BAB VI HASIL RANCANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 6 HASIL PERANCANGAN. konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi jawa

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN. wadah untuk menyimpan serta mendokumentasikan alat-alat permainan, musik,

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Hasil perancangan dari kawasan wisata Pantai Dalegan di Kabupaten Gresik

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN. Perancangan Kembali Citra Muslim Fashion Center di Kota Malang ini

BAB VI HASIL RANCANGAN. terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN. perancangan tapak dan bangunan. Dalam penerapannya, terjadi ketidaksesuaian

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. a. Aksesibilitas d. View g. Vegetasi

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep perancangan yang digunakan dalam perancangan kembali pasar

dan perancangan Pasar Seni di Muntilan adalah bagaimana wujud rancangan sebagai tempat pemasaran dan wisata berdasarkan kontinuitas antar ruang

BAB VI HASIL RANCANGAN. Perubahan Konsep pada Hasil Rancangan. sebelumnya didasarkan pada sebuah tema historicism sejarah Singosari masa

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan

BAB VI HASIL RANCANGAN

Kondisi eksisting bangunan lama Pasar Tanjung, sudah banyak mengalami. kerusakan. Tatanan ruang pada pasar juga kurang tertata rapi dan tidak teratur

BAB VI HASIL PERANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN. Perancangan Pusat Seni Tradisi Sunda di Ciamis Jawa Barat menggunakan

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN. tema Sustainable Architecture yang menerapkan tiga prinsip yaitu Environmental,

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB VI HASIL PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. Terakota di Trawas Mojokerto ini adalah lokalitas dan sinergi. Konsep tersebut

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

by NURI DZIHN P_ Sinkronisasi mentor: Ir. I G N Antaryama, PhD

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perancangan Batu convention and exhibition center merupakan salah satu

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN. dalam perancangan yaitu dengan menggunakan konsep perancangan yang mengacu

BAB VI KONSEP RANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN. Dalam perancangan museum ini menggunakan dasar pemikiran dari alur

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB 6 HASIL RANCANGAN. pemikiran mengenai sirkulasi angin kawasan serta pemaksimalan lahan sebagai

BAB V KONSEP. V. 1. Konsep Dasar. Dalam merancang Gelanggang Olahraga di Kemanggisan ini bertitik

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perubahan Konsep Tapak pada Hasil Rancangan. bab sebelumnya didasarkan pada sebuah tema arsitektur organik yang menerapkan

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB VI PENERAPAN KONSEP PADA RANCANGAN. memproduksi, memamerkan dan mengadakan kegiatan atau pelayanan yang

BAB V. Sport Hall/Ekspresi Struktur KONSEP PERANCANGAN V.1 KONSEP DASAR PERANCANGAN

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang.

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain

SEKOLAH MENENGAH TUNANETRA BANDUNG

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep perancangan dilakukan untuk memudahkan kita dalam merancangan

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN. simbolisme dari kalimat Minazh zhulumati ilan nur pada surat Al Baqarah 257.

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Pusat Seni dan Kerajinan Arek

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar yang digunakan dalam Perancangan Sekolah Seni

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Perencanaan dasar pengunaan lahan pada tapak memiliki aturanaturan dan kriteria sebagai berikut :

BAB 3 SRIWIJAYA ARCHAEOLOGY MUSEUM

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP. V.1.1. Tata Ruang Luar dan Zoning Bangunan

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Penerapan Tema dasar Arsitektur Islam yang berwawasan lingkungan pada

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. lingkungan maupun keadaan lingkungan saat ini menjadi penting untuk

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN. Hasil rancangan adalah output dari semua proses dalam bab sebelumnya

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN.

5 BAB V KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. 5.1 Konsep Tapak Bangunan Pusat Pengembangan dan Pelatihan Mesin Industri Zoning

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Perancangan Galeri Budaya Pendalungan yang mengintregasikan antara

BAB V KONSEP PERANCANGAN PASAR. event FESTIVAL. dll. seni pertunjukan

BAB 6 HASIL PERANCANGAN. di Trawas Mojokerto ini adalah lokalitas dan sinergi. Konsep diambil dari tema Re-

BAB V I KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dari permasalahan Keberadaan buaya di Indonesia semakin hari semakin

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Konsep desain kawasan menggunakan konsep dasar transformasi yang

