REVITALISASI BIROKRASI MENUJU INDONESIA BARU PENDEKATAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN. Oleh: Sunarno, S.H., M.Sc.*

dokumen-dokumen yang mirip
Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

Sambutan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Pada Rapat Kerja Keluarga Berencana Nasional Tahun 2005

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan

Policy Brief Launching Arsitektur Kabinet : Meretas Jalan Pemerintahan Baru

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

Penataan Tatalaksana Dalam Kerangka Reformasi Birokrasi

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

Rencana Kerja Tahunan Kecamatan Rancasari Tahun

Sistem Manajemen Penjaminan Mutu Lembaga Berbasis Reformasi Birokrasi Internal (RBI) Di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari

Independensi Integritas Profesionalisme

Good Governance. Etika Bisnis

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

Sambutan. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. pada acara Rapat Koordinasi Penataan Kelembagaan LPNK

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Independensi Integritas Profesionalisme

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 34 TAHUN 2005

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Bab II Perencanaan Kinerja

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

Kebutuhan Pelayanan Publik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 29 TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dibawah undang undang ini tidak sekedar memindahkan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara telah mendorong pemerintah. baik pusat maupun daerah untuk lebih bersungguh-sungguh

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS TAHUN PENGADILAN AGAMA KOTABUMI

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung

LAPORAN KINERJA BIRO ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN TAHUN 2014

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM ERA OTONOMI DAERAH

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kata Pengantar. Oleh karena itu agar langkah dimaksud dapat menjadi prioritas program lima tahun pembangunan kepegawaian ke depan menyongsong ii

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik RINA KURNIAWATI, SHI, MH

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2005

1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB IV TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

Pendidikan Kewarganegaraan

WORKSHOP Penyusunan Buku Kelompok Rentan. Yogyakarta, Juni 2010 MAKALAH. Otda & Konflik Tata Ruang Publik. Oleh: Wawan Mas udi JPP Fisipol UGM

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu SDM harus dibina dengan baik agar terjadi peningkatan efesiensi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

SAMBUTAN MENEG PPN/KEPALA BAPPENAS

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah

L A P O R A N K I N E R J A

TEMA: KONDISI DAN TANTANGAN DI BIDANG SOSIAL POLITIK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN / ORGANISASI PEMERINTAHAN KE DEPAN

1.1. Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 5 DAFTAR ISI. Hal BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN Visi Misi

BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI

LAPORAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2014

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

KISI-KISI MATERI SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN APARATUR NEGARA Jakarta, 4 Agustus 2008

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007

Laporan Akuntabilitas Kinerja Kantor Camat Tualang Kabupaten Siak Tahun 2016

PROVINSI SULAWESI SELATAN

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET

BAB I PENDAHULUAN. membuat isu-isu semacam demokratisasi, transparansi, civil society, good

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Transkripsi:

REVITALISASI BIROKRASI MENUJU INDONESIA BARU PENDEKATAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN Oleh: Sunarno, S.H., M.Sc.* Abstrak Good governance tidak sekedar hanya menjadi sesuatu yang berkembang pada tataran konsep dan pemikiran dari ruang-ruang seminar dan retorika pejabat publik, tetapi juga terimplementasi pada tataran praktis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara riil. Implementasi kebijakan pemerintah sangat berperan penting dalam menentukan kondisi suatu bangsa pada era baru. Indonesia dalam konteksnya sebagai negara yang dalam keadaan terpuruk tidak terlepas dari peran serta birokrasi yang selama ini menduduki posisi urgen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengambilan kebijakan oleh para birokrat adalah suatu penentuan kearah mana bangsa Indonesia akan berjalan, revitalisasi birokrasi adalah suatu metode atau cara yang akan membawa birokrasi dan birokrat kepada kedudukan yang proporsional. Pendahuluan acana pembaharuan tata kepemerintahan yang baik, yang lebih populer dengan istilah good governance pada dekade terakhir telah menjadi sesuatu yang umum, yang dibicarakan orang dimana-mana. Semestinya good governance tidak sekedar hanya menjadi sesuatu yang berkembang pada tataran konsep dan pemikiran, dari ruang-ruang seminar dan retorika pejabat publik, tetapi juga terimplementasi pada tataran praktis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara riil. 1. Dalam merumuskan upaya revitalisasi birokrasi termasuk dalam penataan kelembagaan, good governance telah dijadikan referensi utama, terutama dalam rangka membangun kolaborasi yang efektif antara 3 (tiga) pilar utama, yaitu government, private sector, dan civil society dengan mengusung nilai-nilai seperti competence, transparency, accountability, participation, rule of law, dan social justice. 2. Penataan kelembagaan pemerintah sangat penting mengingat output dari kelembagaan pemerintah (organisasi publik) menentukan apakah tatanan sebuah negara dapat berkembang maju atau tidak. Tinggi rendahnya kinerja * Deputi Men.PAN Bidang Kelembagaan Jurnal Administrasi Publik/Volume 1/No.1/2005 49

