PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

PRODUKSI TELUR PERSILANGAN ITIK MOJOSARI DAN ALABIO SEBAGAI BIBIT NIAGA UNGGULAN ITIK PETELUR

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

INTERAKSI ANTARA BANGSA ITIK DAN KUALITAS RANSUM PADA PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR ITIK LOKAL

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

PEMANTAPAN SISTIM PEMBIBITAN ITIK UNGGUL DI SENTRA PRODUKSI

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI : PERIODE AWAL BERTELUR

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

L. HARDI PRASETYO : Siralegi dan Peluang Pengembangan Pembibitan Ternak ilik usahanya dengan orientasi skala komersial. HARDJOSWORO et al. (2002) meny

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

Heterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

KARAKTERISTIK POLA PEMBIBITAN ITIK PETELUR DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

ANALISIS USAHA PERBAIKAN PAKAN UNTUK PRODUKSI TELUR ITIK RATU (MOJOSARI ALABIO) BERBASIS BAHAN PAKAN LOKAL

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK TEGAL DAN MOJOSARI : I. AWAL PERTUMBUHAN DAN AWAL BERTELUR

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN X KAMPUNG BETINA HASIL SELEKSI GENERASI KEDUA (G2)

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak yang Iebih besar. Selain itu jumlah bagian dagingnya lebih banyak d

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 ABSTRAK

KERAGAAN PRODUKSI TELUR PADA SENTRA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS UNGGULAN (SPAKU) ITIK ALABIO DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA, KALIMANTAN SELATAN

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

SELEKSI AWAL BIBIT INDUK ITIK LOKAL

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Ukuran Populasi Efektif, Ukuran Populasi Aktual dan Laju Inbreeding Per Generasi Itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam ABSTRACT

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas Terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari x Alabio (MA): 2. Masa Bertelur Fase Kedua Umur Minggu

UJI MULTILOKASI BIBIT NIAGA ITIK PETELUR

KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA

PERAN ITIK SEBAGAI PENGHASIL TELUR DAN DAGING NASIONAL

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

Gambar 1. Itik Alabio

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

Model Regresi Pertumbuhan Dua Generasi Populasi Terseleksi Itik Alabio

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

PRODUKTIVITAS ITIK TEGAL DI DAERAH SENTRA PENGEMBANGAN PADA PEMELIHARAAN INTENSIF

PENGARUH BANGSA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI TERHADAP PERFORMAN REPRODUKSI (REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ALABIO AND MOJOSARI DUCKS) ABSTRACT ABSTAAK

PERBAIKAN SISTEM PEMELIHARAAN DAN MUTU PAKANUNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI TELUR TERNAK ITIK LOKAL DI KABUPATEN MERAUKE, PAPUA

KINERJA PEMBESARAN ITIK MA SIAP TELUR DI PEDESAAN

SKRIPSI OLEH : RINALDI

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

ABSTRAK. Kata kunci: Morfologi, korelasi, performans reproduksi, itik Tegal, seleksi ABSTRACT

Kemampuan Peternak dalam Memahami Sifat Kualitatif Itik Kerinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS FINANSIAL KELAYAKAN USAHA PENETASAN TELUR ITIK DI KABUPATEN BLITAR

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

KELENTURAN FENOTIPIK SIFAT-SIFAT REPRODUKSI ITIK MOJOSARI, TEGAL, DAN PERSILANGAN TEGAL-MOJOSARI SEBAGAI RESPON TERHADAP AFLATOKSIN DALAM RANSUM

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PROFIL USAHA ITIK POTONG DI PANTURA JAWA BARAT DAN JAWA TENGAH

INOVASI TEKNOLOGI APLIKATIF MENDUKUNG USAHATERNAK UNGGAS BERDAYASAING

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

KARAKTERISASI MORFOLOGI ITIK ALABIO (Anas Platyrhynchos Borneo) DI WILAYAH SENTRA PENGEMBANGAN KALIMANTAN SELATAN

