II.1 Model Pemilihan Moda Transportasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV METODOLOGI Umum

KOMPETISI PEMILIHAN MODA ANGKUTAN PENUMPANG BERDASARKAN MODEL LOGIT-BINOMIAL-SELISIH DAN LOGIT-BINOMIAL-NISBAH

BAB I PENDAHULUAN. negara sedang berkembang, maka perencanaan transportasi sangat erat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan kendaraan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Regresi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil survei kuisioner memberikan hasil sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh terbatasnya sistem

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA. Salah satu langkah yang diperlukan dalam evaluasi dan penyelesaian masalah

STUDI KEBUTUHAN TAKSI DI KOTA MALANG DENGAN TEKNIK STATED PREFERENCE

ALTERNATIF PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI UMUM (STUDI KASUS: BUS DAN KERETA API TRAYEK KOTA PADANG- KOTA PARIAMAN)

Gambar III. 1 Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Karena dalam

ANALISA PEMILIHAN MODA KERETA API DAN BUS (STUDI KASUS: MEDAN PEMATANG SIANTAR)

KAJIAN PREFERENSI MODA ANGKUTAN BARANG ANTARA TRUK DAN ANGKUTAN SUNGAI PADA PERGERAKAN DI SUNGAI KAPUAS KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Umum. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan. manusia, karena transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

THESIS ABDUL GAUS NRP :

KAJIAN PERMINTAAN BUS KORIDOR CIBIRU DAGO MENGGUNAKAN TEKNIK STATED PREFERENCE

KOMPETISI PEMILIHAN MODA ANGKUTAN PENUMPANG ANTARA MODA JALAN RAYA (MIKROLET/BISON) DAN MODA JALAN REL (KA.KOMUTER) RUTE : SURABAYA-SIDOARJO

MODEL PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI ANGKUTAN DALAM PROVINSI

BAB VI PENGUMPULAN DATA

BAB VIII APLIKASI MODEL

ANALISA PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI BUS DENGAN METODE STATED PREFERENCE (STUDI KASUS MEDAN - SIDIKALANG) LEO GANDA SILALAHI

NILAI WAKTU PENGGUNA PESAWAT TERBANG STUDI KASUS: RUTE PADANG-JAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA KERETA API DAN BUS RUTE MAKASSAR PAREPARE DENGAN MENGGUNAKAN METODE STATED PREFERENCE

ANALISIS PEMILIHAN MODA ANTARA JAKARTA LRT DENGAN KENDARAAN PRIBADI MENGGUNAKAN MODEL PEMILIHAN DISKRIT

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan angkutan umum yang semakin besar oleh pelaku perjalanan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metode analisis yang akan digunakan yaitu pada penelitian dari Dhani Yudha B.P. dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, dalam Salim factor, dalam Dirgantoro Setiawan, 2003 :

Kuliah Pertemuan Ke-12. Mode Choice Model (Model Pemilihan Moda)

MODEL PEMILIHAN ANGKUTAN TAKSI DI KOTA MEDAN (TEKNIK STATED PREFERENCE)

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

PENGARUH ANGKUTAN ONLINE TERHADAP PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI PUBLIK DI KOTA MANADO (STUDI KASUS: TRAYEK MALALAYANG - PUSAT KOTA)

MODEL PEMILIHAN MODA ANGKUTAN PENUMPANG KAPAL ROLL ON ROLL OFF (PT.ASDP) & KAPAL CEPAT (SWASTA)

KAJIAN POTENSI PERPINDAHAN PENUMPANG DARI BUS PATAS KE KERETA API EKSEKUTIF BIMA (RUTE MALANG-SURABAYA)DENGAN METODE STATED PREFERENCE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebenarnya) secara terukur. Model memiliki berbagai macam jenis, seperti dikutip. yang rindang dengan sungai yang indah.

MODAL SPLIT ANGKUTAN UMUM SURABAYA - MALANG. Adhi Muhtadi ABSTRAK

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA ANGKUTAN UMUM DAN SEPEDA MOTOR UNTUK MAKSUD KERJA. Karnawan Joko Setyono. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NILAI WAKTU PERJALANAN BUS PENGGUNA JALAN TOL DALAM KOTA DI SEMARANG. Karnawan Joko Setyono Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang

ANALISIS PEMILIHAN MODA ANGKUTAN PENUMPANG MENUJU BANDARA ( Studi Kasus : Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta )

BAB III ANALISIS KONJOIN. Dalam upaya untuk memprediksi preferensi warga mengenai sistem

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap konsumennya. Demikian pula dengan bidang jasa transportasi terkait erat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan transportasi. Sistem adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu

ANALISA PROBABILITAS PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI ANTARA SEPEDA MOTOR DENGAN ANGKUTAN UMUM DI KOTA LHOKSEUMAWE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Model Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Pesawat Terbang dan Kapal Cepat dengan Data SP (Stated Preference) (Studi Kasus: Rute Palembang - Batam)

ANALISA PROBABILITAS PENGGUNA JEMBATAN SURAMADU DAN KAPAL FERRY PADA RUTE SURABAYA MADURA

BAB III LANDASAN TEORI

TESIS PS DOSEN PEMBIMBING Ir. HERA WIDYASTUTI, M.T. PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN DAN REKAYASA TRANPORTASI JURUSAN TEKNIK SIPIL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

ANALISA PROBABILITAS PEMILIHAN MODA ANTARA MOBIL PRIBADI, ANGKUTAN UMUM MINIBUS AC, DAN MINIBUS NON AC (STUDI KASUS B.

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengidentifikasi beberapa pertanyaan yang terdiri dari segi keamanan,

MODEL PEMILIHAN MODA ATAS PELAYANAN MONOREL JAKARTA BERDASARKAN DATA STATED PREFERENCE (SP)

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk

BAB V DESAIN KUESIONER STATED PREFERENCE

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan masyarakat di wilayah perkotaan memiliki tingkat mobilitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Perjalanan penduduk wilayah perkotaan yang memiliki tingkat mobilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV INTEPRETASI DATA

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem informasi terdiri dari input, proses, dan output, seperti yang terlihat pada

ANALISA PEMILIHAN MODA ANGKUTAN KOTA MANADO KOTA GORONTALO MENGGUNAKAN MODEL BINOMIAL-LOGIT-SELISIH

PROBABILITAS PERPINDAHAN MODA DARI BUS KE KERETA API DALAM RENCANA RE-AKTIVASI JALUR KERETA API JEMBER-PANARUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat asalnya ke tempat tujuannya. Prosesnya dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi penggunaan angkutan umum (angkot atau bemo) sangat

