ANALISIS CAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA ANTARA RIAU DARATAN DAN RIAU PESISIR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 2 Juni 2014

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

I. PENDAHULUAN. hidup pada tahap subsisten dan mata pencarian utama adalah dari mata. pencaharian di sektor pertanian, perikanan dan berburu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang

Sekapur Sirih. Pekanbaru, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Riau. Abdul Manaf, MA NIP

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

PENDAHULUAN. hidup yang layak dibutuhkan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan secara. dan merupakan jantung dari pembangunan. Negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

ISBN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN

Yani Ramma Sani Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

ANALISIS DISPARITAS SPASIAL DAN ALIRAN INVESTASI DI DAERAH RIAU (The Analysis of The Spatial Disparity and Investment Flows in The Riau Province)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan tetapi juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan di berbagai sektor

GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

Transkripsi:

ANALISIS CAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA ANTARA RIAU DARATAN DAN RIAU PESISIR Oleh : Lapeti Sari ABSTRAK Diantaranya tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan termasuk juga dalam pembangunan manusia suatu wilayah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan capaian pembangunan manusia antara Riau Daratan dengan Riau Pesisir dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan capaian komponen pembangunan (pendidikan, kesehatan dan ekonomi) antara Riau Daratan dan Riau Pesisir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal pelaksanaan otonomi daerah pencapaian pembangunan manusia Riau Pesisir relatif lebih tinggi daripada Riau Daratan. Namun seiring pelaksanaan otonomi daerah pembangunan manusia pada wilayah Riau Daratan relatif memiliki daya ungkit yang lebih tinggi daripada pembangunan manusia pada wilayah Riau Pesisir. Dari ketiga aspek pembangunan manusia, untuk aspek kesehatan capaian pada wilayah Riau Pesisir relatif lebih baik daripada Riau Daratan. Sedangkan untuk aspek pendidikan dan ekonomi capaian pada wilayah Riau Daratan relatif lebih baik daripada Riau pesisir. Keyword : IPM, Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi - 36 -

I. PENDAHULUAN Penduduk Provinsi Riau sebagai objek sekaligus subjek pembangunan, secara kuantitas terus mengalami pertumbuhan mengikuti deret ukur. Berdasarkan Hasil sensus penduduk yang dikeluarkan oleh BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk Provinsi Riau pada tahun 1971 sebanyak 1.641.545 orang dan meningkat menjadi sebanyak 2.168.535 orang pada tahun 1980 atau selama kurun waktu tersebut tumbuh sebesar 3,11% per tahun. Selama periode 1980-1990 pertumbuhan rata-rata penduduk Provinsi Riau mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya yaitu 4,30%. Periode 1990-2000 penduduk Riau tumbuh relatif lebih tinggi dari periode sebelumnya yaitu 4,35% pertahun. Sehingga pada tahun 2000 jumlah penduduk Provinsi Riau sebanyak 4.957.627 orang. Periode 2000-2010 ratarata penduduk Provinsi Riau tumbuh sebesar 3,58% pertahun sehingga pada tahun 2010 penduduk Provinsi Riau meningkat menjadi 3.092.265. Jumlah tersebut diperkirakan pada tahun 2015 meningkat menjadi 6.344.400 orang. Kemampuan penduduk suatu wilayah untuk menghasilkan barang dan jasa memiliki turut ditentukan oleh kualitas pembangunan manusia. Semakin tinggi akses penduduk suatu wilayah terhadap aspek pendidikan, kesehatan dan ekonomi dapat memperbesar kemampuan penduduk dalam meningkatkan produktivitasnya. Nilai output yang dihasilkan penduduk Provinsi Riau tercermin dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB atas dasar harga berlaku dengan migas Riau pada tahun 2011 sebesar Rp. 410,26 triliun, sedangkan tanpa migas sebesar Rp. 245,66 triliun. Kontribusi wilayah Riau daratan terhadap PDRB Riau atas dasar harga berlaku dengan migas sebesar 32,09% dan sisanya sebesar 67,91% dari Riau Pesisir. Sedangkan tanpa migas wilayah Riau daratan kontribusinya terhadap PDRB sebesar 47,09% dan wilayah Riau Pesisir sebesar 52,91%. Kabupaten/kota pada Wilayah Riau Pesisir pada umumnya merupakan daerah penghasil migas dan mendapat penerimaan dari Dana Bagi Hasil yang cukup besar bagi daerah. Namun demikian, penerimaan yang besar bila dalam membelanjakannya tidak tepat sasaran dan kurang sesuai dengan permasalahan daerah hasilnya kurang optimal. Hal ini senada dengan penelitian Taryono (2012) - 37 -

