PERAN JEJARING AGRIBISNIS DALAM MEMBANGUN KEMITRAAN AGRIBISNIS (STUDI PADA PENGEMBANGAN KLASTER USAHA PETERNAKAN SAPI DI KABUPATEN SUKOHARJO)

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN EFEKTIVITAS PERAN KLASTER PERTANIAN TERPADU DI KABUPATEN SUKOHARJO

IDENTIFIKASI UMKM (USAHA MIKRO KECIL MENENGAH) PETERNAKAN SAPI DI KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

PENGANTAR AGRIBISNIS

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN (Renstra Kementrian Koperasi dan UMKM ) diketahui jumlah

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBANGUNAN PETERNAKAN BERWAWASAN AGRIBISNIS DAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

Upaya Bank Indonesia dalam mendukung percepatan pertumbuhan sektor riil melalui pemberdayaan UMKM dilakukan :

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN

: pendampingan, vokasi, kelompok keterampilan, peternakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umar Hadikusumah, 2013

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

PENGANTAR. Ir. Suprapti

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas maupun kualitasnya. Keberhasilan pembangunan sub sektor

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN

KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK

RENCANA KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN KABUPATEN PACITAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PENDAHULUAN Latar Belakang

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

Transkripsi:

PERAN JEJARING AGRIBISNIS DALAM MEMBANGUN KEMITRAAN AGRIBISNIS (STUDI PADA PENGEMBANGAN KLASTER USAHA PETERNAKAN SAPI DI KABUPATEN SUKOHARJO) R. Kunto Adi Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Tujuan kajian ini antara lain 1). Mengetahui jejaring kemitraan agribisnis dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, 2). Mengetahui peran jejaring kemitraan agribisnis dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, dan 3). Mengetahui kondisi yang diperlukan dalam meningkatkan peran jejaring kemitraan agribisnis dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo. Hasil kajian menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, baik Pemerintah Daerah, SKPD atau dinas terkait, pelaku usaha (UKM), Asosiasi, lembaga penelitian, Perguruan Tinggi, lembaga pembiayaan, dan Non Government (NGOs). Peran stakeholders jejaring agribisnis dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, antara lain dalam mengkoordinasikan program kegiatan UMKM sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi setiap dinas terkait; menyediakan produk bagi kebutuhan sentra UMKM lain, sedangkan peran lembaga penunjang dalam penyediaan saprodi, pemasaran, penyediaan teknologi/hasil riset, fasilitasi konsultansi, pendampingan usaha, pemberdayaan UMKM. Kondisi yang diperlukan dalam meningkatkan peran stakeholders jejaring agribisnis Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, antara lain adanya komitmen bersama sentra UMKM dan stakeholders, ketersediaan produk olahan dan bahan baku yang memadai, akses pasar yang mudah, ketersediaan teknologi produksi yang memadai, manajemen usaha yang baik, ketersediaan modal yang memadai, standarisasi produk, infrastruktur sarana dan prasarana distribusi yang memadai, peningkatan skill SDM UMKM, adanya lembaga intermediasi, adanya forum komunikasi bersama, adanya regulasi yang mendukung UMKM, adanya fasilitas penunjang (teknologi, layanan, kredit), infrastruktur dukungan dana operasional, dan lain-lain. Kata Kunci : Jejaring Agribisnis, Kemitraan, Klaster Usaha PENDAHULUAN Perkembangan UMKM di Indonesia cukup pesat, yang ditunjukkan pada tahun 2009, data dari Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan bahwa skala UMKM di Indonesia mencapai 99% dari seluruh unit usaha di Indonesia. 336

