REKOMENDASI PERTEMUAN NASIONAL JEJARING KONSELOR HOTEL GRAND CEMPAKA JAKARTA TANGGAL, NOVEMBER 2006

dokumen-dokumen yang mirip
MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang

KERANGKA ACUAN KLINIK MS DAN VCT PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. upaya perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Untuk

SUMBER DATA SISTEM. dr. Irma Khrisnapandit, Sp.KP

sebagai kegiatan utama dalam hal memberikan informasi dilaksanakan oleh semua PIK Remaja dengan cara dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Surveilans Respons dalam Program KIA Penyusun: dr. Sitti Noor Zaenab, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT YANG BERORIENTASI SASARAN SOP identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat/ sasaran terhadap kegiatan UKM.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan menggunakan

JEJARING PROGRAM NASIONAL PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bagian ini akan dipaparkan kesimpulan mengenai hasil penelitian

Pokja 2 BAB V. No EP SK Ada Belum Ket/ penyulit

Komite Advokasi Nasional & Daerah

Strategi Penanganan TB di dunia kerja

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

V. PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

PANDUAN MUTASI ATAU ROTASI TENAGA PERAWAT BAB I PENDAHULUAN

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, salah satunya HIV/AIDS. Laporan kementerian kesehatan, sejak

LOGO 25 5 Juni Ju 2009

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

MANAJEMEN KASUS HIV/AIDS. Sebagai Pelayanan Terpadu Bagi Orang dengan HIV/AIDS (Odha)

SOSIALISASI APLIKASI SISTIM INFORMASI HIV-AIDS & IMS (SIHA) HARTAWAN Pengelola Program PMS dan HIV

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2010 TENTANG

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Layanan Bimbingan dan Konseling

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 56 TAHUN 2008 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1

KUESIONER* PERSEPSI PASIEN TERHADAP PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR (HIV/AIDS, MALARIA, FILARIASIS, TUBERCULOSIS/TB, KUSTA)**

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Tenaga Kesehatan. Menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang dikutip oleh Adisasmito

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

komisi penanggulangan aids nasional

PERKESMAS 2. RUANG LINGKUP 3. URAIAN UMUM

UPAYA PEMBINAAN DAN PELAYANAN KESEHATAN USIA LANJUT. Asfriyati, SKM, MKes. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

PERAN PERAWAT HOME CARE. Disampaikan oleh Djati Santosa.

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN SEMARANG

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

Kerangka Acuan Rekrutmen/Pemilihan Sub Sub-Recipient

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG

Konseling & VCT. Dr. Alix Muljani Budi

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Membangun Networking untuk Meningkatkan Kinerja Klinik Rumah Sakit dan Puskesmas. dr. Tridjoko Hadianto DTM&H, M.Kes. CMHPE-BPK FK UGM Yogyakarta

LEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI PELAYANAN UKS KOMPREHENSIF SAYANG ANAK DAN REMAJA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/MENKES/PER/V/2007 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK OKUPASI TERAPIS

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

PROPINSI SUMATERA BARAT KEPUTUSAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR: 119/ 674 /2016 T E N T A N G

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

Ig. Dodiet Aditya Setyawan, SKM, MPH.

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

AKREDITASI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

Laporan Kegiatan Workshop : Advokasi dan Berjejaring sebagai Bagian penting dalam Pengembangan Program Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Dept. Patologi Klinik & Kedokteran Laboratorium

ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

AKREDITASI PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

139 Dwi Lestari Yuniawati, 2013 Manajemen Sekolah Berbasis Program Akselerasi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI KAB. OGAN ILIR, SUMATERA SELATAN. Asmaripa Ainy. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 57 / HUK / 2010 TENTANG PENDIRIAN TAMAN ANAK SEJAHTERA

1. ADOLESCENT HEALTH SERVICES 2. ADOLESCENT PSYCHOLOGY

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa mengabaikan mutu pelayanan perorangan (Depkes RI, 2009).

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG

KRITERIA EP DOKUME KETERAGA Kerangka acuan untuk memperoleh umpan balik (respon) pelaksanaan program kegiatan UKM Dokumen hasil

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Rumah sakit sebagai institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambah Lembaran Negara Nomor 3445 );

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

A. KOMITE MEDIK Susunan Komite Medik terdiri diri dari : a. Ketua, b. Wakil Ketua, c. Sekretaris d. Anggota

BAB I PENDAHULUAN. profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI),

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

Transkripsi:

REKOMENDASI PERTEMUAN NASIONAL JEJARING KONSELOR HOTEL GRAND CEMPAKA JAKARTA TANGGAL, 14 17 NOVEMBER 2006 Pertemuan nasional jejaring konselor HIV/AIDS yang diselenggarakan di Jakarta mulai tanggal 14 hingga 17 November 2006, diikuti oleh 195 peserta dari 33 propinsi yang memiliki latar belakang sebagai konselor profesional dan konselor senior. Inisiatif penyelenggaraan pertemuan ini didasari oleh pemikiran tentang perlunya penguatan jejaring konselor HIV/AIDS baik di tingkat nasional maupun wilayah guna meningkatkan kerjasama yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan kualitas dan kuantitas penanggulangan pencegahan HIV/AIDS di masyarakat dapat lebih ditingkatkan. Ulasan mengenai prinsip-prinsip dasar dalam pelaksanaan VCT disampaikan oleh beberapa pejabat dari lingkungan Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan dan Pelayanan Medik serta Direktorat lain di Departemen Kesehatan yang terkait. Di awal pertemuan, yang kemudian dilanjutkan dengan paparan pengalaman aktivitas jejaring konselor dari beberapa wilayah. Aktivitas utama pertemuan adalah penyelenggaraan diskusi kelompok untuk empat (4) topik, yaitu: 1). Jejaring konselor, 2). Kurikulum dan modul pelatihan, 3). Sistem layanan berbasis kelompok sasaran dan 4). Monitoring dan evaluasi. Berbagai kendala dan tantangan yang terkait dengan topik-topik di atas telah terdokumentasi, demikian pula berbagai alternatif jalan keluar atas permasalahan tersebut serta rencana pengembangan programnya. 1. Rekomendasi Jejaring Konselor 1.1. Dirasakan perlu diperkuat jejaring yang bersifat internal kelembagaan, yang mencakup konselor, instalasi-instalasi terkait, maupun tenaga kesehatan lainnya. Dengan demikian penolakan keterlibatan dalam penanganan kasus HIV/AIDS yang mungkin masih ada pada lembaga tersebut dapat diminimalisasi. Selain itu juga dapat meningkatkan kualitas layanan, karena bersifat lebih komprehensif. 1.2. Dirasakan perlu adanya jejaring atas lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang penanggulangan HIV/AIDS, yang meliputi antara lain klinik VCT, klinik PMS, layanan KIA, unit Harm Reduction, serta klinik TB di 1

berbagai setting; juga dengan pusat layanan kesehatan lain (termasuk praktek dokter swasta, layanan terapi Napza, PMI, Puskesmas, laboratorium ) khususnya yang dapat menunjang proses rujukan. Jejaring lembaga yang bergerak di bidang HIV/AIDS ini dirasakan perlu diperluas hingga tatanan khusus seperti TNI / Polri, PJTKI dan lapas/rutan 1.3. Perlu dibentuk jejaring dengan lembaga-lembaga yang tidak bergerak dalam bidang penanggulangan HIV/AIDS secara langsung tetapi yang dirasakan dapat menunjang pekerjaan penanggulangan HIV/AIDS, baik dalam bentuk dukungan program, dukungan finansial, maupun sosialisasi program. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang-bidang seperti pariwisata, pendidikan, pembinaan mental, kesejahteraan sosial,ketenagakerjaan, media, dan penegakan hukum, baik di tingkat kabupaten, propinsi maupun nasional perlu dilibatkan dalam pembentukan jejaring ini. Diharapkan program VCT dapat berkembang dengan lebih baik dan tersosialisasi dengan lebih luas. 1.4. Jejaring bagi para konselor juga perlu dibentuk, baik di tingkat wilayah / regional maupun nasional. Jejaring diusulkan mengambil format kelompok/ forum, bukan asosiasi profesi. Selain itu juga perlu ditetapkan jejaring ini berada di bawah koordinasi Dinas Kesehatan untuk tingkat propinsi dan Departemen Kesehatan untuk tingkat Nasional dan dengan penetapan struktur organisasi, termasuk penetapan AD/ART. 1.5. Perlu ada agenda pertemuan tingkat nasional dan tingkat wilayah untuk menyamakan persepsi, pertukaran dan updating informasi, sharing permasalahan, akselerasi pelaksanaan program 1.6. Perlu media komunikasi berkala antar konselor baik dalam bentuk elektronik (website / mailing list) maupun non-elektronik (buletin, majalah) agar informasi dapat segera diakses oleh banyak angota 2. Rekomendasi Kurikulum dan Modul Pelatihan 2.1. Modul pelatihan yang saat ini memerlukan penambahan dan perbaikan: 2.1.1. Perbaikan bahasa agar lebih mudah untuk dipahami 2