dimana terdapat perbedaan rata-rata belanja langsung antara kabupaten/kota penghasil migas dan bukan penghasil migas. Namun demikian, perbedaan tersebut tidak menyebabkan kinerja penurunan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada kabupaten/kota penghasil migas lebih baik dari kabupaten/kota bukan penghasil migas di Provinsi Riau. Pembangunan ekonomi bukanlah sekedar proses terjadinya pertumbuhan ekonomi (growth) namun lebih dari itu pertumbuhan tersebut juga harus diikuti terjadinya perubahan (change), terutama dalam pembangunan manusia. Penelitian Taryono (2014) menujukkan bahwa telah terjadi disparitas yang nyata antara pembangunan kesehatan, pendidikan dan ekonomi dalam upaya mewujudkan pembangunan manusia yang seimbang di Provinsi Riau. Tingkat ketimpangan pembangunan manusia selama periode 2004-2012 dengan kriteria sedang. Ketimpangan pembangunan manusia cenderung menurun yaitu dari 0,5874 ditahun 2004 menjadi 0,4859 ditahun 2012. Dari tiga aspek pembangunan manusia, pada tahun 2012 aspek pendidikan menempati ketimpangan tertinggi yaitu 0,5111, diikuti ketimpangan kesehatan sebesar 0,4852, dan ketimpangan terendah adalah aspek ekonomi yaitu 0,4615. Diantaranya tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Perbedaan karateristik wilayah memberikan tangtangan yang berbeda dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya, demikian halnya dalam pembangunan manusia. Sesuai dengan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang tingkat capaian pembangunan manusia antara wilayah Riau Daratan dan Riau Pesisir. - 38 -

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Manusia Pendapatan per kapita sebagai indikator pembangunan telah digugat oleh kalangan ekonomi maupun non-ekonomi yang melihat ketidakakuratan indikator tersebut, yang kemudian memunculkan beberapa indikator baru. Indikator baru secara umum berfokus pada pembangunan manusia. (Setiawan dan Hakim, 2013). Studi tentang pembangunan manusia pada umumnya lebih menekankan pada modal manusia sebagai salah satu faktor pertumbuhan ekonomi (S Ginting, 2008). Studi yang dilakukan Suliswanto (2010) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum pro orang miskin atau dalam kata lain belum banyak memberikan manfaat bagi orang miskin. Namun pengurangan angka kemiskinan lebih dominan ditentukan oleh variabel IPM. Ini berarti bahwa permasalahan kemiskinan tidak cukup hanya dipecahkan melalui meningkatkan pertumbuhan ekonomi semata dengan mengharapkan terjadinya efek menetes ke bawah (trickle down effect). Namun harus diikuti dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada pada rentang antara 0 sampai dengan 100. Jika mendekati 100, mengindikasikan bahwa pembangunan manusia suatu negara atau wilayah tersebut semakin baik dan sebaliknya. Status pembangunan manusia suatu wilayah oleh UNDP dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) IPM < 50 rendah, (2) 50 IPM < 80 sedang dan (3) IPM 80 tinggi. IPM Indonesia berada pada kategori sedang. Laporan UNDP (2014), IPM Indonesia tahun 2013 sebesar 68,4 poin. Capaian IPM tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 108 dari 187 negara. IPM Indonesia pada tahun 1980 sebesar 47,1 poin, ini berarti selama 1980-2013 terjadi pertumbuhan sebesar 45,3% atau rata-rata pertumbuhan setiap tahun 1,14%. Peluang untuk meningkatkan IPM cukup besar mengingat kinerja positif pencapaian beberapa indikator terkait, seperti pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan dan pendidikan. Selama kurun waktu 2010-2012, pertumbuhan ekonomi berkisar 6-6,5 %, angka kemiskinan menurun dari 14,2 % (32,53 juta jiwa) pada 2009 menjadi 11,66 % (28,59 juta jiwa) pada September 2012, meskipun laju penurunannya dari tahun ke tahun melambat. (Bappenas, 2013) - 39 -

IPM menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihanpilihan terutama dalam aspek kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Kesehatan tercermin dari lama usia harapan hidup, kesehatan tercermin dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf, dan ekonomi tercermin dari daya beli (purchasing power purity). Formulasi yang digunakan UNDP untuk menghitung indeks pembangunan manusia adalah sebagai berikut : IPM = Indeks Pembangunan Manusia Y1 = Indeks Harapan Hidup Y2 = Indeks Pendidikan Y3 = Indeks Standard Hidup Layak Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah lain. IPM merupakan wujud dari komitmen tujuan nasional yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah. (Bapeda dan BPS Kabupaten Bandung, 2008). B. Pembangunan Pendidikan Menurut Dumairy (1999) pemerintah memiliki fungsi alokatif, distributif, stabilitif dan dinamisatif. Sebagai langkah untuk menjalankan fungsi-fungsinya tersebut pemerintah akan melakukan pengeluaran belanja pembangunan sebagai upaya untuk meciptakan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dasar dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas akan berkorelasi positif dengan kemajuan teknologi dan dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi. Perbaikan kualitas modal manusia dapat dilakukan melalui pengembangan sumber daya manusia (Mankiw, 2008). Diantara modal manusia adalah pendidikan. Melalui pendidikan negara berkembang memiliki kemampuan untuk menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas sehingga tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. (Todaro, 2006). - 40 -

