SEBARAN SPASIAL LUASAN AREA TERCEMAR DAN ANALISIS BEBAN PENCEMARAN BAHAN ORGANIK PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA BEBAN PENCEMARAN DAN KONSENTRASI LIMBAH SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

PENENTUAN STATUS MUTU AIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara kita semakin hari semakin pesat. Pesatnya laju

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB 3 TINJAUAN LINGKUNGAN

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003).

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

III. METODE PENELITIAN

SINKRONISASI STATUS MUTU DAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI METRO

Volume VII Nomor 1, Februari 2017 ISSN: Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

PENGARUH COD, Fe, DAN NH 3 DALAM AIR LINDI LPA AIR DINGIN KOTA PADANG TERHADAP NILAI LC50

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

STATUS KUALITAS AIR SUNGAI SEKITAR KAWASAN PENAMBANGAN PASIR DI SUNGAI BATANG ALAI DESA WAWAI KALIMANTAN SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

Kandungan Logam Berat Pb dalam Muatan Padatan Tersuspensi dan Terlarut di Perairan Pelabuhan Belawan dan sekitarnya, Provinsi Sumater Utara

Kualitas Perairan Sungai Buaya di Pulau Bunyu Kalimantan Utara pada Kondisi Pasang Surut

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA

KAJIAN KUALITAS PERAIRAN BERDASARKAN PARAMETER FISIKA DAN KIMIA DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA KENDARI SULAWESI TENGGARA

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

Makalah Baku Mutu Lingkungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN MUTU AIR DENGAN METODE INDEKS PENCEMARAN PADA SUNGAI KRENGSENG, KOTA SEMARANG

BAB III. PENCEMARAN AIR A. PENDAHULUAN

Transkripsi:

SEBARAN SPASIAL LUASAN AREA TERCEMAR DAN ANALISIS BEBAN PENCEMARAN BAHAN ORGANIK PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM Spatial Distribution of Pollution areas and Analysis of Pollution Load of Organic Matter in Inner Ambon Bay Waters Debby A.J.S 1, E. M. Adiwilaga 2, R. Dahuri 3, I. Muchsin 4, H. Effendi 5 1) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon 2,3,4,5) Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor Diterima: 11 Juni 2009; Disetujui: 1 April 2009 ABSTRACT Before 20 th centuries human, including scientist, considered that the sea has non limited capability in absorbed all effluent entering the sea. This argument based on the assumption that the sea has a huge capacity to carry all loading materials. There is no matter if we put all the garbage in. The subject of the research is to analyse pollution load, to present the pollution status of TAD waters and to make a spatial pollution area of TAD. Analysis methods for pollution load used: mass balance and rapid assessment; for pollution status used storet method. For organic matter analysis used NO3 method, oil and grease and COD indicators already passed the threshold for marine biota s. The model of pollution load base on TSS gave a higher relationship compare by the other indicator, whereas the TAD status was concluded in D class with bad category or heavy contaminated. Keywords: Organic matter, pollution load, spatial distribution PENDAHULUAN Ekosistem teluk yang semi tertutup cenderung memiliki karakteristik fisik yang terbatas, misalnya kecepatan arus yang relatif lamban, terlindung dari gelombang dengan demikian sirkulasi air sangat terbatas. Adapun arus dominan dalam teluk Ambon adalah arus pasut dengan kecepatan < 0,5 m/det sepanjang musim atau dikatakan memiliki arus lemah kecuali pada lokasi Silale (Teluk Ambon Luar) terus ke arah luar kadang-kadang memiliki kecepatan arus > 0,5 m/det karena angin Barat Daya yang bertiup kuat dengan kecepatan > 18 knot dalam waktu lama. Selain itu Teluk Ambon Dalam (TAD) lebih kecil luasnya (luas perairan TAD = 11,03 km 2 ) serta dangkal, sehingga, dengan kondisi teluk yang seperti ini membuat proses percampuran massa air di TAD relatif lebih lamban, dibandingkan dengan Teluk Ambon Luar (TAL). Teluk Ambon Dalam (TAD) dan sekitarnya memiliki beberapa fungsi dan kegunaan yaitu sebagai daerah perikanan tangkap dan budidaya, pelabuhan pangkalan TNI Angkatan Laut dan POLAIRUD, pelabuhan kapal PT Pelni, kapal tradisional antar pulau dan ferry penyeberangan, jalur transportasi laut, tempat pembuangan limbah minyak dan air panas oleh PLN, dermaga tempat perbaikan kapal, tempat penambangan pasir dan batu, daerah konservasi, tempat rekreasi dan olahraga, tempat pendidikan dan penelitian serta pemukiman penduduk. Gambaran fungsi dan kegunaan jelas memperlihatkan kondisi wilayah teluk Ambon dan sekitarnya yang telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan dan 1 ) Korespondensi : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon 96 Debby A.J.S