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,

BAB VI HASIL PERANCANGAN

BAB V I APLIKASI KONSEP PADA RANCANGAN. karena itu, dalam perkembangan pariwisata ini juga erat kaitannya dengan

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting

BAB V HASIL RANCANGAN

RESORT DENGAN FASAILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB V KONSEP PERANCANGAN. 5.1 Konsep dasar perancanagan. 5.2 Konsep perancangan

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V HASIL RANCANGAN

b. Kebutuhan ruang Rumah Pengrajin Alat Tenun

BAB V KONSEP. V. 1. Konsep Dasar. Dalam merancang Gelanggang Olahraga ini berdasarkan dari konsep

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

BAB VI HASIL PERANCANGAN Hasil Perancangan Tata Masa dalam tapak. mengambil objek Candi Jawa Timur (cagar budaya)sebagai rujukannya, untuk

BAB V. KONSEP PERENCANAAN dan PERANCANGAN. Bina Nusantara adalah sebagai berikut :

Perancangan Convention and Exhibition di Malang

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Untuk memudahkan dan mengarahkan spesifikasi perancangan bangunan

BAB V KONSEP. V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan. Konsep desain untuk fungsi M al dan Apartemen ini mencoba menampung kegiatankegiatan

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

TEMA DAN KONSEP. PUSAT MODE DAN DESAIN Tema : Dinamis KONSEP RUANG KONSEP TAPAK LOKASI OBJEK RANCANG

BAB VI HASIL PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN AREA PENDIDIKAN R. PUBLIK. Gambar 3.0. Zoning Bangunan Sumber: Analisa Penulis

BAB 6 HASIL RANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Dalegan di Gresik ini adalah difraksi (kelenturan). Konsep tersebut berawal dari

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Perancangan Gumul Techno Park di Kediri ini menggunakan konsep

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Transkripsi:

BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1 Hasil Perancangan Hasil perancangan Museum Sejarah dan Budaya di Blitar adalah penerapan konsep arsitektur candi Penataran. Konsep dasar ini dicapai dengan cara mengambil filosofi dari arsitektur candi Penataran yaitu bangunan candi merupakan bangunan yang sakral yaitu sebagai tempat beribadah pada masa kerajaan Majapahit. 6.2 Hasil Konsep Geometri Candi Penataran Hasil rancangan Geometri Candi Penataran kedalam rancangan sekaligus menjadi konsep dasar merancang Museum Sejarah dan Budaya ini. Penerapan ini dicapai dengan cara mengambil bentuk geometri dari candi Penataran kemudian ditransformasikan dengan cara yang telah dianalisis di atas dengan tidak menghilangkan unsur-unsur percandianya. Gambar 6.1 Hasil konsep geometri candi Penataran pada tapak, (Hasil rancangan, 2009)

Gambar 6.2 Candi Bentar main entrance tapak, (Hasil rancangan, 2009) 6.3 Hasil Konsep Dasar Tapak Hasil rancangan konsep dasar tapak merupakan tata kawasan Kerajaan Majapahit, khususnya Candi Penataran. Konsep tapak pada masa Majapahit pada umumnya mempunyai tiga halaman, yaitu halaman I (jaba) sebagai main entrance yang ditandai dengan gerbang masuk candi Bentar khas Jawa Timur yang tingginya kurang lebih 10 meter, yang berfungsi juga sebagai pos pengamanan. Masuk ke dalam tapak terdapat plaza dengan kolom-kolom sebagai pengarah ke halaman kedua, selain sebagai tempat pusat kegiatan juga sebagai tempat pertunjukan acara-acara tertentu. Halaman II (tengah) ditandai dengan adanya pusat kegiatan ruang pamer luar (outdoor) sebagai analoginya, terdapat replika obyek pamer yang berukuran lebih dari satu meter yang yang ditata dengan konsep grid tetapi beralur linier. Kemudian dilanjutkan ke halaman III (jero) merupakan pusat dari halaman berupa bangunan candinya yaitu museum. Bangunan ini mempunyai tiga lantai, lantai pertama merupakan ruang-ruang pertemuan, di pergunakan untuk acara kepentingan museum maupun acara-acara yang bersifat umum. Pada lantai dua dan tiga terdapat ruang pamer dalam ruangan (indoor), perbedaanya untuk lantai dua sebagai ruang pamer sejarah Kerajaan

