KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

dokumen-dokumen yang mirip
Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan

PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

Assalamu alaikum Wr. Wb.

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

INDONESIA Percentage below / above median

CAPAIAN PRODUKSI PADI TAHUN 2014

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

PENDUGAAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP)

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dr. Ir. Maman Suherman, MM NIP

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Daerah irigasi merupakan kesatuan wilayah atau daerah yang mendapat air dari

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016

ARAH PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG

4. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/18/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis Kementerian dan

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

KESEHATAN ANAK. Website:

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013

8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017

MENTERI PEKERJAAN UMUM JAKARTA, 7 FEBRUARI 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017

C UN MURNI Tahun

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik

respon Petani terhadap Perkembangan teknologi dan Perubahan Iklim: studi Kasus Subak di Desa Gadungan, tabanan, Bali

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita atau Gross National

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya

Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

Transkripsi:

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jalan A. Yani 70 Bogor 16161 PENDAHULUAN Sejak manusia mengenal budidaya tanaman secara menetap, ada dua infrastruktur yang selalu menjadi perhatian utama, yaitu irigasi dan sarana perhubungan, khususnya jalan. Kedua infrastruktur tersebut memang sangat dibutuhkan dalam mendukung usaha budidaya pertanian, disamping faktor-faktor produksi usahatani lainnya, seperti lahan, air, pupuk, benih, tenaga kerja dan teknologi. Pembangunan infrastruktur yang pernah sangat gencar dilaksanakan pada awal tahun 1980-an sebagai upaya mencapai swasembada pangan pada tahun 1984, dalam satu dekade terakhir mengalami stagnasi, bahkan infrastruktur yang ada saat ini mengalami penurunan fungsi. Hal ini diakibatkan oleh terbatasnya dana yang dialokasikan untuk biaya pemeliharaan. Secara empiris telah terbukti bahwa selama ini salah satu determinan utama peningkatan produksi pangan, khususnya beras adalah ketersediaan lahan beririgasi. Studi Bank Dunia (1982) menyimpulkan bahwa kontribusi irigasi terhadap laju kenaikan produksi padi di Indonesia selama kurun waktu 1972-1981 adalah sekitar 16,5 persen, dan faktor-faktor input utama (varietas unggul, pupuk buatan, pestisida) secara simultan kontribusinya mencapai 75 persen. Penyusutan luas maupun degradasi fungsi lahan sawah beririgasi secara langsung maupun tidak langsung merupakan ancaman serius terhadap kemantapan pasokan pangan nasional. Melihat kondisi ini, pemerintah bertekad untuk memberikan perhatian yang serius terhadap perbaikan kondisi infrastruktur pertanian. Hal ini dipertegas lagi dengan instruksi Wakil Presiden RI kepada Tim Percepatan Pembangunan Proyek Infrastruktur untuk merumuskan secara lengkap pola dan jadwal pelaksanaan serta sumber-sumber pendanaannya. Untuk membantu mengidentifikasi lokasi yang diperkirakan layak untuk dilaksanakan program perbaikan irigasi, maka perlu dilakukan kajian tentang pendugaan lokasi program perbaikan irigasi berdasarkan peluang peningkatan indeks pertanaman (IP) yang akan dibahas dalam tulisan ini. 1 Data lebih lengkap dan rinci dari artikel ini berada di penulis. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 1, Maret 2005 : 12-19 12

