengeringan dan penyimpanan, filamen, benang sutera, kualitas I. PENDAHULUAN Kokon merupakan hasil utama dari pemeliharaan ulat sutera dan dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan benang sutera. Di dalam kokon terdapat pupa yang mendominasi sebagian besar dari bobot kokon (Kim, 1989). Pupa ini akan berkembang menjadi ngengat dan kemudian keluar dari kokon dengan jalan merusak kulitnya sehingga kokon tersebut tidak dapat dipintal menjadi benang sutera. Menurut Omura (1981), jarak umur kokon sampai dengan keluar ngengat adalah ± 5 hari. Oleh karena itu kokon segar harus cepat diproses menjadi benang, jika tidak maka harus segera dikeringkan. Pengeringan terhadap kokon dimaksudkan untuk mematikan pupa dan mengurangi kadar air yang ada pada kokon. Pengeringan dilakukan hingga kadar air kokon mencapai 3

kering standar, yaitu 6 12% (Budisantoso, 1994). Kering standar dicapai apabila rasio kokon kering dan kokon segar berkisar antara 38 42%. Untuk mendapatkan benang sutera dengan kualitas standar, Omura (1981) menganjurkan pengeringan terhadap kokon menggunakan metode udara panas. Pemakaian bagan suhu yang tepat selama proses pengeringan kokon bisa mempertahankan daya gulung yang tinggi dan menghasilkan benang sutera berkualitas baik (ISC, 2005). Alat pengeringan kokon yang didisain oleh P3HH Bogor EB-2005D memiliki keunggulan, antara lain rmenghasilkan kokon kering dengan warna putih bersih dan merata serta rendemen benang suteranya lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen benang sutera dari pengrajin maupun dari Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah yang menggunakan alat pengeringan yang diimpor dari Jepang. Biaya bahan bakar untuk setiap periode pengeringan kokon rata-rata Rp 750/kg, dengan daya listrik terpasang pada alat pengering 560 watt yang hanya diperlukan untuk menggerakkan elektromotor blower ¾ PK. Kualitas kokon yang sudah kering dapat menjadi masalah apabila harus disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Kandungan lemak yang masih tersimpan dalam pupa mudah menarik perhatian kumbang. Kokon kering juga sering diserang jamur, terutama apabila ruang penyimpanan lembab atau kokon kurang kering (Kim, 1989; Samsijah dan Andadari, 1992). Selama ini ruangan penyimpanan kokon kurang diprioritaskan oleh pengrajin. Akibatnya setelah beberapa minggu penyimpanan, kokon diserang jamur dan serangga sehingga rendemen filamen (serat yang panjang) ataupun benang sutera yang dihasilkan sangat rendah. Hasil percobaan penyimpanan kokon kering dengan alat EB-2007S yang didesain oleh P3HH Bogor menunjukkan kualitas filamen dan benang sutera yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan kokon yang disimpan dalam ruang yang tidak dikondisikan. Kokon yang disimpan dalam alat tersebut, setelah 4 bulan kualitasnya masih tetap terjaga 4

Dalam tulisan ini disampaikan hasil penelitian kualitas filamen dan benang sutera dari kokon hasil uji coba pengeringan menggunakan alat EB-2005D dan penyimpanan menggunakan alat EB-2007S desain P3HH Bogor. II. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah kokon segar. Peralatan yang digunakan, antara lain alat pengeringan EB-2005D, alat penyimpanan EB-2007S, ruang pemeliharaan ulat yang tidak dikondisikan suhu dan kelembaban, timbangan, tabung gas, desikator, mesin pemintalan dan alat penguji benang. Spesifikasi alat pengeringan EB-2005D dan penyimpanan kokon EB-2007S, sebagai berikut: 1. Alat pengeringan EB-2005D Gambar 1 menampilkan prototipe alat EB-2005D dengan metode udara panas untuk kapasitas kokon basah 15 kg. Alat pengering tersebut berbentuk kotak dengan sistem penyusunan kokon pada rak-rak. Ukuran ruangan (chamber): tinggi 170 cm, lebar muka 99 cm dan lebar samping 58 cm. Bahan dinding terdiri dari 4 lapisan. Di antara lapisan kedua dan lapisan dalam terdapat lapisan glasswool untuk bahan isolator panas. Pipa-pipa turbulen (Ø ¾ inci) dipasang dalam posisi berdiri di sekeliling antara dinding glasswool dan dinding dalam ruangan untuk aliran uap panas. 2. Alat penyimpanan EB-2006S Gambar 2 menampilkan prototipe alat EB-2007S untuk kapasitas 50 kg. Alat penyimpanan tersebut berbentuk kotak dengan ukuran ruangan (chamber): tinggi 191 cm, lebar muka 181 cm cm dan lebar samping 1,03 cm. Bahan dinding atas, samping dan pintu terdiri dari 4 lapisan. Agar ruangan tetap kering, dinding dalam dilapisi glasswool sebagai isolator. Pipa 5

