REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden hasil Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah melaksanakan program dalam RPJM Nasional yang dituangkan dalam Rencana Strategis Kementerian/Lembaga dan RPJM Daerah. Dengan demikian RPJM sebagai acuan pembangunan seluruh sektor untuk periode 5 tahun mendatang sekaligus memberikan mandat kepada Kementerian/Lembaga negara dan pemerintah daerah untuk menjabarkan kebijakan dan program-program didalamnya dalam rangka mewujudkan target sukses agenda-agenda pembangunan nasional yaitu: Menciptakan Indonesia yang aman dan damai; Menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis; dan Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. Pembangunan kehutanan dalam RPJM Nasional tahun 2004-2009 diarahkan untuk mendukung kebijakankebijakan nasional yang ditetapkan antara lain: a) Peningkatan keamanan, ketertiban dan penaggulangan kriminalitas; b) Penanggulangan kemiskinan dalam rangka pemenuhan hak atas Lingkungan Hidup (LH), Sumberdaya Alam (SDA), dan Akses masyarakat terhadap SDA; c) Revitalisasi pertanian; d) Pembangunan perdesaan; dan e) Perbaikan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kebijakan-kebijakan tersebut dijabarkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Departemen Kehutanan tahun 2005-2009, sebagai pedoman pembangunan kehutanan dalam lima tahun mendatang yang memuat rencana makro dan bersifat strategis. 3. Dalam rangka mendukung pencapaian kebijakan dan pembangunan nasional, maka program-program pembangunan kehutanan telah ditetapkan antara lain: REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 I - 1
a. Program Pemantapan keamanan dalam negeri, dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi: 1) Merevitalisasi kelembagaan polisi hutan sebagai bagian dari desentralisasi kewenangan; 2) Peningkatan pengamanan hutan berbasis sumberdaya masyarakat; 3) Intensifikasi upaya monitoring bersama aparatur dan masyarakat terhadap kawasan hutan; dan 4) Penegakan Undang Undang (UU) dan peraturan serta mempercepat proses penindakan pelanggaran hukum di sektor kehutanan. b. Program pemantapan pemanfaatan potensi SDH dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi: 1) Rehabilitasi ekosistem (lahan kritis, lahan marginal, hutan bakau, terumbu karang, dll) berbasis masyarakat; 2) Pengembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan usaha perhutanan rakyat; 3) Pengembangan produkproduk kayu bernilai tinggi dan pengembangan kluster industri berbasis wilayah; 4) Restrukturisasi kapasitas industri pengolahan kayu dan diversifikasi sumber bahan baku industri perkayuan; 5) Pemasaran dan pengendalian peredaran hasil hutan; 6) Pembinaan industri kehutanan primer; 7). Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) pada kawasan hutan non produktif dan areal konsesi yang belum ditanami termasuk kemudahan perijinan dan permodalan/pinjaman; 8). Pengembangan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan, termasuk pemberian hak pengelolaan untuk periode tetentu kepada masyarakat untuk mengembangkan hutan tanaman dan hasil hutan non kayu; 9) Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan hutan tanaman; dan 10) Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menunjang produktivitas sektor kehutanan; 11) Penetapan kawasan hutan; 12) Penetapan kesatuan pengelolaan hutan khususnya di luar P. Jawa; 13) Penatagunaan hutan dan pengendalian alih fungsi, dan status kawasan hutan; 14) Pembinaan kelembagaan hutan produksi; dan 15) Pengembangan sertifikasi pengelolaan hutan lestari. c. Program perlindungan dan konservasi SDA dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi: 1) restrukturisasi peraturan tentang pemberian hak pengelolaan SDA; 2) Penguatan organisasi masyarakat adat/lokal dalam REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 I - 2