Pengeluaran pemerintah atas pendidikan pada dasarnya merupakan suatu investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Walaupun efeknya tidak dapat berdampak langsung melainkan membutuhkan beberapa periode untuk dapat dirasakan. (Bastias, 2010). Peningkatan kapasitas penduduk Indonesia untuk dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan daya saing bangsa di era global, serta meningkatkan peringkat indeks pembangunan manusia (IPM) dilakukan melalui pemerataan dan perluasan akses pendidikan yang diarah kan pada upaya memperluas daya tampung satuan pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. (Depdiknas, 2005). C. Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), indikator status kesehatan merupakan salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan per kapita. Dengan demikian pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya utama untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang pada gilirannya mendukung percepatan pembangunan nasional (Pidato Presiden, 2007). Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan dapat dilihat dari umur harapan hidup. Membaiknya usia harapan hidup dapat memberikan gambaran membaiknya kondisi sosial ekonomi penduduk, kesehatan dan lingkungan (BPS Badung,2008). Indikator sebagai proxy dari bidang kesehatan pada IPM adalah umur harapan hidup waktu lahir. Namun bila ditanya lebih lanjut, bagaimana caranya meningkatkan umur harapan hidup, sulit dijawab dengan pasti. Oleh karena itu tampaknya diperlukan serangkaian indikator kesehatan lain yang diperkirakan berdampak pada kesehatan yang pada gilirannya meningkatkan umur harapan hidup waktu lahir. (Kementerian Kesehatan, 2010) - 41 -

D. Pembangunan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi perlu ditopang oleh pertumbuhan dari sisi permintaan dan sisi penawaran yang seimbang, agar peningkatan jumlah permintaan tidak diikuti oleh tekanan inflasi yang tinggi. Sementara itu, tumbuhnya sisi penawaran menjadi sangat penting bagi pemantapan ekonomi nasional, jika ditopang oleh pertumbuhan sektorsektor produktif yang dapat mendorong perluasan kesempatan kerja dan pada akhirnya dapat meningkatkan daya beli masyarakat. (Bappenas, 2013). Perekonomian Provinsi Riau yang cenderung monokultur pada perkebunan kelapa sawit telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama diwilayah pedesaan. Semakin berkembangnya perkebunan kelapa sawit, semakin terasa dampaknya terhadap tenaga kerja yang bekerja pada sektor perkebunan dan sektor turunannya. Dampak tersebut dapat dilihat dari peningkatan pendapatan masyarakat petani, sehingga meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan, baik untuk kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. (Syahza, 2011). Purchasing power prity memungkinkan dilkukannya perbandingan harga-harga riil antar propinsi dan antar kabupaten/kota mengingat nilai tukar yang biasa digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli yang terukur dari konsumsi perkapita yang telah disesuaikan. dalam konteks PPP untuk indonesia, satu rupiah di satu propinsi memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. PPP dihitung berdasarkan pengeluaran riil perkapita setelah disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal yang dihitung dengan rumus Atkinson. (Bappeda Kota Tegal, 2007). UNDP menggunakan nilai riil GNP perkapita yang disesuaikan, nilai maksimum Rp. 737.720,- (proyeksi daya beli tertinggi untuk Jakarta tahun 2018. Proyeksi ini didasarkan pada asumsi adanya pertumbuhan tingkat daya beli periode 1993-2018) dan nilai minimum sebesar Rp. 300.000,- (1996) dan Rp. 360.000,- (1999). (BPS dan Bappeda Jayapura, 2006). - 42 -

III. METODOLOGI Metodologi ini merangkumi wilayah penelitian, jenis dan sumber data, dan metode analisis yang digunakan. A. Wilayah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Riau yang meliputi wilayah Riau Daratan (Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Kampar, Rokan Hulu, dan Pekanbaru) dan Riau Pesisir (Rokan Hilir, Dumai, Siak, Pelalawan, Bengkalis, Kep. Meranti, dan Indragiri Hilir). B. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dipublikasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Jenis data Pembangunan Manusia yang dibutuhkan meliputi data Indeks Pembangunan Manusia setiap kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Riau. Selain itu juga, data setiap komponen dari indeks pembangunan manusia setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau yang terdiri dari data angka usia harapan hidup, angka rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, dan data daya beli (purchasing power purity). C. Metode Analisis Dalam upaya untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan capaian pembangunan manusia antara Riau Daratan dengan Riau Pesisir digunakan data indeks pembangunan manusia setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau yang telah dikelompokkan berdasarkan wilayah Riau Daratan dan Riau Pesisir. Sedangkan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan capaian komponen pembangunan (pendidikan, kesehatan dan ekonomi) antara Riau Daratan dan Riau Pesisir setiap komponen tersebut tersebut dikelompokkan berdasarkan wilayah Riau Daratan dan Pesisir. Kemudian setiap komponen dihitung indeksnya dengan cara : - 43 -