Dari data tersebut ada 41.000 unit usaha menengah, 546.000 unit usaha kecil, dan 52.000.000 unit usaha mikro. Kondisi di Propinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa pada tahun 2010, ekspor non migas sekitar 40% yang berasal dari UMKM. Sedangkan data Bank Indonesia Solo tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah UMKM yang ada terutama di wilayah SOLORAYA sebanyak 557.735 unit usaha, yang secara rinci sebagai berikut : Kota Solo sebanyak 85.319 unit, Kabupaten Wonogiri sebanyak 81.505 unit, Kabupaten Sukoharjo sebanyak 52.000 unit, Kabupaten Klaten sebanyak 89.468 unit, Kabupaten Boyolali sebanyak 86.069 unit, Kabupaten Sragen sebanyak 120.084 unit, dan Kabupaten Karanganyar sebanyak 43.290 unit usaha. Data jumlah UMKM tersebut menunjukkan bahwa potensi UMKM dari sisi jumlah unit usaha sangat potensial, akan tetapi secara kualitas dan potensi ekspor masih kalah bila dibanding usaha besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi UMKM yang cukup besar tersebut tidak didukung oleh kondisi UMKM secara internal maupun eksternal. Kondisi internal UMKM bisa ditunjukkan oleh manajemen yang sederhana (manajemen keluarga), kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, kualitas produk yang kalah bersaing, akses informasi dan teknologi yang lemah, serta lemahnya akses permodalan. Kondisi tersebut akan menyebabkan UMKM mempunyai daya saing yang lemah, terhadap usaha besar, terutama dalam manajemen, SDM, akses informasi dan teknologi, maupun permodalan. Pengembangan UKM pada era Otonomi Daerah, terutama di sub sektor agribisnis diarahkan melalui konsep pengembangan UKM dengan pendekatan pengembangan agribisnis dengan berorientasi pada Kemitraan Strategis Agribisnis, dengan pelibatan berbagai pihak atau stakeholders. Oleh karena sebagian besar permasalahan pelaku UKM secara umum maupun UKM agribisnis dikarenakan rendahnya akses pelaku UKM terhadap informasi dan teknologi, manajemen, dan sumber permodalan, sehingga berpengaruh terhadap kualitas produk agribisnis yang dihasilkan. Hal tersebut akan mudah dicapai dengan pendekatan Kemitraan Strategis Agribisnis melalui peran aktif pihak-pihak yang berperan aktif dalam jejaring kemitraan agribisnis, yang diharapkan dapat menjembatani kepentingan pelaku UKM agribisnis dengan pihak-pihak lain baik 337

pemerintah, pelaku UKM lain, swasta, perbankan dan lembaga non perbankan, lembaga penyedia teknologi, dan lembaga-lembaga pendukung lain. Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu daerah sentra agribisnis peternakan sapi di Propinsi Jawa Tengah. Data Dinas Pertanian Subdin Peternakan Kabupaten Sukoharjo tahun 2008 menunjukkan Populasi ternak sapi di Kabupaten Sukoharjo, dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Populasi Ternak Sapi di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008 No Kecamatan Populasi (ekor) 1 Weru 4.082 2 Bulu 3.625 3 Tawangsari 993 4 Sukoharjo 492 5 Nguter 1.792 6 Bendosari 3.192 7 Polokarto 4.817 8 Mojolaban 5.647 9 Grogol 447 10 Baki 431 11 Gatak 125 12 Kartasura 473 Jumlah 26.116 Sumber : Dinas Pertanian Subdin Peternakan Kabupaten Sukoharjo (2008) Permasalahan yang muncul terutama terkait pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, antara lain kurang optimalnya koordinasi antara sektoral dalam hal ini antara stakeholders terkait baik dari Pemerintah melalui dinas terkait dengan pihak-pihak lain (swasta, asosiasi, UMKM, dan lain-lain), sehingga kemitraan strategis yang semestinya bisa dilaksanakan dengan baik antar stakehoders terkait tersebut kurang berjalan optimal, terutama dalam pengembangan di sub sektor agribisnis peternakan sapi di Kabupaten Sukoharjo. Menghadapi kenyataan tersebut, dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan untuk dikaji sebagai berikut : a. Siapa saja pihak-pihak yang aktif dalam jejaring agribisnis dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo? b. Bagaimana peran jejaring agribisnis dalam pengembangan agribisnis melalui kemitraan agribisnis, pada Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo? 338

c. Bagaimana kondisi yang diperlukan dalam meningkatkan peran jejaring agribisnis dalam pengembangan agribisnis melalui kemitraan agribisnis, pada Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo? TINJAUAN PUSTAKA Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Oleh karena merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan tersebut harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Adapun maksud dan tujuan dari kemitraan adalah Win-win Solution Partnership. Kesadaran dan saling menguntungkan tidak berarti para pelaku dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. (Hafsah, 2003). Agribisnis dalam arti luas mencakup semua kegiatan mulai dari pengadaan sarana produksi pertanian (farm supplies) sampai dengan tata niaga produk pertanian yang dihasilkan usahatani atau hasil olahannya. Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian (Firdaus, 2008). Agribisnis dapat dibagi menjadi menjadi tiga sektor yang saling tergantung secara ekonomi, yaitu sektor masukan (input), produksi (farm), dan sektor keluaran (output). Sektor masukan menyediakan perbekalan kepada para pengusaha tani untuk dapat memproduksi hasil tanaman dan ternak (bibit, makanan ternak, pupuk, bahan kimia, mesin pertanian, bahan bakar, dan bahan perbekalan lain, sektor usahatani memproduksi hasil tanaman dan hasil ternak 339

