BAB I PENDAHULUAN. Papua merupakan daerah di kawasan timur Indonesia yang mengalami

dokumen-dokumen yang mirip
Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

B. Maksud dan Tujuan Maksud

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*)

BAB I PENDAHULUAN. Papua merupakan provinsi paling timur di Indonesia, memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

Deklarasi Dhaka tentang

MENGEMBANGKAN DEMOKRATISASI DESA. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

RANGKUMAN HASIL KONFERENSI

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN

PEREKONOMIAN INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG DANA RENCANA STRATEGIS PEMBANGUNAN KAMPUNG (RESPEK)

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus. menerus ke arah yang dikehendaki. Menurut Rogers dikutif Zulkarimen

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

Asesmen Gender Indonesia

vii Tinjauan Mata Kuliah

BAB I PENDAHULUAN. usaha ekonomi desa, pengembangan Lembaga Keuangan Desa, serta kegiatankegiatan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terpisahkan dan pada hakikatnya bersinergi terhadap pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL

Standar Operasional Prosedur (SOP) Percepatan. Program Inovasi Desa (PID)

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

Desentralisasi dan Otonomi Daerah:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah. didalamnya menetapkan kebijakan tentang desa dimana penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENGEJAR KETERTINGGALAN: AKSI MASYARAKAT DAN PERLINDUNGAN SOSIAL DI INDONESIA

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Papua merupakan daerah di kawasan timur Indonesia yang mengalami ketertinggalan pembangunan selama beberapa dekade. Pada era otonomi daerah, kebijakan Otonomi Khusus hanya diterapkan di Papua berdasarkan UU No. 21/ 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang memberi kewenangan sangat besar kepada pemerintah daerah untuk mengelola akselerasi pembangunan daerahnya masing-masing. Program dan kegiatan pembangunan sangat diperlukan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan daerah ini, sehingga masing-masing kabupaten/kota di Papua nantinya mampu berkedudukan sejajar dengan daerahdaerah yang lain di Indonesia. Salah satu program yang secara khusus ditetapkan untuk dilaksanakan di Papua adalah Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) dengan orientasi untuk membangun wilayah dan masyarakat setempat secara lebih intensif pada tingkat kampung. Dengan ketertinggalan pembangunan daerah yang sangat parah selama ini, kondisi kehidupan fisik dan non-fisik masyarakat setempat di Papua umumnya sangat memprihatikan. Kondisi fisik menunjukkan sangat terbatasnya fasilitas dan infrastrukturs publik, sedangkan kondisi non-fisik menunjukkan masih rendahnya jumlah dan kualitas sumberdaya manusia (SDM) dan kesejahteraan ekonomi dari masyarakat setempat. Kondisi pembangunan fisik dan non-fisik yang sangat tidak memadai bahkan sangat tertinggal tersebut menunjukkan adanya fenomena yang disebut kemiskinan struktural. Konsep kemiskinan ini bukan hanya mengacu pada

2 pengertian ekonomi, melainkan juga mengacu pada aspek-aspek struktural di luar itu, seperti sosial-budaya. Selain kekurangan pendapatan, orang-orang miskin di Papua umumnya hidup menderita karena kurangnya atau bahkan tidak adanya pelayanan publik seperti telepon, listrik, air, transportasi umum, sarana kesehatan, pendidikan, kredit, dan lain-lain, serta kurangnya kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan sosial, ekonomi, dan politik di tingkat lokal, regional dan nasional. Kondisi kemiskinan struktural semacam itu terjadi karena orang miskin sering terpinggirkan dan tidak berdaya dalam mempertahankan hak mereka ketika dilanggar dan dieksploitasi oleh golongan kaya dan berkuasa (Eid, 2000). Sehubungan dengan perlunya akselerasi pembangunan daerah di Papua, isu yang paling menonjol di kalangan pemerintah daerah dan masyarakat setempat Papua adalah isu keterbelakangan dan kesenjangan wilayah serta pembangunan seperti apa yang paling tepat untuk masyarakat lokal di Papua. Masyarakat Papua mengalami keterbelakangan dan kesenjangan wilayah, baik fisik, seperti kurang mendukungnya jumlah maupun kualitas sarana dan prasarana maupun non-fisik, seperti kurangnya pengetahuan dan keterampilan SDM, masih rendahnya kondisi sosial-ekonomi masyarakat, dan lemahnya institusi lokal. Sarana dan prasarana fisik yang kurang mamadai menyebabkan terisolasinya banyak warga masyarakat Papua di daerah perkampungan pedalaman yang terpencil (70%) dan tidak mampu menikmati proses maupun hasil pembangunan daerah yang berkeadilan (Bappeda Propinsi Papua, 2007). Sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah yang multidimensional dari ketertinggalan pembangunan daerah Papua,