Majapahit di Blitar, sedangkan untuk lantai tiga untuk ruang pamer obyek budaya Blitar. Gambar 6.3 Plaza dan panggung, (Hasil rancangan, 2009) Penempatan elemen-elemen arsitektur candi penataran pada tapak merupakan konsep pendukung pada tapak. Seperti penempatan candi bentar sebagai gapura main entrance, patung-patung imitasi dari candi penataran dan replika dari candi yang ada pada kompleks candi Penataran. Gambar 6.4 Level ketinggian pada tapak, (Hasil rancangan, 2009)

Hasil yang lain yaitu kontur tata kawasan candi Penataran, yaitu dengan perbedaan level ketinggian pada tiap halaman, dianalogikan semakin tinggi level maka semakin sakral. Halaman I berada level paling rendah, lebih rendah dari permukaan tapak, dibuat rendah dianalogikan sebagai ruang transisi. Tempat tersebut merupakan plaza dengan penurunan satu meter dari permukaan tanah. Halaman II lebih tinggi dari halaman pertama ditandai dengan adanya pusat kegiatan penerimaan dan ruang pamer outdoor sebagai analoginya, dengan ketinggian 1,2 meter dari permukaan tanah. Yang kemudian dilanjutkan ke halaman III berada pada level yang paling tinggi dianalogikan sebagai tempat yang paling sakral, ketinggian mencapai 2,4 meter dari permukaan tanah. 6.4 Hasil Konsep Sirkulasi a. Hasil Konsep sirkulasi ruang luar Sirkulasi pada tapak berbentuk linier, sirkulasi ruang luar terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi kendaraan yang berhubungan dengan areal parkir, serta sirkulasi pejalan kaki berupa pedestrian dan jalan setapak. Elemen pembentuk sirkulasi kendaraan bermotor berupa aspal sedangkan pedestrian berupa beton cetakan yang perletakannya lebih tinggi dari areal sirkulasi kendaraan. Penggunaan elemen ramp sebagai solusi agar bangunan dapat dimanfaatkan juga oleh disable person (cacat), diletakkan pada setiap halaman karena tapak mempunyai perbedaan level ketinggian. 1. Sirkulasi pejalan kaki Sirkulasi pejalan kaki diterapkan pada museum ini, untuk keperluan pameran di ruang luar bangunan, dimana terdapat koleksi yang berukuran besar yang tidak tertampung di dalam museum dan replika-replika beberapa benda koleksi pameran diletakkan di sepanjang jalan sirkulasi pejalan kaki, sehingga dapat menimbulkan daya tarik tersendiri bagi pengunjung.

Gambar 6.5 Penataan sirkulasi ruang luar, (Hasil rancangan, 2009) Gambar 6.6 Ruang pamer outdoor, (Hasil rancangan, 2009) 2. Sirkulasi Kendaraan Pada tapak perancangan merupakan kawasan wisata, sehingga area parkir dijadikan satu, yaitu pada area area parkir Pusat Informasi Pariwisata dan

Perdagangan (PIPP). Kemudian pengunjung akan berjalan kaki untuk sampai pada tapak. Untuk area parkir pengelola diletakkan pada tapak disebelah timur yang merupakan arah masuk kendaraan dari arah kota dan merupakan jalan yang lebar yang memungkinkan arus sirkulasi mobil masuk dan keluar dengan lancar, selain itu akses utama menuju tapak yang berasal dari kota Blitar ada di area ini. Penempatan parkir pada tapak digunakan khusus untuk pengelola dan pengguna convention hall juga untuk kebutuhan loading dock. Tempat kendaraan datang serta tempat memarkir kendaraan terletak pada halaman ketiga yang langsung berhubungan dengan pengelola dan pengguna convention hall. Parkir pengelola & Convention hall Gambar 6.7 Sikulasi kendaraan dalam tapak, (Hasil rancangan, 2009) b. Hasil Konsep Sirkulasi Ruang Pamer Pembentukan pola sirkulasi dalam Museum Sejarah dan Budaya ini disesuaikan dengan jalan cerita yang ingin disampaikan dalam museum ini. Jalan cerita yang ingin ditampilkan yaitu tentang sejarah Kerajaan Majapahit dari mulai zaman prasejarah kemudian lahirnya Kerajaan Majapahit sampai masa kejayaan Majapahit dengan berdasarkan alur maju.