yang diproses dan disebarkan kepada konsumen akhir oleh sektor keluaran. Dalam hal ini agribisnis mencakup keseluruhan perusahaan yang meliputi seluruh sektor bahan masukan, usahatani, produk yang memasok bahan masukan usahatani, terlibat dalam produksi, dan pada akhirnya menangani pemrosesan, penyebaran, penjualan kepada konsumen akhir (Downey dan Erickson, 1987). Selama ini pola pembinaan dan pengembangan UMKM, termasuk agribisnis, melupakan tiga persyaratan penting, yaitu Focused, Strategic and Collective Approach. Sentra-sentra usaha kecil sejenis/ pendukung yang telah ada dan berkembang secara alamiah diarahkan agar terjalin dalam suatu wadah pembinaan dan pengembangan. Oleh karena itu, untuk menghadapi tingkat persaingan yang tinggi dan modernisasi bisnis, khususnya dalam agribisnis, perlu dikembangkan suatu model klaster agribisnis yang merupakan sistem yang terpadu dari berbagai subsistem yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal guna meningkatkan efisiensi dan daya saing produk pertanian (Widodo, 2003). Hal tersebut didukung oleh Soetrisno (2003), bahwa pengembangan UMKM di Indonesia selama ini masih belum efektif dan berkelanjutan, oleh karena mengabaikan 3 (tiga) persyaratan, yaitu focused, strategic and collective approach. Untuk memungkinkan pendekatan yang Cost effective dan Demand driven, maka hanya dapat dilakukan apabila Cluster of Small Business dapat beroperasi dalam batas kawasan yang dekat satu sama lain serta memiliki keterkaitan yang kuat sebagai suatu sistem yang integratif dan produktif. Pengembangan UMKM melalui pendekatan klaster perlu dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan melaksanakan upaya pengembangan UMKM secara lebih nyata, terintegrasi, sinergis dan berkelanjutan, yang selama ini masih menghadapi banyak kendala. Menurut studi yang dilakukan JICA pada tahun 2004, gambaran umum kondisi klaster di Indonesia antara lain : 1). Kebanyakan UKM-UKM dalam klaster merupakan usaha-usaha mikro yang memiliki ketergantungan kuat kepada para pengumpul lokal sehingga seringkali menghilangkan jiwa kewirausahaan, 2). Produk-produk UKM ditujukan untuk pasar-pasar yang tidak terlalu menuntut teknologi dan kualitasnya, 3). Sebagian besar UKM dalam klaster tidak memiliki keterikatan 340

internal satu sama lain sehingga upaya membangun kepercayaan (trust building) sulit dilakukan, 4). Rendahnya keterkaitan dengan industri dan institusi terkait merupakan kendala yang lumrah ditemui sehingga penguatan klaster sulit dilakukan, dan 5). Sebagian besar klaster memiliki struktur sosial yang mudah bercerai berai dan masih berkutat pada strategi untuk mempertahankan hidup (Bappenas, 2004). Klaster adalah kelompok usaha industri yang saling terkait. Klaster mempunyai dua elemen kunci, yaitu : 1). Perusahaan dalam klaster harus saling berhubungan, dan 2). Perusahaan-perusahaan tersebut berlokasi di suatu tempat yang saling berdekatan, yang mudah dikenali sebagai suatu kawasan industri. Definisi lain secara umum menyatakan bahwa klaster adalah konsentrasi geografis antara perusahaan-perusahaan yang saling terkait dan bekerjasama, diantaranya pemasok barang, penyedia jasa, industri yang terkait, serta beberapa institusi yang berfungsi sebagai pelengkap (Perguruan Tinggi, lembaga standarisasi, asosiasi perdagangan, lembaga pembiayaan, dan lain-lain) (Bappenas, 2005). Berdasarkan hasil penelitian Adi dkk (2010), secara umum, masalahmasalah yang dihadapi usaha peternakan sapi di Kabupaten Sukoharjo, dapat dilihat pada Tabel 2. sebagai berikut : Tabel 2. Masalah Yang Dihadapi Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo Variabel Bibit Sapi/Sapi Bakalan dan Saprodi Teknologi Produksi Masalah Yang Dihadapi Bibit unggul sapi sulit diperoleh, sehingga harga bibit unggul mahal Pakan ternak bergizi terbatas khususnya jerami, karena gagal panen Ketersediaan rumput kurang mencukupi Kualitas rumput masih rendah Keterbatasan pakan ternak alternatif (ampas tahu, ampas singkong, bekatul, dll) dan harganya mahal Harga pakan ternak masih tinggi Keterbatasan lahan hijauan pakan ternak Kurangnya akses informasi dan teknologi dari dinas terkait (Dinas Peternakan), Lembaga Penelitian, PT, dll Ketersediaan teknologi pengolahan limbah ternak (pupuk, biogas) masih terbatas 341