pengelolaan SDA dan LH; 3) Pengembangan dan penyebar luasan pengetahuan tentang pengelolaan SDA yang berkelanjutan, termasuk kearifan lokal; 4) Pengembangan sistem insentif bagi masyarakat miskin untuk menjaga lingkungan; 5) Pengembangan kerjasama kemitraan dengan lembaga masyarakat setempat dan dunia usaha dalam pelestarian dan perlindungan SDA; 6) Kerjasama dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam kemampuan konservasi SDA; 7) Rehabilitasi ekosistem (lahan kritis, lahan marginal, hutan bakau, terumbu karang, dll) berbasis masyarakat; 8) Perlindungan SDA dari pemanfaatan yang eksploitatif dan tidak terkendali terutama di kawasan konservasi seperti DAS dan kawasan lain yang rentan terhadap kerusakan; 9) Pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati dari ancaman kepunahan; 10) Pengembangan sistem insentif dan disinsentif dalam perlindungan dan konservasi SDA; 11) Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam perlindungan SDA; 12) Pengembangan dan pemasyarakatan teknologi tepat guna; 13) Pengkajian kembali kebijakan perlindungan dan konservasi SDA; 14) Perlindungan hutan dari kebakaran; 4) Pengembangan koordinasi kelembagaan pengelolaan DAS terpadu; 15) Perumusan mekanisme pendanaan bagi kegiatan perlindungan dan konservasi SDA; 16) Pengembangan kemitraan dengan perguruan tinggi, masyarakat setempat, lembaga swadaya, legislatif, dan dunia usaha dalam perlindungan dan pelestarian SDA; dan 17) Pengusahaan DAK sebagai kompensasi daerah yang memiliki dan menjaga kawasan lindung. d. Program Pengembangan kapasitas pengelolaan SDA dan LH, dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi: 1) Pengembangan sistem pengawasan pemanfaatan SDA oleh masyarakat; 2) Pengembangan sistem pengolahan SDA yang memberikan hak secara langsung kepada masyarakat; 3) Re-orientasi kerjasama dengan perusahaan multi nasional yang memanfaatkan SDA dan LH agar lebih berpihak kepada masyarakat; 4) Kerjasama dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam meningkatkan kemampuan pengelolaan SDA yang berkelanjutan; 5) Peningkatan kapasitas kelembagaan, termasuk REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 I - 3
lembaga masyarakat adat serta aparatur pengelola SDA dan LH di pusat dan daerah; 6) Peningkatan peranserta masyarakat dalam pengelolaan SDA dan LH melalui pola kemitraan; 7) Penegakan hukum terpadu dalam penyelesaian hukum atas kasus perusakan SDA dan LH; dan 8) Pengkajian kembali penerapan kebijakan pembangunan melalui internalisasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. e. Program rehabilitasi dan pemulihan cadangan SDA dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi: 1) Peningkatan rehabilitasi daerah hulu untuk menjamin ketersediaan pasokan air irigasi untuk pertanian; 2) Penetapan wilayah prioritas pertambangan, rehabilitasi hutan, lahan, dan kawasan pesisir serta pulau-pulau kecil; 3) Peningkatan kapasitas kelembagaan, sarana, prasarana rehabilitasi hutan, lahan, dan kawasan pesisir serta pulau-pulau kecil; 4) Peningkatan efektifitas reboisasi yang dilaksanakan secara terpadu; dan 5) Rehabilitasi ekosistem dan habitat yang rusak dikawasan hutan, pesisir, perairan, bekas tambang, disertai pengembangan sistem manajemen pengelolaanya. f. f. Program peningkatan kualitas dan akses informasi SDA dan LH dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi: 1) Penyusunan data SDA baik data potensi maupun data daya dukung kawasan ekosistem, termasuk pulaupulau kecil; 2) Pengembangan valuasi sumberdaya alam meliputi hutan, air, pesisir, dan cadangan mineral; 3) Penyusunan neraca SDA Nasional dan neraca LH; 4) Penyusunan dan penerapan PDB hijau; 5) Penyusunan data dan potensi SDH dan NSDH; 6) Pendataan dan penyelesaian tata batas hutan dan kawasan pebatasan dengan negara tetangga; 7) Penyebaran dan peningkatan akses kepada masyarakat; 8) Pengembangan sistem informasi terpadu antara sistem jaringan pemanfaatan kualitas LH pusat dan daerah; dan 9) Sosialisasi, pelaksanaan dan pemantauan berbagai perjanjian internasional baik di pusat dan daerah. 4. Revitalisasi Kehutanan ditujukan untuk meningkatkan produktivitas sumber daya hutan melalui peningkatan peran serta para pihak, baik dunia usaha, masyarakat REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 I - 4