Gambar 6.8 Jalur sirkulasi pengunjung (indoor), (Hasil rancangan, 2009) Pemilihan sirkulasi linier yang beralur maju juga dilakukan karena karena faktor sejarah. Untuk barang-barang koleksi museum pada zaman prasejarah dan sejarah Kerajaan Majapahit biasanya mempunyai dimensi yang cukup besar, sehingga penempatannya pada ruang pamer outdoor, sedangkan untuk benda koleksi peninggalan sejarah yang tidak terlalu besar ditempatkan pada ruang pamer indoor. Gambar 6.9 Jalur sirkulasi pengunjung (outdoor), (Hasil rancangan, 2009)

Pola sirkulasi ini berkaitan dengan pola hubungan ruang dalam, khususnya pola hubungan antar ruang pameran lantai dua. Pola hubungan horizontal yaitu mempunyai kesamaan level atau satu lantai digunakan pola hubungan ruang yang menerus, pola dicapai dengan sirkulasi linier yaitu dengan menghubungkan ruangruang secara langsung. Untuk sirkulasi antar ruang dihubungkan terdapat perbedaan level atau ketinggian lantai digunakan tangga yaitu antara lantai dua dan lantai tiga. Sedangkan untuk pola bentuk antar ruang per ruang menggunakan pola acak (cluster) tetapi dengan jalur sirkulasi linier. 6.5 Hasil Konsep Penzoningan Pembagian zona-zona dalam tapak dilakukan dengan membagi zona dalam tapak berdasarkan hirarki dari zona publik, semi publik dan privat. Untuk lokasi main entrance diletakan pada sisi tapak bagian barat yaitu jalan Ir. Soekarno karena merupakan jalan kebanyakan pengunjung dari arah kota. Halaman 1 Halaman 3 Halaman 2 Gambar 6.10 Konsep zoning tapak, (Hasil rancangan, 2009) Sedangkan untuk side entrance yang berfungsi sebagai jalan masuk pengelola, servis, loading dock dan pengunjung dengan kepentingan adsministrasi. Untuk fasilitas penunjang berada pada sisi timur bagian utara yang

berdekatan dengan jalan sebagai akses masuk utamanya. Untuk plaza penerima diletakkan pada bagian tapak yang terletak di sebelah barat antara jalan Ir.Soekarno. Hal ini terkait dengan dengan fungsi plaza penerima itu sendiri sebagai ruang transisi. 6.6 Hasil Konsep Vegetasi Vegetasi yang terdapat pada tapak sebelah selatan merupakan potensi pemisah antara museum dengan pemukiman, sedangkan vegetasi pada tapak merupakan potensi sebagai peneduh area parkir pengunjung. Vegetasi pengarah, bentuk tiang lurus, tinggi, sedikit/tidak bercabang, tajuk bagus, penuntun pandang, pengarah jalan, pemecah angin. Vegetasi ini memberikan kesan vertikal dan berbaris mengikuti jalan, menggerakkan pengunjung mengikuti jalan. Vegetasi ini diletakkan pada sisi jalan entrance sebagai simbol vertikal berdampingan dengan gapura. Selain itu juga diletakkan setiap jalan utama menuju hall pintu masuk tapak. Tanaman yang digunakan adalah jenis tanaman yang pernah hidup di zaman Majapahit. Selain untuk pengaturan tata hijau dalam tapak, pemilihan vegetasi tersebut guna mendukung konsep tapak yang ingin menghadirkan kembali suasana di zaman Majapahit. Gambar 6.11 Konsep vegetasi dalam tapak, (Hasil rancangan, 2009)

