LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

1. Tinjauan Umum

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... vi

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2016 REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Gambar...

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

Analisis Perkembangan Industri

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

DATA POKOK APBN

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

REALISASI SEMENTARA APBNP

Analisis Perkembangan Industri

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

TANTANGAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2014

BAB III ASUMSI ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS INFLASI MARET 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

4. Outlook Perekonomian

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

Kondisi Perekonomian Indonesia Terkini

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Transkripsi:

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... vi Daftar Grafik... viii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Perkiraan Realisasi Semester I Tahun 2014... 1.2.1 Perkiraan Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Tahun 2014... 1.2.2 Perkiraan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Semester I Tahun 2014... 1.3 Prognosis Semester II Tahun 2014... 1.3.1 Prognosis Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester II Tahun 2014... 1.3.2 Prognosis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Semester II Tahun 2014... BAB 2 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2014 2.1 Umum... 2.2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Tahun 2014... 2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi... 2.2.2 Laju Inflasi... 2.2.3 Nilai Tukar Rupiah... 2.2.4 Suku Bunga SPN 3 Bulan... 2.2.5 Harga Minyak Mentah Indonesia... 2.2.6 Lifting Minyak dan Gas Bumi... 2.3 Prognosis Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester II Tahun 2014... 2.3.1 Pertumbuhan Ekonomi... 2.3.2 Inflasi... 2.3.3 Nilai Tukar Rupiah... 2.3.4 Suku Bunga SPN 3 Bulan... 1-1 1-2 1-2 1-3 1-4 1-4 1-5 2-1 2-2 2-2 2-6 2-9 2-10 2-10 2-11 2-12 2-12 2-14 2-15 2-15 i

Daftar Isi Halaman 2.3.5 Harga Minyak Mentah Indonesia... 2-15 2.3.6 Lifting Minyak dan Gas Bumi... 2-16 BAB 3 PERKEMBANGAN PENDAPATAN NEGARA SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2014 3.1 Umum... 3.2 Pendapatan Negara Semester I Tahun 2014... 3.2.1 Penerimaan Dalam Negeri Semester I Tahun 2014... 3.2.1.1 Penerimaan Perpajakan Semester I Tahun2014... 3.2.1.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Semester I Tahun 2014... 3.2.2 Penerimaan Hibah... 3.3 Prognosis Pendapatan Negara Semester II Tahun 2014... 3.3.1 Prognosis Penerimaan Dalam Negeri Semester II Tahun 2014... 3.3.1.1 Prognosis Penerimaan Perpajakan Semester II Tahun 2014... 3.3.1.2 Prognosis PNBP Semester II Tahun 2014... 3.3.2 Prognosis Penerimaan Hibah Semester II Tahun 2014... BAB 4 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2014 4.1 Umum... 4.2 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Semester I... 4.2.1 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi... 4.2.1.1 Fungsi Pelayanan Umum... 4.2.1.2 Fungsi Pertahanan... 4.2.1.3 Fungsi Ketertiban dan Keamanan... 4.2.1.4 Fungsi Ekonomi... 4.2.1.5 Fungsi Lingkungan Hidup... 4.2.1.6 Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum... 4.2.1.7 Fungsi Kesehatan... 4.2.1.8 Fungsi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif... 4.2.1.9 Fungsi Agama... 3-1 3-2 3-3 3-4 3-7 3-8 3-9 3-9 3-9 3-10 3-11 4-1 4-2 4-3 4-3 4-5 4-6 4-6 4-7 4-8 4-8 4-9 4-9 ii

Daftar Isi Halaman 4.2.1.10 Fungsi Pendidikan... 4-10 4.2.1.11 Fungsi Pelindungan Sosial... 4-11 4.2.2 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi... 4-11 4.2.2.1 Realisasi Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga... 4-12 4.2.2.1.1 Realisasi Anggaran Belanja 10 K/L dengan Alokasi Anggaran Terbesar... 4-14 4.2.2.1.2 Kinerja Penyerapan Anggaran Belanja K/L... 4-20 4.2.2.2 Realisasi Anggaran Belanja Non-Kementerian Negara/Lembaga... 4-27 4.2.2.2.1 Program Pengelolaan Utang Negara... 4-28 4.2.2.2.2 Program Pengelolaan Subsidi... 4-30 4.2.2.2.3 Program Pengelolaan Hibah Negara... 4-31 4.2.2.2.4 Program Pengelolaan Balanja Lainnya... 4-31 4.2.2.2.5 Program Pengeloaan Transaksi Khusus... 4-32 4.3 Prognosis Belanja Pemerintah Pusat Semester II... 4-32 4.3.1 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi... 4-33 4.3.1.1 Fungsi Pelayanan Umum... 4-33 4.3.1.2 Fungsi Pertahanan... 4-34 4.3.1.3 Fungsi Ketertiban dan Keamanan... 4-34 4.3.1.4 Fungsi Ekonomi... 4-34 4.3.1.5 Fungsi Lingkungan Hidup... 4-35 4.3.1.6 Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum... 4-35 4.3.1.7 Fungsi Kesehatan... 4-35 4.3.1.8 Fungsi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif... 4-36 4.3.1.9 Fungsi Agama... 4-36 4.3.1.10 Fungsi Pendidikan... 4-36 4.3.1.11 Fungsi Perlindungan Sosial... 4-36 4.3.2 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi... 4-37 4.3.2.1 Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja K/L... 4-37 4.3.2.2 Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Non K/L... 4-40 4.3.2.2.1 Program Pengelolaan Utang Negara... 4-40 iii

Halaman 4.3.2.2.2 Program Pengelolaan Subsidi... 4-42 4.3.2.2.3 Program Pengelolaan Hibah Negara... 4-43 4.3.2.2.4 Program Pengelolaan Belanja Lainnya... 4-43 4.3.2.2.5 Program Pengelolaan Transaksi Khusus... 4-43 BAB 5 PERKEMBANGAN TRANSFER KE DAERAH SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2014 5.1 Umum... 5.2 Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Tahun 2014... 5.2.1 Dana Perimbangan... 5.2.1.1 Dana Bagi Hasil... 5.2.1.2 Dana Alokasi Umum... 5.2.1.3 Dana Alokasi Khusus... 5.2.2 Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian... 5.2.2.1 Dana Otonomi Khusus... 5.2.2.2 Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta... 5.2.2.3 Dana Penyesuaian... 5.3 Prognosis Transfer ke Daerah Semester II... 5.3.1 Dana Perimbangan... 5.3.1.1 Dana Bagi Hasil... 5.3.1.2 Dana Alokasi Umum... 5.3.1.3 Dana Alokasi Khusus... 5.3.2 Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian... BAB 6 PERKEMBANGAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2014 6.1 Umum... 6.2 Perkembangan Realisasi Defisit Anggaran Semester I Tahun 2014... 6.3 Perkembangan Realisasi Pembiayaan Anggaran Semester I Tahun 2014... 6.3.1 Pembiayaan Nonutang... 5-1 5-2 5-3 5-3 5-6 5-6 5-7 5-8 5-9 5-9 5-9 5-10 5-10 5-11 5-11 5-11 6.1 6.2 6.2 6.3 iv

