BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan. Oleh Maryono

PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN. IGN Janardana

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Umur Pada Beberapa Volume PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOLUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV JAJAR. Diajukan oleh: HANGGA KARUNA D JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Probabilitas Tegangan Sentuh dan Tegangan Langkah di Lokasi Rencana Gardu Induk 500 kv Antosari

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI

EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. Pada gardu induk harus memiliki sistem pembumian yang handal yang

SISTEM PENTANAHAN PADA GARDU INDUK

PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus :

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV

II. TINJAUAN PUSTAKA

Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia

Politeknik Negeri Sriwijaya

Kata Kunci Pentanahan, Gardu Induk, Arus Gangguan Ketanah, Tegangan Sentuh, Tegangan Langkah, Tahanan Pengetanahan. I. PENDAHULUAN

ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV (APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33)

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB II DASAR TEORI. adanya pengukuran, maka dapat diketahui seberapa besar nilai tahanan pembumian di

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang dengan pesat dan besar. Apabila terjadi kesalahan di sistem tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH

SIMULASI PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN DAN JARAK ELEKTRODA TAMBAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN. Mohamad Mukhsim, Fachrudin, Zeni Muzakki Fuad

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat

BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA. Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini data yang diambil dari pengukuran

Politeknik Negeri Sriwijaya

ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG

Hasrul, Evaluasi Sistem Pembumian Instalasi Listrik Domestik di Kabupaten Barru

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada

BAB I PENDAHULUAN. gardu induk maka tenaga listrik tidak dapat disalurkan. Sehingga pembangunan

Politeknik Negeri Sriwijay A BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING. Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 ( )

Perencanaan Sistem Pentanahan Tenaga Listrik Terintegrasi Pada Bangunan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERUBAHAN KONFIGURASI ELEKTRODE PENTANAHAN BATANG TUNGGAL UNTUK MEREDUKSI TAHANAN PENTANAHAN

SISTEM PEMBUMIAN PERALATAN RUANG STUDIO TEKNIK ARSITEKTUR GEDUNG B FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA JALAN PB. SUDIRMAN DENPASAR

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PEMBUMIAN NETRAL ( TN ) DAN SISTEM PEMBUMIAN PENGAMAN ( TT ) DI AREA TANGERANG.

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan

BAB III LANDASAN TEORI

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i2 ( )

III. METODE PENELITIAN

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract

DAFTAR ISI SISTEM PENTANAHAN (PEMBUMIAN) TITIK NETRAL 3

MAKALAH OBSERVASI DISTRIBUSI LISTRIK di Perumahan Pogung Baru. Oleh :

Studi Pengaruh Jenis Tanah dan Kedalaman Pembumian Driven Rod terhadap Resistansi Jenis Tanah

BAB II TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH. Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya

STUDI PENGARUH KANDUNGAN AIR TANAH TERHADAP TAHANAN JENIS TANAH LEMPUNG (CLAY)

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

SISTEM PENTANAHAN GRID PADA GARDU INDUK PLTU TELUK SIRIH. Oleh: ABSTRAK ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV NGAWI

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Isolator. Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki

PERENCANAAN SISTEM PENGETANAHAN PERALATAN UNTUK UNIT PEMBANGKIT BARU DI PT. INDONESIA POWER GRATI JURNAL

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TRANSIEN PEMBUMIAN GRID

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Pada era perkembangan teknologi yang semakin pesat ini, khususnya di Indonesia. Maka permintaan masyarakat terhadap energi listrik semakin meningkat. Menyadari hal tersebut PT. PLN ( Persero ) berencana akan membangun Gardu Induk dengan kapasitas 500 kv di Antosari, Kabupaten Tabanan. Dengan kapasitas yang sangat besar ini, untuk menunjang penelitian yang akan dibuat, maka perlu melakukan atau mencari kajian-kajian mutakhir yang dapat membantu penelitian ini sehingga mendapatkan hasil yang benar. Berikut ini adalah refrensi yang digunakan dalam kajian mutakhir : 1. Penelitian dilakukan di Gardu Induk PLTU Teluk Sirih 2 x 122 MW yang masih tahap kontruksi. Dalam penelitian ini menggunakan perhitungan sistem pentanahan grid berdasarkan data yang telah diambil sebelumnya, kemudian dibandingkan dengan 34 titik hasil pengukuran langsung di lapangan. Hasil yang didapat dari perhitungan sebesar 0,7106 Ω dan dari hasil pengukuran dengan hasil rata-rata sebesar 0,38 Ω. Dari hasil perhitungan dan pengukuran sudah sesuai dengan standar yaitu < 1 Ω (Andi Syofian, 2013). 2. Seminar dan hasil penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Henry B.H. Sitorus, Herman Halomoan Sinaga, Hendrik A.N. Simanjuntak dengan judul Disain Sistem Pentanahan Grid-Rod Gardu Induk 150 kv Untuk Berbagai Kondisi Tanah di Lampung. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, 2008. Pada penelitian ini menggunakan program, program ini menggunakan data acuan yang digunakan sebagai input untuk program perhitungan nilai tahanan pentanahan (R), tegangan sentuh (Em), tegangan langkah (Es) dan kriteria tegangan sentuh dan langkah yang diijinkan untuk sebuah gardu induk. Hasil dari perhitungan dengan program ini dibandingkan dengan data Gardu Induk Tegangan Tinggi 150 kv Sutami. Berdasarkan perbandingan hasil program dengan data salah satu gardu induk yang ada di Lampung yakni GITT 150 kv Sutami menunjukkan bahwa nilai 5