1) Indeks Kesehatan : Dimana : e o = angka harapan hidup. 25 = angka minimum harapan hidup (UNDP). 85 = angka maksimum harapan hidup (UNDP). 2) Indeks Pendidikan : Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS) dengan rumus : 3) Indeks Konsumsi Riil per Kapita : Indeks Konsumsi Riil Perkapita dapat dilakukan dengan cara menstandartkan angka PPP terhadap nilai maksimum dan minimumnya. Setelah setiap indeks dari setiap komponen pembangunan manusia tersebut diperoleh dalam bentuk indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks ekonomi. Selanjutnya indeks pembangunan manusia dan komponennya dilakukan uji statistik dengan menggunakan program SPSS untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan capaian pembangunan manusia dan komponennya antara wilayah Riau Daratan dengan Riau Pesisir. - 44 -

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Capaian Pembangunan Manusia Antara Riau Daratan dan Pesisir Perbedaan capaian pembangunan manusia antara Riau Daratan dan Riau Pesisir terus menunjukkan perbedaan yang tajam. Pada awal otonomi daerah pencapaian pembangunan manusia pada wilayah Riau Pesisir relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Riau Daratan. Pada tahun 2004 rata-rata pembangunan manusia pada wilayah Riau Pesisir sebesar 71,00 poin sedangkan pada wilayah Riau Daratan mencapai sebesar 70,89 poin atau terjadi perbedaan capaian sebesar 0,11 poin. Persaingan dalam mengejar ketertinggalan pembangunan manusia antara Riau Daratan dan Riau Pesisir terus saling berpacu. Relatif rendahnya rata-rata pertumbuhan pembangunan manusia setiap tahunnya pada wilayah Riau Pesisir (0,68%) dibandingkan dengan pertumbuhan pembangunan manusia pada wilayah Riau Daratan (0,75%). Kondisi ini menyebabkan wilayah Riau Daratan mulai tahun 2009 capaian pembangunan manusianya lebih tinggi daripada wilayah Riau Pesisir. Sampai dengan tahun 2013 capaian pembangunan manusia Riau Daratan rata-rata sebesar 75,83 poin dan Riau Pesisir sebesar 75,50 poin. Gambar 1 : Rata-rata capaian Indek Pembangunan Manusia Antara Wilayah Riau Daratan dan Pesisir Tahun 2004-2013 - 45 -

Pada wilayah Riau Daratan capaian pembangunan manusia tertinggi terjadi pada Kota Pekanbaru sebesar 79,47 poin pada tahun 2013. Namun demikian, kemampuan pembangunan manusia Kota Pekanbaru tumbuh mulai melambat (0,55%). Kabupaten/kota pada wilayah Riau pesisir yang masih memiliki kemampuan untuk meningkatkan pembangunan manusia yang tinggi adalah Kabupaten Indragiri Hulu dengan rata-rata pertumbuhan pembangunan manusia sebesar 0,98%. Tabel 1 : Capaian Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Pada Wilayah Riau Daratan Tahun 2004-2013 Tahun Kuantan Singingi Indragiri Hulu Kampar Rokan Hulu Pekanbaru 2004 70,62 68,91 69,81 69,50 75,62 2005 71,58 70,89 71,74 70,09 75,93 2006 71,89 72,04 72,02 71,01 76,19 2007 72,47 72,96 72,98 71,43 76,98 2008 72,95 73,43 73,64 71,84 77,54 2009 73,38 73,89 74,14 72,29 77,86 2010 73,70 74,18 74,43 72,66 78,27 2011 74,15 74,54 75,18 73,10 78,72 2012 74,50 74,90 75,54 73,62 79,16 2013 74,77 75,21 75,83 73,87 79,47 Pertum (%) 0,64 0,98 0,92 0,68 0,55 Sumber : Diolah dari data BPS Capaian pembangunan manusia tertinggi pada wilayah Riau Pesisir yaitu pada Kota Dumai sebesar 78,99 pada tahun 2013. Namun demikian, daya ungkit pembangunan manusia kota dumai (0,77%) masih lebih rendah dari daya ungkit peningkatan pembangunan manusia yang terjadi di Kabupaten Rokan Hilir (0,93%). Keadaan ini menyebabkan pada wilayah Riau Pesisir, Kabupaten Rokan Hilir memiliki kemampuan untuk meningkatkan pembangunan manusia yang lebih besar lagi. - 46 -

