BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. sangat bermakna dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya, selain indikator Angka Kematian Ibu (AKI), Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Lienda Wati, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan pembangunan nasional jangka panjang tersebut (Ranuh, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tombak pelayanan kesehatan masyarakat di pedesaan/kecamatan. pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama (Kemenkes, 2010).

Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract. Nadia Rahmah 1, Putri Sri Lasmini 2, Rahmatini 3

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bebas dari penyakit cacar oleh WHO sejak tahun 1974.

BAB I PENDAHULUAN. Bayi adalah anak usia 0-2 bulan (Nursalam, 2013). Masa bayi ditandai dengan

EVALUASI DISTRIBUSI DAN PENYIMPANAN VAKSIN DI DINAS KESEHATAN KAB.MAJENE SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN), salah satu indikator kerjanya ditinjau dari angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian

BAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban

BAB I PENDAHULUAN. golongan usia memiliki resiko tinggi terserang penyakit-penyakit menular

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB 1 PENDAHULUAN. serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono, 2010). Vaksin yang pertama kali dibuat adalah vaksin cacar (smallpox).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pencapaian derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari capaian indikator

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 ini masih jauh lebih baik dibandingkan dengan 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk

Zakiyah,et al, Hubungan antara Peran Petugas Kesehatan dengan Cakupan Imunisasi per Antigen...

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam Sustainable Development Goals (SDG S). Tujuan ke ketiga SDGs adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi. adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

BAB 1 : PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan kesehatan tersebut difokuskan pada usaha promotif dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dinas Kesehatan Kota Surabaya adalah suatu instansi pemerintahan Kota

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN BIDAN TENTANG IMUNISASI DENGAN PERILAKU PENGELOLAAN VAKSIN DI BIDAN PRAKTEK SWASTA SE-WILAYAH RANTING TENGAH BANTUL

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab utama kematian anak-anak di dunia. Pada negara berkembang hampir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Roekmy Prabarini Ario, Widodo J. Pudjiraharo, Djazuly Chalidyanto

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dicegah dengan imunisasi, yakni masing-masing 3 juta orang atau setiap 10

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun menunjukkan adanya penurunan Angka Kematian Balita (AKABA) dibandingkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional (Budioro. B, 2010). Dalam lingkup pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. agar terhindar dari penyakit sehingga tercapai kekebalan masyarakat

KERANGKA ACUAN PELAYANAN IMUNISASI PROGRAM IMUNISASI

BAB I PENDAHULUAN. tidak sedikit yang berujung pada kematian bayi (Achmadi, 2016). harus menyelesaikan jadwal imunisasi (Kemenkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

LEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI DEGAP CIRAP (KADER SIGAP UCI DIGARAP) UPK PUSKESMAS KAMPUNG DALAM Lap. Inpovasi : KOTA PONTIANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Negara, juga merupakan salah satu indikator yang paling sensitif dalam

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

No. Dok UPT.PUSKESMAS RANGKASBITUNG. Revisi KERANGKA ACUAN IMUNISASI. Tanggal Halaman A. PENDAHULUAN

DAFTAR PUSTAKA. . (2005c) Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Jakarta: Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian terpenting dalam

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup 1,4 juta anak balita yang meninggal. Program Pengembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut ia tidak akan menderita penyakit tersebut (Depkes RI, 2004). Imunisasi atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil pembangunan kesehatan saat ini adalah derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat secara bermakna, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 5 tahun walaupun. tidak sebanyak kematian yang disebabkan oleh malnutrisi dan

BAB III METODE PENELITIAN

PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2014

ABSTRAK. Lidia Anestesia Iskandar,2009,Pembimbing I:Donny Pangemanan,drg.,SKM. Pembimbing II:Dani,dr.,M.Kes.