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (Ma): 1. Masa Bertelur Fase Pertama Umur Minggu

PERTUMBUHAN AYAM-AYAM LOKAL SAMPAI DENGAN UMUR 12 MINGGU PADA PEMELIHARAAN INTENSIF

KERAGAAN PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL DITINGKAT PETERNAK DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN PANGAN HEWANI

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR HASIL PERSILANGAN ANTARA PUYUH ASAL BENGKULU, PADANG DAN YOGYAKARTA

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Lokakarya Fungsional Non Peneiti 1997 Sistem Perkandangan 1. Dari umur sehari sampai dengan umur 2 mingggu digunakan kandang triplek + kawat ukuran 1

Transkripsi:

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN (Egg Production of MA Duck and on BPTU Pelaihari South Kalimantan) T. SUSANTI 1, A.R. SETIOKO 1, L.H. PRASETYO 1 dan SUPRIYADI 2 1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 2 BPTU Pelaihari Kalimantan Selatan ABSTRACT Balitnak have released of MA duck as crossbred of Mojosari male duck and Alabio female duck. Ma duck has heterocyst value that is high especial on its both egg production and first age egg layer. Genetic improvement on the local breeds is being conducted in order to support the development of the existing production system in the duck production region. One of the locations where MA duck will be developed and distributed is BPTU (Balai Pembibitan Ternak Unggul) Pelaihari in South Kalimantan. At developing area, MA duck must be controlled and evaluated to stand on theirs quality. Therefore, this study aims to learn of MA duck production on BPTU Pelaihari as breeding centre in South Kalimantan. 75 head of Mojosari male duck were obtained from Balitnak as a result of selection program. Then, they were mated with 400 Alabio female ducks as a result of selection program what was done on BPTU Pelaihari. The Crossbred of Mojosari male ducks and Alabio female duck was contributed to smallholder in areas near BPTU. The part of populations MA ducks were stand on BPTU as controlled populations. Measurement was collected on egg production per month for eight months. The results showed that MA ducks on BPTU Pelaihari produced highly. Theirs egg production was 74,8 ± 12, 9% for eight months production. That is higher than egg production theirs parent. This time, BPTU have contributed 753 head of MA ducks to 5 area duck farming in South Kalimantan that is Banjarbaru, Banjarmasin, Liang Anggang, Martapura and Tanah Laut. Key Words: Egg Production, MA Duck ABSTRAK Saat ini Balitnak telah menghasilkan itik petelur unggul MA (persilangan antara itik jantan Mojosari dengan itik betina Alabio). Itik MA menunjukkan tingkat heterosis yang cukup nyata terutama pada sifat produksi telur dan umur pertama bertelur. Itik MA perlu dikembangkan dan disebarkan untuk mendukung peternakan itik yang intensif dan komersial. Salah satu lokasi pengembangan dan penyebaran itik MA adalah BPTU (Balai Pembibitan Ternak Unggul) Pelaihari di Kalimantan Selatan, yang merupakan UPT Direktorat Jenderal Peternakan. Di lokasi pengembangan dan penyebarannya, itik MA harus dikontrol dan dievaluasi produktivitasnya agar kualitasnya tidak berubah. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui produksi telur dan penyebaran itik MA di wilayah BPTU Pelaihari. 75 ekor itik jantan Mojosari sebagai hasil seleksi generasi ke-2 di Balitnak telah dikirim ke BPTU Pelaihari untuk dikawinkan dengan 400 ekor itik betina Alabio yang telah diseleksi oleh BPTU. Hasil persilangan kedua kelompok itik tersebut kemudian disebarkan ke peternak-peternak di wilayah sekitar BPTU Pelaihari. Sebagian populasi itik MA tersebut dipelihara di lokasi BPTU sebagai kontrol. Pengamatan yang dilakukan adalah produksi telur per bulan selama 8 bulan, jumlah dan lokasi penyebaran itik MA di wilayah Kalimantan Selatan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa itik MA yang dipelihara di BPTU Pelaihari berproduksi cukup tinggi yaitu sebesar 74,8 ± 12,9% selama 8 bulan masa produksi. Produksi telur itik MA ini lebih tinggi daripada produksi telur kedua populasi tetuanya. Selain itu, BPTU telah berhasil menyebarkan sekitar 753 ekor itik MA ke-5 daerah di wilayah Kalimantan Selatan yaitu Banjarbaru, Banjarmasin, Liang Anggang, Martapura dan Tanah Laut. Kata Kunci: Produksi Telur, Itik MA 817