6 dari tahanan pentanahan, tegangan langkah, dan tegangan mesh keduanya sesuai dengan standard IEEE/ANSI Std 80-1986 yang berarti aman untuk manusia dan peralatan yang berada pada area gardu induk pada keadaan normal maupun gangguan tanah (Henry,dkk, 2008). 2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Proses Penyaluran Tenaga Listrik 500 kv Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik seperti PLTA, PLTU, PLTD dan PLTG kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegannya oleh transformator penaik tegangan yang berada di pusat listrik. Saluran transmisi tegangan tinggi mempunyai tegangan 70 kv, 150 kv dan 500 kv. Khusus untuk tegangan 500 kv dalam prakteknya sering disebut tegangan ekstra tinggi. Setelah melalui saluran transmisi maka tenaga listrik sampai ke gardu induk untuk diturunkan menjadi tegangan menengah atau tegangan distribusi primer yang bertegangan 6 kv, 12 kv atau 20 kv. Yang cenderung di gunakan di Indonesia adalah 20 kv. Jaringan setelah keluar dari gardu induk biasa di sebut jaringan distribusi, sedangkan jaringan antara pusat listrik dan gardu induk biasa disebut jaringan transmisi, baik saluran transmisi atau pun saluran distribusi ada yang berupa saluran udara dan ada yang berupa kabel tanah. Setelah melalui jaringan distribusi primer kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dalam gardu gardu distribusi menjadi tegangan rendah atau jaringan distribusi sekuder dengan tegangan 380 V atau 220 V. Melalui jaringan tegangan rendah untuk selanjutnya disalurkan ke rumah rumah pelanggan (konsumen) melalui sambungan rumah hingga ke alat pengukur dan pembatas atau biasa di sebut kwh Meter.

7 2.2.2 Sistem Pentanahan Perilaku tahanan sistem pentanahan sangat tergantung pada frekuensi (dasar dan harmonisanya) dari arus yang mengalir ke sistem pentanahan tersebut. Dalam suatu pentanahan baik penangkal petir atau pentanahan sistem tenaga adalah berapa besar impedansi sistem pentanahan tersebut (Anggoro, 2002). Besar impedansi pentanahan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor internal maupun eksternal. faktor internal meliputi : 1. Dimensi konduktor pentanahan (diameter atau panjangnya.) 2. Resistivitas relatif tanah. 3. Konfigurasi sistem pentanahan. Faktor eksternal meliputi : 1. Bentuk arusnya (pulsa, sinusoidal, searah). 2. Frekuensi yang mengalir ke dalam sistem pentanahan. Pada lokasi yang digunakan untuk sistem pentanahan harus dilakukan pengukuran secara langsung untuk mengetahui nila-nilai hambatan jenis tanah yang akurat karena struktur tanah yang sesungguhnya tidak sederhana yang diperkirakan, untuk setiap lokasi yang berbeda mempunyai hambatan jenis tanah yang tidak sama (Hutauruk, 1991). 2.2.3 Petir Petir merupakan peristiwa pelepasan muatan listrik statik di udara yang dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini dapat terjadi dalam dua kemungkinan, yaitu (Gultom, 2008) : 1. Lightning Flash yaitu pelepasan muatan diantara awan-awan ataupun antara pusat-pusat muatan di dalam awan tersebut. 2. Lightning Strike yaitu pelepasan muatan antara awan bermuatan dengan tanah. Lebih banyak pelepasan muatan terjadi antara awan ke awan dan di dalam awan itu sendiri daripada pelepasan muatan yang terjadi antara awan bermuatan dengan tanah. Tetapi petir awan ke tanah ini sudah cukup besar untuk dapat menyebabkan kerusakan pada benda-benda di permukaan tanah.

