BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dikaji, mengingat semakin menguatnya tuntutan akuntabilitas atas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. publik di segala bidang atau pun mampu melaksanakan kebijakan tersebut secara

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Laporan keuangan sektor publik merupakan posisi keuangan penting

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembagalembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dalam organisasi/instansi. Hal ini ditandai dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat tersalurkan. Selain itu dalam Pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah

PEMPROV SULTRA KEMBALI RAIH PENILAIAN KEUANGAN WTP

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN. oleh Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI). kewajaran dari laporan keuangan pemerintah yang telah diperiksa.

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih meningkatkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan sebagai bukti pertanggung jawaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. transparansi pada laporan keuangan pemerintah daerah. Munculnya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah baik pihak internal dan eksternal yang informasi tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. harus ditingkatkan agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BPK Memberikan Opini WDP untuk LKPD TA 2014 Pemprov NTT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Supriyanto dan Suparjo (2008) mengungkapkan :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. baik ( good governance government ). Hal tersebut dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah yang baik (good governance). Good Governance. Menurut UU No. 32/2004 (2004 : 4). Otonomi daerah ada lah hak

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Good Governance Government adalah pemerintahan yang paling. diimpikan oleh seluruh masyarakat Indonesia, dimana pemerintahannya

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. ini mulai menaruh perhatian besar terhadap praktik-praktik akuntansi dibanding

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. Program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik baik di pusat maupun di

BULETIN TEKNIS NOMOR 01 PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggung jawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang

BAB I PENDAHULUAN. semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaporan keuangan pemerintah di Indonesia merupakan sesuatu hal yang menarik untuk dikaji, mengingat semakin menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Kenyataannya di dalam laporan keuangan pemerintah, masih banyak disajikan data yang tidak sesuai yang berhasil ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Untuk menegakkan akuntabilitas khususnya pada kinerja finansial di daerah, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mempublikasikan laporan keuangan kepada pemangku kepentingannya. Telah diketahui bahwa ada banyak pihak yang akan mengandalkan informasi dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh pemerintah daerah sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informasi tersebut harus bermanfaat bagi para pemakai. Sebagai wujud pertanggungjawaban tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menyampaikan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Upaya yang nyata untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. 1

2 Ada banyak pihak yang mengandalkan informasi keuangan yang disajikan dan dipublikasikan oleh pemerintah daerah dengan kegunaan berbeda-beda, sehingga laporan yang disajikan tersebut harus berkualitas. Laporan keuangan dikatakan berkualitas jika laporan keuangan yang disajikan tersebut memenuhi syarat normatif yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Pengguna laporan keuangan berasal dari berbagai pihak dengan kepentingan yang berbeda-beda. Pengguna laporan keuangan pemerintahan antara lain (Peraturan Pemerintah 71 Tahun 2010): masyarakat, wakil rakyat, lembaga pengawas, lembaga pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi dan pinjaman, serta pemerintah. Kegunaan atau kebermanfaatan dapat ditentukan secara kualitatif. Dalam PP No. 71 Tahun 2010 diungkapkan bahwa, karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Karakteristik kualitatif yang merupakan prasyarat normatif antara lain: (1) relevan (2) andal (3) dapat dibandingkan (4) dapat dipahami. Untuk dapat memenuhi karakteristik kualitatif tersebut, maka pengelolaan keuangan di pemerintah daerah tidak terlepas dari peran pegawai yang mengelola dan melakukan pelaporan keuangan. Selain itu, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi maka pekerjaan tersebut akan lebih mudah untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, pegawai yang bekerja dalam pengelolaan keuangan

3 harus memiliki kapasitas yang baik dalam mengelola keuangan pemerintah daerah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Jika yang terjadi sebaliknya, maka pemanfaatan teknologi justru akan mempersulit pekerjaan pegawai. Dalam Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010 disebutkan bahwa keterandalan laporan keuangan akan terpenuhi jika informasi dalam laporan keuangan tersebut bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, dapat dikatakan andal juga jika informasi dalam laporan keuangan tersebut menyajikan setiap fakta secara jujur serta dapat diverifikasi. Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan bisa saja relevan, tetapi jika dalam penyajiannya tidak dapat diandalkan maka pengguna informasi tersebut bisa saja tidak akan mempercayai informasi yang disajikan tersebut. Beberapa hal seperti inilah yang akhirnya menyebabkan keterandalan dari laporan keuangan menjadi sangat penting karena merupakan syarat karakteristik dari pelaporan keuangan agar dapat dikatakan memenuhi kualitas yang ditentukan perundang-undangan. Selain itu juga laporan keuangan daerah yang andal akan dapat dipercaya oleh penggunanya dalam kaitannya dengan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengungkapkan hanya 33 persen pengelolaan keuangan daerah yang dilaporkan secara jujur, alias transparan dan akuntabel. Menurut Tjahjo, angka ini merujuk laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2013. Tjahjo Kumolo mengatakan prihatin hanya 33 persen saja pengelolaan keuangan daerah yang dilaporkan secara jujur.

