UJI KUALITAS MIKROBIOLOGI JENANG DITINJAU BERDASARKAN ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) KOLONI KAPANG UNTUK PENENTUAN DAYA TAHAN SIMPAN Microbiological Quality Test of Jenang Cake Based On The Bacterial Total Plate Count For Storage Time Determination Novy Kurnia Rikardo 1), Utami Sri Hastuti 2), Putri M. Al Asna 3), Laily M. K Mastika 4), Indriana Rahmawati 5), Syifa Sundari 6) 1-6) Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang (UM) Jalan Semarang, 5 Malang 65145, HP. 089 675 181 525; email: novy.kurnia.r@gmail.com Abstrak Jenang merupakan satu di antara banyak makanan khas Indonesia yang digemari oleh masyarakat. Masyarakat di Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Trenggalek biasanya menyajikan jenang ketika acara pernikahan. Bahan untuk membuat jenang ialah: tepung ketan, tepung beras, santan kelapa, dan gula merah. Bahan-bahan tersebut mengandung nutrisi yang diperlukan oleh kapang. Masyarakat konsumen umumnya tidak mengetahui batas waktu simpan jenang. Tujuan dari penelitian ini ialah menentukan batas waktu simpan jenang pada suhu ruang berdasarkan Angka Lempeng Total (ALT) koloni kapang. Metode penelitian ialah metode eksperimen. Sampel jenang diambil sebanyak 10 g untuk dihaluskan, lalu dilarutkan dalam 90 ml larutan air pepton 0,1%, sehingga diperoleh tingkat pengenceran 10-1. Selanjutnya larutan diencerkan secara bertahap, sehingga diperoleh tingkat pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, dan 10-6. Kemudian dilakukan inokulasi masing-masing larutan sampel tersebut sebanyak 0,1 ml pada medium Potato Dextrose Agar (PDA), lalu diinkubasikan pada suhu 25 o 27 o C selama 3 x 24 jam. Perlakuan dilakukan dalam 4 ulangan. Selanjutnya dilakukan penentuan ALT koloni kapang. Pengambilan sampel untuk diperiksa dilakukan pada hari ke 0, ke-iii, dan ke- VI. Hasil penghitungan ALT koloni kapang dirujukkan pada ketentuan batas maksimal cemaran kapang menurut SNI 7388:2009, yaitu 2 x 10 2 cfu/g sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: ALT koloni kapang pada hari ke-6 ialah : 4,34 x 10 2 cfu/g. Jadi, batas waktu simpan jenang maksimal selama 6 hari. Kata kunci: kualitas mikrobiologi, ALT koloni kapang, daya tahan simpan jenang Abstract Jenang Cake is one of many traditional Indonesian foods. East Java Peoples, especially in Trenggalek usually make jenang at the wedding party. Materials for making jenang are: glutinous rice flour, rice flour, coconut milk, and brown sugar. These materials contain nutrients required by the mold. The consumers generally does not know the storage time limit of jenang. The aims of this research is to determine the storage time limit of jenang at room temperature based on the mold colonies Total Plate Count (TPC). The research method is an experimental. The samples for 10 g were mashed, then dissolved in 90 ml of 0.1% peptone water, to get solution in 10-1 level. Then the solution we dilute again to get 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, and 10-6 levels. Then the sample solution inoculated on Potato Dextrose Agar (PDA) medium for 0,1 ml each, and incubated at 25 o - 27 o C for 3 x 24 hours. Furthermore, the mold colonies TPC were count. The Samples is examined on 0 day, 3 days, and 6 days. The TPC of mold colonies were referred to the maximum limit of mold contamination according to SNI 7388: 2009, i.e. 2 x 10 2 cfu/g 348
