PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ix

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI

Tabel 3 Aliran energi dan massa III METODOLOGI. Variabel neraca energi. Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI INDIKATOR KEKERINGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH FERSELY GETSEMANI FELIGGI

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III DATA DAN METODOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert.

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN. α =...(1) dimana, α : albedo R s : Radiasi gelombang pendek yang dipantulkan R s : Radiasi gelombang pendek yang datang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

PENDAHULUAN Latar Belakang

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUGA SUHU PERMUKAAN DAN UDARA DI LAHAN GAMBUT DAN MINERAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE NERACA ENERGI

Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014

PERUBAHAN KARAKTERISTIK BIOFISIK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA BERBAGAI UMUR MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT HIMMATUN KHOTIMAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

ANALISIS PERUBAHAN ALBEDO, SUHU PERMUKAAN DAN SUHU UDARA SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Maret hingga Agustus. Kondisi ini didukung oleh suhu rata-rata 21 0 C 36 0 C dan

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS TEMPERATURE HEAT INDEX (THI) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus : Kabupaten Bungo - Propinsi Jambi) YUSUF KALFUADI

HUBUNGAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA DEPOK DIKI SEPTERIAN SYAH

POLA SUHU PERMUKAAN DAN UDARA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Klimatologi. 1. Energi Pancaran 2. Karakteristik 3. Penerimaan Energi Pancaran 4. Neraca Energi. Meteorology for better life

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Titik Panas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah mahasiswa baru UGM tahun Diploma Ekstensi Strata 1 Strata 2 Strata 3. Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PERHITUNGAN NILAI EVAPOTRANSPIRASI BERBASIS METODE KESETIMBANGAN ENERGI DI DAS TANGGUL KABUPATEN JEMBER

HASIL DAN PEMBAHASAN

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN INDEKS LUAS DAUN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT MULTI SPEKTRAL

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat yang menyebabkan kabut asap yang menyebar tidak hanya di Pulau Sumatera tetapi juga negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Data historis antara tahun 2001 sampai 2012 mengatakan bahwa Pulau Sumatera mengalami rata-rata sekitar 20.000 peringatan titik api setiap tahunnya (dengan tingkat keyakinan deteksi lebih dari 30 persen). Peringatan titik api biasanya muncul cukup banyak di sekitar bulan Juni hingga September setiap tahunnya. 60 persen titik api yang diobservasi setiap tahunnya muncul pada periode waktu 4 bulan tersebut (Sizer, et al. 2013). Titik panas (hotspot) pada awalnya diidentikkan dengan titik api, namun dalam kenyataannya tidak semua hotspot mengindikasikan adanya titik api. Hotspot adalah sebuah titik yang diindikasikan sebagai lokasi kebakaran hutan dan lahan. Parameter ini sudah digunakan secara meluas di berbagai negara untuk memantau kebakaran hutan dan lahan dari satelit. Cara deteksi terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah dengan pengamatan hotspot (Anderson, et.al. 1999). Sebuah hotspot dapat mencerminkan sebuah areal yang mungkin terbakar sebagian atau seluruhnya karena itu tidak menunjukkan secara pasti seberapa besar areal yang terbakar. Jumlah hotspot dapat sangat bervariasi dari suatu pengukuran selanjutnya tergantung dari waktu pengukuran pada hari itu (aktivitas api berkurang pada malam hari dan paling tinggi pada sore hari), cuaca (sensor yang digunakan tidak dapat menembus awan dan asap) dan organisasi apa yang memberikan data tersebut (tidak terdapat standar ambang batas temperatur atau suhu untuk mengidentifikasikan titik panas) (Fire Fight South East Asia, 2002). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. mengetahi hubungan antara nilai suhu permukaan, bowen ratio, dan evaporative fraction dengan hotspot sebagai indikator kebakaran lahan; dan 2. menyusun formulasi hubungan suhu permukaan, bowen ratio, evaporative fraction sehingga dapat digunakan sebagai indikator kebakaran lahan. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2013 di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

2 2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer beserta perangkat lunak pembantu. Perangkat lunak yang digunakan ada 2, yaitu perangkat lunak pengolah citra satelit Landsat 8 dan perangkat lunak pengolah data statistik. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Landsat 8 path/row 126/61, peta administrasi Provinsi Jambi, dan data hotspot MODIS 2013. Tanggal akusisi data citra Landsat 8 adalah 18 Juni 2013. Prosedur Analisis Data Gambar 1 Diagram alir penelitian. Pengolahan Awal Data Citra Pengolahan awal data citra meliputi koreksi geometrik, pengambilan wilayah kajian, dan klasifikasi penutupan lahan. Koreksi geometrik merupakan proses memposisikan citra sehingga cocok dengan koordinat peta dunia yang sesungguhnya (Supriatna dan Sukartono, 2002). Pengambilan wilayah kajian dilakukan untuk membatasi dan memfokuskan wilayah penelitian. Klasifikasi penutupan wilayah dilakukan untuk mengelompokkan wilayah berdasarkan tutupannya yang dilakukan dengan metode klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification). Kanal Landsat 8 yang digunakan untuk klasifikasi lahan adalah kanal 653.