turbulen berdiameter 3 inci dipasang di belakang bangunan pada posisi berdiri dengan tinggi 1,5 m. Blower Thermostat Lampu tanda Thermocouple Bak air Tangki air Tungku/kompor Gambar 1. Prototipe alat EB-2005D untuk pengeringan kokon Figure 1. Prototype of drying chamber EB-2005D for drying cocoon Pipa turbulen Blower Thermostat Lampu tanda Gambar 2. Prototipe alat EB-2007S untuk penyimpanan kokon kering Figure 2. Prototype of EB-2007S chamber for dry cocoon storage 6

B. Metode 1. Prosedur kerja a. Pengeringan Prosedur kerja penelitian pengeringan kokon adalah sebagai berikut : 1). Percobaan pendahuluan di laboratorium untuk mendapatkan bagan suhu pengeringan yang sesuai untuk kokon. Percobaan dilakukan dengan menggunakan berbagai kombinasi suhu dan kelembaban. Bagan yang dipilih adalah bagan yang memberikan tingkat kekeringan kokon terendah. 2). Percobaan pengeringan kokon segar menggunakan bagan yang terpilih, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Kokon segar disusun dalam rak-rak. Air dari tangki dialirkan ke dalam bak untuk dipanaskan. Uap panas akan mengalir dan masuk ke dalam pipa-pipa turbulen. Udara panas yang keluar dari pipa-pipa tersebut, kemudian dengan bantuan blower ¾ PK (± 500 watt) didistribusikan secara merata ke seluruh permukaan kokon. Proses pengeringan dilakukan secara bertahap, berpegangan pada bagan suhu hasil percobaan laboratorium. Pengaturan suhu dalam ruangan pengering diatur dengan thermostat. Jika kebutuhan suhu untuk setiap tahapan pengeringan sudah tercapai, maka lampu tanda akan mati. Sebaliknya lampu tanda akan tetap menyala jika suhu yang dibutuhkan belum tercapai. Standar tingkat kekeringan didasarkan pada rasio kokon kering dan kokon segar 38-42% (Budisantoso, 1994). Kualitas kokon kering yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan kokon segar. 7

b. Penyimpanan Prosedur kerja penyimpanan kokon kering, sebagai berikut : 1). Kokon kering dimasukkan ke dalam karung-karung bawang kemudian disimpan dalam ruangan (chamber) dengan posisi digantung. 2). Suhu ruangan disetel dengan thermostat ± 25 C dan kelembaban 70%. Hal ini dimaksudkan agar kekeringan kokon tetap terjaga sehingga tidak mudah diserang jamur atau serangga. Jika kelembaban ruangan naik, udara basah akan ditarik oleh blower kemudian dikeluarkan melewati pipa turbulen yang terdapat di dinding belakang ruangan. 3). Perkembangan kondisi dalam ruangan penyimpanan terpantau melalui kertas grafik yang terpasang pada thermohygrograf yang menunjukkan nilai suhu dan kelembaban selama periode penyimpanan. 4). Perlakuan penyimpanan dilakukan selama 4 bulan, yaitu: 1) dalam ruangan yang tidak dikondisikan suhu dan kelembabannya, 2) dalam alat EB-2007S. 2. Pengumpulan dan analisis data Data hasil pengeringan dan penyimpanan yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kualitas kokon, filamen dan benang sutera mengacu pada metode yang digunakan oleh Kaomini dan Budisantoso (1989) dan Budisantoso (1997), yaitu: a. Kualitas kokon (Warna kokon, bobot kokon kering, dan bobot kulit kokon) dan rendemen kulit (Rasio kulit kokon terhadap berat kokon kering). b. Rendita (Rasio kokon + pupa terhadap benang). c. Kualitas filamen (Panjang filamen, rendemen filamen, dan rendemen benang sutera). 8