kepentingan baik oleh masyarakat biasa, swasta maupun oleh pemerintah. Ancaman dan permasalahan terhadap kelestarian ekosistem pesisir dan lautan dalam kasus teluk Ambon antara lain perusakan fisik ekosistem pesisir seperti pengerukan pasir pantai, sedimentasi akibat lemahnya manejemen lahan atas dan pencemaran. Sebelum abad-20, manusia (termasuk para ilmuwan) menganggap laut mempunyai kemampuan tak terbatas dalam menyerap (menetralisir) semua limbah yang masuk ke dalamnya. Pendapat ini didasarkan pada asumsi bahwa dengan luas dan volume air laut yang luar biasa besar, maka laut akan mampu mengencerkan (menetralisir) semua jenis limbah berapapun jumlahnya. Sejalan dengan berkembangnya jumlah penduduk dunia, meningkat pula kegiatan pembangunan, meningkat pula tingkat kebutuhan masyarakat, demikian juga dengan tingkat perubahan atau pergeseran fungsi ruang baik darat maupun laut, maka semakin beragam jenis limbah dengan volume yang semakin besar dibuang ke laut. Tempat dan Waktu Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada wilayah perairan Teluk Ambon Dalam (TAD) Kecamatan Teluk Ambon Baguala dan berlangsung dari Mei 2006 hingga Maret 2007 (Gambar 1). Bahan dan Metode Gambar 1. Peta lokasi penelitian Sampel air laut dianalisis di Laboratorium Produktivitas dan Limnologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan Kimia Organik P3O LIPI Ancol Jakarta. Menganalisa Tingkat Pencemaran Analisa Beban Pencemaran Untuk mengestimasi tingkat pencemaran dianalisis dengan pendekatan Rapid Assessment yaitu perhitungan beban pencemar dari setiap sumber pencemaran, seperti; pemukiman (jumlah populasi), restoran, aneka industri, pertanian, perikanan dan transportasi (pelayaran). Untuk menganalisis besar beban pencemaran (BOD, COD) yang dihasilkan oleh suatu industri atau Sebaran Spasial Luasan Area Tercemar dan Analisis Beban Pencemaran Bahan Organik 97

kegiatan yang dibuang ke perairan digunakan rumus BL = Q x C Dimana : BL = beban pencemaran dari suatu sungai(ton/thn) Q = debit sungai (m 3 /thn) C = konsentrasi limbah (mg/l) Total beban pencemaran dari seluruh sungai yang bermuara di Teluk Ambon Dalam sebagai berikut : n TBL = BL i=1 Dimana : TBL = Total Beban Limbah n = jumlah sungai i = beban limbah sungai ke-i Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks STORET Secara prinsip metode STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukkannya guna menentukan status mutu air (Kepmen LH No.115 Tahun 2003). Untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency). Sebaran Oksigen Terlarut HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan kisaran oksigen terlarut rata-rata tiap stasiun berkisar antara 6.16 8.14 mg/l dan dari rata-rata tiap musim berkisar antara 6.18 7.53 mg/l. Berdasarkan Lee et al (1978), maka representasi kisaran nilai DO yang diperoleh menunjukkan status kualitas perairan TAD berkisar dari tercemar ringan hingga tercemar sangat ringan ( 4.5-6.4 = tercemar ringan, > 6.5 tidak tercemar hingga tercemar sangat ringan). Selanjutnya berdasarkan kriteria-kriteria kondisi kualitas perairan dengan pendekatan nilai oksigen terlarut, maka luasan area yang tercemar ringan adalah sebesar 2,5693 Km 2, sedangkan area yang tidak tercemar adalah 8,25172 Km 2 (Gambar 2). Oksigen terlarut merupakan parameter penting yang dibutuhkan oleh semua organisme akuatik, seperti ikan. Ketidakhadiran oksigen dalam perairan akan sangat berbahaya bagi kehidupan akuatik. Kebanyakan ikan pada beberapa perairan tercemar mati, bukan karena toksisitas bahan buangan secara langsung, akan tetapi karena kekurangan oksigen dalam perairan akibat digunakan di dalam proses dekomposisi oleh mikroorganisma. Lebih lanjut menurut Connel dan Miller (1995) diacu dalam http://www.redaksi@damandiri (2003), sebagian besar dari zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik. Lee et al. (1978) diacu dalam http://www.redaksi@damandiri (2003), kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan. Sebaran NO 3 dan PO 4 Dikemukakan bahwa bila buangan domestik diuraikan oleh bakteria, tidak hanya karbon dioksida (CO 2 ) dan air (H 2 O), tetapi juga nitrogen dan fosfor dilepaskan sebagai bahan anorganik yang secara alami terkandung dalam komponen protein tanaman dan hewan. Nitrat, fosfat dan garam-garam lainnya merupakan nutrien penting untuk pertumbuhan tanaman. Sirkulasi bahan secara alami berfungsi hanya bila nutrien-nutrien ini dilepaskan terus menerus. Tanpa nutrien tidak ada pertumbuhan tumbuhan. Namum tidak berarti adalah baik jika banyak nutrien yang masuk ke dalam badan air itu baik bagi pertumbuhan tanaman (Gerlach, 1981). 98 Debby A.J.S