Pasar dan Pemasaran Sumber Daya Manusia Persaingan Usaha Jasa/Industri Pendukung Permodalan Produksi dan Limbah Kelembagaan Kebijakan Pemerintah Pemasaran masih terbatas Sistem penjualan dan kemitraan dagang kurang menguntungkan peternak Harga jual sapi tidak sesuai dengan biaya produksi Harga jual sapi rendah, karena ada produk daging sapi impor Tidak ada standar harga jual sapi Waktu penjualan sapi tidak tepat karena terdesak kebutuhan ekonomi, sehingga harga rendah Kemampuan perawatan ternak yang baik dan berkualitas masih rendah Kemampuan kesehatan hewan, gejala penyakit, gejala kawin masih rendah, sehingga penambahan populasi terhambat Persaingan usaha dengan sentra peternakan sapi di luar Kabupaten Sukoharjo Daging sapi impor Kurangnya manajemen pengelolaan antara industri tahu dan pertanian organik dengan sentra peternakan sapi terkait ketersediaan pakan ternak alternatif Kemampuan permodalan lemah, masih mengandalkan modal sendiri Rendahnya akses pada perbankan, karena belum memahami proses dan persyaratan kredit bank Manajemen keuangan masih tradisional, belum ada pembukuan keuangan yang baik Rendahnya kemampuan penyediaan syarat-syarat kredit perbankan, jaminan, ijin usaha, HO, dll Kredit macet Pemeliharaan bantuan sapi gaduhan kurang optimal Limbah kotoran dan urine belum diolah dan dimanfaatkan secara optimal (pupuk, pestisida organik, biogas, dll), biogas sudah ada tetapi belum dioptimalkan pemanfaatannya Hilangnya kehamilan sapi pada usia 4-5 bulan Penyakit ternak (gomen, kuku, dll) Koordinasi kelembagaan klaster ternak sapi belum optimal, belum menjangkau semua wilayah Kerjasama antar peternak dalam kelompok dan antara kelompok peternak kurang optimal Kurangnya sosialisasi tentang kesehatan hewan, gejala penyakit, gejala kawin Kurangnya kerjasama dengan pihak Dinas Kesehatan terkait masalah kesehatan hewan Pengendalian penyakit sapi kurang memadai Inseminasi Buatan kurang memadai/sering gagal 342

Sumber : Adi dkk (2010) Kurangnya pelatihan tentang peningkatan kemampuan produksi bagi peternak Kurangnya pelatihan tentang pemanfaatan biogas Berbagai permasalahan diatas akan bisa diatasi apabila terwujud sinergi antar stakeholders yang terlibat dalam pengembangan agribisnis usaha peternakan sapi di Kabupaten Sukoharjo. Peran stakeholders tersebut sangat penting, mengingat setiap pihak tidak hanya menjalankan peran sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya, tetapi juga harus terjadi sinergi antar stakeholders dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo. Jejaring kemitraan agribisnis dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, dapat ditunjukkan pada rantai nilai dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo. Rantai nilai usaha peternakan sapi dimulai dari kegiatan pada sub sistem agribisnis hulu, yaitu pada penyediaan bibit sapi dan sapi bakalan, serta penyediaan sarana produksi (pakan ternak, obat-obatan), sub sistem on farm atau proses produksi mulai dari pemberian pakan sampai dengan menghasilkan sapi siap jual, sub sistem hilir yang meliputi pengolahan hasil dan pemasaran hasil ternak, serta sub sistem pendukung yang meliputi kelembagaan pendukung, pasar, kebijakan pemerintah, dan lain-lain, sebagaimana pada Gambar 1. 343