maupun pemerintah. Peningkatan produktivitas sumber daya hutan berarti peningkatan output (luaran) baik dalam bentuk hasil hutan kayu maupun non-kayu (termasuk jasa lingkungan). Dengan demikian peningkatan produktivitas sumber daya hutan tersebut akan membuka lapangan pekerjaan dan peluang usaha yang lebih luas bagi masyarakat maupun dunia usaha. Peningkatan kesempatan kerja dan peluang usaha, selain mengurangi pengangguran, mengurangi kemiskinan dan peningkatan taraf hidup masyarakat, juga mendukung pembangunan perekonomian lokal, regional dan nasional secara berkelanjutan (sustainable development). 5. Pembangunan kehutanan dalam pembangunan nasional, senantiasa diarahkan pada pencapaian optimalisasi manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial. Selama lebih dari tiga dasawarsa, sektor kehutanan pernah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang mampu memberikan kontribusi nyata antara lain terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Devisa sektor kehutanan pada Pelita VI (1992-1997) tercatat US $ 16,0 milyar, atau sekitar 3,5 % dari PDB nasional. Namun demikian pemanfaatan hasil hutan kayu melebihi daya dukungnya dan besarnya konversi lahan hutan selama ini menimbulkan banyak permasalahan lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Sebagai akibatnya dapat dilihat bahwa pencapaian devisa pada tahun 2003 menjadi US $ 13,24 milyar, atau terjadi penurunan sebesar 16,6 persen, dan dilapangan terjadi kerusakan kawasan hutan dengan laju degradasi diperkirakan sebesar 2,8 juta ha setiap tahun. 6. Dengan demikian revitalisasi kehutanan tidak keluar dari atau merupakan pendalaman dan penajaman programprogram pembangunan kehutanan yang telah dituangkan dalam RPJP, RPJM maupun Rentra Departemen Kehutanan. Dengan mempertimbangkan kondisi dan permasalahan kehutanan saat ini, maka revitalisasi industri kehutanan kedepan merupakan penguatan dan penajaman dari kebijakan, program dan rencana pembangunan kehutanan yang telah ditetapkan dengan lebih memfokuskan kepada pembangunan produk-produk unggulan yang diperkirakan akan mampu menyerap investasi dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan ekonomi, peningkatan REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 I - 5
kesejahteraan sosial, dan peningkatan kualitasi lingkungan (ekologi), disamping tercapainya pengelolaan sumberdaya hutan berkelanjutan. 7. Beberapa alasan kenapa revitalisasi industri kehutanan perlu dilakukan antara lain : a). Menurunnya peran dan fungsi kehutana dalam pemabngaunan nasional akibat meningkatnya degradasi sumberdaya hutan b) Sektor kehutanan mempunyai keunggulan komparatif, dimana Indonesia masih memiliki kawasan hutan cukup luas dan berfungsi sebagai paru-paru hijau dunia (120,35 juta ha) serta kaya dengan keanekaragaman hayati yang tinggi; c) Dalam jangka panjang sektor kehutanan dapat menjadi salah satu penggerak perekonomian nasional (devisa, lapangan kerja, dll); d) Permintaan pasar atas produk kehutanan secara nasional maupun global cenderung meningkat terus; d) Industri kehutanan dalam arti luas (pengelolaan hutan lestari: IUPHHK/HPH, IUPHHT/HTI; industi pengolahan dan jasa lingkungan) dapat bersaing secara global dan mempunyai daya saing yang tinggi; e) Untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan yang bergantung terhadap SDH sebanyak 48,8 juta orang, dan 10,2 juta diantaranya tergolong miskin. f). Resiliensi Industri-industri sektor kehutanan yang rendah, rata-rata hanya berbasiskan terhadap keunggulan bahan baku. 8. Revitalisasi industri kehutanan merupakan upaya mempercepat terwujudnya penyelenggaraan kehutanan yang menjamin kelestarian hutan bagi kemakmuran rakyat (visi Departemen Kehutanan). Agar revitalisasi industri kehutanan dapat diwujudkan dalam kegiatankegiatan pembangunan di lapangan, maka perlu disiapkan dengan seksama, terintegrasi, menjadi komitmen dan acuan bersama serta didukung regulasi, sarana dan SDM yang memadai, dan keberpihakan kepada masyarakat kecil, sebagai bentuk pembangunan kehutanan yang terpelihara dan berkelanjutan. REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 I - 6