pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.

dokumen-dokumen yang mirip
Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA)

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL. Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

2017, No melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tent

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

Catatan : Kebijakan Transfer ke Daerah Dalam rangka RAPBNP Tahun 2011 Kebijakan belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

I. UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. PENDAPATAN, HIBAH, BELANJA PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442)

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Sumber penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

Transkripsi:

2 1. Memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Keleluasaan otonomi artinya mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan pemerintahan termasuk penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. 2. Otonomi yang nyata, artinya daerah punya keleluasaan untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada, dibutuhkan, tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah. 3. Otonomi yang bertanggung jawab, berarti sebagai konsekuensi logis dari pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam pemberian pelayanan kepada publik dan peningkatan kesejahteraan bagi rakyat di daerahnya. 4. Otonomi untuk daerah provinsi diberikan secara terbatas yaitu (a) kewenangan lintas kabupaten/kota; (b) kewenangan yang belum dilaksanakan oleh kabupaten/kota; (c) kewenangan lainnya menurut PP No.25 tahun 2000. Lahirnya pos Transfer ke Daerah dalam postur APBN dilatarbelakangi oleh lahirnya dua Undang-Undang (UU) di bidang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang selanjutnya pada tahun 2004 kedua UU tersebut direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004

3 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sebagai implementasi dari kedua UU tersebut, pemuatan pos Transfer ke Daerah dalam postur APBN untuk pertama kalinya dilakukan pada tahun 2001. Dalam perjalanannya sejak tahun 2001 hingga 2012, nomenklatur Transfer ke Daerah dalam postur APBN telah beberapa kali mengalami perubahan, yaitu: a. Pada tahun 2001-2004 lebih dikenal dengan istilah Anggaran yang Didaerahkan; b. Pada tahun 2004 berubah menjadi Belanja Daerah; c. Sampai dengan tahun 2007 berubah menjadi Belanja ke Daerah; serta d. Sejak tahun 2008 hingga saat ini berubah menjadi Transfer ke Daerah. Arah kebijakan Transfer ke Daerah terutama ditujukan untuk: (1) Mempercepat pembangunan daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi ketimpangan pelayanan publik antardaerah; (2) Meningkatkan kemampuan keuangan daerah dan mengurangi perbedaan keuangan antara pusat dan daerah dan antardaerah terutama dalam rangka mendanai pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan di daerah; (3) mendukung kesinambungan fiskal nasional ( fiscal sustainability) dalam rangka kebijakan ekonomi makro; (4) Meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; (5) meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah; serta (6) Mempercepat pembangunan di provinsi khusus, yaitu Provinsi Papua,

4 Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Aceh, terutama melalui pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan. Data mengenai Belanja Untuk Daerah dapat dilihat di pos Belanja Negara dalam APBN tahun 2001 dan 2002 berikut ini. Tabel 1.1 Belanja Negara APBN 2001 dan APBN 2002 (Dalam Triliun Rupiah) Uraian 2001 2002 Penye suaian % thd PDB Perub ahan % thd PDB APBN % thd PDB I. Belanja Pemerintah Pusat 258,8 17,6 272,1 18,4 246,1 14,6 a. Belanja Rutin b. Belanja Pembangunan 213,4 45,4 14,5 3,1 232,7 39,4 15,8 2,7 193,8 52,3 11,5 3,1 II. Belanja Untuk Daerah 81,5 5,6 82,4 52,6 97,9 5,8 1. Dana Perimbangan 81,5 5,6 82,4 52,6 94,5 5,6 a. Dana Bagi Hasil 20,3 1,4 21,2 1,4 24,6 1,5 b. Dana Alokasi 60,5 4,1 60,5 4,1 69,1 4,1 Umum 0,7 0,05 0,7 0,05 0,8 0,05 c. Dana Alokasi Khusus 2. Dana Otonomi Khusus - - - - 3,4 0,2 dan Dana Penyeimbang a. Dana Otonomi Khusus - - - - 1,4 0,1 b. Dana Penyeimbang - - - - 2,0 0,1 Jumlah 340,3 23,2 354,5 24,0 344,0 20,4 Sumber : Nota Keuangan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Anggaran pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2002 Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa unsur unsur dari Belanja Untuk daerah adalah Dana Perimbangan (Dana Bagi Hasil, dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus), Dana Otonomi Khusus dan Dana