Halaman 6.3.1.1 Perbankan Dalam Negeri... 6.4 6.3.1.2 Nonperbankan Dalam Negeri... 6-4 6.3.2 Pembiayaan Utang... 6-5 6.3.2.1 Surat Berharga Negara (neto)... 6-6 6.3.2.2 Pinjaman Luar Negeri (neto)... 6-7 6.3.2.3 Pinjaman Dalam Negeri (neto)... 6-9 6.4 Prognosis Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester II Tahun 2014... 6-9 6.4.1 Defisit Anggaran... 6-9 6.4.2 Pembiayaan Anggaran... 6-10 6.4.2.1 Pembiayaan Nonutang... 6-10 6.4.2.2 Pembiayaan Utang... 6-11 v

Daftar Tabel DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Ringkasan APBN Semester I Tahun 2013-2014... Tabel 1.2 Prognosis Semester II Tahun 2014... Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013-2014... Tabel 2.2 Pertumbuhan Ekonomi, 2013-2014... Tabel 3.1 Perkembangan Pendapatan Negara Tahun 2014... Tabel 4.1 Belanja Pemerintah Pusat Semester I, 2013-2014... Tabel 4.2 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi Semester I, 2014... Tabel 4.3 Belanja Kementerian Negara/Lembaga Semester I, 2013-2014... Tabel 4.4 Pembayaran Bunga Utang Semester I, 2013-2014... Tabel 4.5 Belanja Subsidi Semester I, 2013-2014... Tabel 4.6 Perkiraan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, 2014... Tabel 4.7 Perkiraan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat 2014... Tabel 4.8 Perkiraan Realisasi Belanja Kementerian Negara/Lembaga, 2014... Tabel 4.9 Perkiraan Realisasi Pembayaran Bunga Utang, 2014... Tabel 4.10 Perkiraan Realisasi Belanja Subsidi, 2014... Tabel 4.11 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program, 2014... Tabel 5.1 Realisasi Semester I Transfer ke Daerah, 2013-2014... Tabel 5.2 Perkiraan Realisasi Transfer ke Daerah, 2014... Tabel 6.1 Pembiayaan Anggaran Semester I Tahun 2013-2014... Tabel 6.2 Pembiayaan Nonutang Semester I Tahun 2013-2014... Tabel 6.3 Pembiayaan Utang Semester I Tahun 2013-2014... Tabel 6.4 Realisasi Pelaksanaan Buyback Sampai Dengan 30 Mei 2014... Tabel 6.5 Tabel 6.6 Realisasi Pelaksanaan Debt Switching Sampai Dengan 30 Mei 2014... Perkiraan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Tahun 2014... Halaman 1-3 1-5 2-5 2-12 3-2 4-3 4-4 4-26 4-30 4-30 4-33 4-37 4-39 4-41 4.42 4-45 5-8 5-12 6-2 6-3 6-5 6-6 6-7 6-9 vi

Tabel 6.7 Tabel 6.8 Perkiraan Realisasi Pembiayaan Nonutang Semester I dan Prognosis Semester II Tahun 2014... Perkiraan Realisasi Pembiayaan Utang Semester I dan Prognosis Semester II Tahun 2014... Halaman 6-11 6-12 vii

Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi 2012-2014... 2-2 Grafik 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan, 2012-2014... 2-3 Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi, 2012-2014... 2-7 Grafik 2.4 Laju Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran s.d. Mei 2014... 2-8 Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Komponen, 2012-2014... 2-8 Grafik 2.6 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Cadangan Devisa, 2012-2014... 2-9 Grafik 2.7 Perkembangan Suku Bunga SPN 3 Bulan, 2013-2014... 2-10 Grafik 2.8 Perkembangan Harga Minyak Dunia, 2012-2014... 2-11 Grafik 2.9 Lifting Minyak dan Gas Bumi Indonesia, 2012-2014... 2-11 Grafik 3.1 Realisasi Pendapatan Negara, 2013-2014... 3-3 Grafik 4.1 Belanja K/L Semester I, 2008-2014... 4-13 Grafik 4.2 10 K/L dengan Anggaran Terbesar Semester I, 2013-2014... 4-14 Grafik 4.3 Belanja Kementerian Pertahanan Semester I, 2008-2014... 4-15 Grafik 4.4 Belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Semester I, 2008-2014... 4-15 Grafik 4.5 Belanja Kementerian Pekerjaan Umum Semester I, 2008-2014... 4-16 Grafik 4.6 Belanja Kementerian Agama Semester I, 2008-2014... 4-16 Grafik 4.7 Belanja Kementerian Kesehatan Semester I, 2008-2014... 4-17 Grafik 4.8 Belanja Kepolisian Negara RI Semester I, 2008-2014... 4-17 Grafik 4.9 Belanja Kementerian Perhubungan Semester I, 2008-2014... 4-18 Grafik 4.10 Belanja Kementerian Keuangan Semester I, 2008-2014... 4-18 Grafik 4.11 Belanja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Semester I, 2008-2014... 4-19 Grafik 4.12 Belanja Komisi Pemilihan Umum Semester I, 2008-2014... 4-19 Grafik 4.13 5 K/L Penyerapan Semester I Lebih Tinggi Dari Tahun 2013... 4-21 Grafik 4.14 5 K/L Penyerapan Semester I Lebih Rendah Dari Tahun 2013... 4-21 Grafik 4.15 Profil Penyerapan Belanja K/L Semester I Tahun 2014... 4-22 viii

Daftar Grafik Halaman Grafik 4.16 Penyerapan Belanja K/L Semester I Tahun 2014... 4-23 Grafik 4.17 Penyerapan Anggaran 10 K/L dengan Daya Serap Terbesar, 2013-2014... 4-24 Grafik 4.18 Kurva Imbal Hasil SBN Rupiah, 2010-2014... 4.29 Grafik 4.19 Kurva Imbal Hasil SBN Valas, 2011-2014... 4-29 Grafik 4.20 Belanja K/L, 2008-2014... 4-37 Grafik 4.21 Profil Belanja K/L Tahun 2014... 4-38 Grafik 4.22 Prognosis Penyerapan 10 K/L dengan Daya Serap Terbesar, 2013-2014... 4-38 Grafik 5.1 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I, 2010-2014... 5-1 Grafik 5.2 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Semester I, 2010-2014... 5-3 Grafik 5.3 Perkembangan Realisasi Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Semester I, 2010-2014... 5-7 Grafik 6.1 Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri Semester I Tahun 2014... 6-8 ix