8 Petir merupakan proses alam yang terjadi di atmosfir bumi pada waktu hujan. Muatan-muatan tersebut akan terkonsentrasi di dalam awan atau bagian dari awan dan muatan yang berlawanan akan timbul pada permukaan tanah di bawahnya. Jika muatan bertambah, beda potensial antara awan dan tanah akan naik, maka kuat medan listrik di udara pun akan meningkat. Jika kuat medan listrik ini melebihi kekuatan dielektrik diantara awan-awan tersebut, maka akan terjadi pelepasan muatan atau disebut dengan petir (Gultom, 2008). 2.2.3.1 Proses terjadinya petir Sumber terjadinya petir adalah awan cummolonimbus atau awan guruh yang berbentuk gumpalan. Ukuran vertikal awan ini dapat mencapai 14 km sedangkan ukuran horizontalnya berkisar 1,5 km 7,5 km. Karena perbedaan ukuran vertikalnya yang besar, maka terjadi perbedaan temperatur antara bagian bawah yang dapat mencapai 5 0 C dan bagian paling atas mencapai -60 0 C. Adanya perbedaan temperatur pada awan ini dan pergerakan awan yang disebabkan oleh angin membuat terjadinya polarisasi muatan listrik di dalam awan tersebut. Biasanya muatan negatif berada di bagian bawah awan tersebut dan muatan positif berada di bagian atas. Muatan listrik pada awan ini mengakibatkan adanya beda potensial antara awan dengan bumi, sehingga timbul medan listrik antara awan dengan bumi. Jika medan listrik lebih besar daripada kekuatan dielektrik udara yang berada diantara bumi dengan awan, maka akan terjadi pelepasan muatan. Pelepasan pertama terjadi di udara yang berada di sekitar awan bermuatan. Pelepasan ini disebut dengan pilot streamer. Kemudian gerakan pilot streamer yang diikuti dengan lompatan-lompatan titik-titik cahaya yang dinamakan stepped leader (Gambar 2.1.a). Arah setiap stepped leader berubah-ubah mencari udara yang mempunyai kekuatan dielektrik yang paling rendah untuk dilalui sehingga secara keseluruhan jalannya tidak lurus dan patah-patah. Setiap sambaran petir bermula dari suatu lidah petir (stepped leader) yang bergerak turun (down leader) dari awan bermuatan. Panjang setiap stepped leader sekitar 50 m (dalam rentang 3 200 m), dalam interval waktu antara setiap ± 50 µs (30 125 µs). Dari waktu ke waktu, dalam perambatannya

9 stepped leader mengalami percabangan sehingga terbentuk lidah petir yang bercabang-cabang. Ketika leader bergerak mendekati bumi, akan terdapat beda potensial yang makin tinggi antara ujung stepped leader dengan bumi sehingga terbentuklah pelepasan muatan pertama yang berasal dari bumi atau objek pada bumi yang bergerak ke atas menuju ujung stepped leader. Pelepasan muatan pertama ini disebut upward streamer. Apabila upward streamer telah masuk dalam zona jarak sambaran atau striking distace, terbentuklah petir penghubung (connecting leader) yang menghubungkan ujung stepped leader dengan objek yang disambar (Gambar 2.1.b). Peristiwa inilah yang disebut dengan petir. Setelah itu timbul sambaran balik (return strike) yang bercahaya sangat terang bergerak dari bumi atau objek menuju awan dan kemudian melepaskan muatan di awan (Gambar 2.1.c). Jalur yang ditempuh oleh return strike adalah sama dengan jalur turunnya stepped leader, hanya arahnya saja yang berbeda. Setelah itu terjadi juga sambaran susulan (subsequent strike) dari awan menuju bumi akibat belum pulihnya udara yang menjadi tempat jalannya sambaran yang pertama. Sambaran susulan tidak memiliki percabangan dan bisa disebut lidah panah (dart leader) (Gambar 2.1.d). Pergerakan dart leader ini sekitar 10 kali lebih cepat dari leader yang pertama (first strike) (Gultom, 2008).

10 Gambar 2.1 Proses terjadinya petir (sumber : Gultom, 2008) 2.2.4 Sambaran Langsung Sambaran langsung adalah sambaran apabila petir menyambar langsung pada kawat fasa atau pada kawat tanah. Pada waktu petir menyambar kawat tanah atau kawat fasa akan timbul arus besar dan sepasang gelombang berjalan yang merambat pada kawat. Arus yang besar ini dapat membahayakan peralatanperalatan yang ada pada saluran. Saluran transmisi tegangan tinggi cukup tinggi di atas tanah, maka jumlah sambaran langsung pun cukup tinggi. Makin tinggi tegangan sistem serta tinggi tiangnya, maka makin banyak pula jumlah sambaran petir ke saluran transmisi (Nash, 2010). 2.2.5 Sambaran Tidak Langsung Sambaran tidak langsung atau sambaran induksi merupakan sambaran titik lain yang letaknya jauh tetapi objek terkena pengaruh dari sambaran sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada objek tersebut. Bila terjadi sambaran petir ke