Gambar 2. Luasan area tercemar bahan organik di perairan TAD berdasarkan indikator DO Berdasarkan rata-rata tiap stasiun nilai NO 3 berkisar antara 0.086 0.121 mg/l, sedangkan rata-rata tiap musim NO 3 berkisar antara 0.061 0.217 mg/l. Seperti yang dijelaskan sebelumnya maka kisaran NO 3 yang diperoleh selama penelitian telah melebihi nilai ambang (0.008 mg/l) bagi biota laut. Hal ini dibuktikan dengan luas area yang tercemar NO 3 di TAD adalah sebesar 10,8211km 2 (Gambar 3). Kisaran nilai-nilai NO 3 ini, jelas menunjukkan bahwa sebaran nilai yang lebih dari ambang batas bagi peruntukan biota laut menyebar pada seluruh perairan Teluk Ambon Dalam. Hal ini berarti input dari aktivitas pemukiman, aktivitas lain di darat serta aktivitas perikanan budidaya di laut akan sangat berpengaruh kepada peningkatan konsentrasi NO 3 di perairan teluk. Gambar 3. Luasan area tercemar bahan organik di perairan TAD berdasarkan indikator NO 3 Selain itu nilai rata-rata tiap stasiun untuk PO 4 di laut berkisar antara 0.004 0.077 mg/l, dan rata-rata tiap musim berkisar antara -0.002 0.049. Nampak bahwa kisaran nilai PO 4 pada sebagian besar stasiun relatif lebih kecil dari nilai ambang yang ditentukan yaitu 0.015 mg/l. Demikian juga dengan kisaran PO 4 tiap musim hanya musim pancaroba I yang tinggi nilainya yaitu 0.049 mg/l. Hal ini digambarkan dengan jelas pada Gambar 4, luasan area yang tercemar bahan organik dengan indikator PO 4 adalah hanya sebesar 0,86075 Sebaran Spasial Luasan Area Tercemar dan Analisis Beban Pencemaran Bahan Organik 99