kelembagaan pemerintah yang terwujud dalam bentuk keluaran organisasi publik secara langsung berpengaruh pada tinggi rendahnya kinerja organisasi bisnis (private sector) dan organisasi kemasyarakatan (civil society). Organisasi publik akan menentukan merah hijau nya kehidupan negara bangsa. 3. Kasus penanggulangan bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara yang telah merenggut berpuluh-puluh ribu korban, yang terjadi belum lama ini perlu dijadikan refleksi bagaimana seharusnya pemerintah memainkan peranannya secara tepat dalam kerangka good governance. Partisipasi dunia usaha dan masyarakat dalam membantu penanggulangan bencana tersebut begitu tinggi, namun di sisi lain pemerintah masih terlihat belum mampu mengimbanginya. Pemerintah masih dinilai lamban, belum mampu memfasilitasi dan mengkoordinasikannya secara efektif sehingga penanganan korban dan penyaluran bantuan sangat tersendat dan tidak terkoordinasi dengan baik, terutama pada minggu pertama pasca bencana. Kebijakan reformasi kelembagaan pusat dan daerah 1. Dalam kaitan dengan aspek kelembagaan, kritik yang sering di lontarkan terhadap birokrasi yaitu terlalu besarnya organisasi pemerintah yang mengakibatkan banyaknya penyerapan su m bersumber daya baik manusia maupun keuangan padahal hasil kerja birokrasi tidak maksimal. Selain itu, beberapa fungsi pemerintahan juga dianggap perlu untuk lebih banyak diserahkan kepada masyarakat dan pemerintah sendiri seharusnya berkonsentrasi pada fungsi-fungsi utama pengaturan (core regulatory functions). 2. Pada dasarnya tidak ada formula yang sederhana untuk menentukan seberapa besar suatu organisasi pemerintah itu seharusnya (Turner dan Hulme,1997). Di negara sangat miskin, birokrasi mungkin menjadi satu-satunya cara penyediaan pelayanan kepada masyarakat, khususnya pendidikan dan kesehatan. Namun demikian, sebenarnya yang harus diperhatikan adalah apa yang masyarakat harapkan dari pemerintah dan apa yang pemerintah rencanakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. 50 Jurnal Administrasi Publik/Volume 1/No.1/2005

3. Dengan demikian dirasakan perlu untuk mengupayakan penyelarasan peran dan pengepasan posisi birokrasi termasuk didalamnya pembenahan sumber daya birokrasi dalam hubungannya dengan penanganan (proses) kebijakan publik. Dalam upaya ini perlu diperhatikan fenomena inti (strategic ingredient) sumber daya birokrasi yang meliputi dimensi-dimensi struktur organisasi birokrasi pemerintahan, proses kerja birokrasi publik, matriks sumber daya manusia aparatur, teknologi manajemen pemerintahan, dan kapabilitas pengambilan keputusan. 4. Kebijakan penataan kelembagaan pemerintah baik pusat maupun daerah, dari aspek besaran lebih diarahkan pada upaya rightsizing yaitu upaya penataan birokrasi pemerintah dengan mengembangkan organisasi yang lebih proporsional, datar (flat), transparan, hierarki yang pendek, terdesentralisasi kewenangannya, dan akuntabel. Oleh karena itu, organisasi pemerintah pusat dan daerah diarahkan agar disusun berdasarkan visi dan misi yang jelas. Selanjutnya desain struktur organisasinya disusun berdasarkan kebutuhan nyata dan mengikuti strategi dalam pencapaian visi dan misi organisasi yang telah ditetapkan (structure follows strategy). Kelembagaan yang seperti itu selanjutnya diisi oleh sumber daya manusia yang handal dengan mekanisme, sistem dan prosedur yang efesien. 5. Dalam rangka pelaksanaan good governance, penataan kelembagaan pemerintah juga diharapkan lebih memberi ruang gerak yang lebih luas kepada dunia usaha dan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam kaitan itu, kelembagaan pemerintah dituntut untuk dapat memainkan perannya dengan pas dan menjamin aktor lain juga dapat memainkan perannya secara benar dan optimal sehingga secara keseluruhan dapat mengarah kepada pencapaian tujuan nasional. Apabila semua pelaku dapat memainkan perannya dengan benar, maka negara Indonesia dapat dikelola secara baik. 6. Pemerintah perlu meredefinisi peran dan kedudukannya, karena selama ini masih terlalu banyak jumlah unit kelembagaan pemerintah yang menangani Jurnal Administrasi Publik/Volume 1/No.1/2005 51