sample. The research results showed that: the mold colonies on 6 day is: 4.34 x 10 2 cfu/g. The maximum storage time limit of jenang based on this research is 6 days. Key words: microbiological quality, mold colonies TPC, storage time of jenang PENDAHULUAN Negara Indonesia memiliki berbagai macam makanan khas. Jenang merupakan satu di antara banyak makanan khas Indonesia yang digemari oleh masyarakat. Masyarakat di Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Trenggalek biasanya menyajikan jenang ketika acara pernikahan. Bahan untuk membuat jenang ialah: tepung ketan, tepung beras, santan kelapa, dan gula merah. Bahan-bahan tersebut mengandung nutrisi yang diperlukan oleh kapang. Beras banyak mengandung karbohidrat yang mudah dicerna, sedikit protein, lemak, serat, dan sodium (Ji, Y., dkk, 2007). Di beberapa kasus, tergantung tingkat kontaminasi dan tipe kapang dapat menyebabkan kenaikan masalah kesehatan. Kapang kontaminan udara misalnya Penicillium, Aspergillus, Cladosporium, dan Stachybotrys, semuanya memiliki kapasitas spora di udara (Cowan, 2012), sehingga berpotensi tumbuh pada bahan makanan yang tidak ditutup rapat. Bahan makanan contohnya beras, ketan, dan jagung, mudah kontaminasi oleh spora kapang, karena umumnya saat dijual di pasar dalam keadaan terbuka. Kapang yang hidup pada beras misalnya Aspergillus spp dan Penicillium spp. berpotensi memproduksi mikotoksin (Aydin, dkk, 2011). Bahan makanan yang terkontaminasi oleh spora kapang dan tidak kontaminasi, sulit terlihat bedanya karena ukuran spora sangat kecil. Jika bahan makanan tersebut tidak diolah dengan cara yang benar, maka makanan tidak akan tahan lama karena sejak dari bahan baku sudah terdapat mikroba di dalamnya. Jenang sebagai makanan yang sudah siap konsumsi perlu dilihat daya tahan simpannya. Masyarakat konsumen umumnya tidak mengetahui batas waktu simpan jenang. Jenang akan rusak oleh kapang jika disimpan terlalu lama, sehingga tidak dapat dikonsumsi. Angka Lempeng Total koloni kapang yang ditetapkan DIRJEN POM menjadi dasar penentuan kualitas mikrobiologi makanan (Hastuti, 2015). Tujuan dari penelitian ini ialah menentukan batas waktu simpan jenang pada suhu ruang berdasarkan Angka Lempeng Total (ALT) koloni kapang. METODE PENELITIAN Metode penelitian ialah metode eksperimen. Sampel jenang diambil sebanyak 10 g untuk dihaluskan, lalu dilarutkan dalam 90 ml larutan air pepton 0,1%, sehingga diperoleh tingkat pengenceran 10-1. Selanjutnya larutan diencerkan secara bertahap, sehingga diperoleh tingkat pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, dan 10-6. Kemudian dilakukan inokulasi masing-masing larutan sampel tersebut sebanyak 0,1 ml pada medium Potato Dextrose Agar (PDA), lalu diinkubasikan pada suhu 25 o 27 o C selama 3 x 24 jam (Gambar 1). Lalu dilakukan pengamatan dan penghitungan jumlah koloni kapang yang tumbuh pada medium. Perlakuan dilakukan dalam 4 ulangan. Selanjutnya dilakukan penentuan ALT koloni kapang. Pengambilan sampel untuk diperiksa dilakukan pada hari ke 0, ke-iii, dan ke- VI. Hasil penghitungan ALT koloni kapang dirujukkan pada ketentuan batas maksimal cemaran kapang menurut SNI 7388:2009, yaitu 2 x 10 2 cfu/g sampel. 349
Gambar 1 : Teknik Pengenceran dan Inokulasi Sampel pada Medium Potato Dextrose Agar (PDA) (Hastuti, 2015) Rumus penghitungan ALT koloni kapang: Medium Lempeng PDA (Hastuti, 2015) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan koloni kapang pada hari ke-0 dan hari ke-3 menunjukkan pada semua tingkat pengenceran menghasilkan angka kurang dari 25 koloni. Berikut data hasil pengamatan koloni kapang (Tabel 1). Tabel 1 ALT Koloni Kapang pada Jenang Berdasarkan Lama Waktu Penyimpanan Lama Waktu Penyimpanan ALT koloni Kapang (cfu/g) 0 x 24 jam 2,6 x 10 3 x 24 jam 7,8 x 10 6 x 24 jam 4,34 x 10 Hasil penelitian menunjukkan ALT koloni kapang pada hari ke-6 ialah : 4,34 x 10 2 cfu/g. Menurut ketentuan SNI 7388 : 2009, batas cemaran kapang maksimal ialah 2 x 10 2 cfu/g. Jadi, batas waktu simpan jenang maksimal selama 6 x 24 jam. 350