km 2. Sedangkan yang tidak tercemar adalah sebesar 9,96035 km 2. Berdasarkan hasil evaluasi di Jerman ditemukan bahwa 40% PO 4, pada sungai-sungai adalah berasal dari detergen bahan pencuci, 27% dari kotoran, 17% dari pertanian (khususnya cairan kotoran dan produksi urin dari aktivitas peternakan moderen), dan 13% bersumber dari industri (Andrew 1972). Gambar 4. Luasan area tercemar bahan organik di perairan TAD berdasarkan indikator PO 4 Sebaran Minyak dan Lemak Hasil penelitian di TAD didapatkan bahwa konsentrasi minyak dan lemak pada musim pancaroba I (Maret 2007) hampir diseluruh lokasi menyebar dengan tinggi, khususnya pada stasiun 6 (enam) dan 8 (delapan) yaitu (227.5 dan 217.75 mg/l) terlihat sangat menonjol. Sedangkan berdasarkan kriteria kualitas air golongan C yaitu yang digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan kadar minyak dan lemak dalam perairan adalah 1 mg/l (Kepmen LH RI. No.51. 2004). Stasiun 6 (enam) merupakan stasiun yang terletak tepat di depan sungai Waetonahitu Passo, dan stasiun 8 (delapan) berada tepat depan sungai Waeheru-Waeheru. Letak stasiun yang demikian memungkinkan besarnya masukan minyak dan lemak dari darat ke laut, dibantu dengan kondisi musim pada saat itu. Kawasan pemukiman yang padat penduduk baik di sekitar perairan Passo maupun Waeheru turut menyumbangkan kandungan minyak dan lemak ke perairan TAD. Demikian halnya juga dengan konsentasi rata-rata minyak dan lemak tiap stasiun untuk semua musim, terlihat bahwa tetap stasiun 6 (enam) dan 8 (delapan) juga yang tertinggi. Selanjutnya berdasarkan kriteria peruntukan seperti yang dikemukakan di atas, maka wilayah yang tercemar minyak dan lemak adalah sebesar 10,70438 Km 2 dan yang tidak tercemar adalah 0,11441 Km 2 (Gambar 5). 100 Debby A.J.S

Gambar 5. Luasan area tercemar bahan organik di perairan TAD berdasarkan indikator Minyak dan Lemak. Sebaran COD Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan rata-rata tiap musim nilai COD di perairan TAD berkisar antara 29.35-45.20 mg/l dan nilai COD tertinggi ditemukan pada musim pancaroba I (45.30 mg/l) diikuti musim barat (44.83 mg/l). Sedangkan nilai COD berdasarkan rata-rata tiap stasiun berkisar antara 26.59-60.85 mg/l., sebaran nilai COD pada tiap musim bervariasi dari yang terendah hingga tertinggi, dengan variabilitas nilai yang berbeda-beda. Misalnya, musim timur dan pancaroba II variabilitas nilai COD sangat besar yakni dari 8.00 mg/l (stasiun 7 dan 11) hingga 92.00 mg/l (stasiun 3) dan dari 8.78 mg/l (stasiun 9) hingga 45.14 mg/l. Sedangkan nilai COD pada musim barat variabilitasnya kecil sekali dibandingkan lainnya. Kondisi sebaran seperti ini mengindikasikan selain aktivitas masyarakat maka faktor oseanografi juga turut mempengaruhi. Selanjutnya luasannya area yang telah tercemar bahan organik dengan indikator COD adalah sebesar 10,82111 Km 2 (Gambar 6). Gambar 6. Luasan area tercemar bahan organik di perairan TAD berdasarkan indikator COD Sebaran Spasial Luasan Area Tercemar dan Analisis Beban Pencemaran Bahan Organik 101