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, November 2009

PEMODELAN DENGAN REGRESI LOGISTIK. Secara umum, kedua hasil dilambangkan dengan (sukses) dan (gagal)

REVIEW PENDEKATAN STATED PREFERENCED DALAM BEBERAPA PENELITIAN TRANSPORTASI DI KOTA PADANG

Kota dianggap sebagai tempat tersedianya berbagai kebutuhan dan lapangan kerja

PEMODELAN PEMILIHAN MODA ANTARA BUS DAN TRAVEL DENGAN METODE STATED PREFERENCE RUTE PALANGKARAYA BANJARMASIN

DAFTAR PUSTAKA Statistic for Experimenters: An Introduction to Design, Data Analysis, and Model Building, Intruduction to Transportation Planning,

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS KUANTITATIF PERMINTAAN

PEMILIHAN MODA PERJALANAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatannya

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERILAKU KONSUMEN. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen ada dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN SURVAI STATED PREFERENCE UNTUK MODEL PILIHAN MODA DI KOTA PALANGKA RAYA Oleh: Raudah 1), Sutan P. Silitonga 2), dan Desriantomy 3)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan

Transkripsi:

10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Model Pemilihan Moda Transportasi Pemilihan moda mungkin merupakan model terpenting dalam perencanaan transportasi. Hal ini disebabkan karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Tidak seoorangpun dapat menyangkal bahwa moda angkutan umum menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien daripada moda angkutan pribadi. Selain itu, kareta api bawah tanah dan beberapa moda transportasi kereta api lainnya tidak memerlukan ruang jalan raya untuk bergerak sehingga tidak ikut memacetkan lalulintas jalan. Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda. Bruton (1985), mendifinisikan pemilihan moda sebagai pembagian secara proposional dari semua orang yang melakukan perjalanan terhadap sarana transportasi yang ada, yang dapat dinyatakan dalam bentuk fraksi, rasio atau prosentase terhadap jumlah total perjalanan. Pada analisa pemilihan moda, diestimasi jumlah orang yang menggunakan masing-masing sarana transportasi, seperti kendaraan pribadi, bus, kereta api dan angkutan umum lainnya. Proses ini dilakukan dengan maksud untuk mengkalibrasi model pemilihan moda pada tahun dasar dengan mengetahui peubah (atribut) yang mempengaruhi pemilihan moda tersebut. Setelah dilakukan proses kalibrasi, model dapat digunakan untuk meramalkan pemilihan moda dengan menggunakan nilai peubah bebas (atribut) untuk masa mendatang. Jika interaksi terjadi antara dua tata guna lahan di suatu kota, seseorang akan memutuskan bagaimana interaksi tersebut dilakukan. Dalam kebanyakan kasus, pilihan pertama adalah dengan menggunakan telepon (atau pos) karena hal ini akan menghindarkan terjadinya perjalanan, akan tetapi biasanya interaksi tersebut mengharuskan terjadinya perjalanan, dalam hal ini keputusan harus ditentukan dalam hal pemilihan moda yang mana. Beberapa prosedur pemilihan moda memodelkan pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi, yaitu angkutan umum dan angkutan pribadi, sebagaimana dikutip dari Tamin (2000),

11 menekankan dua buah pendekatan umum tentang analisis sistem dengan dua buah moda, sebagaimana terlihat pada gambar 2.1. berikut. A B Sumber: Tamin (2000), Perencanaan Pemodelan Transportasi Gambar II.1 Proses Pemilihan Dua Moda (Angkutan umum dan angkutan pribadi)

12 Gambar A, mengasumsikan pemakai jalan membuat pilihan antara bergerak dan tidak bergerak. Jika diputuskan untuk membuat pergerakan, pertanyaannya adalah dengan angkutan umum atau pribadi?. Jika angkutan umum yang dipilih, pertanyaan selanjutnya adalah apakah menggunakan bus atau kereta api. Sedangkan, gambar B mengasumsikan bahwa begitu keputusan menggunakan kendaraan diambil, pemakai jalan langsung memilih moda yang tersedia. Model pemilihan moda yang berbeda tergantung pada jenis keputusan yang diambil. Gambar A lebih sederhana dan mungkin lebih cocok untuk kondisi Indonesia. pendekatan yang diambil dalam studi ini adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar A, dimana yang diamati adalah pemilihan angkutan umum untuk penumpang anatara angkutan kereta api dan angkutan bus. Menurut Stopher (1978), sebagaimana dikutip dari Mulyanto, Y (1995), model pemilihan moda realistis bersifat disagregate, behavioural dan probabilistic. Model yang bersifat disaggregate adalah bila satuan dasar observasi untuk kalibrasi model adalah pelaku perjalanan secara individu (perorangan). Model yang bersifat behavioural adalah dikarenakan dua hal, yaitu, pertama, menyangkut perilaku (behaviour) ekonomi konsumen dan perilaku psikologis dalam menentukan pengambilan keputusan, kedua, model dibuat berdasarkan hipotesishipotesis yang berkaitan dengan identifikasi variabel-variabel yang menentukan pengambilan keputusan untuk memilih. Dan model bersifat probabilistic adalah dikarenakan model menunjukkan suatu probabilitas hasil dari pengambilan keputusan traveller yang potensial. Tamin (2000) menyatakan bahwa, faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan moda ini dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, sebagaimana dijelaskan berikut ini : 1. Karakteristik Pengguna Jalan Karakteristik orang yang akan melakukan perjalanan atau tempat dimana mereka tinggal, beberapa faktor berikut ini diyakini akan sangat mempengaruhi pemilihan moda :

13 a. Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi, semakin tinggi tingkat pemilikan kendaraan pribadi akan semakin kecil pula ketergantungan pada angkutan umum. b. Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM). c. Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun, bujangan, dan lain-lain). d. Pendapatan, semakin tinggi pendapatan akan semakin besar peluang menggunakan kendaraan pribadi. e. Faktor lain misalnya keharusan menggunakan bus ke tempat bekerja dan keperluan mengantar anak sekolah. 2. Karakteristik Pergerakan Karakteristik pergerakan yang akan dibuat, beberapa faktor berikut ini diyakini juga sangat mempengaruhi pemilihan moda : a. Tujuan Pergerakan, orang masih akan tetap menggunakan bus pribadi ke tempat kerja, meskipun lebih mahal, karena ketepatan waktu, kenyamanan, dan lain-lainnya yang tidak dapat dipenuhi oleh angkutan umum. b. Waktu Terjadinya Pergerakan, kalau kita ingin bergerak tengah malam, kita pasti membutuhkan kendaraan pribadi karena pada saat itu angkutan umum tidak ada atau jarang beroperasi. c. Jarak Perjalanan, semakin jauh perjalanan, kita semakin cenderung memilih angkutan umum dibandingkan dengan angkutan pribadi. 3. Karakteristik Fasilitas Moda Transportasi Hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori : a. Faktor Kuantitatif, terdiri dari : Waktu perjalanan, waktu menunggu di tempat pemberhentian bus, waktu berjalan kaki ke tempat pemberhentian bus, waktu selama bergerak dan lain-lain. Biaya transportasi, tarif, biaya bahan bakar, dan lain-lain. Ketersediaan ruang dan tarif parkir.