KONDISI JARINGAN IRIGASI SAAT INI Harus diakui pemerintah selama ini telah berhasil membangun jaringan irigasi, sehingga produksi pertanian, khususnya beras, mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas, 2002) nilai aset irigasi yang terdiri dari jaringan irigasi teknis, semi teknis dan sederhana (seluas 5,7 juta ha), termasuk jaringan reklamasi lahan rawa seluas 1,2 juta hektar, mencapai Rp. 278 triyun. Namun sangat disayangkan nilai aset yang demikian besar dalam perkembangannya kurang mendapat perhatian secara memadai, sehingga kondisinya lambat laun mengalami penurunan, bahkan sebagian telah mengalami kerusakan yang sangat berat. Hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 1999 menunjukkan bahwa dari total jaringan irigasi yang mencapai 6,7 juta hektar, sekitar 1,4 juta hektar (20,84 %) mengalami kerusakan ringan, dan sekitar 126 ribu hektar (1,86 %) mengalami kerusakan berat (Tabel 1). Kondisi tersebut saat ini diperkirakan dapat bertambah menjadi lebih buruk, apabila dikaitkan dengan adanya kenyataan semakin terbatasnya anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi, serta adanya perubahan manajemen pemerintah dari sentralisasi menjadi otonomi daerah. Tabel 1. Kondisi Jaringan Irigasi di Indonesia, 1999 (Ha) Pulau Sumatera Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku-Papua Kondisi Baik Rusak Ringan Rusak Berat 1.283.359 2.727.978 318.219 301.337 576.967 47.091 497.752 492.081 30.091 158.628 199.776 11.610 56.149 51.949 524-17.487 - Total 1.837.260 3.272.008 349.662 459.965 794.230 58.701 Total 5.254.951 1.389.938 126.127 6.771.826 Sumber : Ditjen Pengairan, Departemen PU Kondisi jaringan tersebut di atas mencerminkan menurunnya fungsi jaringan irigasi dan apabila dibiarkan berlanjut akan mengakibatkan jaringan irigasi tidak mampu lagi mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian untuk mencapai hasil yang optimal. Dari fungsi jaringan irigasi yang menurun tersebut dan adanya peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka akan mengancam upaya perwujudan ketahanan pangan nasional. PENDUGAAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANIAN (IP) Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana 13

Peran irigasi di Indonesia untuk peningkatan produksi pangan nasional sangat besar (mencapai sekitar 85% dari penggunaan air secara total), sehingga perlu didukung oleh pengelolaan irigasi yang efisien dan efektif. Pengguna air hingga saat ini masih menganggap air irigasi sebagai barang publik (public goods) yang melimpah dan dapat dikonsumsi tanpa biaya (no cost). Pada umumnya, pengguna air belum menyadari bahwa komponen utama irigasi adalah air dan jaringan irigasi. Air memang karunia Tuhan Yang Maha Esa, namun jaringan irigasi merupakan man made capital, sehingga menganggap air irigasi sebagai social goods tidak tepat, karena jaringan irigasi senantiasa harus dipelihara, agar tetap dapat dipertahankan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang optimal. KRITERIA DAN TAHAPAN PEMILIHAN LOKASI Provinsi yang dipilih untuk program perbaikan jaringan irigasi pada lahan sawah di Jawa dan Bali adalah provinsi yang mempunyai trend Indek Pertanaman (IP) menurun selama periode 2000-2002. Kriteria ini juga diterapkan dalam menentukan kabupaten pada masing-masing provinsi yang telah terpilih. Sementara provinsi yang dipilih untuk program perbaikan jaringan irigasi pada lahan sawah di luar Jawa dan Bali adalah provinsi yang mempunyai rata-rata IP < 1,5 selama periode 1995-2002. Kriteria ini juga diterapkan dalam menentukan kabupaten pada masing-masing provinsi terpilih, akan tetapi dengan hanya menggunakan IP pada tahun 2002. Provinsi yang dipilih untuk program pengembangan irigasi baru pada lahan tadah hujan di luar Jawa adalah provinsi yang mempunyai trendd luas lahan tadah hujan selama periode 2000-2002 di atas trendd nasional dan atau provinsi yang mempunyai pangsa lahan tadah hujan > 5 persen terhadap total luas nasional. Sementara pemilihan kabupaten pada masing-masing provinsi yang terpilih didasarkan atas pertimbangan bahwa pengembangan irigasi baru baru layak dilakukan jika kabupaten tersebut mempunyai potensi lahan yang akan diairi minimal 300 ha (asumsi terjadi penyebaran hamparan lahan terhadap sumber air yang ada, sedangkan jika tidak terjadi penyebaran hamparan lahan semestinya 100 ha sudah layak untuk membangun irigasi kecil). Di samping itu, dikaitkan dengan ketersediaan air (sungai) maka prioritas dalam pembangunan jaringan irigasi baru di luar Jawa adalah berturut-turut di Pulau: (1) Sumatera, (2) Sulawesi, dan (3) Kalimantan. Program pengembangan irigasi tata air mikro pada lahan pasang surut sebaiknya di konsentrasikan di Pulau Sumatera dan Kalimantan, mengingat untuk jenis lahan ini hampir seluruhnya terkonsentrasi di dua pulau ini. Provinsi yang dipilih untuk program pengembangan irigasi tata air mikro di kedua pulau tersebut adalah provinsi yang mempunyai rata-rata pangsa luas lahan pasang surut > 8 persen selama periode 1995-2002. Sementara pemilihan kabupaten di provinsi Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 1, Maret 2005 : 12-19 14