11 tanah di dekat saluran penghantar listrik, maka akan terjadi fenomena transien yang diakibatkan oleh medan elektromagnetis dari kanal petir. Fenomena petir ini terjadi pada kawat penghantar listrik. Akibat dari kejadian ini timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan yang merambat pada kedua sisi kawat penghantar listrik di tempat sambaran berlangsung. Fenomena transien pada kawat penghantar listrik berlangsung hanya di bawah pengaruh gaya yang memaksa muatan-muatan bergerak sepanjang hantaran. Atau dengan perkataan lain transien dapat terjadi di bawah pengaruh komponen vektor kuat medan magnet yang berarah sejajar dengan arah penghantar. Jadi bila komponen vektor dari kuat medan berarah vertikal, maka tidak akan mempengaruhi atau menimbulkan transien pada penghantar (Nash, 2010). 2.2.6 Bentuk Arus Petir Bagian penting dari sambaran petir yang merupakan bagian utama sambaran adalah sambaran balik, dimana muatan sel dalam awan petir dilepaskan ke bumi. Bila terjadi aktifitas pengumpulan atau pembentukan muatan pada awan, maka induksi muatan dengan polaritas yang berlawanan terjadi di permukaan bumi. Akibat peristiwa tersebut timbul medan listrik yang kuat diantara awan dan bumi. Medan listrik yang amat kuat itu membuat objek yang terdapat di permukaan bumi dan biasanya di tempat yang tinggi, misalnya menara, gedunggedung, pohon-pohon dan lain-lain melepaskan muatan ion positif yang berasal dari bumi. Ion positif ini membuat semacam pita di udara yang bergerak ke arah pita yang dibentuk oleh ion negatif awan. Apabila kedua pita ini bertemu di satu titik di udara, maka terjadilah sambaran balik. Pada saat inilah mengalir arus petir dari udara ke bumi melalui saluran yang dibentuk oleh kedua ujung pita tersebut. Arus pada kebanyakan sambaran berasal dari sel yang bermuatan negatif dalam awan petir, sehingga arus sambaran merupakan aliran negatif dari awan ke tanah. Jarang ditemukan sambaran yang berasal dari sel positif. Kedua polaritas mempunyai aliran arus yang sama. Bentuk-bentuk pelepasan muatan awan (Gultom, 2008):

12 1. Negative lightning strike Pelepasan ini berasal dari awan petir bermuatan negatif. Pada Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa waktu muka gelombang adalah 10 15 µs. Waktu mencapai nilai separuh diperkirakan sekitar 100 µs. Arus petir sekitar 30 40 ka. Gambar 2.2 Negative lightning strike (sumber : Heidler, dkk, 2008) 2. Positive lightning strike Pelepasan berasal dari awan petir bermuatan positif. Pada Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa waktu gelombang sekitar 50 200 µs. waktu gelombang mencapai nilai separuh jenis pelepasan ini sangat panjang sekitar 1000 2000 µs. Gambar 2.3 Positive lightning strike (sumber : Heidler, dkk, 2008)

13 2.2.7 Sistem Pentanahan Proteksi Petir Sistem pentanahan proteksi petir adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan bagian badan peralatan listrik dan instalasi yang ditanahkan sehingga dapat mengamankan komponen-komponen instalasi dan makhluk hidup dari gangguan petir. Oleh karena itu, sistem pentanahan proteksi petir menjadi bagian terpenting dari sistem tenaga listrik (Sumardjati, dkk, 2008). 2.2.8 Tahanan Jenis Tanah Tahanan jenis tanah merupakan faktor keseimbangan antara tahanan dan kapasitansi. Tahanan jenis tanah disimbolkan dengan ρ. Nilai tahanan jenis tanah tergantung dari beberapa faktor yaitu (PUIL, 2000) : 1. Jenis tanah : tanah liat, berpasir, berbatu dll. 2. Lapisan tanah : berlapis-lapis dengan tahanan berbeda. 3. Kelembaban tanah. 4. Temperatur. Nilai tahanan jenis tanah bervariasi sesuai dengan keadaan pada saat pengukuran. Semakin tinggi suhu di daerah pengukuran tanah, maka semakin tinggi nilai tahanan jenisnya. Sebaliknya semakin lembab suhu di daerah pengukuran tanah, maka semakin rendah nilai tahanan jenisnya. Untuk mendapatkan nilai tahanan tanah yang rendah sering dicoba dengan cara memberi air atau membasahi tanah, serta dengan cara mengubah komposisi kimia tanah dengan memberikan garam pada tanah dekat elektroda pentanahan dengan tujuan untuk mendapatkan tahanan jenis tanah yang rendah. Selain itu untuk mengurangi variasi nilai tahanan jenis tanah akibat pengaruh musim, pentanahan dapat dilakukan dengan cara menanam elektroda pentanahan hingga mencapai kedalaman tertentu sampai terdapat air tanah yang konstan. Untuk mendapatkan nilai tahanan jenis tanah rata-rata untuk keperluan perencanaan diperlukan pengukuran dalam jangka waktu secara periodik. Karena kadang kala penanaman memungkinkan kelembaban dan temperatur bervariasi, nilai dari tahanan jenis tanah harus diambil dalam keadaan yang paling buruk