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyebab terbesar kematian anak di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di indonesia

KEERATAN PENYIMPANAN DAN PENCATATAN DENGAN KUALITAS RANTAI DINGIN VAKSIN DPT DI PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Republik Indonesia dalam menyejahterakan rakyat

Merdha Rismayani*H.Junaid**Jusniar Rusli Afa** Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan dibidang kesehatan (Depkes, 2007). masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya Sustainable Development

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu indikator untuk menilai derajat kesehatan masyarakat adalah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang memperlihatkan perbedaan yang mencolok bila dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu tindakan memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs) khususnya menurunkan angka kematian pada bayi (2010a). Program imunisasi merupakan upaya preventif yang telah terbukti sangat cost effective dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian serta kecacatan pada bayi dan balita akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Program imunisasi dapat mencegah lebih dari 3 juta anak meninggal setiap tahun (WHO, 2009). Dalam program imunisasi terdapat komponen utama yaitu vaksin. Untuk keberhasilan program imunisasi yang baik harus ditunjang dengan pengelolaan dan ketersediaan vaksin dalam jumlah cukup, berkualitas dan tepat waktu. Vaksin merupakan bahan biologis sangat mudah rusak, maka pengelolaan (penyediaan, pendistribusian, penyimpanan, dan pemakaian) memerlukan penanganan khusus sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang pedoman penyelenggaraan imunisasi (Depkes RI, 2010). Jika pengelolaan vaksin tidak sesuai ketentuan akan mengakibatkan turunnya atau hilangnya potensi vaksin, bahkan dapat memberikan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) jika diberikan pada sasaran. Kerusakan vaksin dapat mengakibatkan kerugian sumberdaya tidak sedikit, baik bentuk biaya vaksin maupun biaya lain yang terpaksa dikeluarkan untuk menanggulangi masalah KIPI atau Kejadian Luar Biasa (KLB) (UNICEF, 2005). Kerusakan potensi vaksin dapat dicegah dengan melakukan pengelolaan vaksin secara benar, sejak vaksin diproduksi di pabrik hingga digunakan di unit pelayanan (UNICEF, 2005). Proses produksi di pabrik umumnya memiliki prosedur khusus sesuai dengan ketentuan GMP (Good Manufacturing Practices) dibawah pengawasan NRA (National Regulatory Authority) setempat. Oleh karena itu monitoring kualitas pengelolaan vaksin lebih ditujukkan pada pengelolaan vaksin di gudang penyimpanan vaksin di tingkat primer sampai unit 1

2 pelayanan (Puskemas, Rumah Bersalin (RB), Balai Pengobatan Swasta (BPS), dan lainnya) (WHO Indonesia, 2011). Tempat pelayanan imunisasi ialah unsur paling kritis dalam sistem imunisasi karena tempat tersebut vaksin diterima, disimpan dan didistribusikan. Pada saat terdapat kegagalan peralatan atau pengelolaan, vaksin dapat rusak hanya dalam beberapa jam. Setiap unit pelayanan imunisasi perlu adanya penanggung jawab pengelola vaksin. Kepatuhan petugas dalam mengelola vaksin di tempat pelayanan imunisasi adalah sesuatu hal utama dan perlu dilakukan, agar kualitas vaksin dapat dipertahankan (WHO Indonesia, 2011). Upaya untuk meningkatkan kualitas vaksin telah dilakukan Departemen Kesehatan antara lain meningkatkan pengetahuan pengelola vaksin (pembuatan prosedur baku imunisasi dan pelatihan), penggantian/peremajaan peralatan rantai vaksin dan pelaksanaan supervisi sampai jenjang pelayanan paling ujung. Namun upaya tersebut lebih banyak ditujukan pada sektor pemerintah terutama Puskesmas, sedangkan di rumah sakit atau unit pelayanan swasta masih belum mendapat perhatian (Depkes RI, 2005a). Unit pelayanan swasta adalah mitra pemerintah dalam pelaksanaan program imunisasi walaupun secara nasional kontribusi pelayanan cakupan masih relatif kecil. Di kota-kota besar pelayanan imunisasi di unit pelayanan swasta cenderung meningkat, akan tetapi penyiapan sarana dan tenaga terlatih belum diterapkan sehingga terjadi penyimpangan dalam pengelolaan vaksin. Banyak rumah sakit dan unit pelayanan swasta yang belum mendapat pengetahuan tentang prosedur pengelolaan vaksin yang baku (PATH and Depkes RI, 2005). Menurut Mugharbel and Al Wakeel (2009) di Damman Saudi Arabia pengelolaan vaksin pada unit pelayanan pemerintah jauh lebih baik dibandingkan swasta (p<0.05). Di unit pelayanan pemerintah suhu penyimpanan vaksin 100% sesuai standar dan di swasta kurang dari 20%. Penanganan vaksin saat pelaksanaan imunisasi sesuai standar di pemerintah 90-100% dan di swasta 20%. Pengetahuan petugas tentang rantai dingin di pemerintah 100% dan 20-40% di swasta, sedangkan penataan vaksin sesuai standar 100% di pemerintah dan 40% di swasta.