Model Beban Limbah Organik Analisis beban limbah organik dengan indikator NO 3 pada tiap musim tidak terlalu bervariasi nilainya, kecuali pada musim barat (Januari) variasi nilainya besar sekali yaitu 0.1325 100.6547 ton/tahun (Tabel 1). Secara umum beban limbah organik indikator NO 3 relatif kecil, sumbangan tertinggi berasal dari sungai Waetonahitu Passo. Preferensi musim barat dengan beban limbah organik indikator NO 3 tertinggi, mungkin berhubungan dengan besarnya curah hujan pada musim ini. Tingginya beban limbah organik sungai Waetonahitu dibandingkan sungai lainnya, tergantung kepada debit sungainya serta konsentrasi limbah organik di laut. Baik konsentrasi limbah di laut maupun debit sungai untuk sungai Waetonahitu relatif lebih tinggi dibanding sungai lainnya. Selanjutnya, model pendugaan beban limbah organik dijelaskan oleh model Y=-0,0012X+0,1183 dengan R 2 =0,0367 (Gambar1). Model ini menjelaskan hubungan beban limbah di sungai dan konsentrasinya di laut hanya sebesar 3 %. Hal ini terlihat dari validasi model ternyata hanya 0,087-1,118 mg/l beban limbah yang terserap di laut dari rata-rata beban yang berkisar antara 0,052-25,366 ton/thn. Hal ini kemungkinan sebagian bahan organik yang masuk telah mengalami pengenceran sebelum masuk ke laut. Tabel 1. Beban limbah organik dengan indikator NO 3 dari sungai-sungai Beban Limbah NO 3 (ton/thn) Nama Sungai M.Timur M.Pancrb.II M.Barat M.Pancarb.I S. Air Bsr. Halong 1.6448 0.7876 0.2619 0.0014 S.Waerekan 4.5982 0.1792 0.1325 0.0080 S.Waetonahitu 4.2157 0.9376 100.6547 0.1861 S.Waeheru 1.5254 0.4506 0.4159 0.0115 Selanjutnya, dibandingkan hasil analisis beban limbah organik indikator NO 3 dari setiap sungai yang bermuara ke teluk, beban limbah organik indikator BOD lebih besar bebannya. Musim Timur bervariasi dari 15.112 98.698 ton/tahun, musim pancaroba I (Maret) bervariasi dari 7.876 25.448 ton/tahun, musim barat bervariasi dari 5.762 283.216 ton/tahun dan musim pancaroba II (Okober) bervariasi dari 3.414-136.570 ton/tahun. Variasi beban limbah tiap musim kelihatannya sangat variatif, yang menarik disini adalah ternyata sumbangan dari sungai Waetonahitu Passo tetap merupakan yang tertinggi beban limbah organik indikator BOD-nya untuk semua musim. Analisis hubungan antara beban limbah organik indikator BOD dari sungai dengan besarnya konsentrasi organik indikator BOD yang ada di perairan laut, ditunjukkan oleh persamaan Y= 0.0071x +1.9215 dengan R 2 =0.023 (Gambar 7). Diasumsikan bahwa beban limbah organik dengan indikator BOD dari sungai yang berkisar antara 12.909-75.185 ton/thn ternyata hanya 2.013-2.455 mg/l (nilai validasi model) yang masuk ke laut, nilai ini justru lebih kecil dari konsentrasi bahan organik yang terukur di laut (1.247-3.964 mg/l). Berdasarkan validasi model tersebut berarti sebagian limbah organik yang masuk sudah mengalami pengenceran sebelum masuk ke laut. COD dibandingkan parameter lainnya merupakan komponen kimia yang memiliki sumbangan beban limbah dari sungai yang bervariasi dari beban terkecil 5.5630 ton/tahun (dari sungai Air besar Halong pada musim pancaroba I (Maret)) hingga terbesar 8806.2876 ton/tahun (dari sungai Waetonahitu pada musim barat (Januari)). Distribusi beban limbah organik dengan indikator COD musim timur, pancaroba II, dan musim barat relatif tinggi, dan sumbangan terbesar ditemukan pada musim barat. Variasi nilai beban limbah serta rata-rata debit masing-masing sungai serta rata-rata konsentrasi limbah organik indikator COD di laut yang sangat besar, memungkinkan muncul grafik hubungan model dengan determinasi R yang kecil yaitu Y = 0.0046X + 35.531 dengan R 2 = 0.3657 (Gambar 8). 102 Debby A.J.S

Beban Limbah BOD Konsentrasi BOD di laut (mg/l) 4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 0.500 y = 0.0071x + 1.9215 R 2 = 0.0235 0.000 0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 Beban Limbah BOD di sungai (ton/thn) Gambar 7. Pendugaan beban limbah organik dengan indikator BOD menggunakan data analisis dari mg/l ke- ton/thn Validasi model menunjukkan bahwa beban limbah organik dari sungai dengan indikator COD berkisar antara 36.281-45.863 itu berarti jauh lebih kecil dari yang semestinya masuk ke laut (lihat rata-rata beban limbah sungai berkisar antara162.978-2 246.189 ton/thn). Hal ini kemungkinan sebagian besar beban limbah organik yang masuk sudah mengalami pengenceran sebelum masuk ke laut. Konsentrasi COD di laut (mg/l) 50.000 45.000 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0.000 y = 0.0046x + 35.531 R 2 = 0.3657 0.000 500.000 1000.000 1500.000 2000.000 2500.000 Beban Limbah COD sungai (ton/thn) Gambar 8. Pendugaan beban limbah organik dengan indikator COD menggunakan data analisis dari mg/l ke- ton/thn Total bahan organik dari sungai yang masuk ke laut seperti dijelaskan sebelumnya baik dari kegiatan industri maupun pemukiman, dapat dilihat dari analisis beban limbah organik indikator TOM (Tabel 2). Sumbangan beban limbah bahan organik dari sungai yang bermuara di teluk terlihat bahwa sungai Waetonahitu masih yang tertinggi dibandingkan dengan sumbangan sungai lainnya. Padahal pemusatan kegiatan pada keempat sungai tersebut cenderung hampir sama. Tabel 2. Beban limbah organik dengan indikator TOM dari sungai-sungai Nama Sungai Beban Limbah TOM (ton/thn) M.Timur M.Pancrb.II M.Barat M.Pancarb.I S. Air Bsr. Halong 82.0649 41.2565 31.5304 19.7258 S.Waerekan 271.2177 31.3661 25.6779 131.0885 S.Waetonahitu 584.0607 130.2275 1596.9125 4469.2188 S.Waeheru 159.9841 53.1673 44.6074 204.2965 Perhitungan beban limbah organik dengan indikator Total Suspended Solid dari sungai yang masuk laut berkisar antara 0.0028 7.6286. Musim memberi kontribusi beban limbah organik indikator TSS terbesar adalah musim pancaroba I, dikuti musim barat. Sebaran Spasial Luasan Area Tercemar dan Analisis Beban Pencemaran Bahan Organik 103