Pendahuluan Bab 1 1.1 Umum BAB 1 PENDAHULUAN Pada tahun 2014, perekonomian Indonesia diperkirakan akan mengalami penyesuaian sebagai dampak dari tiga faktor utama, baik internal maupun eksternal. Pertama, kelanjutan kebijakan tapering off yang dijalankan Amerika Serikat dan berakhirnya stimulus fiskal di Eropa. Kedua, bauran kebijakan (policy mix) yang dilakukan Pemerintah dan Bank Indonesia yang memfokuskan pada kebijakan stabilisasi perekonomian. Ketiga, menurunnya kinerja perdagangan internasional sebagai dampak dari masih lemahnya permintaan global dan menurunnya ekspor mineral dan batubara sebagai implikasi dari kebijakan hilirisasi industri. Penyesuaian yang terjadi pada perekonomian domestik di tahun 2014, akan diikuti dengan membaiknya stabilitas ekonomi makro, seperti tingkat inflasi, meskipun pertumbuhan ekonomi berpotensi mengalami perlambatan. Berdasarkan realisasi indikator ekonomi hingga bulan Mei 2014 dan prospeknya satu bulan ke depan, realisasi asumsi dasar ekonomi makro dalam semester I tahun 2014 diperkirakan sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3 persen (yoy); (2) inflasi 2,27 persen (ytd) atau 6,98 persen (yoy); (3) nilai tukar rupiah Rp11.720 per dolar AS; (4) tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,7 persen; (5) harga minyak mentah Indonesia USD 106 per barel; (6) lifting minyak mentah 793 ribu barel per hari; dan (7) lifting gas 1.268 ribu barel per hari setara minyak. Berdasarkan perkiraan tersebut, asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan untuk APBN tahun 2014 berbeda dengan realisasi berbagai indikator ekonomi makro terkini. Mencermati hal tersebut, Pemerintah pada bulan Mei 2014 telah mengajukan percepatan perubahan APBN tahun 2014 kepada DPR. Di dalam R tahun 2014 tersebut, asumsi dasar ekonomi makro diusulkan untuk direvisi agar postur APBN tetap mencerminkan kondisi riil perekonomian terkini. Setelah melalui pembahasan yang intensif dengan DPR, pada tanggal 18 Juni 2014, RUU Perubahan APBN tahun 2014 ditetapkan menjadi UU tahun 2014. Asumsi dasar ekonomi makro dalam tahun 2014 sebagai berikut : (1) pertumbuhan ekonomi dari 6,0 persen menjadi 5,5 persen; (2) inflasi dari 5,5 persen menjadi 5,3 persen; (3) nilai tukar rupiah dari Rp10.500 menjadi Rp11.600 per dolar AS; (4) tingkat suku bunga SPN 3 bulan dari 5,5 persen menjadi 6,0 persen ; (5) harga minyak mentah Indonesia tetap pada tingkat USD105,0 per barel; (6) lifting minyak mentah dari 870 ribu barel per hari menjadi 818 ribu barel per hari; dan (7) lifting gas dari 1.240 ribu barel per hari setara minyak menjadi 1.224 ribu barel per hari setara minyak. Perubahan-perubahan pada asumsi makro tersebut akan berpengaruh pada capaian-capaian pelaksanaan APBN dalam semester I tahun 2014. Di bidang pendapatan negara, realisasinya pada semester I tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp713.962,3 miliar (43,7 persen dari targetnya dalam tahun 2014). Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS serta masih cukup kuatnya konsumsi rumah tangga dan Pemerintah. Pada semester II tahun 2014, pendapatan negara diperkirakan sebesar Rp921.416,2 miliar sejalan dengan kebijakan Pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan dari sektor perpajakan dan PNBP. Di bidang belanja negara, realisasi pada semester I tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp779.988,5 miliar, atau menyerap 41,6 persen dari alokasi 2014. Perkiraan realisasi tersebut, antara 1-1

Bab 1 Pendahuluan lain berasal dari perkiraan realisasi belanja Pemerintah Pusat yang menyerap 38,6 persen pagu 2014, lebih tinggi dari realisasi penyerapan semester I tahun 2013 sebesar 35,2 persen. Tingkat penyerapan yang lebih tinggi diperkirakan terjadi, baik untuk belanja K/L sebagai akibat pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan, maupun untuk belanja melalui BA BUN, khususnya terkait dengan pembayaran bunga utang dan subsidi, sebagai akibat dari depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Diperkirakan belanja pemerintah pusat pada semester II tahun 2014 mencapai Rp786.234,0 miliar. Untuk transfer ke daerah, sepanjang semester I tahun 2014, realisasinya diperkirakan sebesar 47,9 persen. Pengelolaan transfer ke daerah telah disempurnakan dengan ditetapkannya PMK Nomor 183/PMK.07/2013 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, untuk memperbaiki mekanisme penyaluran dana Transfer ke Daerah. Perbaikan tersebut meliputi: (1) mekanisme penambahan dana yang dialokasikan dalam transfer ke daerah, berupa dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta/DIY; (2) perbaikan besaran dan waktu pelaksanaan penyaluran untuk masing-masing jenis anggaran transfer ke daerah; serta (3) ketentuan pelaporan penyerapan dana agar anggaran transfer ke daerah dapat disalurkan secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran. Transfer ke daerah pada semester II tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp310.650,2 miliar. Realisasi defisit sampai dengan semester I tahun 2014 diperkirakan sebesar 0,64 persen terhadap PDB. Sebagai konsekuensi turunnya pendapatan negara dan meningkatnya belanja negara, maka defisit anggaran sampai dengan akhir tahun 2014 diperkirakan lebih besar dari 3 persen Untuk itu diperlukan langkah-langkah dalam mengantisipasi tambahan defisit melalui tiga hal pokok, yaitu : (1) optimalisasi pendapatan negara baik di bidang perpajakan maupun PNBP; (2) efisiensi belanja negara utamanya dalam pengamanan subsidi energi; serta (3) peningkatan kapasitas pembiayaan anggaran. Hal ini dilaksanakan untuk tetap mengamankan pelaksanaan APBN dengan menjaga defisit agar berada dalam batas yang aman. 1.2 Perkiraan Realisasi Semester I Tahun 2014 1.2.1 Perkiraan Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Tahun 2014 Pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2014 mencapai 5,2 persen atau relatif di bawah realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan I 2013 sebesar 6 persen. Berdasarkan hal tersebut, pertumbuhan ekonomi pada semester I tahun 2014 diperkirakan mencapai 5,3 persen, terutama didorong oleh perbaikan pendapatan dan penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden tahun 2014. Kinerja sektor eksternal diperkirakan masih melemah, terkait dengan melambatnya ekspor mineral dan batubara sebagai implikasi dari kebijakan hilirisasi industri. Sampai dengan Mei 2014, inflasi menunjukkan pergerakan yang cenderung menurun, sehingga inflasi pada semester I tahun 2014 diperkirakan mencapai 2,27 persen (ytd) atau 6,98 persen (yoy). Inflasi tersebut relatif menurun jika dibandingkan dengan inflasi akhir tahun 2013 yang mencapai 8,4 persen (yoy). Penurunan tersebut terutama didorong oleh membaiknya pasokan barang dan jasa, minimalnya tekanan eksternal, serta membaiknya ekspektasi inflasi masyarakat. Dorongan inflasi pada semester I tahun 2014 terutama dipengaruhi oleh inflasi dari sisi administered price yaitu antara lain kenaikan harga LPG 12 kg dan peningkatan beberapa harga pangan menjelang masuknya bulan Ramadhan. 1-2