14 yaitu saat kondisi tanah kering dan panas. Nilai tahanan jenis tanah rata-rata untuk bermacam-macam jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Tahanan berbagai jenis tanah (PUIL, 2000) Jenis Tanah Tahanan Jenis Tanah (Ω-m) Tanah rawa 30 Tanah liat dan tanah ladang 100 Pasir basah 200 Kerikil basah 500 Pasir dan kerikil kering 1000 Tanah berbatu 3000 2.2.8.1 Pengukuran tahanan jenis tanah Pengukuran tahanan jenis tanah bertujuan untuk menentukan besarnya tahanan jenis tanah pada suatu titik, yang digunakan untuk menentukan letak penanaman suatu sistem pentanahan. Untuk menentukan nilai tahanan jenis tanah dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.1) (Hutauruk, 1999): ρ = 2 π a R...(2.1) Dengan, ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m) a = Jarak antar batang elektroda yang terdekat (m) R = Besar tahanan tanah yang diukur (Ω) 2.2.9 Teknik Pengkondisian Tanah Diberbagai kondisi tanah diperoleh tahanan jenis tanah yang tinggi. Cara agar sistem pentanahan dapat menghasilkan nilai tahanan yang rendah yaitu dengan teknik pengkondisian tanah. Dengan cara ini tahanan jenis tanah menjadi lebih rendah dari nilai semula, sehingga elektroda pentanahan yang ditanam mernpunyai nilai tahanan pentanahan yang rendah. Macam-macam teknik pengkondisian tanah yaitu teknik bentonit, teknik arang, teknik tepung logam, teknik garam dan teknik semen konduktif (Sudiarto, 2004). Pemilihan teknik pengkondisian tanah disesuaikan dengan kondisi lokasi tergantung pada : 1. Kemudahan memperoleh bahan-bahan. 2. Kemudahan pemasangan.

15 3. Kemudahan pemeliharaan. 4. Besarnya nilai tahanan jenis tanah efektif yang dapat dicapai. 5. Bahaya karat terhadap elektroda pentanahan. 2.2.10 Komposisi Zat-Zat Kimia Dalam Tanah Adanya kandungan zat kimia pada tanah terutama zat organik maupun zat anorganik yang dapat larut sangat panting diperhatikan pada sistem pentanahan. Pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi biasanya mempunyai tahanan jenis tanah yang tinggi dipermukaan yang disebabkan karena kandungan garam pada lapisan atas akan larut, sehingga untuk mendapatkan sistem pentanahan yang baik sesuai standar pentanahan, maka dilakukan penanaman kutub tanah yang lebih dalam agar larutan garam masih dapat dijangkau (Huwae, 2004). 2.2.11 Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan Ada beberapa jenis elektroda pentanahan yang biasa digunakan yaitu (Sumardjati, dkk, 2008) : a. Elektroda Batang (Rod) Elektroda batang adalah elektroda dari pipa atau besi baja yang dilapisi tembaga yang ditancapkan ke dalam tanah secara tegak lurus atau mendatar. Elektroda ini merupakan elektroda yang pertama kali digunakan dan teoriteori berawal dari elektroda jenis ini. Secara teknis, elektroda batang ini mudah pemasangannya, yaitu tinggal menancapkannya ke dalam tanah. Di samping itu, elektroda ini tidak memerlukan lahan yang luas. Untuk membuat agar tahanan pentanahan cukup kecil elektroda batang tersebut ditanam lebih dalam atau menggunakan beberapa batang elektroda. Bentuk elektroda batang dapat dilihat pada Gambar 2.4.

16 Batang Gambar 2.4 Cara pemasangan elektroda batang (sumber : Aslimeri, dkk, 2008) Nilai tahanan pentanahan untuk jenis elektroda batang dapat didapatkan dengan menggunakan Persamaan (2.2): = = ln ( ) 1... (2.2) Dimana, R G = Tahanan pentanahan (Ω) R R = Tahanan pentanahan untuk batangtunggal (Ω) = Tahanan jenis tanah (Ω-meter) L R = Panjang elektroda (meter) A R = Diameter elektroda (meter) b. Elektroda Pita Elektroda pita adalah elektroda yang terbuat dari hantaran berbentuk pita atau kawat berpenampang bulat yang ditanam di dalam tanah dan dan pada umumnya penanamannya tidak terlalu dalam. Penancapan ini akan bermasalah apabila mendapati lapisan-lapisan tanah yang berbatu, disamping sulit penancapannya, untuk mendapatkan nilai tahanan yang rendah juga bermasalah. Sebagai pengganti penancapan secara vertikal ke dalam tanah, dapat dilakukan dengan menanam batang hantaran secara mendatar (horizontal) dan dangkal. Kedalaman pemasangan minimal 0,5-1 meter. Bentuk elektroda pita dapat dilihat pada Gambar 2.5.

17 (a) Bentuk Radial (b) Bentuk Grid (c) Bentuk Lingkaran Gambar 2.5 Macam-macam cara pemasangan elektroda pita (sumber : Aslimeri, dkk, 2008) Nilai tahanan pentanahan untuk jenis elektroda pita dapat ditentukan dengan persamaan (2.3). = = ln ( ) + Dimana, R W = Tahanan dengan kisi-kisi (grid) kawat (Ω) = Tahanan jenis tanah (Ω- meter) L W = Panjang total grid kawat (m) d W = diameter kawat (m) Z W = kedalamam penanaman (m) A W = luasan yang dicakup oleh grid (m²), 5,6... (2.3) c. Elektroda Pelat Elektroda pelat adalah elektroda dari bahan pelat logam (utuh atau berlubang) atau dari kawat kasa yang di pasang tegak lurus di dalam tanah. Elektroda ini digunakan bila diinginkan tahanan pentanahan yang kecil dan sulit diperoleh dengan menggunakan jenis-jenis elektroda yang lain. Bentuk elektroda pelat dapat dilihat paada Gambar 2.6. Pelat Gambar 2.6 Cara pemasangan elektroda pelat (sumber : Aslimeri, dkk, 2008)