Peternak Sapi (Klaster) Bibit Sapi/ Sapi Bakalan Pemeliharaan (3-6 bln) Limbah Ternak : Kotoran, Urine Jasa Penyedia Saprodi : Pakan Ternak, obat Penyedia Bibit Sapi/ Sapi Bakalan Penyedia Pakan Ternak : Ampas Tahu Pengolahan Limbah Ternak Sapi Pasar Hewan/ Peternak Sapi Penyedia Pakan Ternak : Jerami Pemasaran Eksportir RPH Industri Pengolahan (Rumah Pemotongan Hewan) Pasar Tradisional/Supermarket Pedagang Sapi/ Pasar Hewan Konsumen Usaha Tanaman hias, Industri Gambar 1. Rantai Nilai Usaha Peternakan Sapi Sumber : Adi dkk (2010) METODOLOGI Kajian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode yang memusatkan perhatian pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah actual, dimana data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuan pendekatan deskriptif untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau sekelompok orang tertentu, atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Surakhmad, 1994). Sedangkan metode penulisan dengan dengan studi pustaka, yaitu dengan melakukan tinjauan teori dan data hasil penelitian dari pustaka atau 344

hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yang terkait dengan tema kajian. Data dari pustaka dan hasil-hasil penelitian tersebut kemudian dianalisis. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Jejaring Kemitraan Agribisnis dalam Pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat pihak-pihak yang selama ini telah berperan aktif dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Sukoharjo, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3, sebagai berikut. Tabel 3. Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Jejaring Agribisnis (Stakeholders) Pada Pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo No Lembaga Stakeholders 1 Pelaku Usaha (UKM) Supplier Bibit/Saprodi 2 Pelaku/Kelompok Usaha (UKM) Sentra Pertanian Organik 3 Pelaku/Kelompok Usaha (UKM) Sentra Peternakan Sapi 4 Pelaku/Kelompok Usaha (UKM) Sentra Industri Tahu 5 Pelaku/Kelompok Usaha (UKM) Sentra Jamur 6 Pelaku/Kelompok Usaha (UKM) Sentra Makanan Olahan 7 Pelaku Usaha (UKM) Lembaga Pemasaran 8 Pemerintah Daerah Bappeda Sukoharjo 9 Asosiasi/Forum FEDEP (Forum for Economic Development and Employment Promotion) 10 Pemerintah Daerah (SKPD) Dinas Pertanian 11 Pemerintah Daerah (SKPD) Dinas Peternakan 12 Pemerintah Daerah (SKPD) Dinas Koperasi dan UKM 13 Pemerintah Daerah (SKPD) Dinas Perindustrian dan Perdagangan 14 Pemerintah Daerah (SKPD) Dinas Tenaga Kerja 15 Pemerintah Daerah (SKPD) Badan Lingkungan Hidup 16 Lembaga Pembiayaan Perbankan 17 Lembaga Penelitian Lembaga Penelitian/Teknologi (Balitbang) 18 Pelaku Usaha Industri Pengolahan 19 Perguruan Tinggi BDS LPPM UNS 345

20 NGO s LSM, Lembaga Donor Sumber : Analisis Data Primer Tabel 3 menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, dari berbagai unsur baik Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo, SKPD atau dinas terkait, pelaku usaha (UKM) baik perorangan maupun kelompok UKM (sentra UKM), Asosiasi/forum, lembaga penelitian, Perguruan Tinggi, lembaga pembiayaan, dan Non Government (NGOs). Pihak-pihak tersebut selama ini secara aktif sudah berperan dengan baik melalui berbagai program atau kegiatan yang dilakukan oleh setiap lembaga tersebut sesuai tugas, pokok dan fungsi masing-masing, akan tetapi dalam implementasi program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing pihak tersebut masih belum terkoordinasi atau kurang adanya sinergi program antara lembaga satu dengan lembaga yang lain atau kurang terintegrasi, masih berjalan sendiri-sendiri, dan tidak focus, serta pendekatan program atau kegiatan masih bersifat top down, sehingga program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak-pihak tersebut dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi kurang optimal, karena seringkali terjadi tumpang tindih antar program atau kegiatan, dan tidak jarang pula program atau kegiatan yang tidak sesuai dengan masalah atau kebutuhan para peternak sapi. b. Peran Jejaring Kemitraan Agribisnis dalam Pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa pihak-pihak yag terlibat dalam jejaring kemitraan agribisnis sudah melaksanakan tugas, pokok dan fungsinya dengan baik, akan tetapi masih belum terintegrasi, terutama dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo. Adapun peran dari setiap pihak yang terlibat dalam jejaring agribisnis peternakan sapi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4, sebagai berikut. 346