Pendahuluan Bab 1 Nilai tukar rupiah sampai dengan semester I tahun 2014 diperkirakan mencapai rata-rata Rp11.720 per dolar AS atau relatif melemah jika dibandingkan dengan asumsi nilai tukar rupiah di dalam tahun 2014 sebesar Rp11.600 per dolar AS. Dari sisi eksternal, pelemahan nilai tukar rupiah tersebut terutama dipengaruhi oleh goncangan pasar keuangan global yang disebabkan adanya rencana Bank Sentral Amerika Serikat mengurangi stimulus fiskal (tapering off). Dari sisi domestik, pelemahan nilai tukar rupiah antara lain berasal dari kondisi transaksi berjalan yang mengalami defisit serta ketidakseimbangan di pasar valuta asing (valas) domestik akibat tingginya permintaan valas ditengah terbatasnya pasokan. Selanjutnya, dampak tapering off yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat akan menyebabkan terjadinya persaingan untuk mendapatkan likuiditas global. Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan tingkat suku bunga untuk menarik aliran modal masuk. Terkait hal tersebut, tingkat suku bunga SBN, termasuk SPN 3 bulan, diperkirakan relatif akan lebih tinggi dari asumsinya dalam tahun 2014. Dari enam kali lelang sepanjang semester I tahun 2014, tingkat suku bunga SPN 3 bulan mencapai 5,7 persen. Harga minyak mentah dunia pada tahun 2014 diperkirakan stabil seiring dengan seimbangnya permintaan dan pasokan minyak mentah. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada semester I tahun 2014 diperkirakan mencapai rata-rata USD106 per barel dengan kecenderungan menurun mengikuti pergerakan harga minyak dunia. Sementara itu, dari sisi lifting minyak dan gas bumi, penurunan kapasitas produksi lifting migas dan juga kendala teknis menyebabkan lifting migas tahun 2014 diperkirakan berada di bawah target. Sampai dengan semester I tahun 2014, lifting minyak dan gas bumi masing-masing mencapai 793 ribu barel per hari dan 1.268 ribu barel per hari. 1.2.2 Perkiraan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Semester I Tahun 2014 Pada pelaksanaan APBN semester I tahun 2014, secara agregat diperkirakan terdapat kelebihan pembiayaan sebesar Rp73,6 triliun, sebagai konsekuensi dari upaya pemerintah menerapkan kebijakan peningkatan kapasitas pembiayaan dan antisipasi kenaikan yield pada akhir tahun. Rincian realisasi pelaksanaan APBN semester I tahun 2014 disajikan pada Tabel 1.1. Perkiraan realisasi pendapatan negara sepanjang semester I tahun 2014 mencapai sebesar 43,7 persen dari target tahun 2014, lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi tahun lalu sebesar 41,5 persen. Hal tersebut disebabkan oleh lebih tingginya realisasi penerimaan perpajakan, PNBP, dan penerimaan hibah. Pos-pos penerimaan dari sektor perpajakan yang memiliki kinerja yang baik meliputi penerimaan PPh, PBB, cukai, dan pajak lainnya. Sedangkan untuk sektor PNBP terdiri atas penerimaan sumber daya alam (SDA) migas, bagian pendapatan laba BUMN, PNBP lainnya, dan pendapatan BLU. Faktor pendorong tingginya kinerja tersebut meliputi: (1) kenaikan tarif PPh impor dan setoran PBB migas pada semester I tahun 2014; (2) meningkatnya produksi rokok pada awal tahun 2014 dan penyesuaian tarif cukai MMEA; (3) depresiasi nilai tukar menyebabkan meningkatnya kinerja penerimaan SDA migas; dan (4) telah dilaksanakannya RUPS pada hampir semua BUMN dimana sebagian dari BUMN tersebut telah menyetorkan dividen mereka. Realisasi belanja negara semester I tahun 2014 diperkirakan sebesar 41,6 persen dari pagunya dalam tahun 2014, lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar 39,3 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi belanja negara pada semester I tahun 2014, 1-3

Bab 1 Pendahuluan TABEL 1.1 RINGKASAN APBN SEMESTER I TAHUN 2013-2014 (miliar rupiah) 2013 2014 Uraian Realisasi Semester I % thd Perkiraan Semester I % thd PENDAPATAN NEGARA 1.502.005,0 623.240,2 41,5 1.635.378,5 713.962,3 43,7 I. PENDAPATAN DALAM NEGERI 1.497.521,4 622.418,0 41,6 1.633.053,4 713.503,0 43,7 1. Penerimaan Perpajakan 1.148.364,7 485.359,4 42,3 1.246.107,0 547.434,7 43,9 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 349.156,7 137.058,5 39,3 386.946,4 166.068,3 42,9 II. PENERIMAAN HIBAH 4.483,6 822,2 18,3 2.325,1 459,3 19,8 BELANJA NEGARA 1.726.191,3 677.713,2 39,3 1.876.872,8 779.988,5 41,6 I BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1.196.828,4 421.101,2 35,2 1.280.368,6 494.134,6 38,6 II. TRANSFER KE DAERAH 529.362,9 256.612,0 48,5 596.504,2 285.853,9 47,9 KESEIMBANGAN PRIMER (111.668,4) (1.667,2) 1,5 (106.041,1) (171,9) 0,2 SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A - B) (224.186,3) (54.473,0) 24,3 (241.494,3) (66.026,2) 27,3 % Defisit Terhadap PDB (2,38) (0,58) (2,40) (0,64) PEMBIAYAAN (I + II) 224.186,3 82.126,7 36,6 241.494,3 139.601,9 57,8 I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 241.056,1 102.975,7 42,7 254.932,0 166.597,8 65,3 II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto) (16.869,8) (20.849,0) 123,6 (13.437,7) (26.995,9) 200,9 KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN 0,0 27.653,7 0,0 (0,0) 73.575,7 - Sumber : Kementerian Keuangan disumbangkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi belanja K/L, subsidi, dan pembayaran bunga utang. Tingginya perkiraan realisasi subsidi energi disumbangkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah, kenaikan energi input BBM pada pembangkit listrik, serta kewajiban belanja subsidi energi tahun 2013 yang dibayarkan pada tahun 2014. Depresiasi nilai tukar juga memberikan pengaruh terhadap tingginya realisasi pembayaran bunga utang, selain pergerakan tingkat suku bunga SPN 3 bulan. Realisasi dana bagi hasil pada semester I tahun 2014 dipengaruhi oleh pembayaran kewajiban (kurang bayar) dana bagi hasil tahun sebelumnya. Realisasi pembiayaan pada semester I tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp82.126,7 miliar atau 58,7 persen dari target tahun 2014. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi semester I tahun 2013 sebesar 36,6 persen dari target tahun 2013. Tingginya realisasi pembiayaan semester I tersebut sejalan dengan kebijakan Pemerintah meningkatkan kapasitas pembiayaan dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN. 1.3 Prognosis Semester II Tahun 2014 1.3.1 Prognosis Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester II Tahun 2014 Memperhatikan perkembangan perekonomian global dan domestik, serta pelaksanaan APBN pada semester I tahun 2014, Pemerintah diperkirakan mampu menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi pada semester II tahun 2014. Bauran kebijakan yang diambil oleh Pemerintah dan koordinasi dengan Bank Indonesia diharapkan mampu mengatasi tekanan serta tantangan yang ada, baik yang berasal dari sektor eksternal maupun domestik. Pertumbuhan ekonomi pada semester II tahun 2014 diperkirakan meningkat sehingga pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi berada pada level 5,5 persen. Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintah, nilai tukar rupiah diperkirakan akan menguat dan mencapai titik keseimbangan baru, yaitu Rp11.600 per dolar 1-4