Tingginya curah hujan berpotensi menjadi faktor berpengaruh secara fisik yang mendorong tingginya beban limbah di perairan laut. Analisis hubungan konsentrasi TSS di laut dengan beban limbah organik indikator TSS dari sungai menunjukkan model hubungan yang linear dengan Y = 0.011X + 0.0134 dan R 2 = 0.9274 (Gambar 9). Hal ini mengindikasikan bahwa beban limbah organik indikator TSS di perairan laut merupakan implementasi dari masukan beban limbah TSS dari sungai. Berdasarkan analisis total beban limbah organik dengan indikator COD, TOM dan BOD merupakan indikator beban limbah organik yang sangat dominan masuk ke teluk Ambon (Tabel 3). Kontribusi beban limbah organik indikator COD mengindikasikan kehadiran bahan-bahan organik yang tidak dapat diuraikan secara biologis, sedangkan kontribusi beban limbah organik dengan indikator TSS, NO 3 dan PO 4 relatif sangat kecil. Konsentrasi TSS di laut (mg/l) 0.045 0.040 0.035 0.030 0.025 0.020 0.015 0.010 0.005 0.000 y = 0.011x + 0.0134 R 2 = 0.9274 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 Gambar 9. Pendugaan beban limbah organik dengan indikator TSS menggunakan data analisis dari mg/l ke- ton/thn Tabel 3. Total beban limbah organik dari semua sungai yang bermuara di TAD (2006-2007) Total Beban Limbah (Ton/Tahun) Parameter M.Timur M.Pancrb.II M.Barat M.Pancarb.I BOD 192.21259 51.63664 300.74180 164.73416 COD 651.91219 717.95753 8984.75553 1757.16321 TOM 1097.32741 256.01742 1698.72817 4824.32966 TSS 2.19219 0.15513 7.15611 9.01157 PO 4 1.97437 1.61196 12.67269 4.50580 NO 3 11.98406 2.35487 101.46499 0.20700 Analisis Beban Limbah Domestik Beban Limbah TSS sungai (ton/thn) Berdasarkan analisis beban limbah padat kota yang diperkirakan masuk ke Teluk Ambon bahwa dari ±75.775 jiwa yang berdiam di wilayah batas daerah aliran sungai pada TAD seluas 9,16043 km 2 atau 916.043 ha, telah menghasilkan sekitar 6 914 468 ton/thn (Tabel 4). Diketahui luas TAD adalah 11.03 km2, sedangkan luas areal pemukiman sekitar wilayah DAS adalah 9.16043 km2, dengan demikian perbandingan kisaran luas yang tidak berbeda jauh tersebut memberi gambaran fenomena tekanan aktivitas pembuangan limbah domestik terhadap teluk secara keseluruhan dan TAD khususnya. 104 Debby A.J.S