Selain untuk pengaturan tata hijau dalam tapak, vegetasi yang digunakan pada konsep ini adalah vegetasi peneduh, penghias, pelindung, kenyamanan. Dimana vegetasi ini memiliki fungsi yang berbeda pada tiap ruang aktivitas dan zona. Vegetasi sebagai penghalang angin berada pada selatan tapak, setidaknya mengurangi gerakan angin yang terlalu kencang. Jenis vegetasi yang digunakan yaitu vegetasi yang memiliki daun bertajuk karena daunnya yang lebat. Konsep vegetasi ini memberikan kenyamanan bagi pengunjung, pengunjung bisa memanfaatkan ruang sesuai dengan fungsi aktivitas dalam ruang secara maksimal. Peletakan vegetasi juga memberikan karakter tiap ruang dan sirkulasi. 6.7 Hasil Konsep Ruang 1. Ruang Luar Konsep ruang luar yang diterapkan pada perancangan Museum Sejarah dan Budaya ini adalah mengacu pada tatanan tata ruang luar Majapahit, yaitu dengan memasukan unsur-unsur dari arsitektur candi Penataran, seperti gerbang masuk menggunakan gapura candi bentar, bongkahan candi dan juga menampilkan replika candi-candi Majapahit khususnya candi-candi yang ada di Blitar. Oleh karena itu, penataan masa museum ini menggunakan pola cluster seperti penataan ruang luar candi Penataran yang digambarkan pada relief candi Penataran. Gambar 6.12 Elemen-elemen penyusun ruang luar. (Hasil rancangan, 2009)

Jalur sirkulasi didesain linier dari kombinasi antara pola tanpa pilihan dan pola dengan banyak pilihan (random). Konsep penataan obyek pamer sesuai dengan jalan alur cerita yang disajikan terhadap penataan benda-benda koleksi museum. Dimulai dengan obyek koleksi berbahan batu era prasejarah dan peralatan pendukungnya sampai dengan obyek koleksi berbahan kayu dan kertas era sejarah Islam. Pertimbangan pemilihan alur maju dilakukan supaya dari awal pengunjung diperkenalkan dengan nenek moyang kita beserta gaya hidup dan peralatan yang digunakan pada waktu itu. Kemudian sedikit demi sedikit diperkenalkan dengan peradaban masa setelahnya. Hal ini bertujuan supaya dari awal pengunjung menikmati secara urut proses sejarah kebudayaan kerajaan Majapahit yang ada di Blitar. 6.8 Hasil Konsep Pencahayaan a. Pencahayaan Alami Pada museum ini, sangat memaksimalkan pencahayaan alami baik yang bersumber dari sinar matahari maupun terang langit akan ditangkap oleh bukaan. Karena fungsi dari bangunan ini yaitu sebagai tempat pameran. Sehingga membutuhkan terang cahaya matahari untuk menonjolkan dimensi dari obyek yang dipamerkan. Gambar 6.13 Pencahayaan alami. (Hasil rancangan, 2009)

b. Pencahayaan Buatan Cahaya buatan diarahkan untuk membentuk karakter ruang yang dan efek dramatisasi suatu ruang. Ini mengandung pertentangan terhadap lingkungan sekitar yang menggunakan pencahayaan buatan sebagai identitas akan kemewahan dan kekayaan pemilik bagunan. Gambar 6.14 Pencahayaan dalam ruang. (Hasil rancangan, 2009) 6.9 Hasil Konsep Tata Masa Konsep tata pola masa museum ini dicapai dengan mengambil konsep dari arsitektur candi penataran. Bangunan utama terletak pada bagian paling belakang dari keseluruhan masa bangunan yang dianalogikan sebagai bangunan yang paling sakral pada tapak yang ada pada candi penataran.

GIFT SHOP PERPUSTAKAAN & PENGELOLA MUSEUM INDOOR & CONVENTION CENTRE PLAZA MUSEUM OUTDOOR MOSHOLLA Gambar 6.15 Pola tata masa pada tapak, (Hasil rancangan, 2009) Gapura masuk main entrance pada tapak menggunakan candi Bentar, museum sejarah kerajaan Majapahit sebagai tempat beraktivitas seperti melakukan upacara sebagai analoginya, terdapat sebuah plaza sebagai tempat pertunjukan acara tertentu. Bangunan perpustakaan dibelah oleh sebuah koridor terbuka yang sekaligus membingkai pandangan ke arah museum. Museum kebudayaan merupakan bangunan paling belakang pada tapak, sedangkan untuk bangunan perpustakaan, pengelola dan penunjang terdapat di area utara pada tapak, hal ini dimaksudkan agar aktivitas pengelola tidak mengganggu sirkulasi pengunjung museum. 6.10 Hasil Konsep Bentuk dan Tampilan Konsep bentuk dan tampilan dirancang dengan mengambil prinsip geometri candi penataran. Setelah merancang bentuk dan tampilan, kemudian baru merancang ruang-ruang yang ada di dalamnya. Bentuk dan tampilan museum sejarah dan budaya ini diperoleh dari bentuk candi induk yang ada di candi Penataran dengan bentuk denah geometri tiga bentuk untuk setiap lantai atau