3 perumusan dan pelaksanaan program RESPEK di provinsi ini sangat strategis. Program ini merupakan salah satu manifestasi pembangunan masyarakat sebagai proses dinamis yang berkelanjutan dari pemerintah daerah maupun masyarakat setempat untuk mewujudkan keinginan serta harapan hidup yang lebih sejahtera dengan strategi menghindari kemungkinan tersudutnya masyarakat desa sebagai penanggung ekses pembangunan daerah atau nasional. Dalam hal ini, pelaksanaan pembangunan daerah menitikberatkan komunitas lokal sebagai suatu kesatuan, mengutamakan prakarsa dan sumberdaya setempat, sinergi antara sumber daya internal dan eksternal dan terintegrasinya masyarakat lokal dan nasional (Suparjan dan Suyatno, 2003:21-22). Sehubungan dengan Progam RESPEK sebagai program pembangunan masyarakat, Adisasmita (2006:116) menyatakan bahwa pembangunan masyarakat diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, dimana mereka dapat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah secara bersama. Pengertian ini bisa juga berarti bahwa pembangunan masyarakat adalah kegiatan yang terencana untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan sosial-ekonomi masyarakat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat. Dalam hal ini, Program RESPEK menjadi sebuah strategi untuk mendorong pembangunan daerah, khususnya pada tingkat kampung, melalui partisipasi masyarakat lokal dalam mempercepat penanganan masalah kemiskinan yang sudah berjalan beberapa dekade. Dalam rangka pelaksanaan Program RESPEK, pemerintah memberikan dana bantuan (Block Grant) sejumlah Rp100.000.000 per tahun yang dihibahkan kepada masyarakat untuk setiap kampung. Dana ini bersumber dari Dana Otonomi

4 Khusus, baik dana langsung dari Pusat (APBN) maupun Daerah (APBD), yang disalurkan ke rekening kolektif kampung di distrik. Masyarakat kampung dapat mempergunakan dana tersebut sebagai hibah untuk membangun sarana/prasarana yang menunjang produktivitas kampung, pinjaman bagi kelompok ekonomi untuk modal usaha bergulir atau kegiatan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Salah satu distrik yang memperoleh bantuan pembangunan daerah melalui Program RESPEK adalah Distrik Heram, Kota Jayapura. Setiap penyaluran dana hibah kepada masyarakat kampung di distrik ini harus sesuai dengan dokumen yang dikirimkan kepada Pusat untuk memudahkan penelusuran. Warga kampung, dalam hal ini TPK atau staf Unit Pengelola Kegiatan (TPK), di Distrik Heram mendapat peningkatan kapasitas dalam pembukuan, manajemen data, pengarsipan dokumen dan pengelolaan uang/dana secara umum serta peningkatan kapasitas lainnya yang berkaitan dengan upaya pembangunan sumberdaya manusia maupun pengelolaan pembangunan wilayah perdesaan. Pelaksanaan Program RESPEK di Distrik Heram ini sudah berlangsung lama dan menunjukkan beberapa proses dan hasil pembangunan yang positif dan relatif berkelanjutan, khususnya di bidang infrastruktur maupun pemberdayaan masyarakat kampung. Akan tetapi, harus diakui pula bahwa pelaksanaan program RESPEK di Distrik Heram tidak mudah karena masih banyaknya kesulitan yang dihadapi, baik terkait dengan aspek geografis, demografis, infrastruktur maupun alat transportasi lokal. Bila kesulitan ini tidak ditangani dengan baik, pelaksanaan Program RESPEK cenderung sangat terhambat dan tidak dapat mencapai tujuan maupun hasil pembangunan daerah yang telah ditetapkan sebelumnya.