(a) (b) (c) Gambar 2: (a-c) Foto koloni kapang pada medium Potato Dextrose Agar (PDA) hari ke-0 (b) (b) (c) Gambar 3: (a-c) Foto koloni kapang pada medium Potato Dextrose Agar (PDA) hari ke-6 Dalam jenang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang diperlukan oleh mikroba. Karbohidrat pokok yang terkandung pada santan sebagai salah satu bahan pembuatan jenang ialah gula sukrosa dan beberapa pati (Seow & Gwe, 1997). Mikroba, khususnya kapang akan tumbuh dengan baik jika faktor di lingkungannya mendukung. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontaminasi bahan makanan oleh kapang di antaranya tingkat sanitasi meliputi pemilihan bahan dasar, penyimpanan, pengolahan, pengangkutan, dan penyajian makanan (MENKES, 2011). Kualitas bahan baku menjadi penentu makanan konsumsi. Bahan baku yang baik dan tidak ditumbuhi mikroba, dapat diprediksi daya tahan simpannya akan lebih lama jika dibandingkan dengan makanan dengan bahan baku yang kurang baik. Kapang pada tepung ketan yang dijual di pasar bervariasi, contohnya: Aspergillus, Penicillium, dan Rhizopus (Glinsukon, dkk, 1976). Curvularia affinis ditemukan pada beras (Navi, dkk, 1999). Santan yang digunakan juga dapat mempengaruhi daya simpan jenang. Menurut hasil penelitian Kajs, dkk (1976) jumlah kapang pada santan mempengaruhi daya tahan simpannya. Makanan yang disimpan terlalu lama dan telah terkontaminasi kapang akan berubah warna, bentuk dan teksturnya. Hal tersebut disebabkan oleh aktifitas kapang yang terus tumbuh. Jalinan hifa yang terkumpul menyusun tubuh atau koloni kapang yang disebut miselium (Talaro & Talaro, A., 2002). Semakin lama waktu inkubasi, semakin meningkat jumlah koloni kapang karena didukung oleh faktor nutrisi yang cukup dari makanan. Kapang yang mencemari makanan dapat mengganggu kesehatan manusia, karena beberapa spesies kapang ada yang mampu menghasilkan menghasilkan mycotoxin. 351
Tumbuhnya kapang pada makanan simpan dapat dihambat dengan dengan berbagai cara, misalnya mengurangi tingkat kelembaban ruang hingga di bawah 70% (Ahmad, 2009). Kelembaban yang terlalu rendah membuat kapang kesulitan melakukan metabolisme, sehingga pembelahan selnya menjadi terganggu dan berakibat pada sedikitnya koloni kapang yang tumbuh. Kesehatan, pertumbuhan, dan kecerdasan masyarakat juga dipengaruhi oleh keamanan pangan. Penerapan cara produksi yang baik (good manufacture practices) menghasilkan produk pangan yang sehat dan aman (Djaafar & Rahayu, 2007). Produksi makanan yang baik misalnya dengan menjaga ruang produksi tetap dalam keadaan bersih, pengecekan bahan baku sebelum digunakan, memilih bahan baku yang masih dalam keadaan baik, alat yang digunakan dalam keadaan baik dan bersih, serta distribusi hasil poduk hingga dijual sampai kepada konsumen juga dijadikan perhatian. Pengemasan produk yang baik dari jenang membuat daya simpannya lebih lama jika dibandingkan dengan pengemasan yang kurang baik. Pengemasan yang tidak rapat menyebabkan mikroba yang berada di udara, seperti kapang dengan mudah menempel pada makanan tersebut. Kebersihan para pekerja dalam pembuatan produk makanan seperti jenang juga perlu diperhatikan. Jamur, termasuk kapang dapat menempel pada manusia (Hastuti, 2014). Agar tidak terjadi perpindahan kapang dari tubuh manusia ke makanan maupun bahan makanan, maka kebersihan para pekerja perlu dijaga, misalkan dengan mencuci tangan dengan sabun atau anti septik sebelum mengolah bahan makanan. Pengolahan juga menjadi penentu tingkat keawetan makanan. Jenang yang biasa dibuat oleh produsen biasanya tidak ditambah zat pengawet. Sebagian besar produsen jenang di Kabupaten Trenggalek melakukan proses pembuatan jenang secara tradisional dengan menggunakan alat wajan, pengaduk kayu, dan pemanasan dengan kayu bakar. Pemanasan yang cukup lama dapat mematikan mikroba. Pengontrolan temperatur perlu dilakukan ketika proses pembuatan bahan makanan (Ji, Y., dkk, 2007). Temperatur yang tinggi menyebabkan kapang dari udara mati terlebih dahulu sebelum menempel pada bahan yang sedang dioleh menjadi jenang, karena terkena uap panas dan bahan makanan yang sedang diolah tersebut. Penggunaan temperatur tinggi dengan waktu yang cukup lama membuat makanan lebih aman dikonsumsi daripada penggunaan temperatur yang lebih rendah (Black, 2012). Aspek yang dapat dideteksi