14 b. Faktor Kualitatif, terdiri dari : kenyamanan dan keamanan, keandalan dan keteraturan, dan lain-lain. 4. Karakteristik Kota atau Zona Beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak dari pusat kota dan kepadatan penduduk. Kelompok ini terdiri dari variabel yang mulai jarang digunakan. Pada studi-studi terdahulu, terlihat bahwa variabel tersebut mempunyai korelasi dengan pemilihan moda, tetapi sering merupakan variabel-variabel yang tidak sesuai karena tidak menerangkan bagaimana suatu moda tertentu dipilih. II.2 Teknik Stated Preference Teknik stated preference menawarkan sebuah teknik untuk menyediakan informasi tentang permintaan dan perilaku perjalanan dengan baik untuk suatu pengeluaran tertentu dengan alasan tertentu. Teknik stated preference mengacu pada suatu pendekatan yang menggunakan pernyataan mengenai bagaimana responden memberikan respon terhadap situasi yang berbeda atau berubah. Stated preference berbeda dengan revealed preference yang datanya diperoleh dari pengamatan terhadap perilaku aktual atau laporan-laporan perilaku pada masa lampau. Revealed preference mencatat keputusan pilihan perjalanan yang aktual termasuk indikator-indikator dari semua komponen yang mendasari keputusan yang diambil. Teknik stated preference berasal dari ilmu psikologi matematika dan mulai diperkenalkan pada akhir tahun 70-an. Metode ini telah secara luas dipergunakan dalam bidang transportasi karena metode ini dapat mengukur/memperkirakan bagaimana masyarakat memilih moda perjalanan yang belum ada atau melihat bagaimana reaksi mereka bereaksi terhadap suatu peraturan baru. Menurut definisinya Stated Preference berarti pernyataan preferensi tentang suatu alternatif dibanding alternatif-alternatif yang lain. Teknik ini menggunakan pernyataan preferensi dari para responden untuk menentukan alternatif rancangan yang terbaik dari beberapa macam pilihan rancangan. Teknik stated preference mendasarkan estimasi permintaan pada

15 sebuah analisis respon terhadap pilihan yang sifatnya hipotetikal misalnya sarana yang masih dalam perencanaan. Hal ini, tentu saja, dapat mencakup atribut-atribut dan kondisi-kondisi dalam lingkup yang lebih luas daripada sistem yang sifatnya nyata. Teknik stated preference dicirikan oleh adanya penggunaan desain eksperimen untuk membangun alternatif hipotesa terhadap situasi (hypothetica situationl), yang kemudian disajikan kepada responden. Selanjutnya responden ditanya mengenai pilihan apa yang mereka inginkan untuk melakukan sesuatu atau bagaimana mereka membuat rangking/rating atau pilihan tertentu didalam satu atau beberapa situasi dugaan. Sifat utama dari stated preference survai adalah sebagai berikut: 1. Stated Preference didasarkan pada pernyataan pendapat responden tentang bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternaternatif hipotesa. 2. Setiap pilihan direpresentasikan sebagai paket dari atribut yang berbeda seperti waktu, ongkos, headway, reliability dan lain-lain. 3. Peneliti membuat alternaternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap atribut dapat diestimasi, ini diperoleh dengan teknik desain eksperimen (experimental design). 4. Alat interview (questionare) harus memberikan alternatif hipotesa yang dapat dimengerti oleh responden, tersusun rapi dan dapat masuk akal. 5. Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan (option) dengan melakukan rangking, rating dan choice pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok pernyataan. 6. Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk mendapatkan ukuran secara quantitatif mengenai hal yang penting (relatif) pada setiap atribut. Kemampuan penggunaan stated preference terletak pada kebebasan membuat desain eksperimen dalam upaya menemukan variasi yang luas bagi keperluan penelitian. Kemampuan ini harus diimbangi oleh keperluan untuk memastikan bahwa respon yang diberikan cukup realistis.

16 Untuk membangun keseimbangan dalam penggunaan stated preference, dibuat tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Identifikasi atribut kunci dari setiap alternatif dan buat paket yang mengandung pilihan, seluruh atribut penting harus direpresentasikan dan pilihan harus dapat diterima dan realistis. 2. Cara didalam memilih akan disampaikan pada responden dan responden diperkenankan untuk mengekspresikan apa yang lebih disukainya. Bentuk penyampaian alternatif harus mudah dimengerti, dalam konteks pengalaman responden dan dibatasi. 3. Strategi sampel harus dilakukan untuk menjamin perolehan data yang representatif. Data stated preference (SP) memiliki beberapa perbedaan karakteristik tertentu dibandingkan dengan Revealed Preference (RP) dalam mengembangkan model. Perbedaan tersebut antara lain: 1. Data RP memiliki pengertian yang sesuai dengan perilaku nyata, tetapi data Sp mungkin berbeda dengan perilaku nyatanya; 2. Metode SP secara langsung dapat diterapkan untuk perencanaan alternatif yang baru (non existing); 3. Pertukaran (trade off) di antara atribut lebih jelas dan dapat diobservasi dari data SP dan nilai koefisien spesifik individu dapat diperkirakan dari data SP. 4. Format pilihan respon dapat bervariasi misalnya memilih salah satu ranking, rating atau pun choice, sedangkan format pilihan untuk RP hanya choice. Beberapa alasan mengenai penggunaan metode preferensi, yaitu : 1. Dapat mengukur preferensi masyarakat terhadap alternatif baru yang akan dioperasikan berdasarkan kondisi hipotetik. 2. Variabel yang digunakan bisa bersifat kuantitatif dan juga kualitatif, serta tidak menduga-duga variabel yang akan digunakan untuk membangun