18 Tahanan pentanahan untuk jenis elektroda pelat dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.4). = = ln (, ) 1... (2.4) Dimana, R P = Tahanan pentanahan pelat (Ω) ρ = Tahanan jenis tanah (Ω-meter) L P = Panjang pelat (m) W P = Lebar pelat (m) T P = Tebal pelat (m) 2.2.12 Sistem Pentanahan Mesh Sistem pentanahan mesh adalah sistem pentanahan dengan konduktor yang ditanam secara horizontal yang terhubung satu sama lainnya berbentuk jaringjaring yang ditanam sejajar permukaan tanah. Bentuk dari sistem pentanahan mesh dapat dilihat pada Gambar 2.7 (IEEE, Standard 80-2000). Gambar 2.7 Sistem pentanahan mesh (sumber : IEEE, Standard 80-2000) 2.2.13 Sistem Pentanahan Grid Sistem pentanahan grid digunakan bila pada sistem pentanahan pada mesh tidak bisa memberikan nilai pentanahan yang diinginkan. Sehingga diambil solusi untuk menggabungkan kedua jenis tipe pentanahan yaitu mesh dan rod dengan

19 tujuan untuk mendapatkan nilai pentanahan yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Bentuk dari sistem pentanahan mesh dapat dilihat pada Gambar 2.8 (IEEE, Standard 80-2000). Gambar 2.8 Sistem pentanahan grid (sumber : IEEE, Standard 80-2000) Besarnya nilai tahanan pentanahan dari sistem grid dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.5) (IEEE, Standard 80-2000): Dimana, Rg = ρ 1 L + 1 20A 1+ 1 1+h 20/A R g = Tahanan pentanahan grid (Ω) ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m) L = Jumlah total panjang konduktor batang rod (m) h = Kedalaman penanaman konduktor (m) A = Luas area pentanahan grid (m 2 )... (2.5) Panjang total konduktor pentanahan (L) merupakan penjumlahan dari grid dan rod dapat dihitung dengan Persamaan (2.6) (IEEE, Standard 80-2000) : L = L c + L r... (2.6) Dengan, L c = Total panjang konduktor grid (m) L r = Total panjang dari batang rod (m

20 Gambar 2.9 Sistem pentanahan grid panjang L 1 dan L 2 (sumber: Sitorus, dkk, 2008) Untuk menentukan panjang konduktor pentanahan grid (Lc) dapat dirumuskan pada Persamaan (2.7) dengan mengacu pada Gambar 2.9 (IEEE, Standard 80-2000) : Dimana, dan, L c = L 1 n + L 2 m... (2.7) D 1 = L 1 m - 1...(2.8) D 2 = L 2 n - 1...(2.9) Dengan, L 1 = Panjang konduktor (m) L 2 = Lebar konduktor (m) n = Jumlah konduktor parallel sisi panjang m = Jumlah konduktor parallel sisi lebar D 1 = Jarak antar konduktor parallel sisi panjang (m) D 2 = Jarak antar konduktor parallel sisi lebar (m)

21 2.2.13.1 Pentanahan sistem grid simetri Pentanahan dengan sistem grid ini dilakukan dengan menanamkan batang-batang elektroda pentanahan kedalam tanah, sejajar dengan permukaan tanah dan elektroda tersebut dihubungkan satu dengan lainnya sehingga membentuk beberapa jaringan. Makin banyak konduktor yang ditanam dengan sistem ini, maka tegangan yang timbul pada permukaan tanah pada saat terjadi gangguan ke tanah akan terdistribusi merata. Pada pentanahan sistem grid simetri ini apabila jumlah elektroda pentanahan yang membentuk grid (kisi-kisi) menjadi banyak, maka akan menyerupai bentuk pelat dan yang optimum untuk memperoleh nilai tahanan pentanahan yang kecil (Tadjuddin, dkk, 2000). 2.2.12.2 Pentanahan sistem grid tak simetri Pentanahan dengan sistem grid tak simetri ini pada perinsipnya sama dengan pentanahan sistem grid simetri. Perbedaannya hanya pada distribusi konduktor kisi-kisi (konduktor paralel yang membentuk grid ) tidak sama jaraknya untuk satu sisi. Penetapan konduktor paralel yang pertama selalu dimulai pada pertengahan daerah pentanahan. Dengan sistem grid tak simetri ini akan menyebabkan arus terdistribusi dengan baik sehingga tegangan permukaan yang timbul pada saat terjadi gangguan ke tanah menjadi lebih rendah (Tadjuddin, dkk, 2000). 2.2.14 Tahanan Tubuh Manusia Tahanan tubuh manusia berkisar diantara 500 ohm sampai 100.000 ohm tergantung dari tegangan, keadaan kulit pada tempat yang mengadakan hubungan kontak dan jalannya arus dalam tubuh. Kulit yang terdiri dari lapisan tanduk mempunyai tahanan yang tinggi, tetapi terhadap tegangan yang tinggi kulit yang menyentuh konduktor langsung terbakar, sehingga tahanan dari kulit ini tidak berarti apa-apa. Tahanan tubuh manusia ini yang dapat membatasi arus. Berdasarkan hasil penyelidikan oleh para ahli, maka sebagai pendekatan diambil nilai tahanan tubuh manusia sebesar 1000 ohm (Hutauruk, 1999).