dengan panca indra untuk jenang yang masih layak konsumsi di antaranya: tekstur kenyal, lengket ketika dipotong, berwarna coklat pekat, beraroma harum, dan berasa enak atau tidak tengik, sedangkan yang sudah tidak layak mempunyai tekstur keras, tidak lengket ketika dipotong, berwarna coklat muda agak putih karena telah terkontaminasi oleh spora kapang, dan beraroma tengik. Santan kelapa mengandung 20% sampai 35% lemak (Tansakul & Chaisawang, 2006), aktifitas mikroba yang bekerja terhadap lemak menghasilkan senyawa metabolit yang menyebabkan bau tengik tersebut. Gambar jenang yang masih layak dan yang sudah tidak layak konsumsi dapat dilihat pada Gambar 4. 352
a Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, b Gambar 4: Jenang: a. layak konsumsi; b) tidak layak konsumsi Keterangan: tekstur jenang yang masih layak dikonsumsi masih lunak dan berwarna coklat, sedang tekstur jenang yang tidak layak dikonsumsi sudah menjadi keras dan berwarna coklat muda, berserbuk karena telah terkontaminasi oleh kapang. Oleh karena itu, sebaiknya pembelian makanan secukupnya. Jenang yang baru dibeli segera dikonsumsi, jika tidak habis dalam satu hari sebaiknya disimpan dalam almari pendingin. Konsumen juga diperlukan pengecekan terhadap makanan yang hendek dibeli untuk mengetahui tingkat kelayakannya. PENUTUP Kesimpulan Waktu simpan jenang pada suhu ruang berdasarkan Angka Lempeng Total (ALT) koloni kapang maksimal selama 6 x 24 jam. Tingkat sanitasi mempengaruhi kontaminasi bahan makanan oleh kapang. Saran Para peneliti yang berminat melakukan penelitan sejenis disarankan melakukan penelitian terhadap makanan sejenis jenang yang disimpan di suhu ruang (±26 o -27 o C) dan suhu rendah (10 o C) dengan jedah waktu perlakuan yang lebih pendek, agar dapat ditentukan daya simpan jenang di kedua macam temperatur tersebut dengan lebih teliti. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, R. Z. 2009. Cemaran Kapang pada Pakan dan Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian, 28 (1): 15-22. Aydin, A., Aksu, H., & Gunsen, U. 2011. Mycotoxin levels and incidence of mould in Turkish rice. Environ Monit Assess, 178: 271-280. Black, J. G. Microbiology Principles and Explorations Eighth Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc. Cowan, M. K. 2012. Microbiology a Systems Approach Third Edition. New York: McGraw-Hill. Djafaar, T. F. & Rahayu, S. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian, 26 (2): 67-75. Hastuti, U. S. 2014. Penuntun Praktikum Mikologi. Malang: UMM Press. Hastuti, U. S. 2015. Penuntun Praktikum Mikrobiologi untuk Program S-2 Biologi. Malang: UMM Press. Glinsukon, T., Thamavit, & Ruchirawat, M. 1976. Studies on The Population of Taxigenic Fungi in Market Foods and Foodstuffs. J. Sci. Soc. Thailand, 2 (1976): 176-184. 353
Ji, Y., Zhu, K., Qian, & H., Zhou. 2007. Microbiological characteristics of cake prepared from rice flour and sticky rice flour. Science Direct Food Control, 18 : 1507-1511. Kajs, T.M., Hagenmaier, R., Vanderzant, C., & Mattil, K.F. 1976. Microbiological Evaluation of Coconut and Coconut Products. Journal of Food Science. 41: 352-356. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011. Higiene Sanitasi Jasaboga. 2011. Navi, S. S., Bandyopadhayay, R., Hall, A.J., and Bramel-Cox, P.J. 1999. A pictorial guide for the identification of mold fungi on sorghum grain. Information Bulletin no 59. India: International Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics. ISBN 92-9066-416-9. Seow, C. C. & Gwee, C. N. 1997. Coconut milk: chemistry and technology. International Journal of Food Science and Technology, 32 : 189-201. SNI 7388 : 2009. 2009. Batas Maksimal Cemaran Kapang. Tansakul, A. & Chaisawang, P. 2006. Thermophysical properties of coconut milk. Journal of Food Enginering, 73 (2006): 276-280. Talaro, K. P. & Talaro, A. 2002. Fundations in Microbiology. New York: The McGraw- Hill Companies. 354