17 model, karena variabel yang akan digunakan untuk membangun model telah ditentukan terlebih dahulu yaitu pada saat menyusun hypothetical condition. II.2.1 Desain Eksperimen (Experimental Design) Untuk membuat alternatif hipotesa yang akan disampaikan kepada responden, penggunaan stated preference disarankan menggunakan desain eksperimen. Desain eksperimen harus memastikan bahwa kombinasi atribut yang disampaikan kepada responden bervariasi tetapi tidak terkait satu dengan yang lainnya. Tujuannya agar hasil dari setiap level atribut atas berbagai tanggapan lebih mudah dipisahkan. Desain pilihan dan penyampaiannya harus berisi tiga tahap: 1. Penyeleksian level atribut dan kombinasi susunan setiap alternatif. 2. Desain eksperimen apa yang akan disampaikan mengenai alternatif (presentation of alternatives). 3. Persyaratan responden yang akan didapatkan dari jawaban responden (specification of responses). Jika jumlah atribut (a) dan jumlah level yang diambil (n), maka desain akan menentukan desain faktorial (n a ), ini disebut sebagai full factorial design, artinya setiap kombinasi kemungkinan level atribut semuanya dipakai. Apabila jumlah pilihannya terlampau banyak, kemungkinan besar responden akan kelelahan dalam menentukan pilihan, sehingga akan menimbulkan tanggapan yang salah atau bahkan diabaikan oleh responden. Terdapat beberapa cara pendekatan untuk mengurangi jumlah pilihan, salah satunya adalah dengan cara memisahkan pilihan (option) kedalam bentuk blok melalui pembauran (comfounding) yang disebut sebagai desain replika sebagaian (fractional replication design), yaitu suatu bentuk tiruan dari full factorial kedalam pilihan dengan jumlah yang lebih sedikit. Dalam buku Cochran & Cock (1991) telah dibuat beberapa macam alternatif Fractional Replication Design untuk tiap

18 kombinasi level dan atribut dan alternatif hasil yang telah direduksi menjadi 4, 8, 16 dan 32 pertanyaan atau alternatif design yang ditawarkan. II.2.2 Identifikasi Pilihan (Identification of Preference) Terdapat 3 (tiga) teknik/cara untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi mengenai preference responden terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan yaitu: 1. Ranking responses: seluruh pilihan pendapat disampaikan kepada responden, kemudian responden diminta untuk merankingnya sehingga merupakan nilai hirarki dari utilitas. 2. Rating techniques: responden menyatakan tingkat pilihan terbaiknya dengan menggunakan aturan skala. Biasanya dipakai antara 1 sampai 10 dengan disertakan label spesifik sebagai angka kunci, contoh 1 = sangat tidak suka, 5 = tidak peduli, 10 = sangat disukai. Pilihan terbaik individu yang didapat kemudian diterjemahkan ke dalam skala cardinal. 3. Choice experiment : responden memilih pilihan yang lebih disukainya (preference) dari beberapa alternative (dua atau lebih) dalam sekumpulan pilihan. Hal ini analog dengan survey Revealed Preference, kecuali untuk kenyataan bahwa alternative dan pilihan keduanya adalah hipotesa. Pada akhir kuisioner responden ditawarkan skala semantic (makna). Beberapa tipe yang digunakan antara lain: a. Tentu lebih suka pilihan pertama b. Kemungkinan menyukai pilihan pertama c. Tidak dapat memilih (berimbang) d. Kemungkinan menyukai pilihan kedua e. Tentu lebih suka pilihan kedua. II.3 Memahami Prilaku Perjalanan Metoda stated preference menyediakan informasi tentang bobot pengaruh atributatribut yang menentukan perilaku seseorang dalam membuat keputusan. Proses yang mendasari perilaku perjalanan ditampilkan pada Gambar II.2.

19 Karakteristik Sosial-ekonomi dan Pengalaman Individu Atribut dari Alternatif Perjalanan Informasi tentang Alternatif Perjalanan Persepsi Sikap Preferensi Perilaku Keterbatasan Individu Perilaku Perjalanan Keterbatasan pada Alternatif yang Tersedia Elemen yang Teramati Elemen yang Tidak Teramati Gambar II.2 Komponen-komponen Perilaku Konsumen (sumber: Pearmain et al 1991) Diagram ini membedakan antara elemen-elemen yang berasal dari luar (eksternal, misalnya: atribut-atribut alternatif perjalanan, batasan situasi) dan yang berasal dari dalam (internal, misalnya: persepsi atau preferensi). Elemen yang berasal dari luar memberikan batasan-batasan terhadap perilaku pasar, sedangkan yang berasal dari dalam menggambarkan pengertian konsumen terhadap pilihan mereka dan mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengikuti strategi-strategi tertentu. Elemen eksternal merupakan elemen yang dapat diamati, kalaupun ada, masalah yang muncul adalah menetapkan ukuran yang pantas. Elemen internal merupakan elemen yang tidak teramati. Keberadaan dan pengaruh mereka dapat diprediksi melalui aplikasi dari suatu metoda pengamatan secara kuantitatif, seperti metoda stated preference, terhadap kondisi pilihan (suka atau tidak suka terhadap masingmasing pilihan) dan perilaku. Akhirnya, penting untuk mencatat tahapan dari perilaku seseorang menjadi perilaku pasar yang sebenarnya. Perilaku pasar yang sebenarnya mengacu pada batasan terhadap tindakan secara individu terhadap pilihan yang tersedia. Sebagai

20 hasilnya, terdapat potensi perbedaan antara pernyataan (atau pilihan) yang diperoleh dari metoda stated preference dengan perilaku yang sebenarnya. Berkaitan dengan hal ini (McFADDEN, 1997) mengidentifikasi tantangan utama dari metoda SP ini. Tantangan tersebut adalah: a. metoda perancangan untuk memperoleh respon yang mengandung informasi tentang perilaku pasar yang dapat diandalkan, b. pengembangan metoda untuk menerjemahkan data eksperimental menjadi ramalan pasar (market forecasts), c. meyakinkan validasi hasil ramalan tersebut. Isu tersebut merupakan dasar dalam memperoleh manfaat dari metoda stated preference. Sebuah metoda yang menggunakan data yang dikumpulkan untuk melakukan prediksi terhadap perubahan permintaan di masa depan secara akurat. Hasilnya menjadikan metoda stated preference menjadi sebuah alat penelitian yang layak digunakan. II.4 Teori Dasar Perilaku Individu/Konsumen Teori dasar perilaku individu/konsumen didasarkan pada konsep ekonomi klasik dari seseorang untuk memperoleh utilitas dari konsumsi suatu produk. Utilitas menggambarkan tingkat kepuasan dari suatu manfaat yang dinikmati sesorang ketika menghabiskan potensi sumbernya pada produk yang lain. Utilitas yang diukur dengan teknik stated preference tersebut digambarkan sebagai nilai utilitas tidak langsung, sebab individu-individu memilih antara pilihan yang berbeda dengan tetap mengacu pada keterbatasan potensi sumber yang mereka miliki. Utilitas menyatakan secara tidak langsung suatu nilai yang dilkatkan pada suatu produk secara menyeluruh oleh seseorang. Individu-individu diasumsikan memilih produk dengan utilitas maksimum. Hal ini berarti, bahwa mereka akan berusaha untuk memaksimumkan manfaat yang diperoleh dalam keterbatasan potensi sumber yang dimiliki, biasanya waktu dan uang. Utilitas adalah tingkat ukuran kepuasan yang akan diperoleh pengguna. Misalnya, utilitas untuk sebuah rute dapat berupa faktor yang dipertimbangkan oleh pengguna seperti jarak, waktu

