BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi

L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

A. Metode Pengambilan Data

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU. Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra

BAB III METODE PENELITIAN. PDAM kota Subang terletak di jalan Dharmodiharjo No. 2. Kecamatan

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Gambar 1. Daur Hidrologi

Tata cara perhitungan evapotranspirasi potensial dengan panci penguapan tipe A

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Gbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

Gambar 1. Diagram TS

PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

STAF LAB. ILMU TANAMAN

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

I. INFORMASI METEOROLOGI

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Mulai. Penentuan Lokasi Penelitian. Pengumpulan. Data. Analisis Data. Pengkajian keandalan jaringan irigasi

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

I. INFORMASI METEOROLOGI

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

X. WATER AND IRRIGATION. Acquaah, George Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

PENERAPAN METODE THORNTHWAITE UNTUK MENGESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI DI DAS CITARUM MENGGUNAKAN DATA TERRA-MODIS

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

Persamaan Regresi Prediksi Curah Hujan Bulanan Menggunakan Data Suhu dan Kelembapan Udara di Ternate

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

DATA METEOROLOGI. 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya jumlah curah hujan di bawah normal pada suatu periode atau biasa disebut dengan kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama yang selanjutnya mulai berkurangnya kondisi air tanah yang menyebabkan terjadinya stress pada tanaman tadah hujan yang kemudian memicu terjadinya kekeringan hidrologis, dimana mulai berkurangnya jumlah air tanah maupun air permukan. Informasi hidrologi bagi sektor pertanian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam hubungannya dengan peningkatan produksi pangan. Analisis penggunaan air tanah yang diperlukan oleh tanaman serta pengaruhnya dengan kondisi iklim sering dikaitkan dengan formulasi neraca air. Informasi ini sangat diperlukan dalam pengelolaan pertanian, sebagai informasi untuk mempertimbangkan kesesuaian lahan khususnya pada lahan tadah hujan serta bagi jenis tanaman yang akan diusahakan.. B. Tujuan Untuk mengetahui jumlah evapotrasnpirasi yang terjadi dengan menggunakan unsur iklim lainnya sehingga dalam proses lanjutan dapat menganalisa keseimbangan air atau neraca air. Dengan demikian dapat meminimalisir resiko produksi akibat kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah yang ditandai dengan menurunnya tinggi muka air sungai atau danau (kekeringan hidrologis) dan pada akhirnya menurunkan komoditi (jumlah dan kualitas) produksi pertanian. Kondisi tersebut sangat sangat berdampak kepada tingkat pendapatan dan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Merencakan jadwal tanam dan panen, pengaturan sistem irigasi/ siraman sehingga kegiatan dapat dilakukan secara lebih efisien 1

C. Ruang Lingkup Dalam perhitungan evapotranspirasi potensial ini digunakan data rata-rata bulanan suhu udara dan lama penyinaran hasil peramatan di 3 (tiga) Stasiun BMG dan 3 (tiga) Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus (SMPK) di Kalimantan Selatan, antara lain : 1. Stasiun Klimatologi Banjarbaru Kota Banjarbaru, tahun 1977-2006; 2. Stasiun Meteorologi Syamsuddin Noor Kota Banjarmasin, tahun 1985-2006; 3. Stasiun Meteorologi Stagen Kab. Kotabaru, tahun 1983-2006; 4. SMPK Sungai Raya Kab. Hulu Sungai Selatan, tahun 1990 2006; 5. SMPK Sungai Tabuk Kab. Banjar, tahun 1992 2006; dan 6. SMPK Pelaihari Kab. Tanah laut, tahun 1989 2006. 2