2.1.2. Kasus dan masalah disesuaikan dengan budaya setempat, kelompok sasaran (misalnya, PSK atau MSM) dan ruang lingkup kerja (misalnya pada masyarakat umum atau pada pusat pelayanan kesehatan) 2.1.3. Pemberian materi pelatihan selain pemahaman dasar & umum, juga hendaknya diberi penekanan pada materi-materi yang sesuai dengan target sasaran pusat layanan VCT (misalnya, untuk RSKO diberikan penekanan pada materi tentang IDU) 2.1.4. Diperlukan adanya penambahan materi dalam aspek: 2.1.4.1. Etik dan legal; 2.1.4.2. Konseling untuk populasi khusus seperti TNI / Polri, pasien dengan kesadaran menurun dan gangguan mental; 2.1.4.3. Pembahasan kasus yang bersifat indeterminate; 2.1.4.4. Modifikasi VCT bagi kelompok khusus secara massal (mis. VCT bagi TKI); 2.1.4.5. Rujukan pembacaan hasil positif; 2.1.4.6. Penyusunan SOP 2.1.4.7. Pelaksanaan VCT pada seting klinik yang bergerak (mobile clinic) 2.2. Metode pelatihan: 2.2.1. Tetap menggunakan role play dengan menggunakan expert patient, demo dan atau film. 2.2.2. Seting kelas tidak diubah 2.2.3. Tempat pelatihan hendaknya lebih bersifat regional 2.2.4. Penyegaran materi secara reguler 2.3. Fasilitator: 2.3.1. Dapat menghidupkan suasana dan masih tetap bekerja sebagai konselor 2.3.2. Sebaiknya setiap kelas memiliki fasilitator yang tetap 2.4. Pedoman pelatihan: agar ditambahkan: 2.4.1. Penjelasan yang lebih detail mengenai bagaimana membuka dan memberitahu hasil pada pasien dengan kasus khusus. 2.4.2. Aspek HAM pada pasangan, anak, keluarga dan orang lain pada klien dengan kasus khusus 3

3. Rekomendasi Sistem Pelayanan Berbasis Kelompok Sasaran 3.1. Perlu sosialisasi yang lebih intensif, berkesinambungan dan sedini mungkin tentang manfaat dan pentingnya VCT kepada seluruh kelompok sasaran 3.2. Diperlukan teknik pendekatan yang bersifat komprehensif bagi tiap-tiap kelompok sasaran (PSK, MSM, IDU dll), yaitu dengan melibatkan pula segenap komponen yang telah tersedia di masyarakat 3.3. Pentingnya promosi VCT melalui media lokal yang sesuai dengan situasi dan kondisi daerah 3.4. Perlu diperkuat pelaksanaan advokasi VCT (baik di tingkat Propinsi maupun nasional) 3.5. Diperlukan peningkatan kualitas penyedia layanan khususnya untuk meningkatkan asas konfidensialitas serta meminimalisasi masalah diskriminasi dan stigmatisasi 3.6. Bentuk pusat layanan perlu mempertimbangkan hal-hal berikut: 3.6.1. Keterjangkauan dari aspek finansial 3.6.2. Keterjangkauan dari aspek jarak 3.6.3. Berorientasi pada klien (non-diskriminatif, non-stigmatisasi, dan konfidensialitas) 3.7. Diperlukan jenis layanan yang bergerak (mobile VCT) agar dapat menjangkau kelompok-kelompok sasaran tertentu 4. Rekomendasi Monitoring dan Evaluasi 4.1. Instrumen monitoring dan evaluasi yang ada perlu perbaikan dalam halhal berikut ini: 4.1.1. Instrumen 1: pertanyaan tentang jenis pelayanan harus jelas 4.1.2. Instrumen 2: perlu penjelasan tentang jumlah profesional konselor yang disupervisi (minimal 2 orang konselor) 4

4.1.3. Check list instrument VCT harus terstandarisasi secara nasional 4.2. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi: 4.2.1. Perlu dibuat jadwal tetap dan pemberitahuan sebelumnya kepada pusat layanan VCT 4.2.2. Dilakukan oleh tim yang berkompeten 4.2.3. Dilakukan di seluruh layanan kesehatan maupun non-kesehatan yang memiliki klinik VCT 4.3. Sistem pelaporan terdiri dari 3 format: 4.3.1. Pelaporan untuk Propinsi, Kabupaten / Kota dan Usaha Pelayanan Kesehatan (UPK) 4.3.1.1. Pelaporan tingkat UPK diberikan kepada Dinkes Kabupaten / Kota dengan tembusan kepada Dinkes Propinsi 4.3.1.2. Pelaporan tingkat Kabupaten / Kota diberikan kepada Dinkes Propinsi dengan tembusan kepada KPA Propinsi/KPA Kabupaten/Kota 4.3.1.3. Pelaporan tingkat Propinsi diberikan kepada Depkes RI cq Dirjen P2PL dengan tembusan kepada KPA Jakarta, 17 November 2006 KONSELOR PROFESIONAL SE INDONESIA 5