5 Penelitian tentang pelaksanaan Program RESPEK berbasis pemberdayaan masyarakat ini sangat penting, dalam hal ini di Distrik Heram, karena program pembangunan di wilayah ini sangat strategis untuk membangun daerah melalui partisipasi berbasis pemberdayaan masyarakat kampung. Evaluasi pelaksanaan Program RESPEK perlu dilakukan agar dapat diketahui bagaimana pelaksanaan program tersebut, keberhasilan maupun ketidakberhasilannya, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Diharapkan, hasil kajian evaluasi pelaksanaan Program RESPEK tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan penting dalam perumusan kebijakan publik yang lebih baik, sehingga proses dan hasil pembangunan daerah partisipatif berbasis pemberdayaan masyarakat di distrik tersebut dapat berjalan secara optimal dan berkelanjutan dari waktu ke waktu. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latarbelakang masalah tersebut, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri-RESPEK di Distrik Heram, Kota Jayapura? 2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan PNPM Mandiri- RESPEK di Distrik Heram, Kota Jayapura? 1.3 Tujuan Penelitian Dengan rumusan masalah penelitian tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

6 1. Mengetahui efektivitas pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri-RESPEK di Distrik Heram, Kota Jayapura. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pelaksanaan PNPM Mandiri-RESPEK Distrik Heram, Kota Jayapura. 1.4 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian pernah dilakukan mengenai pembangunan berbasis masyarakat, antara lain: 1. Ozor dan Nwankwo (2008) melakukan penelitian tentang Peran Pemimpin Lokal dalam Program Pembangunan Masyarakat di Wilayah Pemerintah Daerah Ideato dari Negara-Bagian Imo: Implikasi Kebijakan Penyuluhan (The Role of Local Leaders in Community Development Programmes in Ideato Local Government Area of Imo State: Implication for Extension Policy). Penelitian ini bertujuan mengetahui peran pemimpin daerah dalam program pembangunan masyarakat di LGA Ideato dan implikasinya bagi kepemimpinan daerah sebagai institusi kebijakan penyuluhan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif. Hasilnya menunjukkan bahwa peran-peran paling penting yang dimainkan oleh pemimpin lokal dalam pembangunan masyarakat adalah pembuatan keputusan (= 3,82); penengah antara agen pemerintah dan non-pemerintah serta masyarakat untuk urusan bantuan keuangan maupun teknis (= 3,80); monitoring dan evaluasi atas berbagai proyek (= 3,78); dan pencarian dana bagi proyek (= 3,76). Hasil selanjutnya menunjukkan bahwa sumber informasi paling penting (40%) bagi usaha pembangunan masyarakat adalah melalui pemimpin lokal itu

7 sendiri. Gender adalah isu utama dalam pembangunan masyarakat karena hasilnya menunjukkan bahwa wanita tidak diberi kesempatan yang sama untuk partisipasi dalam prakarsa masyarakat, tidak seperti laki-laki. Ada beberapa faktor yang menghambat pelaksanaan peran pemimpin lokal ini, yaitu: (a) ketidaksetaraan kebijakan pemerintah dengan program-program masyarakat (= 3,84), sumber dana yang tidak memadai (= 3,83), buruknya implementasi program (= 3,80), dan bias gender (= 3,77). Oleh karena itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk mencapai keberhasilan program yang berkelanjutan dalam usaha pembangunan masyarakat, ada kebutuhan mendesak akan kebijakan penyuluhan yang secara formal mengakomodasi pemimpin lokal dalam semua prakarsa pembangunan masyarakat baik dari agen pemerintah maupun non-pemerintah. 2. Park dan Wang (2010) melakukan penelitian mengenai Pembangunan Berbasis Masyarakat dan Pemberantasan Kemiskinan: Evaluasi Program Investasi Desa Miskin China (Community-based Development and Poverty Alleviation: An Evaluation of China s Poor Village Investment Program). Penelitian ini dilakukan sebagai evaluasi sistematis pertama atas program pembangunan berbasis masyarakat yang terbesar di dunia, yaitu program pemberantasan kemiskinan di China yang dimulai pada tahun 2001, yang membiayai investasi publik di desa-desa yang ditetapkan miskin berbasis perencanaan desa partisipatif. Kami menerapkan metode kuantitatif untuk mengumpulkan dana panel tingkat rumah tangga dan desa dengan cakupan nasional untuk membandingkan perubahan dari tahun 2001 sampai 2004