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengaruh Radiasi Matahari Terhadap Permukaan Bumi Panjang gelombang semakin pendek bila suhu permukaan benda yang memancarkan radiasi semakin tinggi. Matahari dengan suhu permukaannya sebesar 6.000 K, radiasinya mempunyai kisaran panjang gelombang antara 0.3-0.4 m. Sebagai perbandingan, permukaan bumi yang bersuhu 300 K (atau 27 C) memancarkan radiasi dengan kisaran panjang gelombang 4.0-80.0 m dengan pancaran energi terkuat pada panjang gelombang 10 m. Karena panjang gelombang radiasi matahari relatif lebih pendek bila dibandingkan dengan benda-benda alam lainnya, maka radiasi matahari disebut dengan radiasi gelombang pendek, sebaliknya radiasi bumi dan benda lainnya disebut radiasi gelombang panjang. Akibat yang ditimbulkan dengan adanya radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi, sebagian besar tergantung dari bentuk dan macam permukaanbumi yang menerima radiasi tersebut, tentu saja selain itu juga tinggi rendahnya suhu suatu tempat di permukaan bumi dalam posisinya terhadap matahari tergantung kepada : 1. Intensitas penyinaran radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi, yang dipengaruhi oleh besar-kecilnya sudut datang sinar matahari terhadap permukaan bumi tersebut, dan 2. Lamanya penyinaran matahari berlangsung, yaitu dipengaruhi oleh panjang siang dan malam yang ditentukan oleh garis lintang tempat tersebut di permukaan bumi Tidak seluruhnya radiasi matahari dapat sampai dan diserap oleh permukaan bumi, kurang lebih hanya 43%. Karena pada waktu memasuki atmosfer bumi radiasi matahari tersebut terhalang dengan adanya proses penyerapan (absorption), pemantulan (Reflection), dan pemancaran (Scattering). Radiasi ultra violet hampir seluruhnya diserap oleh lapisan Ozone pada bagian atas stratosfer dan hanya satusatunya gas yang dapat menyerap radiasi terlihat atau cahaya tampak adalah uap air. Pada saat kondisi cuaca berawan, sebagian besar radiasi matahari ini dipantulkan 3

kembali oleh puncak-puncak awan dan partikel-partikel lainnya yang terdapat di dalam atmosfer, dan hanya sebagian yang berhasil mencapai permukaan bumi, baik secara langsung (direct radiotian) maupun tidak langsung (sky radiation). Jumlah kedua radiasi matahari tersebut (direct radiotian + sky radiation) disebut radiasi global (global radiation). Akibat yang ditimbulkan dengan adanya radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi, maka sebagian dari radiasi tersebut akan dipantulkan kembali ke angkasa dan sebagian lainnya akan diserap karena hal tersebut tergantung pada bentuk dan macam permukaan bumi yang menerima radiasi matahari. Dan perbandingan antara jumlah radiasi yang dipantulkan dengan jumlah radiasi yang diserap disebut Albedo. Penyebab terjadinya kenaikkan suhu permukaan bumi yang telah menyerap radiasi matahari tersebut tergantung kepada : 1. Jarak atau kedalaman kemana panas harus menembus. 2. Panas jenis dari zat permukaan yang ada. 3. Albedo dari zat permukaan yang ada, dan 4. Ada atau tidaknya penggunaan panas untuk keperluan lain, selain untuk menaikkan suhu benda. Misalnya perbedaan kenaikkan panas permukaan daratan dengan permukaan laut, setelah sama-sama mendapatkan radiasi matahari, maka daratan akan lebih cepat menjadi panas dari pada lautan karena disebabkan oleh : Pada Permukaan Laut Albedo-nya lebih besar, sehingga lebih sedikit radiasi matahari yang diserap. Radiasi matahari menyerap lebih dalam/tebal, karena air lebih transparan. Panas jenis air lebih besar, sehingga untuk menaikkan panas 1 C setiap gram air memerlukan panas yang lebih banyak. Energi panas yang diserap sebagian dirubah dalam bentuk panas laten pada proses penguapan. Pada Permukaan Daratan Albedo-nya lebih kecil, sehinga banyak radiasi yang diserap. Radiasi yang terserap jaraknya lebih pendek, karena permukaan darata tidak transparan. Panas jenis daratan lebih kecil, sehingga untuk menaikkan panas 1 C setiap gram daratan hanya memerlukan panas yang lebih sedikit. Energi panas yang diserap semua digunakan untuk menaikkan suhu. 4