Tabel 2 : Capaian Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Pada Wilayah Riau Pesisir Tahun 2004-2013 Tahun Indragiri Hilir Pelalawan Siak Bengkalis Rokan Hilir Kep. Meranti Dumai 2004 71,37 68,75 72,62 71,95 67,57 0 73,73 2005 72,74 69,21 73,51 72,95 68,63 0 75,32 2006 73,39 69,96 74,55 73,1 70,89 0 75,52 2007 73,87 71,43 75,15 73,36 71,06 0 76,31 2008 74,41 72,07 75,64 74,12 71,51 0 76,91 2009 74,95 72,69 76,05 74,64 71,98 70,15 77,33 2010 75,24 73,18 76,46 75,11 72,43 70,62 77,75 2011 75,71 73,59 76,92 75,53 72,83 71,08 78,25 2012 76,15 73,92 77,27 75,86 73,17 71,47 78,73 2013 76,41 74,27 77,44 76,12 73,45 71,8 78,99 Pertum % 0,76 0,86 0,72 0,63 0,93 0,58 0,77 Sumber : BPS, 2014 B. Capaian Komponen Pembangunan Manusia Antara Riau Daratan dan Pesisir Pembangunan manusia terdiri dari tiga aspek yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Kemampuan masing-masing aspek dalam meningkatkan pembangunan manusia pada setiap wilayah memiliki daya ungkit yang berbeda-beda. Daya ungkit aspek kesehatan sangat ditentukan oleh kemampuan suatu wilayah dalam meningkatkan usia harapan hidup penduduknya. Daya ungkit aspek pendidikan suatu wilayah turut ditentukan oleh kemampuan suatu wilayah dalam meningkatkan rata-rata lama sekolah dan mengurangi angka buta huruf penduduknya. Sedangkan daya ungkit ekonomi sangat berkaitan erat dengan bagaimana suatu wilayah mampu meningkatkan kemampuan daya beli penduduknya. Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung tumbuh dan berkembangnya setiap komponen pembangunan manusia tersebut sangat menentukan tingkat capaian pembangunan manusia suatu wilayah. - 47 -

1. Kesehatan Capaian pembangunan manusia pada aspek kesehatan yang diukur dari rata-rata angka harapan hidup pada wilayah Riau Pesisir relatif lebih baik daripada Riau Daratan. Pada tahun 2013 rata-rata capaian angka harapan hidup diwilayah Riau Pesisir sebesar 70,36 tahun, sedangkan pada wilayah Riau Daratan sebesar 69,16 tahun. Gambar 2 : Rata-rata Capaian Angka Harapan Hidup Pada Wilayah Riau Daratan dan Pesisir Tahun 2004-2013 Capaian pembangunan kesehatan, paik pada wilayah daratan maupun pesisir untuk wilayah kota relatif lebih daripada kabupaten. Capaian pembangunan kesehatan tertinggi pada tahun 2013 di Riau Daratan terjadi pada Kota Pekanbaru sebesar 71,94 tahun dan di Riau Pesisir terjadi pada Kota Dumai sebesar 72,29 tahun. Sedangkan capaian pembangunan kesehatan terendah pada Riau Daratan terjadi pada Kabupaten Rokan Hulu sebesar 67,28 tahun, sedangkan pada wilayah Riau Pesisir terjadi di Kabupaten Rokan Hilir sebesar 67,41 tahun. Untuk lebih jelasnya tentang perkembangan aspek kesehatan pada setiap kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel dibawah ini. - 48 -

Tabel 3 : Capaian Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota Pada Wilayah Riau Daratan Tahun 2004-2013 Tahun Kuantan Singingi Indragiri Hulu Kampar Rokan Hulu Pekanbaru 2004 67,50 67,80 67,30 66,2 70,50 2005 67,64 68,15 67,72 66,34 70,53 2006 67,9 68,40 67,9 67,00 70,6 2007 68,05 68,55 68,10 67,08 70,87 2008 68,11 68,60 68,21 67,09 71,03 2009 68,22 68,71 68,36 67,13 71,24 2010 68,33 68,81 68,52 67,17 71,45 2011 68,43 68,91 68,67 67,21 71,67 2012 68,53 69,01 68,83 67,26 71,88 2013 68,61 69,03 68,92 67,28 71,94 Pertum (%) 0,18 0,20 0,26 0,18 0,22 Sumber : BPS, 2014 Tabel 4 : Capaian Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota Pada Wilayah Riau Pesisir Tahun 2004-2013 Tahun Indragiri Hilir Pelalawan Siak Bengkalis Rokan Hilir Kep. Meranti Dumai 2004 69,90 67,20 70,60 69,40 66,20-70,10 2005 70,30 67,62 70,91 69,67 66,64-70,25 2006 70,40 68,30 71,00 69,90 66,90-70,40 2007 70,70 68,48 71,23 70,06 67,01-70,77 2008 70,89 68,56 71,34 70,13 67,04-71,02 2009 71,14 68,69 71,52 70,24 67,11 68,61 71,33 2010 71,39 68,82 71,69 70,35 67,18 68,73 71,64 2011 71,63 68,95 71,86 70,46 67,25 68,86 71,95 2012 71,88 69,08 72,03 70,56 67,32 68,98 72,26 2013 71,95 69,17 72,07 70,61 67,41 69,00 72,29 Pert. (%) 0,32 0,32 0,23 0,19 0,20 0,14 0,34 Sumber : BPS, 2014-49 -