3 Berdasarkan hasil pemantauan kualitas vaksin yang dilakukan Dinkes DIY di 21 unit pelayanan swasta antara bulan September sampai dengan Desember tahun 2011 didapatkan hasil penyimpanan vaksin tidak sesuai standar (menggunakan lemari es tidak standar 14.3%, suhu lemari es tidak 2 0-8 0 C 47.6%, tidak mencatat suhu 2 kali sehari 61.9%, menyimpan vaksin bercampur dengan barang lain 47.61%, dan tidak ada termometer dalam lemari es 23.8%), sedangkan hasil pemantauan Dinkes Kota Yogyakarta di 10 Puskesmas pada bulan September tahun 2011 mayoritas penyimpanan vaksin sudah sesuai standar (suhu lemari es sesuai standar 100%, suhu dicatat 2 kali sehari 100% dan tidak ada barang lain selain vaksin 100%) (Dinkes Propinsi D. I Yogyakarta, 2011a). Keberhasilan program imunisasi antara lain ditandai dengan tingginya angka cakupan dan menurunnya angka kematian dan kesakitan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Hasil cakupan imunisasi di Kota Yogyakarta tahun 2010 sampai 2011 mencapai > 97% dan 100% desa mencapai Universal Child Immunization (UCI) (Dinkes Kota Yogyakarta, 2011). Hasil coverage survey Universitas Gadjah Mada tahun 2004 cakupan imunisasi di Kota Yogyakarta dilaksanakan oleh unit pelayanan swasta 58% dan unit pelayanan pemerintah sebanyak 42% (UGM, 2004). Cakupan imunisasi Kota Yogyakarta sudah tinggi dan merata, tetapi kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi pada anak usia <15 tahun masih ada, walaupun tidak mengkhawatirkan namun perlu diwaspadai. (Tabel 1) Tabel 1. Cakupan Imunisasi dan Kasus PD3I Cakupan imunisasi/ TAHUN Kasus PD3I 2010 2011 Cakupan Campak 97.9% 98.6% Kasus Campak 13 29 Cakupan DPT/HB 98.3% 99.1% Kasus Dipteri 2 0 Kasus Pertusis 92 18 Kasus Tetanus 2 0 Sumber: Laporan STP Dinas Kesehatan DIY (2010, 2011b) Terjadinya angka kesakitan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi merupakan kendala bagi keberhasilan program imunisasi. Salah satu faktor

4 kemungkinan sebagai penyebab adalah penyimpangan terhadap prosedur pengelolaan vaksin berakibat rusaknya potensi vaksin. Unit pelayanan imunisasi pemerintah maupun swasta perlu dilakukan pengawasan dan penilaian pengelolaan vaksin secara terus menerus, untuk mencegah hilangnya potensi vaksin selama pembawaan, penyimpanan, dan pemakaian. Untuk mengetahui permasalahan tersebut, peneliti melakukan penelitian tentang perbedaan kepatuhan pengelola imunisasi dalam mengelola vaksin pada unit pelayanan imunisasi pemerintah dan swasta di Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah ada perbedaan kepatuhan pengelola imunisasi dalam mengelola vaksin pada unit pelayanan imunisasi pemerintah dan unit pelayanan imunisasi swasta di Kota Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Meningkatkan kepatuhan pengelola imunisasi dalam mengelola vaksin pada unit pelayanan imunisasi di Kota Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran kepatuhan pengelola imunisasi dalam mengelola vaksin di fasilitas pelayanan imunisasi pemerintah dan swasta. b. Teridentifikasinya standar operasional prosedur pengelolaan vaksin yang tidak dipatuhi pengelola imunisasi di unit pelayanan imunisasi. c. Membandingkan kepatuhan pengelola imunisasi dalam mengelola vaksin antara unit pelayanan imunisasi pemerintah dengan swasta. d. Diketahuinya faktor lain (pengetahuan, beban kerja, sarana, supervisi, dan pelatihan) yang berhubungan dengan kepatuhan pengelola imunisasi dalam mengelola vaksin pada unit pelayanan imunisasi.