B. Suhu Udara Permukaan Suhu udara permukaan merupakan suhu udara pada ketinggian 1,25 sampai dengan 2,0 meter di atas permukaan bumi. Selama sehari semalam (12 jam) maupun 1 tahun (12 bulan) suhu udara permukaan selalu mengalami variasi suhu udara atau mengalami perubahan atau perbedaan selama periode waktu tertentu. Fluktuasi suhu udara harian disebut dengan variasi suhu harian, demikian pula dengan variasi suhu mingguan, bulanan, atau tahunan. Pada periode waktu harian, suhu udara tertinggi atau maksimum biasa terjadi setelah beberapa saat setelah matahari melewati titik kulminasinya sedangkan suhu udara terendah atau minimum biasa terjadi setelah beberapa saat setelah matahari terbit. Nilai perbedaan antara suhu udara maksimum dan suhu udara minimum selama satu hari (24 jam) disebut dengan amplitudo suhu harian. Suhu udara permukaan terjadi sebagai akibat adanya radiasi panas matahari yang sampai ke permukaan bumi, yang sebagian besar nilainya tergantung dari bentuk dan jenis permukaan bumi yang menerima radiasi tersebut. Dari seluruh radiasi matahari yang dipancarkan, selain diterima oleh permukaan bumi juga sebagian diserap oleh atmosfer dan dipancarkan kembali ke angkasa. Selama 24 jam maupun selama suhu udara permukaan mengalami perubahan atau mengalami variasi yang biasa disebut dengan amplitudo suhu udara harian, yaitu nilai perbandingan antara harga suhu tertinggi dan terendah dalam 24 jam. Nilai amplitudo suhu harian di daerah sekitar equator lebih besar dibandingkan dengan daerah disekitar lintang menengah, hal ini disebabkan karena dopengaruhi oleh tinggi titik kuminasi atas matahari yang lebih besar. Siklus dari amplitudo suhu haruan di daerah sekitar equator mencapai nilai tertinggi (maksimum) beberapa saat setelah matahari melewati titik kulminasinya. Kondisi tersebut untuk wilayah Banjarbaru dan sekitarnya nilai suhu udara maksimum terjadi antara jam 14.00 15.00 WITA, seperti yang digambarkan pada grafik di bawah ini : 5

Temp. ( o C) RH (%) Grafik 1. Grafik Rata-rata Suhu dan Kelembaban Udara Harian Staklim Banjarbaru 35,0 100 30,0 25,0 20,0 90 80 15,0 10,0 5,0 70 60 0,0 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jam Temp. RH 50 C. Evapotranspirasi Air merupakan kebutuhan mutlak suatui tanaman. Jumlah air yang dibutuhkan atau yang digunakan tanaman tergantung dari beberapa faktor lingkungan (iklim dan tanah) serta tanaman (jenis, pertumbuhan, dan fase perkembangan). Kehilangan air melalui permukaan air (evaporasi) dan melalui permukaan tanaman (transpirasi) disebut evapotrasnpirasi atau disebut juga penggunaan air tanaman (water use). Evapotranspirasi merupakan ukuran total kehilangan air (penggunaan air) untuk suatu luasan melalui evaportasi dari permukaan tanah atau air dan transpirasi dari permukaan tanaman. Secara potensial Evapotranspirasi ditentukan hanya hanya oleh unsur-unsur iklim, sedangkan secara aktual Evapotranspirasi juga ditentukan oleh kondisi tanah dan sifat tanaman.salah satu komponen neraca air atau menjadi dua komponen bila dipilah menjadi evaporasi dan transpirasi. D. Evapotranspirasi Potensial Evapotranspirasi potensial (Etp) menggambarkan laju maksimum kehilangan air suatu pertanama yang ditentukan oleh kondisi iklim pada keadaan penutupan tajuk tanaman pendek yang rapat dengan penyediaan air yang cukup. Batas tersebut dimaksudkan untuk memaksimumkan laju kehilangan air dengan meninimumkan tahanan gerakan 6

air (tanaman pendek), meminimumkan kontrol stomata terhadap transpirasi (penyediaan air cukup) serta meminimumkan pengaruh evaporasi tanah (tajuk rapat) sehingga Etp hanya ditentukan oleh unsur-unsur iklim. Etp merupakan gambaran kebutuhan atmosfer untuk penguapan serta merupakan batas atas dari evapotransirasi aktual (Eta). Nilai Eta akan lebih kecil dari Etp pada saat penutupan tajuk belum penuh, permukaan tanah yang kering atau ketika terjadinya peningkatan tahanan stomata karena terbatasnya air tanah yang tersedia. 7