Analisis deskriptif dilakukan untuk membandingkan kualitas kokon kering dan segar. Analisis sidik ragam digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan penyimpanan kokon kering terhadap kualitas filamen dan benang sutera. Dalam analisis sidik ragam ini digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 2 perlakuan penyimpanan dan 5 ulangan untuk setiap perlakuan. Selain data kualitas kokon dan benang sutera yang dihasilkan juga diamati kinerja alat EB-2005D dan EB-2007S yang digunakan dalam penelitian ini. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas Pengeringan Bagan suhu pengeringan yang sesuai untuk mengeringkan kokon segar tercantum dalam Tabel 1. Kokon yang dikeringkan menggunakan alat EB-2005D menghasilkan bobot kering berkisar 0,94-1,40 gram, bobot kulit kokon 0,32-0,43 gram, warna putih bersih, serta rendita (rasio kokon dan pupa terhadap benang yang dihasilkan) sekitar 6,4-7,6%, dan tingkat kekeringan 42% (Tabel 2) yang berarti sudah memenuhi persyaratan standar Jepang (Kaomini dan Budisantoso, 1989). Kokon yang dikeringkan juga mampu menghasilkan kualitas filamen dan benang sutera lebih baik dibandingkan dengan kokon segar (Tabel 3). Pengeringan kokon adalah tahap pertama dari proses pemintalan dan mempunyai pengaruh langsung terhadap efisiensi pemintalan maupun kualitas produksi benang (Pannengpet dan Chomchuen, 1976). Panjang filamen, rendemen filamen dan rendemen benang merupakan parameter yang menentukan kualitas kokon. Persentase benang sutera dari kokon yang dikeringkan dengan alat tersebut rata-rata adalah 14,1% atau untuk 1 kg benang sutera memerlukan kokon basah sebanyak 6,4 7,6 kg (rendita 1 : 6,4-7,6). Jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari pengrajin/sentra industri, yang untuk mendapatkan 1 kg benang sutera memerlukan kokon basah sampai sekitar 10 12 kg (rendita 1 : 10-12), tentu rendemen perolehan benang sutera dari penelitian ini lebih tinggi. Bahkan 9

masih lebih tinggi dibandingkan perolehan benang sutera dari PSA Regoloh milik Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, yang memerlukan 8 kg kokon basah untuk mendapatkan 1 kg benang sutera (rendita 1 : 8). Pengamatan terhadap kinerja alat pengering menunjukkan bahwa instrumen penunjang dari alat sudah berfungsi dengan baik, yang ditandai dengan nilai angka pada thermocouple sesuai dengan besaran suhu yang disetel pada thermostat. Tabel 1. Bagan suhu pengeringan kokon Table 1. Temperature schedule for cocoon drying Suhu pengeringan (Drying temperature), 0 C Lama pengeringan, jam (Drying durasion, hours) 50 2 70 2 95 2 Tabel 2. Hasil uji coba pengeringan kokon dalam alat EB-2005D Table 2. Result of drying cocoon in EB-2005D Parameter (Parameters) Nilai (Values) Suhu pengeringan (Drying temperature) : 50 0-95 0 C, bertahap/succesively Warna kokon (Cocoon colour) : Putih bersih (White and clean) Tingkat kekeringan (Dryness level) : 42% Bobot kokon kering (Weight of dry cocoon) : 0,94-1,40 gr Bobot kulit kokon (Weight of cocoon shell) : 0,32 0,43 gr Rendemen kulit (Shell rendement) : 30,73 38,25% Rendita : 6,4 7,6 10

Tabel 3. Perbandingan kualitas filamen dan benang sutera dari kokon segar dan kering Table 3. Comparison of the quality of filament and silk thread of fresh and dry cocoon Kondisi kokon (Cocoon condition) Bobot kokon (Cocoon weight), g Panjang filamen (Filament length), cm Rendemen filamen (Filament recovery rate), (%) Rendemen benang (Thread recovery rate), % Segar (Fresh) 1,81 955,18 17,27 13,38 Kering (Dry) 1,17 995,18 17,85 14,10 B. Kualitas Penyimpanan Penyimpanan kokon diperlukan apabila kokon akan dijual dan waktu yang dibutuhkan untuk menjual kokon relatif lama, di samping itu juga untuk menunggu proses pemintalan selanjutnya. Hasil yang diperoleh dalam percobaan menunjukkan kualitas filamen dan benang sutera yang diperoleh dari kokon kering yang disimpan dalam alat EB-2007S lebih baik dibandingkan dengan kokon yang disimpan dalam ruang yang tidak dikondisikan (ruang pemeliharaan ulat) {Tabel 4}. Data ini juga didukung oleh hasil uji statistik (Tabel 5), yang menunjukkan adanya perbedaan nyata pada kualitas filamen dan benang sutera dari kedua tempat penyimpanan tersebut. Setelah 4 bulan penyimpanan secara kasat mata (visual) kokon yang disimpan dalam alat EB-2007S masih terlihat baik, putih dan belum ada yang terserang jamur (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan tempat penyimpanan kokon kering berpengaruh terhadap kualitas filamen dan benang sutera. 11

Tabel 4. Perbandingan kualitas kokon kering pada 2 perlakuan penyimpanan Table 4. Comparison of the quality of dry cocoon with 2 storage methods Perlakuan penyimpanan (Storage methods) Kering+simpan 4 bulan di ruang yang tidak dikondisikan (Dry+stored for 4 months in unconditioned room) Kering+simpan 4 bulan dalam chamber EB-2007S (Dry + stored for 4 months in EB-2007S chamber) Panjang filamen (Filament length), cm Rendemen filamen (Filament recovery rate), % Rendemen benang (Thread recovery rate), % 1018,35 16,85 14,78 1035,85 17,59 15,25 Keterangan (Remarks): Data di atas merupakan rata-rata dari 5 ulangan (The data was average value from 5 replications) 12