4 Mengingat hal tersebut berkaitan pengelolaan keuangan negara, ke depan Tjahjo mengatakan segera akan menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, kepolisian, dan BPK guna mengawasi pengelolaan keuangan daerah. Tjahjo menambahkan, angka 33 persen adalah sebuah angka yang memprihatinkan.tjahjo juga mengingatkan jajarannya pada kepala daerah di seluruh Indonesia, agar tidak mengikuti jejak sesama kepala daerah yang lebih dahulu berurusan dengan penegak hulum, baik KPK, kejaksaan, maupun Polri dalam kaitannya dengan kasus dugaan korupsi. Saya harap semua kepala daerah tidak ada lagi yang terjerat hukum. Kalau kepala daerahnya tidak terlalu melek hukum, dia punya biro hukum yang bisa ditanya supaya tidak terjerumus karena ketidaktahuannya, ujar Tjahjo mengimbau. (www.otda.kemendagri.go.id) Laporan hasil pemeriksaan (LHP) keuangan Pemprov Jatim untuk pertama kalinya diganjar predikat WDP, setelah 4 tahun berturut-turut atau sejak 2010 mengantongi status wajar tanpa pengecualian (WTP). Anggota BPK Moermahadi Soerja Dijanegara di sela-sela paripurna LHP tersebut pekan lalu mengatakan status WDP diberikan kepada Jatim karena provinsi tersebut dinilai bermasalah dalam mekanisme pengendalian kas serta belanja barang dan jasa pemprovnya. Moermahadi mengungkapkan adanya dua sumber masalah dalam laporan keuangan Pemprov Jatim. Dari segi pengendalian kas dan belanja, BPK

5 menemukan beberapa kejanggalan yang mencakup sejumlah dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Moeharmadi mengatakan mereka menemukan ada senilai Rp21,6 miliar di 23 SKPD, serta Rp31,4 miliar di 10 SKPD yang tidak menyertakan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Sepanjang tahun lalu, BPK memantau sejumlah 541 temuan dengan total 955 rekomendasi senilai Rp203,76 miliar. Sebesar 80% (Rp133,35 miliar) di antaranya terpantau telah ditindaklanjuti oleh BPK. Adapun, 69% lainnya tidak sesuai rekomendai BPK. Adapun, 5% lainnya atau sekitar Rp9,8 miliar tidak ditindaklanjuti. Hal itulah yang memicu BPK mengganjar pemprov dengan opini WDP untuk pertama kalinya dalam lima tahun. Dengan adanya temuan BPK tersebut dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan pemprov Jatim tidak andal, karena terdapat penyajian yang tidak jujur pada proses pembuatan laporan keuangannya. (Sumber : http://kppt.madiunkab.go.id ) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menemukan adanya ketidakpatuhan, kecurangan, dan ketidakpatutan dalam pengujian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan pada Pemerintah Kota Tasikmalaya Tahun Anggaran (TA) 2014. Hal ini diketahui berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tasikmalaya tahun 2014 yang memuat opini wajar dengan pengecualian (WDP) dengan Nomor 45.A/LHP/XVIII.BDG/05/2015, tanggal 5 Mei 2015.