BAB III ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data Langkah awal menghitung Evapotranspitasi Potensial dengan menggunakan data suhu udara rata-rata bulanan, adalah dengan menghitung indeks panas bulanan ( i ) dengan persamaan : i = ( t / 5 ) 1,51... ( 1 ) dimana t adalah suhu udara rata-rata bulanan. Selanjutnya nilai i pada masing-masing bulan dijumlahkan sebagai nilai indeks panas tahunan ( I ) : I = i Jan Des... ( 2 ) Dengan menggunakan data suhu udara rata-rata tahun 2006 dari Stasiun Klimatologi Banjarbaru, maka perhitungan nilai i pada persamaan ( 1 ) adalah : Tabel 1. Nilai Indeks Panas Bulanan ( i ) Tahun 2006 Staklim Banjarbaru Jan Feb Mar Apr Mei Jun 12,1 12,3 12,5 12,5 13,1 12,0 Jul Ags Sep Okt Nop Des 12,4 12,5 13,0 13,8 13,4 13,0 Sedangkan nilai Indeks Panas Tahunan ( I ) dari persamaan ( 2 ) pada tahun 2006 di Stasiun Klimatologi Banjarbaru adalah sebesar 152,7. Menghitung Etp baku dengan persamaan : Etp = [ 16. ( 10t / I ) a ]...( 3 ) Dimana : Etp = Etp baku rata-rata bulanan (milimeter), dan a = [ (675 x 10-9 I 3 ) - (771 x 10-7 I 2 ) + (1792 x 10-5 I) + 0,49239 ] 8

dari perhitungan nilai konstanta a diatas, maka pada masing-masing bulan pada tahun 2006 didapatkan harga yang sama, yaitu -2.263: koreksi Etp rata-rata bulanan didapat dari persamaan : Etp = [ ( X / 30 ) ( Y / 12,1 ) ] ETp baku... ( 4 ) Maka hasil perhitungan dari persamaan (4), didapatkan besarnya nilai ETp rata-rata bulanan pada tahun 2006 di Stasiun Klimatologi Banjarbaru, sebagai berikut : Tabel 2. Nilai Etp Rata-Rata Bulanan Tahun 2006 Staklim Banjarbaru Jan Feb Mar Apr Mei Jun 1,0 1,2 1,5 1,5 1,8 1,2 Jul Ags Sep Okt Nop Des 2,5 2,5 2,2 1,9 1,5 1,4 Dengan menggunakan langkah-langkah perhitungan ETp rata-rata bulanan tersebut diatas, maka hasil dari setiap pos peramatan dari Stasiun BMG dan SMPK di Kalimantan selatan dengan langkah yang sama didapatkan nilai Indeks Panas Rata- Rata Bulanan ( i ) dari persamaan (1)sebagai berikut : Grafik 1. Indeks Panas Rata-Rata Bulanan Stasiun BMG dan SMPK 14,5 Rata-Rata Indeks Panas Bulanan Stasiun BMG 14,0 13,5 13,0 12,5 12,0 11,5 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Staklim Banjarbaru Stamet Syamsuddin Noor Stamet Stagen Rata-Rata Indeks Panas Bulanan SMPK 14,5 14,0 13,5 13,0 12,5 12,0 11,5 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des SMPK Sungai Raya SMPK Sungai Tabuk SMPK Pelaihari 9