Tabel 5. Hasil uji statistik kualitas filamen dan benang sutera Table 5. Results of statistical test of the qualities of filament and silk thread No. Perlakuan penyimpanan (Storage methods) 1. Kering+simpan 4 bulan di ruang yang tidak dikondisikan (Dry+stored for 4 months in unconditioned room) 2. Kering+simpan 4 bulan dalam chamber penyimpanan EB- 2007S (Dry + stored for 4 months in EB-2007S chamber) Panjang filamen (Filament length), cm Rendemen filamen ( Filament recovery rate), % Rendemen benang ( Thread recovery rate), % 1000,3 a 16,85 a 14,78 a 1035,85 b 17,59 b 15,25 b Keterangan (Remarks): Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada p= 0,05 (Figures followed by different letter in the same column showed significant difference at p=0.05) Gambar 3. Kualitas kokon kering hasil penyimpanan 4 bulan dalam alat EB-2007S Figure 3. The quality of dry cocoon after 4-month stored in the EB-2007S chamber 13

Instrumen penunjang dari alat penyimpanan EB-2007S sudah berfungsi dengan baik. Hal ini ditunjukan oleh besaran suhu dan kelembaban yang terbaca dalam grafik thermohygrograf sudah sesuai dengan besaran suhu yang disetel pada thermostat. Ruangan penyimpanan disetel pada suhu ± 25 C dan kelembaban 70% dengan maksud agar tingkat kekeringan kokon tetap terjaga sehingga tidak mudah diserang jamur atau serangga. Hal ini karena kokon bersifat higroskopis yang dapat menyerap air dari lingkungannya kembali apabila kadar air dalam kokon belum mencapai keseimbangan dengan kadar air di lingkungan tempat penyimpanannya. V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Hasil uji coba pengeringan kokon pada alat Tipe EB-2005D yang didesain P3HH Bogor menggunakan bagan suhu bertahap 50-95 0 C selama 6 jam memberikan tingkat kekeringan yang telah memenuhi standar. 2. Proses pengeringan kokon mampu menghasilkan kualitas kokon, filamen dan benang sutera yang lebih baik dibandingkan dengan kokon yang tidak dikeringkan (kokon segar). 3. Kualitas filamen dan benang sutera yang diperoleh dari kokon kering yang disimpan dalam alat Tipe EB-2007S yang didesain P3HH, Bogor lebih baik dibandingkan dengan kokon kering yang disimpan dalam ruang yang tidak dikondisikan. 4. Secara teknis prototipe alat pengeringan kokon basah Tipe EB-2005D dan penyimpanan kokon kering Tipe EB-2007S sudah bisa diaplikasikan di industri kecil/pengrajin. 5. Untuk menghemat biaya pembuatan alat disarankan dinding dan pintu alat menggunakan bahan seng yang harganya jauh lebih murah dibandingkan bahan aluminium, sedangkan untuk bahan isolasi bisa menggunakan sabut kelapa, sementara untuk pembakaran bisa menggunakan tungku kayu bakar. 14

15

DAFTAR PUSTAKA Budisantoso, H. 1994. Pengeringan dan penyimpanan kokon sutera. Informasi Teknis No.3. Balai Penelitian Kehutanan. Ujung Pandang.. 1997. Pengaruh keragaman ukuran kokon kering dan segar terhadap mutu serat sutera. Buletin Penelitian Kehutanan Vol. 2 (2): 46-57. Balai Penelitian Kehutanan. Ujung Pandang. ISC. 2005. Cocoon Clasiffication.Website http://www.inserco.org. Diakses tanggal 2 Mei 2005. Kaomini dan H. Budisantoso. 1989. Pengaruh tingkat kekeringan kokon terhadap kualitas kokon dan benang. Buletin Penelitian Hutan No. 517: 27-31. Puslitbang Hutan. Bogor. Kim, B. H. 1989. Raw silk reeling. Associated Business Centre Limited. Colombo, Sri Langka Omura, T. 1981. Silk Reeling Technics in The Tropics. Japan International Cooperasion Agency. Tokyo, Japan. Pannengpet, C. and K. Chomchuen. 1976. Relation between cocoon drying percentage and silk reeling. Bulletin Thailand Series Research and Training No. 6. Bangkok. Samsijah dan L. Andadari. 1992. Informasi Teknis:Teknik pengolahan kokon dan benang sutera. Puslitbang Hutan, Balitbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. 16