21 perjalanan, ketersediaan, keamanan, kenyamanan dan lain-lain yang juga dikonversikan dalam bentuk biaya umum (generalised cost). Persoalan pokok dalam pendekatan perilaku pemilihan moda transportasi adalah bagaimana mengukur nilai utilitas dari setiap alternatif moda. Nilai utilitas tersebut merupakan fungsi dari beberapa atribut pelanyanan yang mungkin dipersepsikan/ditafsirkan secara berbeda bagi setiap individu, sesuai dengan banyaknya informasi yang diterima dan latar belakang sosial ekonomi individu tersebut. II.4.1 Teori Pilihan Kemungkinan Pendekatan nilai perilaku dilakukan dengan menyediakan kondisi pilihan hipotetikal kepada responden, dan melalui jawabannya, kemudian diturunkan model matematika. Model yang pantas diindikasika dengan ukuran statistik yang baik dan ukuran berapa baik model tersebut menerangkan respon dari masingmasing individu, dimana perilaku perjalanan digambarkan. Perkembangan teori pilihan diawali dari pendekatan ilmu psikologi, perkembangan teori ini muncul dari kebutuhan untuk menerangkan suatu pengamatan eksperimental terhadap perilaku terhadap perilaku yang tidak konsisten. Salah satu argumen menunjukkan bahwa perilaku manusia identik dengan kemungkinan. Sesuatu yang tidak konsisten muncul dalam aplikasi secara empiris saat pengamatan pilihan dibuat dengan sampel perorangan. Dalam hal ini, dua atau lebih individu diamati dengan satu kumpulan pilihan yang sama, serta atribut dan karakteristik sosial ekonomi yang juga sama, ternyata mereka memilih alternatif yang tidak sama, (BEN AKIVA dan LERMAN, 1985). Sebuah contoh lain menampilkan kasus dari dua pelaku perjalanan yang identik yang ternyata memilih moda yang berbeda untuk suatu perjalanan yang sama ketempat kerja. Mekanisme sebuah kemungkinan dapat digunakan untuk menerangkan efek-efek dari variasi-variasi yang tidak termati yang terdapat diantara para pengambil keputusan dan atribut-atribut alternatif yang tidak teramati. Hal ini dapat juga mengambil kedalam teori perilaku random murni atau kesalahan disebabkan oleh persepsi yang salah terhadap atribut dan alternatif-alternatif pilihan. Dengan

22 demikian teori pilihan kemungkinan dapat digunakan untuk mengatasi salah satu kelemahan dari teori konsumen ini. Teori ini, kemudian, membawa pada konsep utilitas random untuk merefleksikan elemen yang tidak teramati dari perilaku pilihan. II.5 Model Pemilihan Diskrit Menurut Tamin (2000), secara umum model pemilihan diskrit dinyatakan sebagai peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosioekonomi dan daya tarik pilihan tersebut. Untuk menyatakan daya tarik suatu alternatif tidak menghasilkan utilitas, tetapi didapatkan dari karakteristiknya dan dari setiap individu. II.5.1 Utilitas Dari himpunan alternatif yang diberikan, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana pembuat keputusan memilih diantara alternatif yang tersedia dalam Cn? Dalam analisis pemilihan, direpresentasikanlah kemenarikan/daya tarik (attractiveness) atau utilitas dari tiap-tiap alternatif itu sendiri dan atribut individu. Utilitas didefenisikan sebagai ukuran istimewa seseorang dalam menentukan pilihan alternatif terbaiknya atau sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu (Tamin, 2000). Misalkan, utilitas suatu moda angkutan penumpang bagi individu tertentu bisa jadi direpresentasikan sebagai fungsi dari atribut-atribut berikut: - Waktu perjalanan rata-rata - Waktu tunggu dan waktu untuk berjalan kaki - Ongkos yang dikeluarkan Dan atribut-atribut dari pembuat keputusan: - Pendapatan - Pemilihan kendaraan - Umur - Pekerjaan

23 Bentuk fungsi utilitas sulit untuk diasumsikan, oleh karena itu dengan alasan kemudahan dalam perhitungan, maka fungsi utlitas sering direpresentasikan sebagai parameter-parameter linier (linear in parameter). Dalam memodelkan pemilihan moda, maka utilitas dari suatu pilihan i bagi individu n dapat dituliskan sebagai: U in = β 1 (waktu in ) + β 2 (ongkos in )...(2.1) Lebih umumnya, fungsi utilitas alternatif i dan pembuat keputusan n dituliskan sebagai: U in = β 1 x in1 + β 2 x in2 +...+ β k.x ink...(2.2) Dimana: U in x in1, x in2,..., x ink β 1, β 2,..., β k = utilitas alternatif i bagi pembuat keputusan n = sejumlah k variabel yang menerangkan atribut-atribut alternatif i bagi pembuat keputusan n = koefisien-koefisien yang perlu diinferensikan dari data yang tersedia II.5.2 Utilitas Acak Dasar teori, kerangka atau paradigma dalam menghasilkan model pemilihan diskrit adalah teori utilitas acak. Domencich and McFadden (1975) dan Williams (1977), sebagaimana dikutip dari Tamin (2000), mengemukakan bahwa, individu yang berada dalam suatu posisi yang homogen akan bertindak secara rasional dan memiliki informasi yang tepat sehingga biasanya dapat menentukan pilihan yang dapat memaksimumkan utilitas individunya masingmasing sesuai dengan batasan hukum, sosial, fisik, waktu dan uang. Misalkan seorang pelaku perjalanan dihadapkan pada sekumpulan alternatif C n dimana setiap alternatif i sebagai bagian dari Cn dapat diterangkan oleh fungsi pemilihan V(i). Fungsi V(i) lazimnya merupakan fungsi linier dari kombinasi beberapa atribut permintaan (demand) dan persediaan (supply). Fungsi pemilihan ini akan berbentuk fungsi deterministik sebagai berikut:

24 V in = A i.x i...(2.3) Dimana: V in A i = fungsi deterministik dari moda alternatif i oleh individu n = suatu parameter yang merepresentasikan pengaruh tiap atribut. X i = suatu faktor dari atribut permintaan dan persediaan yang mempengaruhi pemilihan. Apabila nilai utilitas i memberikan harga yang maksimum, maka pilihan akan jatuh pada alternatif i. Dalam fungsi pemilihan deterministik diatas, nilai utilitas ini bersifat pasti (constant utility). Hal ini bisa terjadi dengan asumsi bahwa si pengambil keputusan mengetahui secara pasti seluruh atribut yang berpengaruh terhadap nilai utilitas setiap moda alternatif dan pengambil keputusan tersebut memiliki informasi serta kemampuan menghitung nyaris sempurna pada atribut tersebut. Asumsi ini tentunya sulit diterima dalam praktek kehidupan sehari-hari, sehingga penggunaannya sangat terbatas. Masalah di atas oleh Manski (Ben-Akiva, 1985), dengan adanya konsep utilitas acak (random utility), dimana terdapat empat hal yang menyebabkan terjadinya keacakan tersebut, yaitu: 1. Adanya atribut yang tidak teramati 2. Adanya variasi cita rasa individu yang tidak teramati (unobservedtaste variations) 3. Adanya kesalahan pengukuran (measurement errors) karena informasi dan perhitungan yang tidak sempurna. 4. Adanya variabel acak yang bersifat instrumental (proxy). Domencich and McFadden (1975) dan Williams (1977), sebagaimana dikutip dari Tamin (2000), juga mengemukakan bahwa setiap set pilihan mempunyai utilitas U in untuk setiap individu n dan pemodel yang juga merupakan pengamat sistem tersebut tidak mempunyai infoormasi yang lengkap tentang semua unsur

25 yang dipertimbangkan oleh setiap individu yang menentukan pilihan. Sehingga dalam dua komponen, yaitu: 1. V in yang terukur sebagai fungsi dari atribut terukur (deterministik) 2. Bagian acak ε in, yang mencerminkan hal tertentu dari setiap individu, termasuk kesalahan yang dilakukan oleh pemodel. Secara umum, pengaruh tersebut dapat diekspresikan menjadi: U in = V in + ε in...(2.4) Dimana: U in V in = utilitas alternatif i bagi pembuat keputusan i = fungsi deterministik utilitas moda i bagi individu n ε in = kesalahan acak (random error) atau komponen stokastik dan berfungsi distribusi tertentu. Persamaan (2.4) tersebut dapat menjelaskan hal-hal yang tidak rasional. Contohnya, dua individu dengan atribut yang sama dan mempunyai set pilihan yang sama mungkin memilih pilihan yang berbeda dan beberapa individu tidak selalu memilih alternatif yang terbaik. II.6 Analisa Data Stated Preference Fungsi utilitas adalah mengukur daya tarik setiap pilihan (skenario hipotesa) yang diberikan pada responden. Fungsi ini merefleksikan pengaruh pilihan responden pada seluruh atribut yang termasuk dalam stated preference. Umumnya fungsi utilitas berbentuk linier, sebagai berikut: U i = a 0 + a 1. x 1 +...+ a n.x n...(2.5) Dimana: U i = Utilitas pilihan i a 0... a n = parameter model x 1...x n = nilai selisih atribut kereta api dan bus

26 Tujuan analisa adalah menentukan estimasi nilai a 0 sampai a n dimana nilai-nilai tersebut disebut sebagai bobot pilihan atau komponen utilitas. Dari nilai parameter model, dapat diketahui efek relatif setiap atributpada seluruh utilitas. Setelah komponen utilitas dapat diestimasi, maka selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti menentukan kepentingan relatif dari atribut yang termasuk dalam eksperimen dan menentukan fungsi utilitas untuk peramalan model. Terdapat beberapa cara yang secara keseluruhan dapat menentukan komponen utiliti. Empat teknik analisis stated preference adalah: 1. Naive atau metode grafik Naive atau metode grafik digunakan sangat sederhana dengan pendekatan yang didasarkan pada prinsip bahwa tiap level dari tiap atribut sering muncul sama-sama dalam desain eksperimen tertentu. seihingga beberapa ciri utilitas (relatif) dari pasangan level atribut tersebut dapat ditentukan dengan menghitung rata-rata (mean) nilai rangking, rating atau choice setiap pilihan yang telah dimasukkan dalam level tersebut, dan membandingkannya dengan rata-rata mean yang sama untuk level dan atribut lain. Kenyataannya, plotting nilai rata-rata ini pada grafik sering memberikan ciri yang sangat berguna tentang penting (relatif) dari berbagai atribut yang termasuk dalam eksperimen. Model ini tidak menggunakan teori statistik dan oleh karena itu gagal dalam memberikan indikasi hasil statistik yang signifikan. 2. Analisa Monotonic Variance Metoda ini menggunakan pendekatan yang digunakan untuk skala non metric. Metoda ini sangat cocok untuk menganalisis data dalam bentuk ranking pilihan yang diperoleh dalam eksperimen Stated Preference. Akan tetapi kurang dapat diandalkan dalam hasil tes kesesuaian (goodness to fit) sehingga jarang digunakan.

27 3. Metode Regresi Teknik regresi secara luas digunakan dalam pemodelan transportasi. Dalam penggunaan analisa stated preference, teknik regressi digunakan pada pilihan rating. Pengolahan data dilakukan untuk mendapatkan hubungan kuantitatif antara sekumpulan atribut dan respon individu. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan linier sebagai berikut: Y = a 0 + a 1. x 1 + a 2.x 2 +... + a k.x k...(2.6) Dimana y adalah respon individu, x 1, x 2,... x k adalah atribut pelanyanan, a 0 adalah konstanta dan a 1, a 2,... a k adalah parameter model. Residual untuk setiap kejadian dirumuskan sebagai berikut: δ = y = (a 0 + a 1. x 1 + a 2.x 2 +... + a k.x k )...(2.7) Dan jumlah kuadrat residual untuk sejumlah n observasi adalah: δ 2 = [ y - (a 0 + a 1. x 1 + a 2.x 2 +... + a k.x k ) ] 2...(2.8) Menggunakan prinsip kuadrat terkecil, dengan meminimalkan nilai δ 2, diperoleh jika turunan parsial δ 2 berturut-turut terhadap a 0, a 1, a 2,... a k adalah sama dengan nol. Dengan langkah ini maka akan diperoleh k + 1 persamaan dengan sejumlah k + 1 koefisien regressi, sehingga masing-masing koefisien regressi dapat ditentukan. 4. Analisa Logit Metoda analisis yang, diperkirakan, paling banyak digunakan dalam praktek adalah model Unit Probabilitas Logistik (Logistic Probability Unit), atau Logit. Untuk membangun model probabilitas ini, perlu dibuat asumsi-asumsi yang berkaitan dengan komponen random dari utilitas random. Model logit tergantung dari asumsi-asumsi bahwa komponen random (1) berdistribusi secara independen, (2) berdistribusi secara identik dan (3) mengikuti distribusi Gumbell.