PENDAHULUAN Unggas air khususnya itik memiliki peranan penting dalam pembangunan peternakan di Indonesia. Hal ini terbukti ketika krisis moneter menimpa bangsa Indonesia beberapa waktu yang lalu, ternyata itik berperan sangat penting yaitu mampu menjadi penyelamat perekonomian masyarakat pedesaan yang ditunjukkan dari pertumbuhannya yang positif. Selanjutnya SUDRAJAT (2001) mengemukakan bahwa selama krisis moneter terjadi di Indonesia ternyata populasi itik telah meningkat sebesar 4,73% per tahun. Namun peningkatan populasi ini belum menjamin bahwa itik mampu berperan sebagai sumber pangan andalan, sumber pendapatan utama, atau menumbuhkan industri-industri yang mampu menyerap tenaga kerja dan mendatangkan devisa dalam jumlah yang signifikan (HARDJOSWORO et al., 2001). Kelemahan ini terjadi karena produktivitas itik lokal yang masih rendah dengan keragaman yang sangat tinggi. Upaya perbaikan produktivitas itik lokal Indonesia saat ini sedang dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, dan telah menghasilkan itik petelur unggul yaitu itik MA yang merupakan hasil persilangan antara itik jantan Mojosari dengan itik betina Alabio. PRASETYO dan SUSANTI (2000) melaporkan bahwa persilangan antara itik jantan Mojosari dengan itik betina Alabio menunjukkan tingkat heterosis yang cukup nyata yaitu 11,69% pada produksi telur 3 bulan. Ditinjau dari umur pertama bertelur, itik MA lebih cepat bertelur daripada kedua tetuanya dan tidak menyebabkan berkurang bobot telur pertamanya. Hal ini mengindikasikan bahwa itik MA tersebut mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai bibit niaga. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa pemanfaatan heterosis telah banyak digunakan untuk menghasilkan bibit niaga terutama pada ayam ras baik petelur maupun pedaging. Itik MA sebagai produk teknologi harus dikembangkan dan disebarkan untuk mendukung peternakan itik yang intensif dan komersial. Sementara itu di pihak lain, suatu lembaga di bawah Dirjen Peternakan yaitu BPTU (Balai Pembibitan Ternak Unggul) memiliki tupoksi untuk mengembangkan dan menyebarkan ternak unggul. BPTU yang berlokasi di Pelaihari Kalimantan Selatan tertarik untuk mengembangkan itik MA sebagai salah satu ternak unggulnya. Keinginan BPTU ini disambut baik oleh Balitnak, karena BPTU sebagai unit pembibitan dapat dijadikan sebagai media untuk transfer teknologi yang dihasilkan oleh Balitnak dalam hal ini produk itik unggul MA untuk dimanfaatkan oleh peternak-peternak itik di wilayah tersebut. Oleh karena itu, disusunlah program pemuliaan untuk mengembangkan bibit itik MA yang sesuai dengan lokasi BPTU Pelaihari. Pembentukan program pemuliaaan ini bertujuan untuk mengontrol dan mempertahankan kualitas itik MA yang cukup baik di tingkat laboratorium. Dalam makalah ini hanya membahas produksi telur itik MA yang diproduksi dalam suatu sistem pembibitan di BPTU Pelaihari. MATERI DAN METODE Sekitar 75 ekor itik jantan Mojosari sebagai hasil seleksi generasi ke-2 di Balitnak telah dikirim ke BPTU Pelaihari untuk dikawinkan dengan sekitar 400 ekor itik betina Alabio hasil seleksi yang dilakukan BPTU di lokasi tersebut. Itik-itik MA sebagai hasil persilangan kedua kelompok itik tersebut kemudian disebarkan ke peternak-peternak di wilayah sekitar BPTU Pelaihari. Namun sebagian populasi itik MA yang dihasilkan oleh BPTU Pelaihari tersebut dipelihara di kandang milik BPTU untuk diamati produksi telurnya dan digunakan sebagai kontrol terhadap kualitas itik MA yang dikembangkan dan disebarkan di wilayah tersebut. Pakan yang diberikan adalah konsentrat layer khusus Super 36 produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia. Komposisi campuran pakan untuk itik petelur adalah 62,7% dedak, 33,3% konsentrat, 2,0% dinamix-lc (multivitamin premix) dan 2,0% padi; dengan jumlah pemberikan pakan sekitar 160 gram per ekor per hari. Pengamatan yang dilakukan adalah produksi telur harian selama 8 bulan. Pengumpulan telur dilakukan setiap pagi sebelum dilakukan pemberian pakan. Telurtelur tersebut dikumpulkan dari semua kandang kemudian jumlah telur semuanya dicatat untuk 818