urusan yang seharusnya sudah dapat diserahkan kepada dunia usaha atau masyarakat. Bahkan beberapa unit kelembagaan pemerintah yang keberadaannya sebenarnya sudah kurang relevan lagi dengan kebutuhan masyarakat masih tetap dipertahankan. Dalam governance sangat mustahil pemerintah melakukan segala sesuatu sendirian sehingga harus membuka ruang partisipasi yang lebih luas lagi kepada dunia usaha dan masyarakat. Hal tersebut sangat relevan dengan pengembangan good governance, karena governance mempersyaratkan keterlibatan secara aktif baik pemerintah (government), dunia usaha (private sector), dan masyarakat(civil society). Sinergi antara ketiga aktor dalam good governance dapat digambarkan sebagai berikut: GOVERN MENT PUBLIC ISSUE CONCE RN PRIVATE SECTOR CIVIL SOCIETY 7. Dalam sinergi antara government, private sector, dan civil society, maka kelembagaan pemerintah perlu dikembalikan pada hakekatnya, yaitu to serve the public dengan reorientasi pada penanganan tugas-tugas untuk mengintegrasikan dan memelihara harmonisasi entitas sosial dan ekonomi, melindungi lingkungan, melindungi kerentanan dalam masyarakat (the vulnerable in the population), memperkuat finansial dan kapasitas administratif pemerintahan daerah. Di samping itu, kelembagaan pemerintah juga harus lebih berkonsentrasi pada upaya untuk memelihara ketertiban dan keamanan, stabilisasi kondisi makro-ekonomi, menyediakan pelayanan publik dan infrastruktur yang esensial memelihara standar keselamatan dan kesehatan masyarakat dengan biaya yang terjangkau, mengatur aktivitas ekonomi yang bersifat natural monopolies atau yang dapat mempengaruhi kesejahteraan umum bagi warga negara. Peran kelembagaan pemerintah yang juga sangat penting adalah peran untuk memberdayakan masyarakat (empowering the people), dan memberikan layanan dan kesempatan yang sama, serta menjamin inklusifitas sosial, ekonomi, dan politik. 52 Jurnal Administrasi Publik/Volume 1/No.1/2005

8. Sejalan dengan reposisi peran pemerintah, maka private sector diarahkan untuk menjalankan perannya dalam menyediakan barang dan jasa secara efisien berdasarkan pendekatan pasar (market approach). Di pihak lain civil society lebih berperan untuk memfasilitasi interaksi sosial dan politik dan memobilisasi berbagai kelompok di dalam masyarakat untuk terlibat dalam aktivitas sosial, ekonomi, dan politik. Civil society juga sangat berperan dalam melakukan mekanisme check and balances terhadap domain kekuasaan pemerintah dan dunia usaha. 9. Dari ketiga unsur tersebut, pemerintah mempunyai posisi yang sangat penting karena pemerintahlah yang mempunyai kewenangan membuat kebijakan sehingga pemerintah pula yang menentukan kondisi dapat tidaknya dunia usaha dan masyarakat menjalankan perannya dengan baik. Dalam kaitan tersebut Michael Porter (1980) pernah mengatakan bahwa sumber utama yang membatasi (dan membuka) sebuah peluang adalah kebijakan pemerintah. Begitu strategisnya peran pemerintah sehingga apa yang dilakukan oleh dunia usaha dan masyarakat sangat bergantung pada perilaku kelembagaan pemerintah. 10. Upaya yang dapat dilakukan kelembagaan pemerintah untuk menentukan peran dan kedudukannya secara pas adalah dengan cara melakukan reinventing. Reinventing dapat dilakukan melalui tiga tahap (Nugroho,2001) yaitu: reorientasi, restrukturisasi, dan aliansi. Pertama, reorientasi dilakukan dengan meredefinisi visi, misi, peran, strategi, implementasi, dan evaluasi kelembagaan pemerintah untuk diarahkan pada paradigma baru bahwa the best government is the least government. Di samping itu, perlu memilih tugas administrasi publik dengan permainan politik, membangun organisasi kontrabirokrasi yang tugasnya menjadi kekuatan eksternal penilai birokrasi (countervailing factors), serta memperluas jangkauan publiknya tidak semata publik domestik tetapi juga publik global. Kedua, restrukturisasi, dilakukan dengan menata ulang kelembagaan pemerintah dengan merampingkan fungsi-fungsi yang tidak seharusnya dilaksanakan pemerintah, membangun organisasi sesuai dengan tuntunan publik dengan Jurnal Administrasi Publik/Volume 1/No.1/2005 53