28 II.7 Model Logit Binomial Pada model logit binomial pengambil keputusan dihadapkan pada sepasang alternatif diskrit, dimana alternatif yang akan dipilih adalah yang mempunyai utiliti terbesar, utiliti dalam hal ini dipandang sebagai variabel acak (random). Menurut konsep utilitas acak, probabilitas pilihan jatuh pada alternatif i adalah sama dengan probabilitas jika utilitas alternatif i lebih besar dari pada utilitas pada alternatif lain yang termasuk dalam himpunan alternatif. Sehingga probabilitas alternatif i yang dipilih oleh individu n yang dihadapkan pada sejimlah alternatif Cn adalah sebagai berikut: P n (i/c n ) = Prob (U in U jn, j C n ),...(2.9) Dengan V in V jn ε jn - ε in...(2.10) Dalam model logit binomial, C n terdiri dari dua alternatif (dalam hal ini i dan j), sehingga probabilitas individu n memilih alternatif i adalah: P in = Prob (U in U jn )...(2.11) P in = Prob (ε jn ε in + (V in V jn ), j C n )...(2.12) Seangkan probabilitas memilih alternatif j adalah: P jn = 1 - P in...(2.13) Teknik analisis yang diperkirakan, paling banyak digunakan dalam praktek adalah model Unit Probabilitas Logistik (Logistic Probability Unit), atau Logit. Untuk membangun model probabilitas ini, perlu dibuat asumsi-asumsi yang berkaitan dengan komponen random dari utilitas random. Model logit binomial tergantung dari asumsi-asumsi bahwa komponen random (1) berdistribusi secara independen, (2) berdistribusi secara identik dan (3) mengikuti distribusi Gumbell. Dengan mengasumsikan bahwa ε s berdistribusi Gumbell secara independen dan identik maka hal tersebut sama dengan mengasumsikan bahwa ε n = ε j - ε i berdistribusi secara logistik, 1 F ( εn ) = 1+e - με, μ > 0, - < ε n <...(2.14) n

29 dimana μ adalah parameter dengan skala positif. Di samping pendekatan dengan distribusi normal cukup baik, dstribusi logistik lebih mudah dalam analisisnya. Dengan asumsi bahwa ε n berdistribusi secara logistik, probabilitas pilihan untuk alternatif i diberikan oleh, P n (i) = Pr(U in > U jn ) = 1 ( ) 1+e -μ V in V jn μvin e = μv μv...(2.15) in jn e + e Ini adalah model logit binomial. Catatan bahwa jika V in dan V jn diasumsikan linier pada parameternya, maka P n (i) = e = 1 μβ e μβ xin + e μβ x x in jn 1 μβ( ) in jn +e x x...(2.16) Dalam kasus utilitas dengan parameter yang linier, parameter μ tidak dapat dibedakan dari keseluruhan skala dari β s. Untuk lebih mudahnya, secara umum, dibuat asumsi bahwa nilai μ = 1. Lebih lanjut, dengan menetapkan j = KA dan i = bus, maka didapat persamaan : PKA U KA ( U KA U BUS ) exp exp = =...(2.17) U KA U BUS ( U KA U BUS ) exp + exp 1+ exp dengan demikian berlaku juga : P 1 = 1 =...(2.18) ( ) 1 exp U KA U BUS + BUS P KA dengan: P KA P bus = Probabilitas pemilihan kereta api = Probabilitas pemilihan bus

30 U KA = Utilitas moda kereta api U BUS = Utilitas moda bus Persamaan ini menyatakan bahwa probabilitatas seseorang memilih kereta api atau bus adalah fungsi dari selisih utilitas kedua moda tersebut. Secara sederhana fungsi dari utilitas itu sendiri dapat dianggap bergerak secara linear yang terdiri dari berbagai macam atribut-atribut. Oleh karena itu perbedaan utilitas dari kedua moda dapat dinyatakan dalam bentuk selisih atribut-atribut. Tentunya selisih yang dimaksud adalah selisih dari masing-masing atribut yang sejenis yang terdapat pada kedua moda yang ditinjau. Maka persamaannya adalah sebagai berikut : U U = a + a X ) + a ( X ) + K + a ( X )...(2.19) KA BUS 0 1( 1 2 2 n n Dalam persamaan ini a 1, a 2, hingga a n adalah koefisien dari atribut-atribut (X 1, X 2, hingga X n ) yang sama-sama terdapat pada kedua moda dan X 1, X 2, hingga X n adalah nilai selisih antara atribut kereta api dan bus. Nilai dari koefisien-koefisien ini ditentukan kemudian dengan konsep least square dengan metode multiple linear regression. Sedangkan a 0 adalah konstanta yang menampung semua kesalahan dan atribut-atribut yang tidak diperhitungkan. Persamaan di atas sejalan dengan kenyataan bahwa bila seseorang akan memilih moda perjalanannya ia akan menimbang-nimbang berapa selisih keuntungan dan kekurangan dari tiap-tiap moda yang bersaing. Dengan cara yang berbeda, nilai utilitas sebagai respon dari individu dapat juga dinyatakan dalam bentuk probabilitas pemilihan moda tertentu. Ini dinyatakan dalam persamaan berikut ini : P KA Ln = a0 + a1( X1) + a2( X 2) + K + an( X n)...(2.20) 1 PKA Sehingga dari persamaan (2.19) dan (2.20) ini dapat dihasilkan persamaan baru sebagai berikut : PKA Ln 1 P KA = U KA U BUSl...(2.21) Dalam menentukan sifat penting untuk memahami dan meramalkan perilaku, digunakan ukuran statistik. Yaitu konsep significance test yang memberikan