5 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Sebagai masukan bagi penanggungjawab program imunisasi baik di Kabupaten/Kota, Provinsi serta di tingkat Pusat, mengenai tingkat kepatuhan pengelola imunisasi dalam mengelola vaksin pada unit pelayanan imunisasi pemerintah maupun swasta. b. Sebagai acuan data bagi perumus kebijakan dalam menentukan langkahlangkah strategi untuk meningkatkan kepatuhan pengelola imunisasi dalam pengelolaan vaksin di unit pelayanan imunisasi. 2. Manfaat Teoritis a. Kajian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan untuk dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan melaksanakan penelitian serupa. b. Bagi peneliti membuka wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapatkan selama pendidikan. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Perbedaan kepatuhan pengelola imunisasi dalam mengelola vaksin pada fasilitas pelayanan imunisasi pemerintah dan swasta di Kota Yogyakarta belum pernah dilakukan. Pada penelusuran artikel tentang perbedaan kepatuhan pengelola imunisasi dalam mengelola vaksin pada unit pelayanan imunisasi pemerintah dan swasta yang mirip dengan penelitian ini adalah: 1. Penelitian Gazmararian et al.(2002) melakukan penelitian yang berjudul Vaccine storage practices in primary care physician offices: assessment and intervention. Tujuan penelitian ini mengevaluasi kepatuhan pengelolaan vaksin di fasilitas pelayaanan imunisasi swasta. Desain penelitian ini studi eksperimental dan subjek penelitian 721 unit pelayanan swasta. Hasil penelitian terjadi peningkatan kepatuhan pengelola cold chain setelah dilakukan intervensi. Pencatatan suhu meningkat 19%, tidak ada vaksin disimpan pada pintu lemari es meningkat 14%. Setelah dilakukan intervensi

6 tingkat kepatuhan relatif tinggi yaitu 80%, memiliki termometer 89%, suhu sudah dicatat 83%, tidak menyimpan vaksin di pintu 80%, tidak menyimpan makanan bahan lain di lemari es 96% dan hampir semua vaksin belum kadaluwarsa. 2. Penelitian Mugharbel and Al Wakeel (2009) melakukan penelitian tentang Evaluation of availability of cold chain tools and assessment of health workers practice in Dammam. Tujuan penelitian menilai ketersediaan alat rantai dingin dan kepatuhan pengelolaan vaksin di unit pelayanan pemerintah dan swasta di Damman. Desain penelitian ini cross sectional dilakukan di 10 unit pelayanan pemerintah dan 5 unit pelayanan swasta. Hasil penelitian tempat penyimpanan vaksin sesuai standar 91% di unit pelayanan pemerintah dan 80% swasta, suhu penyimpanan vaksin sesuai standar 100% di pemerintah dan < 20% swasta, penanganan vaksin saat pelayanan sesuai standar (90-100%) di pemerintah dan 20% swasta, pengetahuan petugas tentang rantai dingin 100% di pemerintah dan 20-40% swasta, penataan vaksin sesuai standar di pemerintah 100% dan 40% swasta (p< 0.05). 3. Rao et al. (2012) melaksanakan penelitian tentang Evaluation, awareness, practice and management of cold chain at the Primary Health Care Centers in Coastal South India. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keadaan rantai dingin, pengetahuan dan kepatuhan petugas pengelola vaksin di puskemas. Desain penelitian cross sectional dilakukan pada 70 Puskesmas di Dakshina Kanada. Hasilnya sebanyak 98.6% tersedia lemari es sesuai standar, 10% tersedia termometer, 97.2% tersedia stabilisator, 10% penyimpanan vaksin tidak benar dan 61.8% pengelola imunisasi mencairkan bunga es yang tidak benar. 4. Mavimbe and Bjune (2007) melakukan penelitian berjudul Cold chain management: Knowledge and practices in primary health care facilities in Niassa, Mozambique. Tujuan penelitian ini membandingkan tingkat pengetahuan dan pengelolaan vaksin di unit pelayanan imunisasi di ibukota kabupaten dan di daerah pinggiran kota. Desain penelitian cross sectional. Hasil penelitian tingkat pengetahuan pengelola vaksin di ibukota kabupaten