kepemimpinan yang profesional, responsif, dan inovatif, mengefektifkan desentralisasi sesuai kebijakan otonomi daerah, serta membangun kelembagaan pemerintah agar sebangun dengan tuntunan publik global yang mempunyai kompetensi kelas global atau menjadi a world class public organization dengan standar manajemen dan kepemimpinan yang kelas dunia pula. Ketiga, aliansi yaitu dengan menyatukan langkah dan gerak seluruh domains yaitu pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha secara kompak dan dalam koordinasi yang tunggal serta satu visi dan misi yang sama. Kelembagaan pemerintah hendaknya dapat menjadi stimulan bagi pengembangan organisasi bisnis dan masyarakat yang unggul dan menggandengnya dalam sebuah tim kerja yang solid. 11. Dalam rangka pengembangan good governance, terutama untuk menjamin adanya transparansi, akuntabilitas, dan prinsip keadilan, ada beberapa model kelembagaan yang dikembangkan. Salah satu diantaranya adalah model kelembagaan independent regulatory body. Model ini pada dasarnya merupakan bentuk kelembagaan yang diarahkan untuk mengakomodasi keterlibatan aktor lain selain pemerintah. Meskipun dalam implementasinya belum dapat dikatakan mencapai titik ideal, namun kelembagaan semacam itu juga telah mulai dikembangkan di Indonesia, antara lain dengan dibentuknya Badan Pengatur Minyak dan Gas, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia, dan sebagainya. Kondisi kelembagaan pemerintah 1. Secara umum, tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi birokrasi saat ini termasuk dari aspek kelembagaannya, masih jauh dari kondisi ideal yang diharapkan. Kelemahan ini secara akumulatif telah mengakibatkan krisis kepercayaan terhadap birokrasi publik. 2. Kelemahan yang secara umum menandai kelemahan kelembagaan pemerintah saat ini adalah : 1) kecenderungan lebih mengutamakan pendekatan struktural daripada pendekatan fungsional dalam penyusunan organisasi; 2) terjadinya benturan dan tarik-menarik kewenangan; 3) besaran organisasi belum proporsional; 4) Adanya 54 Jurnal Administrasi Publik/Volume 1/No.1/2005

disharmoni antara pusat dan daerah. 3. Selain dari aspek teknis kelembagaan sebagimana tersebut, kondisi sumber daya manusia aparatur dan ketatalaksanaan yang masih belum ideal juga menjadi hambatan dalam mewujudkan kelembagaan yang ideal pula. Kondisi jumlah pegawai yang terlalu besar dengan komposisi yang tidak memadai sesuai kebutuhan serta kebijakan dan sistem kepegawaian yang belum ideal sering kali menjadikan postur kelembagaan pemerintah yang toleran dengan kondisi pegawai tetapi tidak ideal dari aspek kebutuhan riil. 4. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kelemahan kelembagaan juga tidak terlepas dari kelemahan sistem nasional secara luas. Sistem penggajian pegawai, sistem pengembangan karir, dan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran selama ini juga belum mampu menopang atau belum memberikan semacam insentif bagi penataan kelembagaan yang rasional. Oleh karena itu, penataan kelembagaan tetap akan menemui kesulitan yang besar apabila tidak ada perbaikan sistem secara keseluruhan. 5. Dalam pembangunan kelembagaan nasional, juga belum ada grand design yang disepakati bersama. RUU kementerian Negara yang diharapkan menjadi landasan pijak dalam penataan kelembagaan pada tataran kementerian, hingga kini juga belum terwujud. Di sisi lain, kelembagaan pemerintah daerah yang belum begitu mapan, dihadapkan pada keharusan melakukan perubahan lagi. Implementasi PP Nomor 8 Tahun 2003 yang belum tampak nyata dampaknya, saat ini harus diubah seiring dengan diterbitkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU Nomor 22 Tahun 1999. 6. Namun demikian, dengan diterbitkannya Inpres Nomor 5 Tahun 2004, diharapkan menjadi momentum untuk melakukan penataan kelembagaan pemerintah dan revitalisasi birokrasi pada umumnya secara konsisten. Penutup Keseriusan pemerintahan di bawah pimpinan Presiden SBY dalam membangun dan Jurnal Administrasi Publik/Volume 1/No.1/2005 55

mewujudkan good governance, sudah selayaknya harus didukung oleh semua pihak termasuk dari tataran birokrasi publik dengan menjabarkan program tersebut dalam action plan yang jelas. Diterbitkannya Inpres Nomor 5 Tahun 2004 yang didalamnya menginstruksikan perlunya percepatan pembangunan tata kepemerintahan yang baik dengan menyiapkan kebijakan payung untuk melakukan reformasi atau revitalisasi birokrasi, perlu ditindaklanjuti dengan konsistensi dan komitmen yang tinggi dari semua pihak. 56 Jurnal Administrasi Publik/Volume 1/No.1/2005

This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.