Sedangkan nilai Indeks Panas Rata-Rata Tahunan ( I ) dari persamaan (2) sebagai berikut : Grafik 2. Indeks Panas Rata-Rata Tahunan Stasiun BMG dan SMPK R ata-r ata Indeks Panas Tahunan 170,0 165,0 160,0 155,0 150,0 145,0 140,0 Stam et Stagen SMPK Pelaihari Staklim Banjarbaru Stam et Syam suddin Noor SM PK Sungai Tabuk SM PK Sungai Raya Secara keseluruhan hasil perhitungan Evapotranspirasi Potensial (ETp) baik di stasiun BMG maupun SMPK di Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut : Grafik 3. Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Bulanan Stasiun BMG dan SMPK 3,0 Etp Rata-Rata Bulanan Stasiun BMG 2,5 2,0 1,5 1,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Staklim Banjarbaru Stamet Syamsuddin Noor Stamet Stagen Etp Rata-Rata SMPK 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des SMPK Sungai Raya SMPK Sungai Tabuk SMPK Pelaihari 10

B. Pembahasan 1. Indeks Panas Tahunan Dari hasil analisa data tersebut diatas maka dapat dilihat pada grafik 2. Indeks Panas Rata-Rata Tahunan Stasiun BMG dan SMPK di Kalimantan Selatan memiliki besaran nilai seiring dengan letak koordinat garis lintang, dimana Stasiun Meteorologi Stagen Kab. Kotabaru berada paling selatan atau paling jauh dari garis khatulistiwa dan selanjutnya berturut-turut ke arah utara. Adapun masing-masing pos peramatan serta nilai indeks panas rata-rata tahunan di Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut : Tabel 3. Rata-Rata Indeks Panas Tahunan dan Posisi Lintang Stasiun Stasiun / SMPK Indeks Panas Tahunan Koordinat Lintang 1. Stamet Stagen 146.05 3.29º LS 2. SMPK Pelaihari 149.39 3.75 º LS 3. Stamet Syamsuddin Noor 253.42 3.41 º LS 4. Staklim Banjarbaru 144.99 3.42 º LS 5. SMPK Sungai Tabuk 255.53 3.20 º LS 6. SMPK Sungai Raya 162.74 2.85 º LS Dari tabel diatas tampak jelas bahwa posisi suatu tempat atau jarak suatu tempat terhadap garis khatulistiwa mempengaruhi besarnya penerimaan penyinaran matahari ditempat tersebut. 2. Evapotranspirasi Potensial Dengan menggunakan indeks panas tahunan serta dengan menggunakan persamaan 3 dan 4 diatas, maka seperti digambarkan pada grafik 3. Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Bulanan Stasiun BMG dan SMPK di kalimantan Selatan besarnya rata-rata bulanan dari Evapotranspirasi Potensial memberikan pola musiman yang bertolak belakang dengan pola rata-rata curah hujan bulanan tipe monsoon. Hubungan antara rata-rata bulanan Indeks Panas dengan Curah Hujan digambarkan dalam klimogram sebagai berikut : 11

Grafik 4. Klimogram rata-rata bulanan Indeks Panas dengan Curah Hujan I Staklim Banjarbaru 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0 50 100 150 200 250 300 350 400 CH (milimeter) I SMPK Sungai Raya 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0 50 100 150 200 250 300 350 400 CH (milimeter) I Stamet Syamsuddin Noor 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0 50 100 150 200 250 300 350 400 CH (milimeter) I SMP Sungai Tabuk 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0 50 100 150 200 250 300 350 400 CH (milimeter) I Stamet Stagen 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0 50 100 150 200 250 300 350 400 CH (milimeter) I 3,00 2,50 2,00 1,50 SMPK Pelaihari 1,00 0,50 0,00 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 CH (milimeter) Dari ke-6 grafik di atas hubungan antara kedua unsur tersebut memiliki nilai korelasi masing-masing adalah : Staklim Banjarbaru -0,94; Stamet Syamsuddin Noor -0,89; Stamet Stagen -0,66; SMPK Sungai Raya -0,95; SMPK Sungai Tabuk -0,87; dan SMPK Pelaihari -0,91. Sedangkan dari pola yang digambarkan sangat tampak terlihat bahwa ada 3 (tiga) pengelompokkan, kecuali yaitu pada saat : 1. Curah hujan < 150 milimeter maka indeks panas > 2,0 2. Curah hujan antara 150 mm 300 mm maka indeks panas antara 1,5 2,0; 3. Curah hujan > dari 300 mm maka indeks panas < 1,5 Pembahasan mengenai kondisi tersebut diatas tampaknya tidak berlaku untuk Stamet Stagen, hal ini dikarenakan stasiun tersebut memiliki tipe hujan lokal. 12