digunakan sebagai data produksi telur harian yang dinyatakan dalam % duck-day. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan model linear umum menurut petunjuk SAS (1987). Dalam analisis ini yang menjadi peubah bebas adalah genotipa itik yaitu itik MA, itik Alabio dan itik Mojosari, dengan ulangannya adalah individu itik pada masing-masing genotipa tersebut. Sementara itu, peubah tak bebasnya adalah produksi telur harian yang dinyatakan dalam % duck-day. Untuk melihat perbedaan produksi telur antara itik MA dengan kedua tetuanya yaitu itik Alabio dan itik Mojosari dilakukan dengan menghitung heterosis produksi telur diantara genotipa tersebut. Istilah heterosis digunakan untuk menggambarkan keunggulan keturunan kawin silang terhadap tetuanya tanpa memperhatikan penyebabnya. Oleh karena itu, heterosis hendaknya diukur relative terhadap rata-rata tetuanya (SHERIDAN, 1981). Adapun rumus untuk menghitung heterosis adalah sebagai berikut: Heterosis (%) = Rataan produksi F1 Rataan produksi bangsa tetua Rataan produksi bangsa tetua x 100 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap produksi telur itik MA selama 8 bulan di BPTU Pelaihari tersaji pada Tabel 1. Selain itu ditampilkan pula produksi telur itik Alabio dan itik Mojosari yang merupakan populasi tetua dari itik MA. Pada Tabel 1 tampak bahwa produksi telur itik MA bulan pertama (minggu 1-4) mencapai 81,28% duck-day. Hal ini berarti bahwa itik MA yang dipelihara di BPTU Pelaihari berproduksi hampir serentak sehingga umur produksinya seragam. Dewasa kelamin itik MA yang serentak ini diharapkan dapat meningkatkan total produksi telur selama setahun (NORTH, 1984). Pada Tabel 1 juga tampak bahwa rataan produksi telur itik MA tertinggi selama 8 bulan pengamatan adalah 86,15% yang dicapai pada bulan ke-2 (minggu 5-8). Cepatnya waktu mencapai produksi telur tertinggi ini berbeda dengan hasil pengamatan KETAREN et al. (2000) yang memperoleh produksi telur tertinggi pada bulan ke-6 masa produksi di kandang percobaan Balitnak. Begitu pula dengan hasil pengamatan PRASETYO et al. (2004) yang memperoleh produksi telur tertinggi pada bulan ke-4 di peternak itik Blitar Jawa Timur. Tabel 1. Produksi telur itik MA, itik Alabio dan itik Mojosari selama 8 bulan Pengamatan di BPTU Pelaihari Kalimantan Selatan Periode produksi Produksi telur (% duck-day) Itik MA Itik Alabio Itik Mojosari Minggu 1 4 81,28 ± 18,11 a 62,79 ± 24,17 b 75,36 ± 18,85 a Minggu 5 8 86,15 ± 5,79 a 79,37 ± 16,37 ab 78,93 ± l0,92 b Minggu 9 12 80,26 ± 9,33 a 67,88 ± 16,76 b 67,32 ± 14,81 b Rataan minggu 1 12 82,5 69,9 73,9 Minggu 13 16 76,03 ± 8,64 a 58,19 ± 18,52 b 63,79 ± 10,06 b Minggu 17 20 74,87 ± 5,91 a 58,58 ± 15,70 b 59,96 ± 11,31 b Minggu 21 24 70,77 ± l0,84 a 47,74 ± 20,47 b 65,04 ± 9,74 a Rataan minggu 1 24 78,2 61,9 68,4 Minggu 25 28 68,98 ± 7,17 a 43,46 ± 20,26 c 56,39 ± 11,62 b Minggu 29 32 60,11 ± 12,71 a 47,31 ± 13,95 b 55,33 ± 16,96 a Rataan minggu 1 32 74,8 57,8 65,3 Huruf supersskript yang berbeda pada baris yang sarna menunjukkan hasil statistik berbeda nyata (P<0,05) 819