31 ukuran tingkat keberartian dari faktor yang mempengaruhi atau tidak dan ukuran kesesuaian model atau goodness-of-fit (R-square). Persamaan-persamaan di atas juga berlaku dalam hal pemodelan Kereta Api Bus. Persamaan (2.21) disebut sebagai transformasi linear model logit binomial atau dikenal sebagai transformasi Berkson-Theil. II.8 Elastisitas pemilihan Moda Ortuzar dan Willumsen (1994), mengartikan elastisitas sebagai besarnya pengaruh persentase perubahan dari variabel tidak bebas terhadap variabel bebas lainya. Elastisitas juga merupakan ukuran yang sering digunakan untuk menyatakan perubahan reaksi permintaan (The Demand for Public Transport, 1980). Kegunaan elastisitas model berkaitan dengan pemilihan moda adalah memberikan informasi dari model yang diperoleh dengan cara mengukur sensitivitas respon pengguna moda terhadap variabel bebas. Elastisitas ini terbagi dua, yaitu: 1. Elastisitas Langsung (direct-elasticity). Elastisitas langsung mengukur persentase perubahan didalam probabilitas memilih moda, sebagai hasil perubahan persentase yang diberikan pada atribut didalam fungsi utilitas moda yang ditentukan. 2. Elastisitas Silang (cross-elasticity). Elastisitas silang mengukur persentase perubahan didalam probabilitas memilih moda, sebagai hasil perubahan prosentase yang diberikan pada satu atribut didalam fungsi utilitas alternatif moda yang ditentukan. Elastisitas dalam memilih moda dinyatakan sebagai berikut: E j Pji x jni =. x x P dimana: jni jni ji...(2.22)

32 E x j jni = elastisitas dari probabilitas dalam memilih moda j, berkaitan dengan perubahan dalam atribut ke-n yang dinyatakan dalam fungsi utilitas bagi individu i. x jni = atribut ke-n dalam memilih moda j, bagi individu i. P ji = probabilitas memilih moda j, bagi individu i. Dengan menyelesaikan turunan terhadap x jni, elastisitas langsung seperti telah didefenisikan pada persamaan (2.22) dapat dirumuskan sebagai berikut: E x j jni x jni = β jni. Pji (1 Pji ). P ji = β jni. x jni (1 P ji )...(2.23) Denga cara yang sama elastisitas silang dapat dirumuskan sebagai berikut: E x j kni P x =. xkni. Pki...(2.24) x ji kni. = β kni kni Pji dimana: β jni adalah koefisien dari atribut x jni Dalam pemilihan moda yang menggunakan model logit binomial atau pemilihan terhadap dua alternatif moda, pembahasan elastisitas yang ditetapkan adalah dalam bentuk selisih nilai atribut antara kedua moda yang dalam studi ini adalah kereta api dan bus. Oleh karena itu rumusan elastisitas langsung yaitu elastisitas pemilihan kereta api terhadap perubahan selisih nilai atribut ke-n adalah: ( x nka EKA x nbus ) = β.( x x ).(1 P )...(2.25) n nka nbus KA dan rumusan elastisitas silang yaitu elastisitas pemilihan terhadap perubahan selisih nilai atribut ke-n adalah: ( x nka EBUS x nbus = β n.( x ) nka x nbus ). P KA...(2.26)

33 Nilai E langsung dan E silang dibedakan pada penggunaan nilai atributnya, misal E langsung (moda A terhadap atribut moda A) dan E silang (moda A terhadap atribut moda B/alternatif lain). Nilai E silang dapat berupa bilangan positif atau negatif, jika positif artinya A dan B merupakan substitusi (diganti) dan jika negatif artinya A dan B merupakan komplemen (pelengkap). Dari hasil rumusan di atas nilai-nilai elastisitas bervariasi dari nol sampai tak terhingga dan mempunyai arti sebagai berikut: E > 1 artinya persentase perubahan probabilitas pemilihan moda lebih besar dari pada persentase perubahan atribut pemilihan moda, disebut elastis; E = 1 artinya persentase perubahan probabilitas pemilihan moda sama dengan dari pada persentase perubahan atribut pemilihan moda, disebut unitary elastis, pada hal ini perubahan atribut akan menyebabkan persentase perubahan probabilitas pemilihan moda yang sama pada setiap titik pada kurva permintaan; E <1 artinya persentase perubahan probabilitas pemilihan moda lebih kecil dari pada persentase perubahan atribut pemilihan moda, disebut in elastis; E = 0 artinya sama sekali tidak ada perubahan probabilitas pemilihan moda, bila atribut pemilihan moda berubah, disebut sama sekali tidak elastis, hal ini dikatakan bahwa jumlah permintaan pemilihan moda tidak peka/tidak sensitif terhadap perubahan nilai atribut ; E = artinya berubah probabilitas pemilihan moda, tetapi atribut pemilihan moda sama sekali tidak berubah, disebut sama sekali elastis. Keadaan semacam ini permintaan pemiliham moda bebas memilih pada nilai atribut yang berlaku; Nilai E langsung dan E silang dibedakan pada penggunaan nilai atributnya, misal E langsung (moda A terhadap atribut moda A) dan E silang (moda A terhadap atribut moda B/alternatif lain). Nilai E silang dapat berupa bilangan positif atau negatif, jika positif artinya A dan B merupakan

34 substitusi (diganti) dan jika negatif artinya A dan B merupakan komplemen (pelengkap). II.9 Penelitian Model Disagregat Yang Pernah Dikembangkan Ortuzar dan Garrido (1993) mengadakan penelitian terhadap 122 pelajar dan 125 staf pada Universitas Katolik Chile di Santiago mengenai pemilihan moda antara bus dan kendaraan pribadi. Atribut level of service dari dua pilihan moda tersebut adalah: a. Biaya perjalanan (variasi dalam 3 level) b. Waktu perjalanan (variasi dalam 2 level) c. Jarak berjalan (variasi dalam 3 level) d. Transit antar kedatangan, dihubungkan pada waktu tunggu (variasi dalam 2 level). Identifikasi pilihan digunakan metoda rating skala semantik (makna) dan analisa regresi linier. Sitindaon (2001) menggambarkan model disagregat pemilihan moda angkutan barang antara kereta api dan truk pada Rute Pematang Siantar Medan yang menggunakan model logit binomial. Variabel yang digunakan terdiri dari: a. Keadaan atribut secara umum terdiri dari tipe komoditas, jarak perjalanan, ukuran pengiriman, nilai komoditas, unit kargo dan tujuan pengiriman. b. Atribut perjalanan dan pelayanan terdiri dari akses ke terminal, waktu tunggu di terminal asal, ongkos transport, waktu perjalanan, kepercayaan terhadap penumpang hilang/rusak/bocor dan waktu tunggu di pelabuhan. Estimasi parameter model dengan menggunakan metode analisa multiple linear regression dengan prinsip Least square dan sebagai pembanding digunakan analisa logit biner dengan prinsip maximum likelihood. Hasil pertimbangan terhadap enam atribut dalam kajian model pemilihan moda yang dilakukan cukup rendah dengan R 2 yaitu 0,295 untuk maximum likelihood, hal ini disebabkan ketidakseimbangan perbandingan pilihan sampel sedangkan untuk analisis regresi hasilnya cukup baik yaitu dengan R 2 = 0,511.