Pendahuluan Bab 1 AS. Selain itu, kebijakan dalam hal meningkatkan kapasitas pembiayaan diperkirakan akan mengoreksi tingkat suku bunga SPN 3 bulan ke level 6,0 persen. Dengan berbagai upaya optimalisasi, lifting minyak dan gas bumi masing-masing diperkirakan mencapai 818 ribu barel per hari dan 1.224 ribu barel per hari setara minyak. Lifting minyak bumi akan terbantu oleh produksi Banyu Urip blok Cepu yang diperkirakan akan mulai berproduksi optimal pada semester II tahun 2014. Di sisi lain, lifting gas bumi semester II tahun 2014 akan ditopang oleh beberapa lapangan gas seperti Senoro dan Matindok. 1.3.2 Prognosis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Semester II Tahun 2014 Sejalan dengan proyeksi asumsi dasar ekonomi makro tahun 2014 serta berbagai kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah, defisit APBN pada semester II tahun 2014 diperkirakan mencapai sebesar Rp175.468,1 miliar atau 1,76 persen terhadap PDB. Postur proyeksi tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut. TABEL 1.2 PERKIRAAN REALISASI TAHUN 2014 (miliar rupiah) 2014 Uraian Perkiraan Semester I % thd Prognosis Semester II % thd Perkiraan Realisasi % thd PENDAPATAN NEGARA 1.635.378,5 713.962,3 43,7 921.416,2 56,3 1.635,4 100,0 I. PENDAPATAN DALAM NEGERI 1.633.053,4 713.503,0 43,7 919.550,4 56,3 1.633,1 100,0 1. Penerimaan Perpajakan 1.246.107,0 547.434,7 43,9 698.672,3 56,1 1.246,1 100,0 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 386.946,4 166.068,3 42,9 220.878,1 57,1 386,9 100,0 II. PENERIMAAN HIBAH 2.325,1 459,3 19,8 1.865,9 80,2 2,3 100,0 BELANJA NEGARA 1.876.872,8 779.988,5 41,6 1.096.884,3 58,4 1.876,9 100,0 I BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1.280.368,6 494.134,6 38,6 786.234,0 61,4 1.280,4 100,0 II. TRANSFER KE DAERAH 596.504,2 285.853,9 47,9 310.650,2 52,1 596,5 100,0 KESEIMBANGAN PRIMER (106.041,1) (171,9) 0,2 (105.869,2) 99,8 (106,0) 100,0 SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A - B) (241.494,3) (66.026,2) 27,3 (175.468,1) 72,7 (241,5) 100,0 % Defisit Terhadap PDB (2,40) (0,64) (1,76) 73,46 (2,40) 100,0 PEMBIAYAAN (I + II) 241.494,3 139.601,9 57,8 101.892,4 42,2 241,5 100,0 I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 254.932,0 166.597,8 65,3 88.334,2 34,7 254,9 100,0 II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto) (13.437,7) (26.995,9) 200,9 13.558,2 (100,9) (13,4) 100,0 KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN (0,0) 73.575,7 - (73.575,7) - (0,0) 100,0 Sumber : Kementerian Keuangan Di sisi pendapatan negara, perkembangan perekonomian global dan beberapa indikator makro ekonomi serta kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan Pemerintah diperkirakan mampu mengoptimalkan penerimaan dari sektor perpajakan dan PNBP. Di sisi belanja negara, tekanan terhadap nilai tukar rupiah akan meningkatkan beban belanja untuk subsidi energi dan pembayaran bunga utang. Demikian pula dengan kewajiban atas kegiatan tahun 2013 yang harus dibayar pada tahun 2014 seperti subsidi energi dan dana bagi hasil tentunya akan meningkatkan beban belanja. Di sisi lain, kebijakan pemotongan belanja K/L yang disepakati dalam tahun 2014 sebesar Rp43,0 triliun diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap belanja negara, sembari tetap menjaga pencapaian target-target pembangunan yang telah ditetapkan dalam RKP tahun 2014. Perkiraan meningkatnya defisit anggaran menjadi sebesar 2,40 persen terhadap PDB, direncanakan akan ditutup melalui pembiayaan utang khususnya melalui penerbitan surat utang negara. 1-5

Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 2.1 Umum BAB 2 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2014 Dalam UU APBN tahun 2014, asumsi dasar ekonomi makro 2014 yang digunakan adalah sebagai berikut: (a) Pertumbuhan ekonomi 6,0 persen, (b) Inflasi 5,5 persen, (c) Nilai tukar Rupiah rata-rata Rp10.500/US$, (d) Suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen, (e) Harga minyak mentah Indonesia US$105/barel, (f) Lifting minyak 870 ribu barel per hari (rbph), dan (g) Lifting gas 1.240 ribu barel per hari setara minyak. Penetapan asumsi dasar ekonomi makro tersebut didasarkan pada perkembangan indikator ekonomi makro yang terjadi pada saat penyusunan dan pembahasan RUU APBN tahun 2014. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi, sejak akhir tahun 2013, beberapa indikator ekonomi makro bergerak ke arah yang berlawanan dari perkiraan dalam APBN tahun 2014. Hal tersebut antara lain terlihat dari realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2014 yang hanya mencapai 5,2 persen. Realisasi lifting minyak bumi juga di bawah target, yaitu mencapai 797 rbph pada triwulan I 2014 dari 870 rbph. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang mengalami pelemahan hingga mencapai rata-rata Rp11.847/US$ pada triwulan I 2014. Disparitas tersebut diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap postur APBN tahun 2014, yaitu defisit outlook APBN tahun 2014, apabila tidak dilakukan langkah-langkah pengamanan, dapat melampaui batas maksimal defisit yang diperkenankan konstitusi sebesar 3,0 persen terhadap PDB. Oleh karena itu, Pemerintah perlu melakukan revisi besaran asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN tahun 2014 melalui pengajuan tahun 2014 yang dipercepat. Pada tanggal 20 Mei 2014, Pemerintah telah mengajukan percepatan RAPBN Perubahan tahun 2014 tersebut, dalam rangka pemutakhiran asumsi dasar ekonomi makro dan postur APBN tahun 2014. Setelah melalui pembahasan yang intensif dengan DPR, pada tanggal 18 Juni 2014 Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan RUU tahun 2014 menjadi UU tahun 2014. Asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN Perubahan tahun 2014 tersebut adalah sebagai berikut: (a) pertumbuhan ekonomi 5,5 persen; (b) inflasi 5,3 persen; (c) nilai tukar rupiah Rp11.600/ US$; (d) tingkat suku bunga SPN 3 bulan 6,0 persen; (e) harga minyak mentah Indonesia US$105,0 per barel; (f) lifting minyak mentah 818 ribu barel per hari; dan (g) lifting gas 1.224 ribu barel per hari setara minyak. Perubahan asumsi dasar ekonomi makro tersebut menjadi dasar perhitungan postur APBN Perubahan tahun 2014 agar postur APBN tetap mencerminkan kondisi riil terkini perekonomian Indonesia. Berdasarkan realisasi indikator ekonomi makro hingga bulan Mei 2014 dan memperhitungkan prospeknya satu bulan ke depan, realisasi asumsi dasar ekonomi makro dalam semester I 2014 diperkirakan sebagai berikut: (a) pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,3 persen (yoy); (b) inflasi 2,27 persen (ytd) atau 6,98 persen (yoy); (c) nilai tukar rupiah Rp11.720/US$; (d) tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,7 persen; (e) harga minyak mentah Indonesia US$106,0 2-1

Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I per barel, (f) lifting minyak mentah 793 ribu barel per hari ; dan (g) lifting gas 1.268 ribu barel per hari setara minyak. Pemerintah bekerjasama dengan Bank Indonesia, dan dengan dukungan dari seluruh pihak terkait akan berupaya maksimal agar asumsi dasar ekonomi makro dalam tahun 2014 dapat tercapai. 2.2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Tahun 2014 2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pada triwulan I tahun 2014, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen (yoy) atau tumbuh melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun 2013 (lihat Grafik 2.1). Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut terutama dikarenakan penurunan yang terjadi pada ekspor Indonesia sebagai dampak dari masih lemahnya permintaan global dan konsekuensi jangka pendek dari GRAFIK 2.1 PERTUMBUHAN EKONOMI, 2012 2014 Per sen (persen, yoy) 7,0 6,0 5,0 4,0 6,3 6,4 6,2 6,1 6,0 5,8 5,6 5,7 kebijakan pembatasan ekspor barang mineral mentah. Di sisi lain, aktivitas impor turut mengalami pertumbuhan negatif karena mahalnya biaya impor sebagai dampak depresiasi nilai tukar Rupiah. Sementara itu, permintaan domestik dari sisi konsumsi rumah tangga pada triwulan I tahun 2014 tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada periode yang sama tahun 2013. Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut juga tercermin pada indeks keyakinan konsumen (IKK) triwulan I 2014 yang mencapai sebesar 117 atau meningkat dari IKK pada triwulan IV 2013 sebesar 113,4. Relatif terkendalinya laju inflasi dan penyelenggaraan pemilu legislatif merupakan faktor yang mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga sepanjang triwulan I tersebut. Pada periode yang sama, pertumbuhan konsumsi pemerintah juga tercatat lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan belanja barang pemerintah terkait penyelenggaraan Pemilu. Sebaliknya, dari sisi pembentukan modal tetap bruto (PMTB) terjadi perlambatan pertumbuhan bila dibandingkan dengan pertumbuhan PMTB triwulan I tahun 2013. Perlambatan tersebut antara lain dipengaruhi oleh ketatnya likuiditas dan relatif tingginya suku bunga dalam negeri. PMTB dalam bentuk impor kendaraan dan bangunan merupakan jenis PMTB yang mengalami kontraksi dan perlambatan. Dari sisi sektor produksi, hampir seluruh kinerja sektoral pada triwulan I 2014 mengalami pertumbuhan positif kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami kontraksi. Tiga sektor utama dengan pertumbuhan tertinggi yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi, 5,2 5,5 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2* 2012 2013 2014 *) Perkiraan Sum ber: BPS dan Kem enterian Keuangan 2-2

Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 sektor kontruksi, dan sektor listrik, gas, dan air bersih. Sementara itu, kontraksi yang terjadi pada sektor pertambangan antara lain disebabkan oleh kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah dan penurunan alamiah produksi minyak di dalam negeri. Pada triwulan II 2014, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan membaik meskipun dengan peningkatan yang terbatas. Pertumbuhan ekonomi akan ditopang oleh konsumsi masyarakat dan investasi. Peningkatan pada sisi ekspor akan didorong oleh ekspor manufaktur non-cpo sedangkan impor meningkat sejalan dengan peningkatan kebutuhan bahan baku dan barang modal. Berdasarkan realisasi triwulan I dan perkiraan triwulan II 2014 maka, semester I tahun 2014 pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat mencapai 5,3 persen (yoy). Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan Pada triwulan I tahun 2014, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,6 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,2 persen (yoy). Kinerja konsumsi rumah tangga didukung oleh konsumsi makanan dan nonmakanan yang masing-masing tumbuh 4,5 persen dan 6,5 persen. Akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut antara lain didorong oleh daya beli konsumen yang meningkat sejalan dengan peningkatan keyakinan konsumen, terkendalinya laju inflasi, dan dampak penyelenggaraan pemilu legislatif. Indikator konsumsi rumah tangga juga menunjukkan penguatan, antara lain konsumsi mobil dan motor, konsumsi listrik, kredit konsumsi, dan survei ritel (lihat Grafik 2.2). Per sen 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 *) Angka sementara Sumber: BPS dan Kemenkeu GRAFIK 2.2 PERTUMBUHAN EKONOMI MENURUT PENGGUNAAN, 2012-2014 (persen, yoy) 2012 2013 2014 Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah PMTB Ekspor Impor Sementara itu, konsumsi pemerintah pada triwulan I 2014 tumbuh moderat sebesar 3,6 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi konsumsi pemerintah pada periode yang sama tahun 2013 yang tumbuh 0,4 persen (yoy). Lebih tingginya pertumbuhan konsumsi pemerintah tersebut terutama didorong oleh belanja barang pemerintah. Belanja barang pemerintah pada periode tersebut tumbuh 7,2 persen (yoy) sedangkan belanja pegawai tumbuh 1,1 persen (yoy). Pemilu legislatif yang dilaksanakan pada bulan April 2014 dan membaiknya pola penyerapan anggaran pemerintah merupakan faktor yang mendorong tingginya belanja barang pemerintah pada periode tersebut. Investasi pada triwulan I tahun 2014 tumbuh 5,1 persen (yoy) atau lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi investasi triwulan I tahun 2013 yang tumbuh 5,5 persen (yoy). Pada dasarnya hampir sebagian besar investasi mengalami pertumbuhan positif. Investasi transportasi domestik tumbuh paling tinggi, yaitu sebesar 8,7 persen. Sementara itu, investasi mesin dan perlengkapan dalam negeri tumbuh 4,9 persen, dan investasi bangunan tumbuh 6,5 persen. Sebaliknya, investasi alat angkutan luar negeri mengalami kontraksi yaitu tumbuh negatif 15,8 persen. Perlambatan pertumbuhan investasi masih dipengaruhi oleh faktor ketatnya likuiditas dan relatif masih tingginya suku bunga dalam negeri. Di sisi lain, depresiasi nilai tukar rupiah juga turut berpengaruh pada kinerja investasi pada triwulan I tahun 2014. 2-3

Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Di sisi eksternal, realisasi ekspor selama triwulan I tahun 2014 mengalami kontraksi, tetapi kinerja ekspor manufaktur masih baik. Pertumbuhan ekspor tercatat negatif 0,8 persen (yoy) atau turun signifikan jika dibandingkan dengan realisasi ekspor periode yang sama tahun 2013 yang tumbuh 3,6 persen (yoy). Penurunan kinerja ekspor tersebut disebabkan oleh dua faktor utama yaitu penurunan permintaan dari Tiongkok dan dampak jangka pendek dari kebijakan pemerintah membatasi ekspor mineral mentah. Potensi penurunan ekspor dalam jangka pendek telah diprediksi akan terjadi di sektor pertambangan. Namun, dalam jangka panjang diharapkan ekspor tambang akan kembali pada pola normalnya. Di samping itu, kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah tersebut dalam jangka panjang akan mendorong penciptaan nilai tambah yang lebih besar sehingga mengurangi ketergantungan bahan baku dari impor. Pada sisi lain, penurunan impor tersebut telah terjadi sejak kuartal IV 2013 dan berlanjut ke triwulan I tahun 2014. Impor sepanjang triwulan I 2014 mengalami kontraksi, yaitu tumbuh negatif 0,7 persen (yoy).kontraksi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontraksi pada periode yang sama tahun 2013 sebesar negatif 0,03 persen. Penurunan impor terutama terjadi pada bahan baku dan barang modal sebagai dampak dari tingginya biaya impor akibat depresiasi nilai tukar rupiah. Selain itu, moderasi permintaan domestik juga turut mempengaruhi penurunan permintaan impor. Pada triwulan II 2014, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan masih kuat, terutama didukung oleh perbaikan pendapatan, penyelenggaraan Pemilihan Presiden, dan peningkatan keyakinan konsumen. Kondisi tersebut juga tercermin pada indeks keyakinan konsumen (IKK) hasil survey BI pada triwulan II 2014 yang menunjukkan tren peningkatan dari 113,9 pada bulan April menjadi 116,9 pada bulan Mei 2014. Konsumsi motor dan listrik juga menunjukkan peningkatan di bulan April dan Mei 2014, sedangkan dari sisi perbankan terjadi kenaikan kredit konsumsi pada bulan April 2014. Sementara itu, PMTB pada triwulan II 2014 diperkirakan juga mengalami peningkatan. Peningkatan terutama didorong oleh investasi nonbangunan yang terindikasi dari peningkatan impor bahan baku dan barang modal, sedangkan impor barang konsumsi mengalami penurunan. PMA/PMDN juga diharapkan mengalami peningkatan seiring dengan kondisi keamanan pasca Pemilu legislatif yang aman sehingga menarik minat investor untuk menanamkan modal di Indonesia. Di sisi lain, seiring dengan membaiknya perekonomian negara maju terutama negara mitra dagang Indonesia, ekspor diperkirakan akan meningkat khususnya ekspor manufaktur non-cpo seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), logam dasar, karet olahan, dan bahan kimia. Dengan melihat realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2014 dan perkiraan triwulan II 2014, dalam semester I 2014 pertumbuhan ekonomi diperkirakan mampu mencapai 5,3 persen. Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran yaitu konsumsi rumah tangga tumbuh 5,6 persen, konsumsi pemerintah tumbuh 4,5 persen, PMTB tumbuh 5,3 persen, dan ekspor-impor tumbuh masing-masing negatif 0,3 persen dan negatif 0,7 persen. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Dari sisi lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2014 disebabkan oleh perlambatan di hampir seluruh sektor produksi, kecuali sektor pengangkutan dan komunikasi. Pada periode tersebut, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 10,2 persen (yoy) atau lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2013. Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian tercatat mengalami kontraksi. 2-4

Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan pada triwulan I 2014 tumbuh 3,3 persen atau lebih rendah dari pertumbuhan periode yang sama tahun 2013. Perlambatan tersebut terjadi karena antara lain penurunan produksi pada subsektor komoditas tanaman bahan makanan khususnya padi dan buah-buahan. Faktor iklim dan bencana alam yang terjadi di awal tahun 2014 menyebabkan terhambatnya produksi tanaman bahan makanan. Sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan I 2014 tidak hanya melambat tapi juga mengalami kontraksi sebesar 0,4 persen. Rendahnya produksi minyak mentah dan kondensat yang menyebabkan kontraksi pada subsektor minyak dan gas bumi merupakan faktor yang mempengaruhi penurunan kinerja sektor tersebut. Penurunan produksi minyak mentah dan kondensat disebabkan oleh sumur minyak yang sudah tua, gangguan operasi produksi di beberapa sumur minyak, dan kabut asap akibat kebakaran hutan yang mengganggu kegiatan produksi. Selain subsektor minyak dan gas bumi, kontraksi juga terjadi pada subsektor pertambangan non migas sebesar 0,7 persen. Hal tersebut antara lain dipengaruhi oleh implementasi Undangundang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang mengharuskan pemegang ijin operasi produksi dan pemegang kontrak karya meningkatkan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri (lihat Tabel 2.1). TABEL 2.1 PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULANAN MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 2014 (%, yoy) Sektor 2013 2014 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2* Pertanian 3,7 3,3 3,3 3,8 3,3 3,0 Pertambangan dan Penggalian 0,1-0,6 2,0 3,9-0,4 0,9 Industri Manufaktur 6,0 6,0 5,0 5,3 5,2 5,6 Listrik, Air Bersih, Gas 7,9 4,0 3,8 6,6 6,5 5,1 Konstruksi 6,8 6,6 6,2 6,7 6,5 6,7 Perdagangan, Hotel, Restoran 6,5 6,4 6,1 4,8 4,6 5,5 Transportasi dan Komunikasi 9,6 10,9 9,9 10,3 10,2 9,6 Jasa Keu, Jasa Perush, Real Estate 8,2 7,7 7,6 6,8 6,2 7,5 Jasa Lainnya 6,5 4,5 5,6 5,3 5,8 4,6 Produk Domestik Bruto 6,0 5,8 5,6 5,7 5,2 5,5 *) Proyeksi Sumber: BPS, Bappenas, dan Kementerian Keuangan Pertumbuhan yang melambat juga terjadi pada sektor industri pengolahan. Kondisi tersebut terutama disebabkan oleh terjadinya penurunan produksi pada subsektor industri alat angkut, mesin, dan peralatannya sebagai dampak dari tingginya biaya bahan baku akibat depresiasi nilai tukar rupiah. Pada triwulan I tahun 2014, subsektor tersebut tumbuh 6,0 persen (yoy) atau lebih rendah dari pertumbuhan periode yang sama tahun 2013. Penurunan tersebut terutama terjadi pada sektor industri mesin dan peralatan yang juga tercermin pada penurunan ekspor completed knocked down (CKD) periode tersebut. Selain itu, sektor konstruksi pada triwulan I 2014 menunjukkan kinerja yang cukup baik yaitu tumbuh 6,5 persen (yoy), meskipun sedikit lebih rendah dari pertumbuhan periode yang sama 2-5

Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I tahun 2013. Perlambatan tersebut sejalan dengan kinerja PMTB bangunan yang juga mengalami penurunan. Sementara itu, bila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I tahun 2013, sektor listrik, gas dan air bersih sebagai public utilities mengalami peningkatan pertumbuhan yaitu tumbuh 6,5 persen (yoy). Hal tersebut didorong oleh kinerja subsektor listrik yang tumbuh 7,6 persen (yoy) atau naik dari pertumbuhannya pada periode yang sama tahun 2013 sebesar 7,0 persen (yoy). Selanjutnya, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 4,6 persen (yoy) atau melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I tahun 2013. Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh menurunnya kinerja subsektor perdagangan besar dan eceran serta subsektor perhotelan, sementara subsektor restoran mengalami peningkatan yang didukung oleh aktivitas penyelenggaraan Pemilu legislatif. Perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan yang tumbuh 6,2 persen (yoy). Perlambatan pada sektor tersebut terutama terjadi pada subsektor bank, jasa penunjang keuangan dan real estat, sedangkan subsektor jasa perusahaan mengalami peningkatan. Pada sektor jasa-jasa, perlambatan terjadi pada subsektor pemerintahan. Pertumbuhan belanja pegawai yang tidak setinggi triwulan I tahun 2013 merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja subsektor pemerintahan. Sementara itu, subsektor jasa swasta tumbuh lebih baik sebagai dampak dari kegiatan Pemilu Legislatif yang mendorong pertumbuhan subsektor hiburan dan rekreasi. Peningkatan kinerja pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan I 2014 diperkirakan akan terus berlangsung pada triwulan berikutnya. Secara umum kinerja sektor produksi pada triwulan II 2014 dan pada keseluruhan semester I tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh positif. Stabilitas ekonomi makro yang terjaga dan peningkatan permintaan domestik maupun global akan memacu kinerja sektor produksi ke depan. Pada triwulan II 2014, sektor pengangkutan dan komunikasi masih menjadi sektor dengan pertumbuhan paling tinggi, terutama didorong oleh kegiatan terkait Pemilu. Selain itu, kegiatan terkait Pemilu juga mendorong peningkatan kinerja di sektor penghasil jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Selanjutnya, pada sektor pertanian, peningkatan produksi masih dipengaruhi oleh masa panen tanaman bahan makanan yang masih berlangsung. Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan akan tumbuh terbatas mengingat produksi minyak yang masih rendah dan kinerja subsektor nonmigas yang belum pulih. Dengan perkembangan kinerja sektor produksi tersebut, dalam semester I tahun 2014, pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha diperkirakan sebagai berikut. Sektor pertanian tumbuh 3,2 persen; sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 0,3 persen; sektor industri pengolahan tumbuh 5,4 persen; sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh 5,8 persen; sektor konstruksi tumbuh 6,6 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 5,0 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 9,9 persen; sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan tumbuh 6,8 persen; dan sektor jasa-jasa tumbuh 5,2 persen. 2.2.2 Laju Inflasi Pasca kenaikan harga BBM di pertengahan tahun 2013, laju inflasi menunjukkan tekanan yang menurun hingga awal tahun 2014. Inflasi indeks harga konsumen (IHK) sampai dengan triwulan I tahun 2014 tercatat 1,41 persen (ytd) atau 7,32 persen (yoy), relatif lebih rendah 2-6

Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 dari rata-rata historisnya dalam 3 tahun terakhir (lihat Grafik 2.3). Rendahnya inflasi pada triwulan I tahun 2014, terutama didorong oleh rendahnya inflasi volatile food. Inflasi volatile food sampai dengan triwulan I tahun 2014 tercatat sebesar 2,66 persen (ytd) atau 7,25 persen (yoy), jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasinya pada triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 8,77 persen (ytd) atau 14,20 persen (yoy). Persen 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Mei 2014 Inflasi mtm : 0,16% Inflasi yoy : 7,32% Inflasi ytd : 1,56% GRAFIK 2.3 PERKEMBANGAN INFLASI, 2012-2014 8,38 Persen 9,00 7,32 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 1,56 2,00 1,00-0,50 J-12 F M A M J J A S O N D J-13 F M A M J J A S O N D J-14 F M A M 0,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Tahun Dasar 2012 yoy (RHS) mtm (LHS) ytd (RHS) Penurunan laju inflasi kelompok volatile food didukung oleh panen beberapa komoditas bahan pangan, meskipun gangguan cuaca dan bencana alam di awal tahun 2014 sempat menimbulkan kekhawatiran terjadinya gangguan produksi dan distribusi sejumlah komoditas bahan pangan. Penurunan tersebut juga ditopang oleh membaiknya pasokan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya ketika terjadi kelangkaan beberapa komoditas bahan pangan sebagai akibat kebijakan pengendalian impor hortikultura. Selain itu, bencana alam erupsi gunung berapi dan banjir yang terjadi di awal tahun 2014 relatif tidak berdampak signifikan terhadap inflasi pangan. Dari sisi komoditas, penyumbang inflasi pada triwulan I 2014 berasal dari komoditas beras, cabai rawit, dan ikan segar. Sementara itu, peningkatan panen bawang merah dan cabai merah di akhir triwulan I 2014 serta melimpahnya pasokan daging dan telur ayam menyumbang penurunan harga yang terjadi pada periode tersebut. Selanjutnya, inflasi inti relatif stabil sejalan dengan moderasi perekonomian, minimalnya tekanan eksternal, dan membaiknya ekspektasi inflasi. Inflasi inti sampai dengan triwulan I tahun 2014 yaitu 1,14 persen (ytd) atau 4,61 persen (yoy). Inflasi tersebut lebih rendah dari inflasi triwulan sebelumnya namun relatif meningkat bila dibandingkan dengan inflasi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya. Kecenderungan penurunan inflasi inti tersebut mengikuti kecenderungan penurunan inflasi pada kelompok pangan. Sementara itu, faktor pendorong peningkatan inflasi inti berasal dari dampak rambatan pelemahan nilai tukar rupiah. Dari sisi administered prices, beberapa kebijakan di bidang harga yang dilakukan pemerintah, mendorong inflasi pada periode tersebut. Sejumlah kebijakan tersebut antara lain kenaikan harga LPG 12 kg di awal Januari 2014 dan implementasi kebijakan surcharge pada tarif angkutan udara. Inflasi administered price pada triwulan I 2014 mencapai 1,33 persen (ytd) atau 17,47 persen (yoy), relatif lebih tinggi dari inflasi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya. 2-7

Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Setelah mengalami tekanan inflasi pada tiga bulan pertama di tahun 2014, pada bulan April 2014, indeks harga konsumen mengalami deflasi sebesar 0,02 persen (mtm). Deflasi yang terjadi pada bulan April 2014 tersebut terutama didorong oleh koreksi harga pada beberapa komoditas bahan makanan seiring dengan panen raya, yaitu cabai merah, beras, bayam, kangkung, bawang merah, kacang panjang, tomat sayur, wortel, bawang putih, dan cabai rawit (lihat Grafik 2.4). Sampai dengan bulan Mei 2014, perkembangan inflasi tetap terkendali dan cenderung menurun sejalan dengan proses penyesuaian ekonomi dan stabilitas ekonomi yang terjaga. Meskipun pada bulan Mei 2014 IHK kembali mengalami inflasi sebesar 0,16 persen (mtm), namun secara tahunan inflasi bulan Mei 2014 tercatat sebesar 7,32 persen (yoy), konsisten mengalami tren penurunan bila dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2013 sebesar 8,38 persen (yoy). Inflasi pada bulan Mei 2014 antara lain dipengaruhi oleh masih adanya koreksi harga pada kelompok volatile food yang didukung oleh mundurnya masa panen beberapa komoditas ke April-Mei seiring dengan pelaksanaan replanting pasca bencana alam di awal tahun (lihat Grafik 2.5). Selanjutnya, IHK pada bulan Juni 2014 diperkirakan mengalami inflasi sebesar 0,7 persen (mtm), terutama dipengaruhi oleh faktor peningkatan beberapa harga pangan menjelang masuknya bulan Ramadhan. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan bulan Juni 2014, inflasi diperkirakan berkisar 2,2 persen (ytd) atau relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi pada periode yang sama pada tahun 2013 yang tercatat sebesar 3,32 persen (ytd). Secara tahunan, inflasi pada bulan Juni diperkirakan akan Bahan Makanan 20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 Makanan Jadi Persen 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 Perumahan J-12 F GRAFIK 2.4 LAJU INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK PENGELUARAN S.D. MEI 2014 (%, ytd) Sandang Kesehatan Pendidikan Transport Sumber: Badan Pusat Statistik M A M tetap melanjutkan tren penurunan bila dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yaitu diperkirakan mencapai 6,98 persen (yoy). J J A S O N 0,90 D J-13 1,07 1,00 F M A 1,41 M J J A 1,82 GRAFIK 2.5 PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN BERDASARKAN KOMPONEN, 2012-2014 (%, yoy) Inti Harga Diatur Pemerintah Bergejolak Sumber: Badan Pusat Statistik S O N D 18,3 11,9 4,5 J-14 2,40 F 2,47 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 M A 16,9 7,1 4,8 M 2-8