Tabel 4. Peran Stakeholders Dalam Jejaring Agribisnis Pada Pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo No Stakeholders Peran Stakeholders 1 Supplier Bibit/Saprodi Menyediakan kebutuhan bibit sapi/ sapi bakalan, alat 2 Sentra Pertanian Organik produksi, pakan ternak Menyediakan pakan ternak dari limbah pertanian organik dan produk komoditas pertanian yang berkualitas tinggi 3 Sentra Peternakan Sapi Menghasilkan limbah ternak untuk bahan pupuk organik 4 Sentra Industri Tahu Menyediakan pakan ternak dari limbah tahu yang berkualitas tinggi 5 Sentra Jamur Menyediakan pakan ternak dari limbah media jamur yang berkualitas tinggi 6 Sentra Makanan Olahan Mengolah produk hasil pertanian organik menjadi produk makanan olahan yg higienis dan sehat 7 Lembaga Pemasaran Mendistribusikan produk yang berkualitas, sesuai pesanan dan kebutuhan konsumen, harga bersaing, volume penjualan tinggi, dan waktu pengiriman 8 Bappeda Sukoharjo Mengkoordinasikan program SKPD terkait dalam pengembangan UMKM 9 FEDEP Forum komunikasi antara SKPD terkait dalam pengembangan UMKM dan advokasi kebijakan dan program pengembangan UMKM 10 Dinas Pertanian Mengkoordinasikan program kegiatan UMKM terkait dalam penyediaan saprodi, pakan ternak dari komoditas pertanian dan pengolahan pasca panen 11 Dinas Peternakan Mengkoordinasikan program kegiatan UMKM terkait dalam pembinaan teknis dan manajemen pengelolaan ternak, mulai dari pemilihan bibit, pemeliharaan, kawin, dan kesehatan hewan 12 Dinas Koperasi dan Mengkoordinasikan program kegiatan UMKM 347

UKM terkait dalam penyediaan modal dan pembinaan koperasi/umkm bagi peternak 13 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Mengkoordinasikan program kegiatan UMKM terkait dalam pengolahan dan pendistribusian sapi dan produk olahan ternak sapi 14 Dinas Tenaga Kerja Mengkoordinasikan program kegiatan UMKM terkait dalam penyediaan dan peningkatan SDM, serta pengawasan tenaga kerja di sektor informal 15 Badan Lingkungan Hidup Mengkoordinasikan program kegiatan UMKM terkait dalam aspek lingkungan, pengolahan dan pemanfaatan limbah ternak sapi 16 Perbankan Mengkoordinasikan program kegiatan UMKM terkait dalam aspek pembiayaan melalui kredit perbankan 17 Lembaga Penelitian/Teknologi Melakukan riset dan pengembangan teknologi produksi ternak sapi yang berkualitas dan implementatif 18 Industri Pengolahan Menghasilkan produk olahan pertanian terpadu yang sesuai pesanan, baik dari kualitas, jumlah, harga dan waktu pengiriman 19 BDS LPPM UNS Mengkoordinasikan kegiatan pendampingan UMKM terkait berbagai kegiatan manajemen usaha 20 NGO s Mengkoordinasikan kegiatan pendampingan UMKM Sumber : Analisis Data Primer Tabel 4 menunjukkan bahwa peran stakeholders atau pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, yaitu peran pihak pemerintah melalui dinas terkait dalam mengkoordinasikan program kegiatan UMKM sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi setiap dinas terkait masing-masing. Sedangkan peran sentra UMKM terkait yaitu dalam menyediakan produk yang dihasilkannya bagi kebutuhan bahan baku atau bahan penunjang bagi sentra UMKM lain, sehingga antar sentra UMKM terintegrasi satu sama lain, saling menunjang/mendukung, saling tergantung, dan saling menguntungkan, dari 348