3 Pendugaan Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan suhu bagian terluar dari suatu obyek. Suhu permukaan untuk suatu tanah terbuka adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah sedangkan untuk vegetasi dapat dipandang suhu permukaan kanopi tumbuhan dan pada tubuh air merupakan suhu dari permukaan air tersebut. Suhu permukaan akan meningkat saat permukaan suatu benda menyerap radiasi, namun penyerapan radiasi belum tentu sama. Hal ini tergantung pada sifat fisik obyek pada permukaan tersebut. Sifat fisis obyek tersebut diantaranya : emisivitas, konduktivitas termal dan kapasitas panas jenis (Bakry 2011). Ada beberapa cara untuk melakukan pengukuran suhu permukaan, salah satunya adalah dengan metode penginderaan jauh menggunakan data citra satelit. Pengukuran dengan citra satelit membutuhkan persamaan. Persamaan suhu permukaan didapat dari turunan nilai suhu kecerahan (Brightness Temperature/TB) menggunakan persamaan Artis &Carnahan (1982), yaitu:... (1) Ts adalah suhu permukaan (untuk penelitian ini o C) dan T B adalah suhu kecerahan ( o C); λ adalah panjang gelombang radiasi emisi (11.5 μm); = 1.438 x 10-2 mk; dan nilai ε nilai emisivitas benda. Menghitung Radiasi Netto Nilai radiasi netto di suatu wilayah dapat diduga menggunakan citra Landsat 8 kanal 432. Nilai radiasi netto didapat dari penghitungan nilai radiasi gelombang pendek dan radiasi gelombang panjang. Nilai radiasi gelombang pendek netto merupakan selisih dari radiasi gelombang pendek yang datang ke permukaan bumi (Rs In) dengan radiasi gelombang pendek yang dikeluarkan oleh permukaan bumi (Rs Out). Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan Rs Out adalah:... (2) Rs Out merupakan nilai radiasi gelombang pendek keluar yang dikonversi dari Wm -2 sr -1 μm -1, yaitu besar laju perpindahan energi (Watt) yang terekam oleh sensor per luas permukaan (m -2 ), untuk satu steredian (sudut tiga dimensi dari sebuah titik di permukaan bumi ke sensor satelit) per unit panjang gelombang dalim satu kali pengukuran menjadi satuan energi radiasi (Wm -2 ) yang tidak tergantung sifat lengkung bumi (Aryani 2013). Sedangkan nilai Rs In didapat dari hasil perbandingan nilai Rs Out (Wm -2 ) dengan nilai albedo, (3). Sehingga persamaan untuk mendapatkan nilai radiasi gelombang pendek netto adalah: Rs Netto = Rs In Rs Out... (4)

4 4 Perhitungan nilai radiasi netto (RN) selain memerlukan nilai radiasi gelombang pendek netto, juga memerlukan nilai radiasi gelombang panjang netto. Nilai radiasi gelombang panjang netto menggunakan nilai radiasi gelombang panjang yang keluar (RL out). Nilai RL out diturunkan dari persamaan Stefan- Boltzman dan Ts = suhu permukaan....( ) Sehingga nilai radiasi netto (RN) dapat diperoleh dengan persamaan: RN = Rs Netto RL out...(6) Menghitung Neraca Energi Neraca energi di dekat permukaan adalah penentu utama dari pembentukan cuaca/iklim. Neraca energi merupakan kesetimbangan antara masukan energi dari matahari dengan kehilangan energi oleh permukaan setelah melalui proses-proses yang kompleks (Risdiyanto dan Rini 1999). Neraca energi penting dipelajari karena dapat digunakan sebagai penciri kondisi iklim lokal suatu lokasi yang memberikan informasi nilai masing-masing komponen radiasi yang terkonversi menjadi fluks pemanasan laten, fluks pemanasan udara dan fluks pemanasan tanah (Syukri 2004). Persamaan :...( ) Fluks bahang tanah (G) adalah sejumlah energi radiasi surya yang sampai pada permukaan tanah dan digunakan untuk berbagai proses fisik dan biologi tanah. Persamaan untuk menentukan G adalah: G = Rn * Proporsi...(8) Tabel 1 Proporsi penutupan lahan Penutupan Proporsi Lahan Tambak 0.07 Sawah 0.08 Vegetasi Industri 0.11 Sumber: Khomaruddin (2005) Fluks bahang terasa merupakan energi yang terkonversi dari radiasi netto untuk pemanasan atmosfer sekitarnya (Monteith & Unsoworth, 1990). Persamaannya:...( ) dimana adalah bowen ratio, Rn adalah radiasi netto (Wm -2 ), dan G adalah fluks bahang tanah (Wm -2 ).