7 lebih baik dari pada pengelola vaksin di pinggiran kota. Tingkat pengetahuan kurang memadai mengakibatkan buruknya kualitas vaksin yang diberikan.

Tabel 2. Keaslian Penelitian Peneliti Judul penelitian (Gazmararian et al., 2002) Vaccine storage practices in primary care physician offices: assessment and intervention (Mugharbel and Al Wakeel, 2009) Evaluation of availability of cold chain tools and assessment of health workers practice in Dammam Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan r dan mengevaluasi tingkat kepatuhan setelah dilakukan pelatihan. Menilai ketersedian rantai dingin dan kepatuhan mengelola vaksin pada unit pelayanan imunisasi pemerintah dan swasta. - Desain penelitian Studi eksperimental - Sample penelitian 721 unit pelayanan imunisasi di Amerika Serikat - Desain penelitian cross sectional. - Sample penelitian 10 unit pelayanan imunisasi pemerintah dan 5 swasta di Damman Saudi Arabia Terjadi peningkatan kepatuhan pengelola cold chain setelah dilakukan intervensi. Pencatatan suhu meningkat 19%, tidak ada vaksin disimpan di pintu lemari es meningkat 14%. Tingkat kepatuhan setelah dilakukan intervensi relatif tinggi 80% memiliki termometer, 89% suhu sudah dicatat, 83% tidak menyimpan vaksin di pintu 80%, tidak menyimpan makanan bahan lain di lemari es 96% dan hampir semua vaksin belum kadaluwarsa Tempat penyimpanan vaksin sesuai standar 91% di fasilitas pemerintah dan 80% swasta. Suhu penyimpanan vaksin sesuai standar 100% pemerintah dan < 20% swasta, penanganan vaksin saat pelayanan sesuai standar (90-100%) di pemerintah dan 20% swasta, pengetahuan petugas tentang rantai dingin 100% pemerintah dan 20-40% swasta, penataan vaksin sesuai standar di fasilitas pemerintah 100% dan 40% swasta (P<0.05). Pada desain penelitian, variabel yang diteliti, dan lokasi penelitian. Pada analisa data, variabel yang diteliti, dan lokasi penelitian. 8

9 Lanjutan Tabel 2 Peneliti/ Judul Penelitian (Rao et al., 2012) Evaluation, awareness, practice and management of cold chain at the Primar Health Care Centers in Coastal South India Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan Menilai pengetahuan dan ketersediaan sarana cold chain di Puskesmas. - Desain penelitian cross sectional - Sample penelitian 70 Puskesmas di Dakshina Kanada. Sebanyak 98.6% tersedia lemari es sesuai standar, 10% tersedia termometer, 97.2% tersedia stabilisator, 10% penyimpanan vaksin tidak benar, dan (61.8%) pengelola imunisasi mencairkan bunga es tidak benar. Pada analisa data, variabel yang diteliti, dan lokasi penelitian. (Mavimbe and Bjune, 2007) Cold chain management: Knowledge and practices in primary health care facilities in Niassa, Mozambique Membandingkan tingkat pengetahuan dan pengelolaan vaksin di unit pelayanan imunisasi ibukota kabupaten dan di daerah pinggiran kota - Desain penelitian cross sectional - Sample penelitian 44 pengelola imunisasi : 12 orang di kabupaten dan 32 orang di daerah pinggiran kota Niassa Mozambique Ethiopia Tingkat pengetahuan pengelola vaksin di ibukota kabupaten lebih baik dari pada pengelola vaksin di pinggiran kota. Tingkat pengetahuan yang kurang memadahi mengakibatkan buruknya kualitas vaksin yang diberikan. Pada variabel penelitian dan lokasi penelitian.