2. Pendidikan Capaian pembangunan manusia dari aspek pendidikan dapat diukur dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf. Capaian rata-rata lama sekolah penduduk pada wilayah Riau Daratan relatif lebih baik daripada penduduk diwilayah Riau Pesisir. Pada tahun 2004 rata-rata lama sekolah penduduk pada wilayah Riau Daratan mencapai 8,13 tahun dan diwilayah Pesisir mencapai 7,97 tahun. Selama periode 2004-2013 setiap tahunnya rata-rata pertumbuhan rata-rata lama sekolah pada wilayah Riau Daratan sebesar 1,06% dan pada wilayah Riau Pesisir sebesar 0,72%. Rendahnya pertumbuhan rata-rata lama sekolah pada wilayah Riau Pesisir daripada Riau Daratan, menjadikan capaian rata-rata lama sekolah pada wilayah Riau Daratan pada tahun 2013 sebesar 8,93 tahun lebih tinggi daripada capaian rata-rata lama sekolah diwilayah Riau Pesisir yaitu sebesar 8,50 tahun. Gambar 3 : Capaian Rata-rata Lama Sekolah Pada Wilayah Riau Daratan dan Pesisir Tahun 2004-2013 - 50 -

Dilihat menurut kabupaten/kota pada wilayah Riau Daratan menunjukkan bahwa capaian rata-rata lama sekolah tertinggi terjadi pada Kota Pekanbaru yaitu 11,42 tahun sedangkan daerah lainnya masih dibawah 9 tahun. Ini menunjukkan bahwa program wajib belajar 9 tahun sampai dengan tahun 2013 pada wilayah Riau Daratan belum tercapai kecuali Kota Pekanbaru. Tabel 5 : Rata-rata Lama Sekolah Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Riau Daratan Tahun 2004-2013 Tahun Kuantan Singingi Indragiri Hulu Kampar Rokan Hulu Pekanbaru 2004 7,70 7,14 7,59 7,10 11,10 2005 7,80 7,28 7,78 7,10 11,27 2006 7,80 7,30 8,00 7,50 11,30 2007 7,80 7,72 8,23 7,50 11,30 2008 7,80 7,72 8,44 7,50 11,30 2009 7,81 7,96 8,46 7,55 11,32 2010 7,99 7,98 8,49 7,56 11,33 2011 8,03 8,01 8,92 7,68 11,34 2012 8,06 8,01 8,93 7,94 11,35 2013 8,17 8,14 8,97 7,96 11,42 Pertum (%) 0,66 1,47 1,87 1,28 0,32 Sumber : BPS, 2014 Beberapa kabupaten/kota diwilayah Riau Pesisir sampai dengan tahun 2013 telah sukses melaksanakan program wajib belajar 9 tahun. Capaian program wajib belajar 9 tahun tersebut tercermin dari rata-rata lama sekolah. Kabupaten Bengkalis (9,22 tahun), Siak (9,16 tahun) dan Kota Dumai (9,76 tahun) merupakan kabupaten/kota diwilayah Riau Pesisir yang telah sukses melaksanakan program wajib belajar 9 tahun sedangkan kabupaten/kota lainnya capaiannya masih dibawah 9 tahun. - 51 -