22 2.2.15 Arus Melalui Tubuh Manusia Kemampuan tubuh manusia terhadap besarnya arus yang mengalir di dalamnya terbatas dan lamanya arus yang masih dapat ditahan oleh tubuh mannusia sampai batas yang belum membahayakan sukar ditetapkan. Apabila arus yang melewati tubuh manusia lebih besar dari arus yang mempengaruhi otot dapat mengakibatkan orang menjadi pingsan bahkan sampai meninggal, hal ini disebabkan arus listrik tersebut mempengaruhi jantung sehingga jantung berhenti bekerja dan peredaran darah tidak jalan. Adapun batas arus yang melewati tubuh manusia dan pengaruhnya yang telah dikemukakan oleh DR. Hans Prinz dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Batasan-batasan arus dan pengaruhnya pada manusia (Hutauruk, 1999). Besar Arus Pengaruh pada tubuh manusia 0 0,9 ma Belum dirasakan pengaruhnya,tidak menimbulkan reaksi apaapa. 0,9 1,2 ma Baru adanya terasa adanya arus listrik, tetapi tidak menimbulkan akibat kejang, kontraksi atau kehilangan kontrol. 1,2 1,6 ma Mulai terasa seakan-akan ada yang merayap di dalam tangan. 1,6 6,0 ma Tangan sampai ke siku merasa kesemutan 6,0 8,0 ma Tangan mulai kaku, rasa kesemutan semakin bertambah 13 15,0 ma Rasa sakit tidak tertahankan, penghantar masih dapat melepaskan dengan gaya yang besar sekali 15 20 ma Otot tidak sanggup lagi melepaskan penghantar 20 50,0 ma Dapat mengakibatkan kerusakan pada tubuh manusia 50 100,0 ma Batas arus yang dapat menyebabkan kematian 2.2.16 Tegangan Sentuh Tegangan mesh merupakan salah satu bentuk tegangan sentuh. Tegangan mesh didefinisikan sebagai tegangan peralatan yang diketanahkan terhadap tengah-tengah daerah yang dibentuk konduktor kisi-kisi selama gangguan petir. Tegangan mesh ini menyatakan tegangan tertinggi yang mungkin timbul sebagai tegangan sentuh dan inilah yang diambil sebagai tegangan untuk disain aman (Hutauruk, 1999). Contoh dari tegangan sentuh pada saat seseorang menyentuh peralatan dapat dilihat pada Gambar 2.10.

23 Gambar 2.10 Tegangan sentuh yang terjadi pada saat seseorang menyentuh peralatan yang diketanahkan (sumber : IEEE, Standard 80-2000) Gambar 2.10 menunjukkan tegangan sentuh yang terjadi pada seseorang menyentuh peralatan, I f merupakan arus petir, I g merupakan arus grid, R B tahanan tubuh manusia, I b merupakan arus yang melalui tubuh manusia, H merupakan tangan yang menyentuh langsung menara transmisi dan F merupakan jarak antar kaki manusia. Tegangan mesh secara pendekatan sama dengan ρ x i, dimana ρ tahanan jenis tanah dalam ohm-meter dan i arus yang melalui konduktor kisi-kisi. Tetapi tahanan jenis tanah nyatanya tidak merata, demikian juga arus i tidak sama pada semua konduktor kisi-kisi. Oleh karena itu untuk mencakup pengaruh-pengaruh jumlah konduktor parallel (n), jarak-jarak kondukor parallel (D), diameter konduktor (d) dan kedalaman penanaman (h) tegangan sentuh dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.10) (IEEE, Standard 665-1995) : E m = ρi GK m K i L c + 1,15 L r...(2.10) Untuk perhitungan mencari nilai faktor koreksi (K m ) digunakan Persamaan (2.11) (IEEE, Standard 665-1995) : K m = 1 2π ln D 2 + (D+2h)2 16hd 8Dd - h 4d + K ii K h ln 8 π(2n-1)...(2.11)

24 Dimana, K ii = 1 Dengan rod K h = 1+ h h 0...(2.12) K i = 0,656 + 0,172 n...(2.13) Keterangan : ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m) I G = Besar arus menuju konduktor grid (A) K m = Faktor koreksi dari tegangan grid K i = Faktor koreksi yang terjadi saat peningkatan arus ekstrimitas pada grid L c = Total panjang konduktor grid (m) L r = Total panjang dari batang rod (m) Em = Tegangan sentuh yang terjadi pada grid ( V ) K ii = Faktor koreksi berat efek dari konduktor pada bagian dalam dan pojok grid K h = Faktor koreksi berat pada tekanan dari efek kedalaman grid D h = Jarak antara konduktor parallel pada kisi-kisi grid (m) = Kedalaman penanaman konduktor (m) h 0 = Konstanta kedalaman tanah grid (1 m) n n d = Jumlah konduktor parallel dalam kisi-kisi utama = n 1 x n 2 untuk menghitung nilai K m dan K i dalam menghitung tegangan sentuh = Diameter konduktor kisi-kisi grid (m) Tabel 2.3 Tegangan sentuh yang dizinkan (IEEE, Standard 80-2000) Lama Gangguan ( t, detik ) Tegangan Sentuh (Volt) 0,1 1980 0,2 1400 0,3 1140 0,4 990 0,5 890 1,0 626 2,0 443 3,0 362