6 Dari hasil pemeriksaan, BPK menemukan ketidakpatuhan Pemerintah Kota Tasikmalaya terhadap peraturan perundang-undangan dalam pelaporan keuangan seperti adanya kemahalan harga pengadaan alat kesehatan dan alat kedokteran pada Dinas Kesehatan sebesar Rp. 463.650l693,64. Pemerhati anggaran dari Perkumpulan Inisiatif Nandang Suherman mengatakan ini harus menjadi catatan penting, sebab masih ditemukan praktek manipulasi administrasi keuangan. (sumber: www.radartasikmalaya.com) Fenomena lainnya yaitu Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat (Jabar), menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Bandung untuk Tahun Anggaran 2011. LHP BPK RI atas LKPD tersebut disampaikan Kepala Sub Auditorat Jabar II, Dede Sukarjo mewakili Kepala Perwakilan (Kalan) Provinsi Jabar BPK RI, kepada pimpinan DPRD dan Kepala Daerah Kota Bandung. Opini yang diberikan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bandung Tahun 2011 adalah Wajar Dengan Pengecualian (WDP), acara penyampaian LHP atas LKPD itu sendiri merupakan penyampaian LHP atas LKPD TA 2011 tahap terakhir, sebelumnya BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar juga telah melaksanakan penyampaian LHP atas LKPD TA 2011 untuk Provinsi Jawa Barat dan 25 pemerintah kabupaten/kota lainnya di Jabar. (Sumber : http://www.kompasiana.com/02081976/laporan-keuangan-kotabandung-tahun-anggaran-2011-wdp_551270cd813311c856bc6022)

7 DPRD Kota Bandung menuntut Pemerintah Kota Bandung bekerja ekstra menyikapi opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2012 yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung, Haru Shuandaru mengatakan, tuntutan bekerja ekstra itu sifatnya wajib karena dalam 3 tahun terakhir, opini WDP tersebut kadung melekat pada Pemerintah Kota Bandung setelah sebelumnya BPK sempat memberikan opini Disclaimer pada LKPD 2009. Menurut Haru, empat persoalan utama yang selalu menjadi kendala dalam penyusunan LKPD Kota Bandung yaitu aset daerah berupa tanah dan bangunan, sertifikasi, pengelolaan dana bantuan sosial (Bansos), dan piutang pajak. Menurutnya, keempat persoalan tersebut menjadi pekerjaan rumah Pemerintah Kota Bandung yang harus segera diselesaikan. Haru mengakui, pengelolaan aset daerah berupa tanah dan bangunan serta sertifikasi atas aset milik Pemerintah Kota Bandung menjadi persoalan yang hingga kini belum bisa diselesaikan. Ia mengatakan, selama ini DPRD terus mendorong pemerintah kota Bandung, khususnya Dinas Pengelola Keuangan Aset Daerah (DPKAD) untuk memperbaiki pengelolaan aset-aset milik daerah. Bahkan, pihaknya pun akan mendesak DPKAD untuk menyusun rencana aksi pengelolaan aset daerah dan sertifikasinya. Baru-baru ini, BPK RI Perwakilan Jawa Barat merilis hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2012. Dari 12 LKPD yang

8 diserahkan BPK RI Perwakilan Jabar, Selasa (28/5), hanya Kota Banjar yang mendapatkan WTP. Sisanya mendapat opini Wajar dengan Pengecualian (WDP). (Sumber : http://jabar.tribunnews.com/2013/05/31/raih-wdp-pemkot-dituntutkerja-keras) Dilihat dari fenomena yang terjadi diatas, masih banyak pemerintah belum optimal dalam menghasilkan laporan keuangan ditinjau dari keterandalannya yang salah satu faktornya yaitu dalam penyajian jujur dan netralitas. Hal ini menyebabkan ketertarikan penulis untuk meneliti tentang keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global. Kewajiban pemanfaatan teknologi informasi oleh pemerintah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. Dalam penjelasan PP No. 56 Tahun 2005 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan

9 mengelola keuangan daerah, dan menyalurkan informasi keuangan daerah kepada pelayanan publik. Berdasarkan penelitian terdahulu faktor yang mempengaruhi keterandalan laporan keuangan adalah pemanfaatan teknologi informasi yang diteliti oleh Kadek dkk, (2014); Shinta dan Banu, (2014); Ayu Priska, (2015);Karmila dkk, (2011); Desmiyawati, (2014) Siti Soimah, (2014). Tabel 1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterandalan Pelaporan Keuangan No. Nama Peneliti Tahun Sumber Daya Mansia Pengendalian Internal Pemanfaatan Teknologi Informasi Pengawasan 1 Kadek dkk 2014 2 Shinta dan Banu 2014-3 Ayu Priska 2015 4 Karmila dkk 2011 x x - 5 Desmiyawati 2014 x 6 Siti Soimah 2014 - Keterangan: Signifikan - Tidak diteliti x Tidak signifikan