Ditinjau dari konsistensi produksinya, tampak bahwa itik MA yang dipelihara di BPTU Pelaihari hanya mampu mempertahankan produksi telur di atas 80% selama 3 bulan. Konsistensi produksi ini sedikit berbeda dengan hasil pengamatan KETAREN et al. (2000) dan PRASETYO et al. (2004) yang mencapai konsistensi produksi di atas 80% selama 6 bulan. Hal ini mungkin disebabkan oleh manajemen pemeliharaan terutama pemberian pakan yang kurang terkontrol dalam jumlah maupun kualitasnya. Rataan produksi telur itik MA selama 8 bulan pengamatan menunjukkan hasil yang cukup baik yaitu 74,8%. Hasil ini sedikit lebih baik daripada hasil KETAREN dan PRASETYO (2001) yang memperoleh rataan produksi telur itik MA di kandang percobaan Balitnak sebesar 71,2% selama 10 bulan masa produksi dan 57,4% di peternak itik Cirebon. Rataan produksi telur itik MA ini juga ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan rataan produksi kedua galur tetuanya yaitu itik Alabio dan itik Mojosari. Perbandingan produksi telur ketiga kelompok itik tersebut tertera pada Tabel 1. Pada Tabel 1 tampak bahwa rataan produksi telur itik MA selama 8 bulan pengamatan lebih baik daripada itik Alabio dan itik Mojosari sebagai galur tetuanya yaitu masing-masing sebesar 74,8%; 57,8% dan 65,3%. Hasil ini relatif hampir sama dengan hasil penelitian PRASETYO dan SUSANTI (2000) yang memperoleh rataan produksi telur itik MA sebesar 74,22% selama 3 bulan pengamatan; itik Alabio 66,14% dan itik Mojosari 66,76%. Produksi telur itik MA yang lebih tinggi dari kedua populasi tetuanya berarti bahwa hasil persilangan itik jantan Mojosari dengan itik betina Alabio ini masih menunjukkan tingkat heterosis yang nyata. Perbedaan produksi telur antara itik MA dengan itik Alabio dan itik Mojosari akan terlihat lebih jelas pada Gambar 1. Berdasarkan kurva tersebut tampak bahwa produksi dan konsistensi produksi telur itik MA lebih baik daripada itik Alabio dan itik Mojosari. Hal ini berarti bahwa itik MA rnemiliki potensi besar sebagai itik unggul karena mampu berproduksi telur tinggi. Selain itu, itik MA yang tetap memperlihatkan performa produksi telur yang tinggi di lokasi pembibitan BPTU Pelaihari merupakan suatu indikasi bahwa teknologi yang dihasilkan oleh Balitnak ini dapat diaplikasikan di lapangan. Untuk melihat besarnya perbedaan produksi telur itik MA dari produksi telur tetuanya yaitu itik Alabio dan itik Mojosari dilakukan penghitungan heterosis. Nilai heterosis produksi telur itik MA dalam pengamatan ini Tabel 2 Produksi telur (% duck-day) 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 masa produksi (bulan) Alabio Mojosari MA Gambar 1. Grafik produksi telur itik MA dibandingkan dengan tetuanya yaitu itik Alabio dan itik Mojosari 820