5 Penyeimbang. Dimana Peneliti lebih memfokuskan penelitian terhadap DAU dan faktor yang mempengaruhinya. Alasannya ialah karena dana ini merupakan salah satu.unsur penting dalam Pendapatan Daerah dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Dalam Nota Keuangan dan APBN (2010) dijelaskan bahwa D AU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Besaran DAU Nasional sangat tergantung dari besaran PDN neto dalam APBN dan besaran persentase yang ditetapkan terhadap PDN neto tersebut. Pemahaman kriteria penerimaan yang dibagihasilkan kepada daerah, telah melahirkan berbagai formula dalam penentuan PDN Neto. Keuangan merupakan faktor penting dalam suatu negara, dikarenakan pengaruhnya yang demikian menentukan terhadap kompleksitas kelangsungan hidup negara dan masyarakatnya. Pengaruh dari aspek keuangan negara antara lain juga mencerminkan kualitas keberadaan dari suatu pemerintahan dalam menjalankan fungsi-fungsi kenegaraannya. Apabila sumber pendanaan dari keuangan negara yang dimiliki semakin baik, maka kedudukan Pemerintah di dalam menjalankan keorganisasian negara, baik dalam rangka melaksanakan urusan-urusan pemerintah dan pembangunan maupun pelayanan terhadap warganya akan bertambah stabil dan semakin baik serta positif di mata rakyatnya. Sebaliknya, suatu pemerintahan dipandang akan menghadapi berbagai problema pelik dalam

6 memperlancar pelaksanaan segenap fungsi dan tugas kenegaraan, jika tidak didukung kondisi keuangan negara yang baik pula. Di dalam banyak literatur keuangan negara disebutkan bahwa sumber utama penerimaan negara berasal dari pajak. Pajak adalah iuran rakyat (lebih tepatnya pungutan kepada masyarakat ) kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Dalam praktiknya di Indonesia, selain pajak, sumber penerimaan negara juga berasal dari penerimaan negara bukan pajak. Menurut UU Nomor 17 tahun 2003, pendapatan negara merupakan hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan negara terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah. Penerimaan dalam negeri adalah penerimaan yang terdiri dari penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sedangkan hibah adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri (PP 10 tahun 2011). Di dalam APBN, hibah di catat secara terpisah dari pendapatan negara sehingga secara keseluruhan penerimaan negara dalam APBN disebut sebagai pendapatan negara dan hibah.

7 Dalam I Made Aryana (2011) Sejak tahun anggaran 2000, struktur dan format APBN diubah dari bentuk scontro ( T-account) menjadi bentuk stafel untuk menyesuaikan dengan standar yang berlaku secara internasional sebagaimana digunakan dalam statistik keuangan pemerintah ( Government Financial Statistics) dimana pada point Pendapatan Negara dan Hibah disusun sebagai berikut : I.Penerimaan Dalam Negeri. 1.Penerimaan Perpajakan. a.pajak Dalam Negeri. i.pajak Penghasilan. - Migas. - Non Migas. ii.ppn dan PPn BM iii.ppb dan BPHTB iii.cukai. iv.pajak lainnya (bea materai) b.pajak Perdagangan Internasional. i.bea Masuk. ii.pajak Ekspor. 2.Penerimaan Negara Bukan Pajak. II. Hibah Gambar 1.1 format dan bentuk APBN dalam bentuk stafel Sumber : Aryana

8 Dari susunan tersebut di atas, nampak bahwa salah satu pos penerimaan dalam negeri yang berasal dari perpajakan dalam sektor perdagangan khususnya Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah, Pajak/Pungutan Ekspor, Bea Masuk, dan Cukai memberikan kontribusi besar di dalam pendapatan Negara. Sehingga semakin besar pendapatan Negara yang diperoleh dari sektor pajak, semakin besar pula peluang Pemerintah untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa dalam bentuk dana yang ditransfer ke masing-masing daerah khususnya dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). Berdasarkan pada latar belakang diatas dan dengan melihat pentingnya informasi Dana Alokasi Umum maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPn BM), Pajak/Pungutan Ekspor, Bea Masuk, dan Cukai Terhadap Dana Alokasi Umum Dalam APBN Tahun 2002-2012. 1.1.Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berpengaruh terhadap Dana Alokasi Umum? 2. Apakah Penerimaan Pajak/pungutan Ekspor berpengaruh terhadap Dana Alokasi Umum? 3. Apakah Penerimaan Bea Masuk berpengaruh terhadap Alokasi Umum?

9 4. Apakah Penerimaan Cukai berpengaruh terhadap Dana Alokasi Umum? 5. Apakah Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak/Pungutan Ekspor, Bea Masuk, dan Cukai berpengaruh terhadap Dana Alokasi Umum? 1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris bahwa: 1. Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berpengaruh terhadap Dana Alokasi Umum. 2. Penerimaan Pajak/pungutan Ekspor berpengaruh terhadap Dana Alokasi Umum. 3. Penerimaan Bea Masuk berpengaruh terhadap Dana Alokasi Umum. 4. Penerimaan Cukai berpengaruh terhadap Dana Alokasi Umum. 5. Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak/Pungutan Ekspor, Bea Masuk, dan Cukai berpengaruh terhadap Dana Alokasi Umum. 1.2.2. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diantaranya adalah: 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan tentang masalah yang diteliti, yaitu bagaimana pengaruh Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,

10 Pajak/Pungutan Ekspor, Bea Masuk, dan Cukai terhadap Dana Alokasi Umum. 2. Peneliti selanjutnya, untuk menjadi sumber informasi dan referensi bagi penelitian mengenai APBN. 3. Bagi Universitas, dapat memberikan kontribusi hasil literatur sebagai bukti empiris dibidang akuntansi yang dapat dijadikan referensi.