tingkatan yang menggambarkan semakin tinggi lantai maka semakin sakral. bagian bangunan juga digambarkan sebagai kepala yaitu lantai tiga, badan sebagai lantai dua dan kaki sebagai lantai satu, yang kesemuanya ini merupakan bagian terpenting dari bangunan candi Majapahit. Gambar 6.16 Bentuk transformasi candi induk Penataran, (Hasil rancangan, 2009) Gambar 6.17 Bentuk relief bangunan museum dan perpustakaan, (Hasil rancangan, 2009) Prinsip bentuk candi yang diterapkan dalam rancangan di antaranya bentuk dari bangunan yang tersusun simetris dan memusat, sumbu-sumbu bangunan yang saling tegak lurus dengan susunan lantai yang berundak tiga bagian dianalogikan

sebagai kepala, tubuh dan kaki bangunan dengan tangga yang menuju ke atas, di analogikan menuju arupa (ketiadaan). Gambar 6.18 Bentuk & tampilan sirkulasi dalam tapak, (Hasil rancangan, 2009) 6.11 Hasil Konsep Struktur a. Atap dan Pondasi Pondasi yang merupakan kaki bangunan merupakan struktur yang paling menentukan apakah bangunan nantinya bisa berdiri atau tidak. Perancangan pondasi pada bungunan museum ini menggunakan pondasi batu kali biasa dan pondasi plat. Pondasi plat digunakan karena kepadatan tanah dan daya dukung tanah di kawasan tapak cukup baik. Pondasi ini sangat sesuai apabila digunakan pada kondisi tanah dengan keadaan tanah yang padat dan dengan penggalian yang tidak terlalu dalam. Hal ini didasarkan kondisi tanah pada tapak perancangan yang mempunyai tanah padat yang tidak begitu dalam.

Gambar 6.19 Struktur atap dan pondasi bangunan, (Hasil rancangan, 2009) Pondasi pada museum ini menggunakan struktur tabung yaitu drum/tabung yang ditanam dalam tanah dengan kedalaman tertentu, dan luar adalah lumpur dengan kekentalan tertentu, sehingga tabung tersebut mengambang untuk menyeimbangkan bangunan ketika dilanda gempa. Dibantu dengan struktur bagian bawah bangunan yang dibuat berundak-undak, dengan mengambil karakter dari bangunan candi. Hal ini secara tidak langsung membantu struktur pondasi. b. Bahan Struktur Pemilihan bahan struktur pada museum ini dipilih berdasarkan penerapan konsep arsitektur candi dengan penggunan bahan-bahan di terapkan pada kulit bangunan. Berupa batu-batuan alam seperti batu andesit, batu putih dengan ditopang oleh struktur beton sebagai penyusun dinding menggunakan bahan kuat dan efisien.

Gambar 6.20 Struktur Share wall bangunan, (Hasil rancangan, 2009) Gambar 6.21 Material kulit bangunan, (Hasil rancangan, 2009) 6.12 Hasil Konsep Utilitas 1. Sistem Penyediaan Air Bersih Penerapan konsep penyediaan air bersih pada tapak perancangan dengan memanfaatkan tandon pada bangunan yang paling tinggi pada tapak, yaitu bangunan museum dan perpusatakaan, kemudian didistribusikan ke seluruh tapak

TANDON UTAMA POMPA KE SELURUH TAPAK TANGKI BAWAH KOLAM AIR SUMUR TANDON UTAMA POMPA DISTRIBUSI KOLAM AIR POMPA PDAM SUMUR TANGKI BAWAH FASILITAS LAINNYA KEBAKARAN Gambar 6.22 Sistem penyediaan air bersih pada tapak, (Hasil rancangan, 2009)

2. Sistem Jaringan Listrik Penggunaan energi listrik pada bangunan museum sejarah dan budaya berasal dari PLN dan generator untuk mendukung supply listrik apabila terjadi pemadaman atau kekurangan energi. PLN ATS Saluran distribusi utama Panel sub distribusi Genset distribusi PLN Saluran distribusi utama Genset Gambar 6.23 Sistem jaringan listrik pada tapak. (Hasil rancangan, 2009)