hulu sampai dengan hilir, dan hal tersebut sesuai dengan prinsip kemitraan usaha. Peran lembaga penunjang seperti supplier, lembaga pemasaran, lembaga pembiayaan (perbankan), asosiasi/forum, lembaga penelitian/riset, Perguruan Tinggi, dan NGOs berperan sebagai lembaga-lembaga penunjang, yang sangat berperan dalam menggerakkan peran dari setiap pihak mulai dari hulu sampai dengan hilir, melalui kegiatan penyediaan saprodi, pemasaran, penyediaan teknologi/hasil riset, fasilitasi konsultansi, pendampingan usaha, pemberdayaan UMKM, secara berkesinambungan. c. Kondisi yang Diperlukan dalam Meningkatkan Peran Jejaring Kemitraan Agribisnis pada Pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa kondisi yang diperlukan dalam meningkatkan peran jejaring agribisnis, pada pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5, sebagai berikut. Tabel 5. Kondisi Yang Diperlukan Stakeholders dalam Jejaring Agribisnis Pada Pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo Stakeholders Supplier Bibit/Saprodi Sentra Pertanian Organik Sentra Peternakan Sapi Kondisi Yang Diperlukan Ketersediaan bibit sapi/sapi bakalan, saprodi, alat produksi, yang kontinyu Akses pasar yang mudah Infrastruktur sarana dan prasarana yang memadai Adanya komitmen bersama kelompok Ketersediaan produk pertanian dan limbah pertanian organik Akses pasar yang mudah Ketersediaan teknologi produksi yang memadai Manajemen usaha yang baik Ketersediaan modal yang memadai Standarisasi produk pertanian organik Infrastruktur sarana dan prasarana distribusi yang memadai Adanya komitmen bersama kelompok Ketersediaan bibit sapi/sapi bakalan, saprodi, alat produksi, yang terjamin Akses pasar yang mudah 349

Sentra Industri Tahu Sentra Jamur Sentra Makanan Olahan Lembaga Pemasaran Bappeda Sukoharjo Ketersediaan teknologi produksi yang memadai Manajemen usaha yang baik Ketersediaan modal yang memadai Standarisasi produk peternakan sapi Infrastruktur sarana dan prasarana distribusi yang memadai Adanya komitmen bersama kelompok Akses pasar yang mudah Ketersediaan limbah tahu (ampas dan air limbah tahu) Ketersediaan teknologi produksi yang memadai Manajemen usaha yang baik Ketersediaan modal yang memadai Standarisasi produk tahu/tempe Infrastruktur sarana dan prasarana distribusi yang memadai Adanya komitmen bersama kelompok Akses pasar yang mudah Ketersediaan limbah media jamur Ketersediaan teknologi produksi yang memadai Manajemen usaha yang baik Ketersediaan modal yang memadai Standarisasi produk jamur dan olahan jamur Infrastruktur sarana dan prasarana distribusi yang memadai Adanya komitmen bersama kelompok Ketersediaan produk makanan olahan yang berkualitas tinggi Akses pasar yang mudah Ketersediaan teknologi produksi yang memadai Manajemen usaha yang baik Ketersediaan modal yang memadai Standarisasi produk makanan olahan Infrastruktur sarana dan prasarana distribusi yang memadai Ketersediaan produk organik/produk olahan yang terjamin Akses pasar yang mudah Manajemen usaha yang baik Infrastruktur sarana dan prasarana distribusi yang memadai Adanya regulasi yang mendukung UMKM Adanya fasilitas penunjang 350

FEDEP (Forum for Economic Development and Employment Promotion) Dinas Pertanian Dinas Peternakan Dinas Koperasi dan UKM Dinas Perindustrian dan Perdagangan Dinas Tenaga Kerja Badan Lingkungan Hidup Perbankan Adanya komitmen bersama stakeholders Adanya regulasi yang mendukung UMKM Adanya fasilitas penunjang (kantor) Adanya komitmen kelompok UMKM Adanya regulasi yang mendukung UMKM Adanya fasilitas penunjang (teknologi produksi) Adanya komitmen kelompok UMKM Adanya peningkatan skill SDM UMKM Adanya regulasi yang mendukung UMKM Adanya fasilitas penunjang Adanya komitmen kelompok UMKM Adanya fasilitas penunjang Adanya komitmen kelompok UMKM Adanya peningkatan skill SDM UMKM Adanya regulasi yang mendukung UMKM Adanya fasilitas penunjang (teknologi produksi) Adanya peningkatan skill SDM UMKM Adanya regulasi yang mendukung UMKM Adanya fasilitas penunjang (teknologi) Adanya regulasi yang mendukung UMKM Adanya fasilitas penunjang (teknologi pengolah limbah) 351