Tabel 4. Perhitungan beban limbah padat kota Karakteristik kota Jumlah Penduduk (orang) Faktor limbah padat kota (kg/org/thn) *) Penduduk x Faktor limbah (kg/thn) (4) x 1000 x 365hr (ton/thn) (1) (2) (3) (4) (5) 1) sampah kota Pada area dengan pendapatan menengah ke bawah Keterangan *) : Menurut Djajadiningrat (1991) 75.775 250 18 943.75 6 914 468 750 Penentuan Status Pencemaran dengan Metode Indeks Storet Selanjutnya hasil analisis terhadap parameter air di perairan laut seperti pada Tabel 5, menunjukkan bahwa berdasarkan skor yang didapatkan jumlah skor nilai adalah sebesar -106. Hal ini berarti kualitas air di perairan TAD sudah termasuk kelas D, dengan kategori buruk atau telah tercemar berat, karena skornya telah lebih besar dari -31. Tabel 5. Status mutu kualitas air menurut sistem nilai Storet di perairan laut untuk biota laut. Rata - Rata Total Skor No. Parameter Satuan Baku Hasil Pengukuran Mutu Maksimum Minimum FISIKA 1 Suhu air C 28-32 32.000 25.000 28.450-2 2 TSS mg/l 20-80 0.040 0.010 0.026 0 3 Kecerahan m > 5 10.000 4.000 7.011-8 KIMIA 1 ph 7-8.5 8.519 7.400 8.146 0 2 Salinitas 0/00 33-34 36.000 25.000 33.432-4 3 DO mg/l > 5 9.200 3.410 7.100-4 4 BOD mg/l 20 5.669 0.428 2.24-20 5 COD mg/l 92.000 8.000 38.988 6 PO4 mg/l 0.015 0.266-0.008 0.004-16 7 NO3 mg/l 0.008 0.273 0.045 0.110-20 8 TOM mg/l 24.648 0.000 8.288 Minyak & Lemak mg/l 1 227.500 0.100 18.489-16 9 10 pah mg/l 0.003 0.035 0.002 0.033-16 jumlah -106 Berdasarkan referensi masing-masing parameter seperti yang disebutkan di atas, menunjukkan kualitas perairan TAD akan berdampak bagi kehidupan biota laut yang berada pada perairan ini. Dengan kondisi yang demikian maka, kegiatan perikanan dan budidaya yang sering dilakukan pada perairan ini adalah sangat beresiko. Dengan demikian hal ini akan menjadi perhatian semua pihak pengguna teluk untuk lebih berhatihati memanfaatkan sumberdaya laut di dalamnya. Tingginya intensitas pemanfaatan ruang perairan teluk seperti sekarang ini, jelas telah mengindikasikan adanya pencemaran di TAD. Kenyataan kondisi seperti ini memacu semua pihak untuk berupaya melakukan penanganan secara serius dengan teknologi pendekatan yang tepat. Oleh karena itu instrumen penanganan masalah pencemaran ini Sebaran Spasial Luasan Area Tercemar dan Analisis Beban Pencemaran Bahan Organik 105

harus diuraikan secara jelas. Salah satu langkah penanganannya yaitu dengan penataan ruang laut yang komprehensif sehingga langkah-langkah kebijakan yang diusulkan akan sangat membantu upaya memulihkan kondisi perairan ini. KESIMPULAN Berdasarkan luasan area-area tercemar dikaikan dengan analisis beban limbah baik limbah cair maupun padat jelas terlihat bahwa status kualitas perairan TAD telah tercemar. Dengan demikian kemungkinan pengembangan perikanan tangkap dan budidaya laut perlu mendapat perhatian serius semua pihak. Oleh karena akan sangat beresiko bukan hanya ke kesehatan organisme yang hidup di dalamnya akan tetapi juga bagi kesehatan manusia yang memanfaatkan sumberdaya laut tersebut. DAFTAR PUSTAKA Andrew W.A, D. K. Moore and A.C. LeRoy. 1972. A Guide to The Study of Environmental Pollution. Ontario: Publication Prentice-Hall of Canada, Ltd, Scarborough. 260p. Djajadiningrat S.T dan H. H. Amir. 1991. Penilaian secara cepat sumber-sumber pencemaran air, tanah dan udara. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal: 148. Gerlach S.A. 1981. Marine Pollution Diagnosis and Therapy. Spinger-Verlag, Berlin Heidelberg New York. 217p. http://www.redaksi@damandiri 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI. No.115 Tahun 2003. Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Jakarta. Hal: 10. 106 Debby A.J.S