Tabel 6 : Rata-rata Lama Sekolah Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Riau Pesisir Tahun 2004-2013 Tahun Indragiri Hilir Pelalawan Siak Bengkalis Rokan Hilir Kepulauan Meranti Dumai 2004 6,92 7,04 8,80 8,35 7,00 0,00 9,70 2005 7,00 7,00 8,80 8,60 7,00 0,00 9,70 2006 7,60 7,30 8,80 8,60 7,20 0,00 9,70 2007 7,60 7,67 8,80 8,60 7,20 0,00 9,70 2008 7,60 7,93 8,80 8,86 7,20 0,00 9,70 2009 7,62 7,95 9,03 8,99 7,48 7,32 9,72 2010 7,62 8,21 9,08 9,12 7,87 7,32 9,72 2011 7,63 8,24 9,14 9,17 7,89 7,35 9,73 2012 7,63 8,24 9,14 9,18 7,90 7,35 9,74 2013 7,66 8,37 9,16 9,22 7,90 7,41 9,76 Pert. (%) 1,14 1,94 0,45 1,11 1,35 0,14 0,07 Sumber : BPS, 2014 Kemampuan membaca dan menulis merupakan modal dasar bagi penduduk untuk memperoleh berbagai informasi yang dapat meningkatkan kapasitas dirinya sebagai manusia. Angka melek huruf merupakan indikator pembangunan manusia yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan penduduknya dari aspek pendidikan. Angka melek huruf pada wilayah Riau Daratan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Riau Pesisir. Pada tahun 2004 angka melek huruf pada wilayah Riau Daratan sebesar 96,74% sedangkan pada Riau Pesisir sebesar 95,19%. Selama periode 2004-2013 pertumbuhan rata-rata persentase angka melek huruf pada wilayah Riau Pesisir setiap tahunnya sebesar 0,27% yang lebih tinggi daripada Riau Daratan yaitu 0,22% ternyata belum mampu mengejar ketertinggalan capaian angka melek huruf pada wilayah Riau Pesisir. Capaian Angka melek huruf pada tahun 2013 diwilayah Riau Daratan sebesar 98,67% sedangkan pada wilayah Riau Pesisir sebesar 97,54%. - 52 -

Gambar 4 : Rata-rata Angka Melek Huruf Pada Wilayah Riau Daratan dan Pesisir Tahun 2004-2013 Pada tahun 2013 diwilayah Riau Daratan pada daerah kabupaten/kota dengan capaian angka melek huruf tertinggi adalah Kota Pekanbaru yaitu 99,90% sedangkan capaian angka melek huruf terendah adalah Kabupaten Kuantan Singingi yaitu 98,12%. Namun demikian, daerah yang memiliki daya ungkit yang tertinggi dalam meningkatkan angka melek huruf adalah Kabupaten Indragiri Hulu dengan pertumbuhan rata-rata setiap tahun sebesar 0,69%. Diwilayah Riau Pesisir pada Kota Dumai merupakan daerah dengan capaian angka melek huruf tertinggi yaitu 99,43%. Sedangkan capaian angka melek huruf terendah adalah Kabupaten Kepulauan Meranti yaitu 90,57%. Kabupaten/kota diwilayah Riau Pesisir yang masih memiliki daya ungkit yang tinggi dalam meningkatkan angka melek huruf adalah Kabupaten Pelalawan (0,57%) dan Siak (0,53%). - 53 -

Tabel 7 : Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Wilayah Riau Daratan Tahun 2004-2013 Tahun Kuantan Singingi Indragiri Hulu Kampar Rokan Hulu Pekanbaru 2004 97,84 92,36 97,56 96,41 99,53 2005 97,8 92,83 97,99 96,40 99,66 2006 97,8 96,75 97,99 97,38 99,77 2007 97,8 97,63 98,10 97,38 99,77 2008 97,8 97,67 98,10 97,38 99,77 2009 97,81 97,76 98,44 97,98 99,8 2010 97,82 98,16 98,48 98,28 99,87 2011 98,06 98,21 98,58 98,37 99,89 2012 98,09 98,22 98,6 98,40 99,90 2013 98,12 98,23 98,64 98,44 99,90 Pertum (%) 0,03 0,69 0,12 0,23 0,04 Sumber : BPS, 2014 Tabel 8 : Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Wilayah Riau Pesisir Tahun 2004-2013 Tahun Indragiri Hilir Pelalawan Siak Bengkalis Rokan Hilir Kepulauan Meranti Dumai 2004 98,51 93,65 94,13 97,02 88,8 0 99,05 2005 98,52 93,6 94,1 97,29 88,8 0 99,1 2006 98,52 93,6 98,21 97,29 97,37 0 99,1 2007 98,52 97,6 98,21 97,29 97,37 0 99,28 2008 98,52 97,6 98,21 97,78 97,37 0 99,28 2009 98,79 98,44 98,49 97,79 97,8 89,73 99,3 2010 99,06 98,46 98,56 98,09 97,99 90,18 99,31 2011 99,15 98,48 98,65 98,16 98,15 90,34 99,35 2012 99,18 98,51 98,68 98,17 98,18 90,36 99,4 2013 99,2 98,53 98,69 98,18 98,2 90,57 99,43 Pert. (%) 0,08 0,57 0,53 0,13 1,12 0,23 0,04 Sumber : BPS, 2014-54 -