Pada Tabel 2 tampak bahwa nilai heterosis produksi telur itik MA selalu menunjukkan angka positif pada semua periode produksi. Hal ini berarti bahwa itik MA selalu menampilkan performa produksi telur yang cukup baik selama masa produksi dibandingkan kedua galur tetuanya yaitu itik Alabio dan itik Mojosari. Rataan nilai heterosis produksi telur itik MA selama 8 bulan pengamatan adalah 22,13 %. Nilai heterosis ini jauh lebih tinggi daripada hasil pengamatan PRASETYO dan SUSANTI (2000) yang memperoleh nilai heterosis produksi telur 3 bulan pada itik MA sebesar 11,69%. Tabel 2. Nilai heterosis produksi telur itik MA selama 8 bulan pengamatan di BPTU Pelaihari Periode produksi Nilai heterosis (%) Minggu 1 4 17,67 Minggu 5 8 8,84 Minggu 9 12 18,73 Minggu 13 16 24,66 Minggu 17 20 26,32 Minggu 21 24 25,50 Minggu 25 28 38,17 Minggu 29 32 17,13 Rataan 22,13 Perbedaan nilai heterosis ini mungkin disebabkan oleh perbedaan tingkat produksi dan keragaman produksi telur pada itik Alabio dan itik Mojosari yang digunakan untuk menghasilkan itik MA. Hal ini suatu indikasi bahwa bibit niaga itik MA yang dihasilkan ini belum menjadi bibit yang mantap karena produksinya yang belum stabil. Oleh karena itu, masih diperlukan program pemuliaan terutama seleksi pada induk-induk penghasil itik MA agar terbentuk kelompok bibit induk yang stabil untuk menghasilkan itik MA yang stabil pula produksi telurnya. Penyebaran itik MA di Kalimantan Selatan Dalam rangka mengembangkan itik MA, saat ini pihak BPTU Pelaihari telah menyebarkan itik-itik MA tersebut di wilayah sekitar BPTU. Adapun daerah penyebaran dan jumlah itik yang disebarkan tercantum pada Tabel 3. Tabel 3. Penyebaran itik MA yang diproduksi BPTU Pelaihari Lokasi penyebaran Jumlah itik MA (ekor) Banjarbaru 5 Banjarmasin 145 Liang Anggang 50 Martapura 70 Tanah Laut 483 Jumlah 753 Pada Tabel 3 tampak bahwa BPTU Pelaihari sudah dapat menyebarkan itik MA kepada masyarakat di wilayah Kalimantan Selatan. Total jumlah itik MA yang sudah disebarkan di wilayah BPTU Pelaihari adalah 753 ekor dalam kurun waktu 8 bulan. Hal ini suatu indikasi bahwa itik MA sebagai produk teknologi yang dihasilkan Balitnak cukup diminati oleh peternak. Namun itik MA yang disebarkan tersebut belum dapat diamati produksi telurnya, karena masih dalam masa pertumbuhan. Penyebaran itik MA di wilayah BPTU Pelaihari tidak akan menggangu keaslian itik Alabio sebagai plasma nutfah itik lokal dari Kalimantan Selatan karena itik MA adalah itik final stock yang harus dipotong dan tidak untuk dikembangbiakkan apabila masa produksinya sudah berarkhir. Selain itu, dalam proses menghasilkan itik MA, itik Alabio hanya dimanfaatkan sebagai induk untuk dikawinkan dengan itik jantan Mojosari. Apabila itik Alabio akan digunakan untuk menghasilkan keturunan murni maka cukup menggantikan itik jantan Mojosari dengan itik jantan Alabio maka akan diperoleh itik Alabio murni. Itik MA adalah itik hasil persilangan yang memerlukan sistem pemeliharaan baku terutama dari aspek pakan yang harus dipenuhi jumlah maupun kualitasnya agar berproduksi secara optimal. Oleh karena itu, pihak BPTU perlu mengadakan bimbingan atau pelatihan mengenai sistem pemeliharan yang tepat terhadap itik MA terutama mengenai pemberian pakan baik kualitas maupun kuantitasnya. Pelatihan terutama ditujukan kepada peternak pemula yang baru belajar memelihara itik. Manfaat lain dari pelatihan 821