Lembaga Penelitian/Teknologi Industri Pengolahan BDS LPPM UNS NGO s Sumber : Analisis Data Primer Adanya regulasi yang mendukung pembiayaan UMKM Adanya fasilitas penunjang (kredit bunga lunak) Adanya peningkatan skill SDM UMKM Adanya regulasi yang mendukung riset dan pengembangan teknologi Adanya fasilitas penunjang (teknologi) Adanya peningkatan skill SDM UMKM Ketersediaan bahan baku yang terjamin Akses pasar yang mudah Ketersediaan teknologi produksi yang baik Manajemen usaha yang baik Ketersediaan modal yang memadai Standarisasi produk olahan Infrastruktur sarana dan prasarana distribusi yang memadai Adanya peningkatan skill SDM UMKM Adanya regulasi yang mendukung UMKM Adanya fasilitas penunjang (layanan, teknologi) Adanya peningkatan skill SDM UMKM Adanya regulasi yang mendukung UMKM Adanya fasilitas penunjang (teknologi) Tabel 5 menunjukkan bahwa kondisi yang diperlukan dalam meningkatkan peran stakeholders dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, antara lain adanya komitmen bersama kelompok,/sentra UMKM dan stakeholders, ketersediaan produk/produk olahan dan bahan baku yang memadai, akses pasar yang mudah, ketersediaan teknologi produksi yang memadai, manajemen usaha yang baik, ketersediaan modal yang memadai, standarisasi produk, infrastruktur sarana dan prasarana distribusi yang memadai. Selain itu juga adanya peningkatan skill SDM UMKM, adanya lembaga intermediasi, adanya forum komunikasi bersama, adanya regulasi yang mendukung UMKM, 352

adanya fasilitas penunjang (teknologi, layanan, kredit), infrastruktur dukungan dana operasional, dan lain-lain. KESIMPULAN Pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, dari berbagai unsur baik Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo, SKPD atau dinas terkait, pelaku usaha (UKM) baik perorangan maupun kelompok UKM (sentra UKM), Asosiasi/forum, lembaga penelitian, Perguruan Tinggi, lembaga pembiayaan, dan Non Government (NGOs). Peran stakeholders jejaring agribisnis dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, antara lain dalam mengkoordinasikan program kegiatan UMKM sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi setiap dinas terkait masing-masing; menyediakan produk yang dihasilkannya bagi kebutuhan bahan baku atau bahan penunjang bagi sentra UMKM lain, sedangkan peran lembaga penunjang dalam penyediaan saprodi, pemasaran, penyediaan teknologi/hasil riset, fasilitasi konsultansi, pendampingan usaha, pemberdayaan UMKM. Kondisi yang diperlukan dalam meningkatkan peran stakeholders jejaring agribisnis dalam pengembangan Klaster Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Sukoharjo, antara lain adanya komitmen bersama kelompok,/sentra UMKM dan stakeholders, ketersediaan produk/produk olahan dan bahan baku yang memadai, akses pasar yang mudah, ketersediaan teknologi produksi yang memadai, manajemen usaha yang baik, ketersediaan modal yang memadai, standarisasi produk, infrastruktur sarana dan prasarana distribusi yang memadai, peningkatan skill SDM UMKM, adanya lembaga intermediasi, adanya forum komunikasi bersama, adanya regulasi yang mendukung UMKM, adanya fasilitas penunjang (teknologi, layanan, kredit), infrastruktur dukungan dana operasional, dan lainlain. 353

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas terselesaikannya penulisan artikel ini, kepada pihak-pihak terkait, terutama pihak Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP), atas terbitnya jurnal ini. Semoga sumbang saran penulis dapat memperkaya wawasan terkait dengan pengembangan agribisnis di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Adi, Kunto dkk. 2010. Strategi Pengembangan Agribisnis Melalui Agribusiness Development Center Dalam Membangun Kemitraan Agribisnis (Studi Pada Pengembangan Sentra Usaha Peternakan Sapi, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo). Laporan Penelitian. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis. Surakarta. Bappenas. 2004. Kajian Strategis Pengembangan Kawasan Dalam Rangka Mendukung Akselerasi Peningkatan Daya Saing Daerah : Studi Kasus di Kelompok Industri Rotan-Cirebon, Logam-Tegal, dan Batik-Pekalongan. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal. BAPPENAS. Jakarta. Bappenas. 2005. Panduan Pembangunan Klaster Industri Untuk Pengembangan Ekonomi Daerah Berdaya Saing Tinggi. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal BAPPENAS. Jakarta. Downey, David, W., Erickson, P. Steven. 1987. Manajemen Agribisnis. Penerbit Airlangga. Jakarta Firdaus, M. 2008. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta. Hafsah, J, Mohammad. 2003. Kemitraan Usaha : Konsep dan Strategi. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Soetrisno, Noer. 2003. Strategi Penguatan UKM Melalui Pendekatan Klaster Bisnis : Konsep, Pengalaman Empiris dan Harapan. Lutfansah Mediatama. Surabaya. Surakhmad, W. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito. Bandung. Widodo, Sri et al. 2003. Peran Agribisnis Usaha Kecil dan Menengah Untuk Memperkokoh Ekonomi Nasional. Liberty. Yogyakarta. 354