8 di desa-desa yang ditetapkan miskin yang memulai investasi terencana dan di desa-desa yang ditetapkan miskin yang belum memulai investasi yang terencana. Penelitian ini menemukan bahwa program ini meningkatkan investasi pemerintah dan investasi yang dibiayai desa secara signifikan. Meskipun program tersebut tidak meningkatkan pendapatan atau konsumsi rumah tangga yang lebih miskin, program itu meningkatkan pendapatan dan konsumsi dari rumah tangga yang lebih kaya sekitar 6,1 sampai 9,2 persen. Penelitian ini juga telah menemukan bukti tata-kelola pada urusan distribusi manfaat program. Perolehan relatifnya lebih besar bagi rumah yang tangga yang lebih kaya di desa dengan para pemimpin yang lebih terdidik, komite desa yang berkualitas lebih tinggi memberikan manfaat yang lebih besar bagi rumah tangga yang lebih kaya maupun lebih miskin. 3. Chebil dan Haque (2003) melakukan penelitian tentang Program-Program Pembangunan Masyarakat untuk Pengurangan Kemiskinan: Pengalaman, Isu, dan Pelajaran (Community Driven Development Programs for Poverty Reduction: Experiences, Issues, and Lessons). Penelitian ini dilakukan atas dasar fakta bahwa program melawan kemiskinan seringkali mengabaikan partisipasi masyarakat. Walau program-program nasional pemberantasan kemiskinan sangat penting, program-program ini seringkali tidak efektif dalam mencapai orang-orang miskin. Walaupun terdapat banyak janji keterlibatan orang miskin dalam proses pembuatan keputusan, programprogram pemberantasan kemiskinan dari banyak negara dan agen-agen pembangunan masih tidak melibatkan masyarakat setempat dalam proses

9 pembuatan keputusan. Akibatnya, masyarakat miskin tetap termarjinalisasi dan program desentralisasi tidak dapat diterapkan secara efektif. Penelitian ini menganalisis sejumlah pengalaman, isu, dan pelajaran dari berbagai proyek berbasis masyarakat dalam program pemberantasan kemiskinan di seluruh dunia, khususnya yang berfokus pada proyek dan program CDD dari World Bank untuk memberantas kemiskinan. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatis. Melalui analisis sejumlah pengalaman di seluruh dunia, penelitian ini berusaha untuk mengidentifikasi berbagai aksi yang diperlukan untuk membangkitkan potensi besar energi-energi dan sumberdaya masyarakat dalam program pemberantasan kemiskinan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berbagai pengalaman ini dapat memperkuat hasil prakarsa berbasis masyarakat, membantu formulasi atas pendekatan yang lebih efektif pada pengurangan kemiskinan, dan dapat mengidentifikasi berbagai aksi yang perlu diambil oleh agen pembangunan bilateral dan multilateral untuk menjamin hasil yang lebih positif dari proyek pembangunan masyarakat. Penelitian ini memperlihatkan bahwa meskipun prakarsa berbasis masyarakat semakin memiliki dampak besar terhadap pekerjaan operasional dari World Bank, dengan mengembangkan inklusi, kepemilikan, akuntabilitas, dan atribut-atribut yang ditunjukkan untuk memperbaiki hasil proyek, isu-isunya tetap tentang bagaimana cara mengoperasionalkan prakarsa-prakarsa masyarakat ini melalui programprogram pengurangan kemiskinan yang konkret dan bisa dimonitor.

10 Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, bisa diketahui bahwa penelitian sekarang mengenai evaluasi Program RESPEK di Distrik Heram Kota Jayapura belum pernah dilakukan. Penelitian sekarang memiliki perbedaan utama dengan beberapa penelitian tersebut, yaitu dalam hal tujuan dan metode penelitian. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penelitian ini masih relevan, orisinal, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Provinsi Papua dalam perumusan kebijakan program RESPEK yang lebih baik di masa yang akan datang. 2. Sebagai masukan bagi stakeholder terkait dalam melaksanakan program RESPEK secara lebih baik dari waktu ke waktu. 3. Sebagai referensi ilmiah bagi peneliti lain yang memiliki kepedulian dan minat yang sama untuk mendalami kajian tentang implementasi kebijakan pada umumnya dan pelaksanaan Program RESPEK pada khususnya.