10 Penelitan ini merupakan replikasi yang dilakukan oleh Kadek Hengki Primayana, Anantawikrama Tungga Atmadja, dan Nyoman Ari Surya Darmawan (2014) tentang Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pengendalian Intern Akuntansi, Pemanfaatan Teknologi Informasi, dan Pengawasan Keuangan Daerah Terhadap Keterandalan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng). Variabel penelitian terdiri dari variable independen Kapasitas Sumber Daya Manusia (X1), Pengendalian Intern Akuntansi (X2), Pemanfaatan Teknologi Informasi (X3), Pengawasan Keuangan Daerah (X4) dan Keterandalan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah (Y). Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dikirim dan diambil sendiri oleh peneliti terhadap responden yang berjumlah 183 orang yang tersebar di subbagian keuangan pada SKPD Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian tersebut memberikan bukti bahwa pemanfaatan teknologi informasi sebesar 0,348 adalah positif. Ini berarti pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Nilai signifikansi X4 adalah 0,000 < 0,05 yang ini berarti bahwa pengawasan keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Juga dilihat dari nilai thitung > ttabel yaitu 3,612 > 1,973 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima dimana pengawasan keuangan daerah berpengaruh positif signifikan terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan semua uraian sebelumnya maka hasil pengujian hipotesis H3 menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif signifikan terhadap keterandalan

11 pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini berarti bahwa semakin tingginya pemanfaatan teknologi informasi maka akan meningkatkan kualitas informasi yang dihasilkan dalam pelaporan keuangan yang menjadi lebih andal. Hasil ini tentu mendukung teori-teori dari literatur-literatur yang telah dipaparkan sebelumnya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang lokasi penelitiannya dilakukan di masing-masing SKPD Kabupaten Buleleng. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dikirim dan diambil sendiri oleh peneliti terhadap responden yang berjumlah 183 orang yang tersebar di subbagian keuangan pada SKPD Kabupaten Buleleng. Sedangkan penelitian ini akan dilakukan di Pemerintah Kota Bandung pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dengan responden sebanyak 27 orang pada bagian akuntansi saja. Peneliti juga ingin mengkaji ulang tentang pemanfaatan teknologi informasi yang ada di pemerintahan. Pemanfaatan teknologi informasi yang dimaksud seperti penggunaan komputer dan perangkat lunak secara optimal, akan berdampak pada pemrosesan transaksi yang lebih cepat, menghemat biaya dan perhitungannya juga akan memiliki tingkat keakurasiaan yang tinggi sehingga akan berujung pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan yang lebih andal karena pemanfaatan teknologi akan mengurangi kesalahan yang bersifat material. Berdasarkan uraian permasalahan di atas penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh orientasi etika dan komitmen profesional terhadap sensitivitas etika auditor dengan judul Pengaruh Pemanfaatan Teknologi

12 Informasi Terhadap Keterandalan Pelaporan Keuangan Pemerintah Kota Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana pemanfaatan teknologi informasi di Pemerintah Kota Bandung 2. Bagaimana keterandalan pelaporan keuangan di Pemerintah Kota Bandung 3. Seberapa besar pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap keterandalan pelaporan keuangan di Pemerintah Kota Bandung 1.3 Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang telah diidentifikasikan di atas, maka maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisa dan mengetahui pemanfaatan teknologi informasi di Pemerintah Kota Bandung 2. Untuk menganalisa dan mengetahui keterandalan pelaporan keuangan di Pemerintah Kota Bandung 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap keterandalan pelaporan keuangan di Pemerintah Kota Bandung

13 1.4 Kegunaan Penelitian Dari penelitian ini penulis berharap dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1) Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi tentang bahan informasi yang digunakan dalam hal keterandalan pelaporan keuangan pemerintah Kota Bandung melalui pemanfaatan teknologi informasi sehingga tujuan pemerintahan dapat tercapai. 2) Praktis Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dalam sistem informasi akuntansi, khususnya mengenai pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap keterandalan pelaporan keuangan, serta sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. Bagi Instansi Pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah daerah mengenai masalah pemanfaatan teknologi infromasi dan meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dalam pemerintah daerah. Bagi Instansi pendidikan, masyarakat akademik pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya sebagai bahan referensi bagi yang melakukan penelitian lebih lanjut berkenan dengan masalah ini.