adalah pihak BPTU dapat memonitor produksi telur itik MA yang disebarkan tersebut. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari rangkaian penelitian ini adalah: 1. Produksi telur itik MA yang dihasilkan oleh BPTU Pelaihari cukup tinggi yaitu sebesar 74,8 % duck-day selama 8 bulan pengamatan. 2. Penyebaran itik MA sejumlah 753 ekor di wilayah BPTU Pelaihari adalah suatu indikasi bahwa itik MA sebagai produk teknologi diminati oleh peternak dengan BPTU Pelaihari sebagai media transfernya. 3. Itik MA merupakan itik final stock sehingga dalam pengembangannya tidak akan mengganggu itik Alabio murni. 4. Untuk mengembangkan dan menyebarkan itik MA sebagai produk suatu teknologi diperlukan unit-unit pembibitan seperti BPTU Pelaihari. DAFTAR PUSTAKA HARDJOSWORO, P.S., A.R. SETIOKO, P.P. KETAREN, L.H. PRASETYO, A.P. SINURAT dan Rukmiasih. 2001. Perkembangan teknologi peternakan unggas air di Indonesia. Pros. Lokakarya Unggas Air. Pengembangan agribisnis unggas air sebagai peluang usaha baru. 6 7 Agustus 2001. Kerjasama Balai Penelitian Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Yayasan Kehati, Bogor. hlm. 22 41. KETAREN, P.P., L.H. PRASETYO dan T. MURTISARI. 2000. Karakter produksi telur pada itik silang Mojosari x Alabio. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor 18-19 Oktober 1999. Puslitbang Peternakan. hlm. 286 291. KETAREN, P.P. dan L. H. PRASETYO. 2001. Produktivitas itik silang MA di Ciawi dan Cirebon. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000. Puslitbang Peternakan. hlm. 198 205. MARTOJO, H. 1990. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. PRASETYO, L.H., B. BRAHMANTIYO dan B. WIBOWO. 2003. Produksi telur persilangan itik Mojosari dan Alabio sebagai bibit niaga unggulan itik petelur. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 360 364. PRASETYO, L.H. dan T. SUSANTI. 2000. Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari: Periode awal bertelur. JITV 5(4): 210 214. SHERIDAN, A.K. 1981. Crossbreeding and Haterosis. Animal Breeding Abstrack. 49(3): 131 144. SUDRAJAT, S. 2001. Kebijakan pengembangan agribisnis unggas air di Indonesia. Pros. Lokakarya Unggas Air. Pengembangan agribisnis unggas air sebagai peluang usaha baru. 6 7 Agustus 2001. Kerjasama Balai Penelitian Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Yayasan Kehati. Bogor. hlm 15 21. DISKUSI Pertanyaan: Apakah itik MA tidak akan merusak pengembangan itik Alabio di Kalimantan Selatan? Jawaban: Penyebaran Itik MA di Kalimantan Selatan tidak akan mengganggu pengembangan itik Alabio, karena itik MA disebarkan bukan di wilayah pengembangan itik Alabio. Selain itu itik MA yang telah selesai masa produksinya seharusnya dipotong dan tidak untuk dikembangkan kembali, karena itik MA merupakan itik final stock. 822