3. Ekonomi Ukuran keberhasilan pembangunan manusia yang digunakan dari aspek ekonomi adalah Purchasing Power Purity (PPP). Angka ini juga mencerminkan kemampuan daya beli penduduk suatu wilayah. Selama periode 2004-2013 rata-rata daya beli penduduk pada wilayah Riau Daratan Relatif lebih baik daripada penduduk pada wilayah Riau Pesisir. Pada tahun 2004 daya beli penduduk pada wilayah Riau Daratan sebesar Rp. 613.970 dengan pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya sebesar 0,73% pada tahun 2013 daya beli penduduk diwilayah Riau Daratan meningkat menjadi Rp. 655.430. Daya beli penduduk pada wilayah Riau Pesisir pada tahun 2004 sebesar Rp. 613.790 dengan pertumbuhan rata-rata setiap tahun 0,64% pada tahun 2013 daya beli penduduk diwilayah Riau Pesisir meningkat menjadi Rp. 649.830. Gambar 5 : Puchasing Power Purity (PPP) pada Wilayah Riau Daratan dan Pesisir Tahun 2004-2013 - 55 -

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pada awal pelaksanaan otonomi daerah pencapaian pembangunan manusia Riau Pesisir relatif lebih tinggi daripada Riau Daratan. Namun seiring pelaksanaan otonomi daerah pembangunan manusia pada wilayah Riau Daratan relatif memiliki daya ungkit yang lebih tinggi daripada pembangunan manusia pada wilayah Riau Pesisir. Sehingga sampai dengan tahun 2013 rata-rata capaian pembangunan manusia pada wilayah Riau Daratan sebesar 75,83 poin dan Riau Pesisir sebesar 75,50 poin. 2. Dilihat dari ketiga aspek pembangunan manusia, untuk aspek kesehatan capaian pada wilayah Riau Pesisir relatif lebih baik daripada Riau Daratan. Sedangkan untuk aspek pendidikan dan ekonomi capaian pada wilayah Riau Daratan relatif lebih baik daripada Riau pesisir. B. Saran 1. Capaian pembangunan manusia pada wilayah Riau Pesisir yang relatif lebih rendah daripada wilayah Riau Daratan, maka perlu adanya program pembangunan manusia yang lebih inclusif bagi wilayah Riau Pesisir. 2. Dengan melihat capaian aspek pembangunan manusia, maka dalam meningkatkan pembangunan manusia diwilayah Riau Daratan perlu diprioritaskan untuk programprogram pembangunan manusia yang terkait dengan aspek kesehatan. Sedangkan pada wilayah Riau Pesisir prioritas program pembangunan manusia perlu diarahkan pada aspek ekonomi dan pendidikan. - 56 -

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. 2008. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Badung tahun 2008. Katalog BPS : 4102002.5103. Bapeda dan BPS Kabupaten Bandung, 2008. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bandung tahun 2008. Bappeda Kota Tegal, 2007. Indeks Pembangunan Manusia Kota Tegal Tahun 2006. Bappenas, 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. Bappenas, 2013. Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah tahun 2014 : Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan. Bappenas, 2013. Evaluasi Paruh Waktu RPJMN tahun 2010-2014 Bastias, D.D, 2010. Skripsi : Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Atas Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 1969-2009. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang. BPS dan Bappeda Jayapura, 2006. Indeks Pembangunan Manusia dan Analisa Situasi Pembangunan Manusia (ASPM) Kabupaten Jayapura tahun 2005. Depdiknas, 2005. Recana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009. Dumairy, 1999. Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta Kementerian Kesehatan, 2010. Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). Mankiw, N.G, 2008. Teori Makro Ekonomi, Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta. Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Serta Keterangan Pemerintah Atas Rancangan Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 Beserta Nota Keuangannya Di Depan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Jakarta, 16 Agustus 2007. S Ginting, C.K, 2008. Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Setiawan, M.B dan Abdul Hakim, 2013. Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Economia, Volume 9, Nomor 1, April 2013 Suliswanto, M.S.W. 2010. Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Angka Kemiskinan Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 2 Desember 2010 hlm : 357-366 Syahza, A, 2011. Percepatan Ekonomi Pedesaan Melalui Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011, hlm.297-310. Taryono, 2012. Analisis Belanja Daerah Kemiskinan dan Kesejahteraan Masyarakat Antara Kabupaten/Kota Penghasil Migas dan Bukan Penghasil di Provinsi Riau. Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan Tahun III No. 7, November 2012 : 52-70 Taryono, 2014. Analisis Disparitas Pembangunan Manusia di Provinsi Riau. Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan Tahun IV No.11, Maret 2014 : 194-214. Todaro, M.P. 2006. Pemabangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi 9. Erlanga, Jakarta. UNDP, 2014. Human Development Report 2014. UNDP (On-line), diakses tanggal 18 Juni 2015-57 -