25 2.2.17 Tegangan Langkah Tegangan langkah adalah perbedaan tegangan yang terdapat diantara kedua kaki bila manusia berjalan di atas tanah sistem pentanahan pada keadaan terjadi gangguan petir (Hutauruk, 1999). Dalam hal ini dimisalkan jarak antara kedua kaki orang adalah 1 meter dan diameter kaki dimisalkan 8 cm dalam keadaan tidak memakai sepatu. Contoh tegangan langkah pada seserorang yang sedang berada di atas sistem pentanahan dapat dilihat pada Gambar 2.11. Gambar 2.11 Tegangan langkah yang terjadi pada saat seseorang melangkah pada areal grid yang ditanam (sumber : IEEE, Standard 80-2000) Gambar 2.11 menunjukkan tegangan langkah yang terjadi pada seseorang saat berjalan di atas tanah sistem pentanahan, I f merupakan arus petir, I g merupakan arus grid, I b merupakan arus yang melalui tubuh manusia dan F merupakan jarak antara kaki manusia. Tegangan langkah dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.14) (IEEE, Standard 665-1995) : Es = ρ I G K s K i L...(2.14) Untuk mencari faktor koreksi tegangan langkah (K s ) digunakan Persamaan (2.15) (IEEE, Standard 665-1995) : K s = 1 π 1 2h + 1 D+h + 1 D 1-0,5n-2...(2.15)

26 Keterangan : Es = Tegangan langkah yang terjadi pada grid ( V ) ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m) I G = Besar arus menuju konduktor grid (A) K s = Faktor koreksi dari tegangan langkah K i = Faktor koreksi yang terjadi saat peningkatan arus ekstrimitas pada grid L = Jumlah total panjang konduktor batang rod (m) n = Jumlah konduktor parallel dalam kisi-kisi utama n 1 dan n 2 yang terbesar digunakan pada K s dan K i dalam menghitung tegangan langkah D = Jarak antara konduktor parallel pada kisi-kisi grid (m) h = Kedalaman penanaman konduktor (m) Tabel 2.4 Tegangan langkah yang dizinkan (IEEE, Standard 80-2000) Lama Gangguan ( t, detik ) Tegangan Sentuh (Volt) 0,1 7000 0,2 4950 0,3 4040 0,4 3500 0,5 3140 1,0 2216 2,0 1560 3,0 1280 2.2.18 Probabilitas Arus Petir Besar tegangan yang timbul pada menara transmisi tergantung pada puncak, kecuraman dan waktu muka gelombang petir. Hubungan antara puncak arus petir dan seringnya terjadi sambaran dapat dilihat pada Tabel 2.5. Hubungan antara risetime gelombang petir dan probabilitas kejadian dapat dilihat pada Tabel 2.6.

27 Tabel 2.5 Hubungan antara arus petir dan seringnya terjadi sambaran (Hutauruk, 1991) Arus Puncak Petir (ka) Probabilitas kejadian (%) 20 36 40 34 60 20 80 8 100 1,2 160 0,5 200 0,3 Tebel 2.6 Hubungan antara risetime gelombang petir dan probabilitas kejadian (Hutauruk, 1991) Muka Gelombang Petir (μs) Probabilitas kejadian (%) 0,5 7 1,0 23 1,5 22 2,0 48 2.2.19 Probabilitas Kumulatif Menentukan probabilitas timbulnya tegangan sentuh dan tegangan langkah menggunakan fungsi probabilitas kumulatif terjadinya arus petir. Fungsi probabilitas kumulatif digunakan untuk menyatakan jumlah dari seluruh nilai fungsi probabilitas yang lebih kecil atau sama dengan suatu nilai yang ditetapkan. Secara matematis, fungsi probabilitas kumulatif dapat ditulis seperti Persamaan 2.16 ( ) = ( ) = ( )...(2.16) Dengan ( ) = ( ) menyatakan fungsi probabilitas kumulatif pada titik X = x yang merupakan jumlah dari seluruh nilai X sama atau kurang dari x. Sedangkan pada probabilitas kumulatif acak kontinu ditentukan dengan fungsi integral, seperti ditunjukan pada Persamaan 2.17. ( ) = ( ) = ( ) ~...(2.17)

28 Gambar 2.12 menunjukkan contoh grafik dari sebuah fungsi probabilitas kumulatif. Gambar 2.12 Contoh grafik fungsi probabilitas kumulatif