BAB IV KESIMPULAN Dari hasil analisa dan pembahasan data maka perhitungan besar Evapotranspirasi potensial dengan analisa indeks panas di Kalimantan Selatan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Rata-rata indeks panas bulanan menunjukkan bentuk pola pergerakkan matahari, dimana nilai maksimum terjadi pada bulan Mei dan Oktober yaitu saat matahari berada pada posisi oaling dekat dengan bumi. 2. Besarnya nilai indeks panas tahunan pada masing-masing stasiun berbanding lurus dengan letak terhadap garis khatulistiwa. Dimana semakin jauh dari dari garis khatulistiwa maka besarnya nilai indeks panas tahunan semakin kecil. 3. Hubungan nilai rata-rata bulanan antara indeks panas bulanan dengan curah hujan memiliki hubungan terbalik yang cukup kuat dengan rata-rata harga korelasi sebesar -0,95. 4. Terdapat 3 (tiga) kelompok dasar dari hubungan nilai rata-rata bulanan antara indeks panas bulanan dengan curah hujan, yaitu masing-masing : a. Curah hujan < 150 milimeter maka indeks panas > 2,0 b. Curah hujan antara 150 mm 300 mm maka indeks panas antara 1,5 2,0; c. Curah hujan > dari 300 mm maka indeks panas < 1,5 13

DAFTAR ISI DAFTAR ISI Halaman i BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 1 Ruang Lingkup 2 BAB II LANDASAN TEORITIS 3 Pengaruh Radiasi Matahari Terhadap Permukaan Bumi 3 Suhu Udara Permukaan 5 Evapotranspirasi 6 Evapotranspirasi Potensial 6 BAB III ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 8 Analisa Data 8 Pembahasan 11 Indeks Panas Tahunan 11 Evapotranspirasi Potensial 11 BAB IV KESIMPULAN 13 DAFTAR TABEL DAN GRAFIK TINJAUAN PUSTAKA ii iii i

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Nilai Indeks Panas Bulanan ( i ) Tahun 2006 Staklim Banjarbaru 8 Tabel 2. Nilai Etp Rata-Rata Bulanan Tahun 2006 Staklim Banjarbaru 9 Tabel 3. Rata-Rata Indeks Panas Tahunan dan Posisi Lintang Stasiun 11 DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1. Rata-rata Suhu dan Kelembaban Udara Harian Staklim Banjarbaru 9 Grafik 2. Indeks Panas Rata-Rata Tahunan Stasiun BMG dan SMPK 10 Grafik 3. Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Bulanan Stasiun BMG dan 10 SMPK Grafik 4. Klimogram rata-rata bulanan Indeks Panas dengan Curah Hujan 12 ii

TINJAUAN PUSTAKA Handoko, Dr. Ir., Klimatologi Dasar Landasan pemahaman fisika atmosfer dan unsur-unsur iklim, Pustaka Jaya, Bandung, 1993. Indawan Sani, Analisis Ketersediaan Air Tanah dan Kekeringan, Modul Diklat Teknis Analisa Data Klimatologi dan Kualitas Udara, Pusdiklat BMG, 2006 Soepangkat, Pengantar Meteorologi, BPLMG, Jakarta, 1991. Urip Haryoko, S.Si, Modul Sekolah Lapang Iklim Kabupaten Banjar, Martapura, 2006 iii

MENGHITUNG EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL DENGAN MENGGUNAKAN INDEKS PANAS DI STASIUN BMG DAN SMPK KALIMANTAN SELATAN Oleh : IRMAN SONJAYA Stasiun Klimatologi Banjarbaru B A N J A R B A R U 2 0 0 7 iv