terpilih adalah semua kabupaten yang mempunyai lahan pasang surut (karena lahan pasang surut hanya tersebar pada beberapa kabupaten). Provinsi yang dipilih untuk program pengembangan irigasi pompa pada lahan tadah hujan di Jawa adalah provinsi yang mempunyai trendd luas lahan tadah hujan di atas trendd nasional atau mempunyai pangsa lahan tadah hujan > 5% terhadap total luas nasional selama periode 2000-2002. Selanjutnya kabupaten yang dipilih adalah semua kabupaten yang mempunyai lahan tadah hujan. POTENSI DAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Program rehabilitasi infrastruktur irigasi ini bertujuan untuk memperbaiki jaringan jaringan irigasi yang telah rusak dan kurang perawatan. Secara umum, pada tahun 2002, luas lahan sawah beririgasi teknis dan setengah teknis sebagian besar berada di Jawa dan Bali, yaitu mencapai 223.952 ha atau sekitar 72,5 persen dari total lahan sawah beririgasi teknis dan setengah teknis yang ada di Indonesia. Sementara itu, luas lahan sawah beririgasi teknis dan setengah teknis di luar pulau Jawa dan Bali hanya sebesar 84.727 ha atau sekitar 27,5 persen (Tabel 2). Untuk lahan sawah beririgasi sederhana kondisinya berkebalikan, yaitu sebagian besar berada di luar pulau Jawa dan Bali. Jika jaringan irigasi yang luas ini mampu diperbaiki infrastruktur dan pengelolaannya maka dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam peningkatan produksi dan intensitas pertanaman. Tabel 2. Potensi Program Perbaikan Jaringan Irigasi Menurut Jenis Pengairan di Indonesia, 2002 (ha) Jenis Pengairan Lokasi Sederhana/ Total Teknis ½ Teknis Desa 1. Jawa dan Bali 39.799 184.153 124.004 347.956 (%) 65,90 74,17 31,87 49,87 2. Luar Jawa dan Bali 20.596 64.131 265.072 349799 (%) 34,10 25,83 68,13 50,13 Total 60.395 248.284 389,076 697.755 Sumber : Statistik Luas Lahan Menurut Penggunaannya, BPS, 2002, diolah. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Teknis Berdasarkan perhitungan trend Indek Pertanaman (IP) padi sawah pada lahan sawah beririgasi teknis selama kurun waktu 2000 2002 di pulau Jawa dan Bali, diperoleh informasi bahwa Provinsi DI Yogyakarta (DIY) dan Banten PENDUGAAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANIAN (IP) Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana 15