5 Tabel 2 Nilai Bowen ratio yang digunakan Penutupan Lahan Bowen Ratio (β) Pemukiman* 4.0 Perkebunan* 0.50 Air* 0.11 Sumber: * Khomaruddin (2005) Fluks panas laten ( adalah limpahan energi yang digunakan untuk menguapkan air ke atmosfer. Menurut Monteith dan Unsworth (1990), fluks panas laten adalah jumlah energi yang diperlukan untuk mengubah satu unit massa airmenjadi uap pada suhu yang sama (Fajri 2011). Persamaannya:... ( ) Estimasi Evaporative Fraction (EF) Evapotranspirasi (ET) merupakan salah satu proses utama pertukaran energi dan air antara hidrosfer, atmosfer, dan biosfer (Wang et al. 2006). Berbagai metode telah digunakan untuk menghitung ET salah satunya adalah dengan satelit penginderaan jauh dengan cara mengestimasikan evaporative fraction (EF) yang merupakan rasio dari ET terhadap jumlah energi tersedia (Shuttleworth et al. 1989, dalam Wang et al. 2006). EF digunakan oleh Niewmeyer dan Vogt (1999) untuk memantau kekeringan daerah Sicilia. Pada konsep ini nilai EF semakin rendah, potensi kekeringan akan lebih tinggi. Persamaan untuk menetukan EF sebagai berikut.... ( ) EF merupakan evaporative fraction; λe merupakan fluks bahang laten (Wm -2 ); Rn merupakan radiasi netto (Wm -2 ); dan G merupakan fluks bahang tanah (Wm -2 ). Nilai EF berkisar antara 0-1 dan semakin besar EF daerah tersebut semakin berpotensi basah dan semakin kecil nilai EF daerah tersebut berpotensi semakin kering (Khomaruddin et al. 2005). Estimasi Bowen Ratio (β) Rasio antara fluks bahang terasa dengan fluks bahang laten merupakan pengukuran dari bagaimana energi tersedia terbagi-bagi pada pertemuan atmosfer dengan permukaan air dan diketahui sebagai Bowen ratio (Quintanar 2007). Sama seperti EF, β juga merupakan parameter yang dapat mengidentifikasi potensi kekeringan. Perbedaan dengan EF adalah bila nilai β semakin besar, maka potensi kekeringan semakin tinggi (Khomaruddin et al. 2005). Rumusan untuk menghitung β adalah sebagai berikut:... ( )

6 6 Simbol β merupakan Bowen Ratio; H merupakan fluks bahang terasa (Wm -2 ); dan λe merupakan fluks bahang laten (Wm -2 ). Pengelompokkan Hotspot Data hotspot yang diturunkan dari citra MODIS dikelompokkan dengan batas 5 km dari titik panas. Batas 5 km dipilih karena memberi hasil yang lebih baik dibanding 2 jarak lain yang diuji, yaitu 3 km dan 10 km. Pengujian Pengaruh Parameter terhadap Hotspot Kelompok data hotspot yang didapat ditimpakkan di atas data hasil dugaan suhu permukaan, estimasi evaporative fraction (EF), dan Bowen ratio (β) untuk mengetahui pengaruh parameter-parameter terhadap jumlah hotspot. Setelah mengetahui tren pengaruh parameter-parameter pengaruh terhadap jumlah hotspot, uji hubungan antara semua parameter terhadap jumlah hotspot. Pengujian menggunakan uji-t dan uji-f. Uji-t Uji-t digunakan untuk menunjukkan pengaruh satu variabel penjelas/bebas secara individual dalam menerangkan ragam variabel terikat. Hipotesis yang digunakan: H 0 : b i =0; artinya variabel bebas tidak mempengaruhi ragam variabel terikat. H 1 : b i 0; artinya variabel bebas mempengaruhi ragam variabel terikat. Hasil hipotesis uji-t didapat dengan membandingkan t hitung dengan t tabel, bila t hitung lebih besar dibanding t tabel, maka tolak H 0. Uji-F atau ANOVA Uji-F digunakan untuk menunjukkan pengaruh semua varibel bebas yang digunakan bersama terhadap variabel terikat. Hipotesis yang digunakan: H 0 : b 1 =b 2 =b 3 =0; artinya variabel bebas bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat. H 1 : b 1 b 2 b 3 0; artinya variabel bebas merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat. Hasil hipotesis uji-f didapat dengan membandingkan F hitung dengan F tabel, bila F hitung lebih besar dibanding F tabel, maka tolak H 0. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analysis tools dari Ms. Excel. Data Data Analysis Regression Gambar 2 Alur menu untuk uji hubugan.