mempunyai trendd IP negatif masing-masing sebesar 0,50 dan 1,62. Hasil penelusuran lebih lanjut hingga tingkat kabupaten, diperoleh informasi bahwa fokus program rehabilitasi irigasi di DIY hendaknya dilaksanakan di Kabupaten Kulon Progo yang memiliki trend IP negatif. Sementara itu, di Provinsi Banten, fokus rehabilitasi irigasi dilakukan di Kabupaten Serang, Lebak dan Kota Cilegon. Secara umum, luas potensi rehabilitasi jaringan irigasi teknis di pulau Jawa dan Bali berdasarkan trend IP mencapai 39.799 ha, dan sebagian besar berada di Provinsi Banten yang mempunyai pangsa sekitar 81,8 persen. Secara rata-rata, selama periode 1995 2002, ada tiga provinsi di luar pulau Jawa dan Bali yang mempunyai IP kurang dari 1,50, yaitu Bangka Belitung (1,04), Kalimantan Tengah (1,33) dan Kalimantan Selatan (1,33). Penelusuran lebih lanjut pada tingkat kabupaten menunjukkan rehabilitasi irigasi di Provinsi Bangka Belitung dapat dilakukan di Kabupaten Bangka; di Kalimantan Tengah dapat dilaksanakan di Kabupaten Barito Timur dan Gunung Mas; dan di Kalimantan Selatan, prioritas rehabilitasi irigasi dapat dilaksanakan di Kabupaten Tapin, Banjar, Kota Baru dan Hulu Sungai Tengah. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Setengah Teknis Hasil perhitungan trend IP pada lahan sawah beririgasi setengah teknis selama kurun waktu 2000-2002 menunjukkan bahwa di pulau Jawa dan Bali ada 3 provinsi yang mempunyai trend IP negatif, yaitu Jawa Tengah (-0,14), Jawa Timur (-0,90) dan Bali (-0,99). Di Jawa Tengah dari 35 kabupaten/ kota yang ada, terpilih 16 kabupaten yang dapat dijadikan sebagai lokasi program rehabilitasi jaringan irigasi. Sementara itu di Jawa terpilih 18 kabupaten dan di Bali terpilih 6 kabupaten. Untuk luar pulau Jawa dan Bali, dengan perhitungan yang sama menghasilkan 4 provinsi yang mempunyai IP kurang dari 1,5, yaitu Riau (1,38), Bangka Belitung (1,13), Nusa Tenggara Barat (1,49) dan Kalimantan Tengah (1,12). Penelusuran pada tingkat kabupaten menunjukkan bahwa di provinsi Bangka Belitung terpilih 1 kabupaten yang IPnya pada tahun 2002 di bawah 1,5; kemudian di Nusa Tenggara Barat 3 kabupaten; Riau 6 kabupaten; dan Kalimantan Tengah 2 kabupaten. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Sederhana Hasil perhitungan pemilihan lokasi untuk rehabilitasi jaringan irigasi sederhana, diperoleh informasi bahwa di pulau Jawa dan Bali ada 3 provinsi yang mempunyai trend IP negatif, yaitu Jawa Tengah (-0,12), DI Yogyakarta (-1,09) dan Bali (-1,57). Penelusuran lebih lanjut pada tingkat kabupaten menunjukkan bahwa di Jawa Tengah ada 14 kabupaten yang mempunyai trend IP negatif; kemudian di DI Yogyakarta dan Bali masing-masing 3 kabupaten. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 1, Maret 2005 : 12-19 16

Untuk wilayah di luar pulau Jawa dan Bali, hasil perhitungan menunjukkan ada 8 provinsi yang lahan sawah beririgasi sederhananya mempunyai IP kurang dari 1,5. Ke 8 provinsi tersebut adalah Riau, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Dari 8 provinsi tersebut terdapat 61 kabupaten yang memiliki rata-rata IP kurang dari 1,50 dengan total luas potensi rehabilitasi mencapai 265.072 ha. Luas potensi terbesar terdapat di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah sebesar 35.957 ha atau sekitar 13,6 persen dari total potensi rehabilitasi irigasi sederhana di luar Jawa dan Bali. Program Pengembangan Irigasi Baru Perbaikan irigasi melalui program pengembangan irigasi baru seperti pembangunan waduk atau bendungan adalah ditujukan untuk peningkatan IP pada lahan tadah hujan. Program ini hanya bisa dilakukan jika ada keseimbangan antara ketersediaan lahan yang potensial untuk diairi dan ketersediaan air. Bertitik tolak dari kondisi ini, maka program ini diduga hanya layak dilakukan di luar Jawa, sebaliknya tidak layak untuk di lakukan di Jawa, mengingat ketersediaan air di Jawa sudah defisit. Selama periode 1995-2002, pangsa luas tadah hujan di luar Jawa sekitar 60,4 persen (1,18 juta ha) dari total luas lahan tadah hujan yang ada di Indonesia. Namun demikian, sesuai dengan kriteria dan tahapan dalam menentukan lokasi, maka diduga hanya ada sekitar 992 ribu ha (84,1%) yang berpotensi untuk dijadikan lokasi program pengembangan irigasi baru (Tabel 3). Potensi ini terdapat di 12 provinsi, yaitu masing-masing 5 provinsi di Pulau Sumatera (Sumut, Sumbar, Riau, Bengkulu, dan Lampung), 2 provinsi di Pulau Sulawesi (Sulsel dan Sulut), 4 provinsi di Pulau Kalimantan (Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltim), dan Provinsi NTB. Dari 12 provinsi yang terpilih, potensi terbesar terdapat di Sulsel (24,9%), disusul Sumut dan Kalsel dengan pangsa masing-masing 15,1 dan 11,9 persen, sementara potensi terendah terdapat di Sulut (1,3%). Tabel 3. Potensi Program Pengembangan Irigasi Baru, Irigasi Tata Air Mikro dan Irigasi Pompa di Indonesia, 2002 (ha) Jenis Kegiatan/Irigasi Total Jenis Lahan Lokasi 1. Pengembangan Irigasi Baru 992.294 Tadah hujan Luar Jawa 2. Pengembangan Irigasi Tata Air Mikro 505.,892 Pasang Surut Sumatera dan Kalimantan 3. Pengembangan Irigasi Pompa 776.674 Tadah hujan Jawa Sumber : Statistik Luas Lahan Menurut Penggunaannya, BPS, 2002, diolah. PENDUGAAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANIAN (IP) Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana 17

Program Pengembangan Irigasi Tata Air Mikro Berdasarkan data tahun 2002, potensi program pengembangan irigasi tata air mikro pada lahan pasang surut di Pulau Sumatera dan Kalimantan mencapai 505,9 ribu ha (Tabel 3). Luasan ini hampir sekitar 82,48 persen dari total luas lahan pasang surut yang ada di dua pulau tersebut. Ada 5 provinsi yang diduga berpotensi untuk pengembangan program ini, yaitu masing-masing 2 provinsi di Pulau Sumatera (Sumsel dan Jambi) dan 3 provinsi di Pulau Kalimantan (Kalbar, Kalteng, dan Kalsel). Dari 5 provinsi di atas, potensi terbesar terdapat di Kalsel (31,1%), disusul Sumsel dan Kalbar dengan potensi masing-masing 29,1 dan 18,7 persen. Sementara potensi program pengembangan irigasi tata air mikro di Provinsi Jambi dan Kalteng hampir berimbang, yaitu sekitar 10-11 persen. Program Pengembangan Irigasi Pompa Rendahnya produktivitas dan IP lahan tadah hujan, baik di Jawa maupun di luar Jawa, salah satunya diakibatkan oleh terbatasnya sumberdaya air yang tersedia. Seperti diketahui bersama, lahan tadah hujan umumnya hanya mengandalkan ketersediaan air hujan untuk mendukung kegiatan usahataninya. Untuk Pulau Jawa, ada sekitar 776,8 ribu hektar lahan tadah hujan yang berpotensi untuk dijadikan lokasi program pengembangan irigasi pompa (Tabel 3). Program ini potensi untuk di kembangkan terutama di Provinsi Jateng, Jatim, dan Jabar, mengingat pangsa luas tadah hujan di tiga provinsi tersebut berturut 35,3 persen; 31,2 persen; dan 20,8 persen, dari total luas tadah hujan yang ada di Jawa. Sementara potensi berikutnya ada di Provinsi Banten dan DI Yogyakarta dengan pangsa masing-masing 11,4 dan 1,24 persen. PENUTUP Infrastruktur atau prasarana pertanian diperlukan untuk memanfaatkan sumberdaya pertanian dan membangun pertanian komersial. Tanpa prasarana maka kegiatan pembangunan pertanian akan sulit diakselerasi dan akhirnya tidak memberikan hasil optimal. Ketersediaan prasarana merupakan syarat untuk menghasilkan, memasok serta menyalurkan sarana pertanian yang langsung diperlukan bagi kegiatan produksi. Dengan demikian, ketersediaan prasarana menjadi penting karena secara tidak langsung menentukan berhasil tidaknya kegiatan produksi. Ke depan, dengan kondisi sumberdaya pertanian Indonesia yang menyebar secara spasial serta bervariasi dan beragam menurut komoditas dan usahatani, kebutuhan akan prasarana pertanian menjadi semakin penting. Prasarana pertanian dibutuhkan dalam kegiatan produksi, pemasaran dan Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 1, Maret 2005 : 12-19 18

pascapanen. Dengan demikian, pembangunan prasarana pertanian hendaknya tidak terlalu difokuskan pada pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi saja, namun harus juga memperhatikan prasarana perhubungan, pemasaran, dan pengolahan pascapanen (misalnya gudang dan lantai jemur). Pembangunan infrastruktur yang selama ini lebih banyak dilakukan oleh pemerintah, lambat laun harus juga menyertakan pihak swasta untuk membangun dan mengelola infrastruktur, agar tanggung jawab publik dapat terbangun dan menghargai setiap investasi yang telah ditanamkan. PENDUGAAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANIAN (IP) Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana 19