Pads umumnya suatu pendugaan model dikatakan valid jika nilai RMSE (Root Mean Square Error), RMSPE (Root Mean

dokumen-dokumen yang mirip
Seperti telah diungkapkan di bagian depan dari

permintaan karet alam Indonesia, khususnya analisis yang lebih mendalam dengan membedakan wilayah produksi dan

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

IV. METODOLOGI PENELITIAN

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN PENINGKATAN EKSPOR MANGGIS INDONESIA POLICIES SIMULATION ANALYSIS TO INCREASE INDONESIAN MANGOSTEEN EXPORT

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

III. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. bertambah seiring dengan peningkatan pembangunan, untuk itu ekspor harus

PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU EKONOMI UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG

METODE PENELITIAN. ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

%d /fj' MODEL EKON~MI MAKRO DAN KETERKWITAN SENTOR PERTANfdN Dl INDONESI& 33 B= 9'3. Oleh BAAHMANTIO ISDIJOSO EPN 88010

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian Indonesia tidak lepas dari perubahan

meningkatkan pembangunan ekonomi dan menyejahterakan masyarakat. dicerminkan dari adanya pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

BAB I. peranan yang sangat penting dengan memberikan benefit secara langsung pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

III KERANGKA PEMIKIRAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

ANALISIS PERDAGANGAN KOPl INDON.ESIA Dl PASAR DALAM NEGERI DAN.INTERNASIONAL

ANALISIS PERDAGANGAN KOPl INDON.ESIA Dl PASAR DALAM NEGERI DAN.INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN

Tahun Harga Kakao Harga Simulasi

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BABI PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi tabun 1997, perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

Dampak Program Perluasan Areal Kelapa Sawit Terhadap Pasar Kelapa Sawit Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

III. METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

Transkripsi:

Pads umumnya suatu pendugaan model dikatakan valid jika nilai RMSE (Root Mean Square Error), RMSPE (Root Mean Square Percent Error), clan U (Theil's Inequality Coefficient), semakin kecil. Nilai U berkisar antara no1 dan satu, dan jika U ssma dengan no1 maka pendugaan model adalah sempurna, dan bila U sama dengan satu maka pendugaan model adalah sangat buruk (Theil, 1965, dan 1966; Klein, 1983; Naylor, 1971). Adapun validasi model secara historik untuk tahun analisis 1969 hingga tahun 1991 adalah seperti terlihat pada Tabel 7.l. Dari tabel tersebut diketahui bahwa dari 21 peubah endogen sebagai persamaan perilaku hanya a& satu yang mempunyai nilai WSPE yang lebih besar dari 50 persen yaitu peubah areal perkebunan negara wilayah Jawa (APNJt). Semua peubah endogen mempunyai nilai U lebih kecil dari 1.00, tetapi ada tiga peubah endogen yang nilai U lebih besar dari 0.30 yaitu peubah areal perkebunan negara di wilayah Jawa (APNJt), ekspor karet alam Indone- sia (EXKIt), dan harga karet alam di pasar domestik (HKDNt). Dari besarnya nilai RMSE, RMSPE, dan U yang dipero- leh, model yang diduga dapat digunakan untuk evaluasi kebijakan ekonomi. Secara grafis gambaran simulasi peubah endogen dugaan dan aktual dapat dilihat secara lengkap

pa& Lampiran Gambar 1. Dari gambar tersebut terlihat bahwa grafik nilai dugaan dan grafik nilai aktual peubah yang disimulasi secara historik memgunyai arah yang relatif sama sepanjang tabu analisis. Tabel 7.1 Validasi Model Industri Karet di Indonesia No. peubahll) RMSE RMSPE U 1. APRST 2. APRJT 3. APRKT 4. APBST 5. APBJT 6. APBKT 7. APNST APNJT PVRST PVRJT PVRKT PVBST PVBJT PVBKT PVNST PVNJT EXKIT Exlcm! EXKTT HKAWT XXDNT Dafiniri wing-ueing paubph dapat dilihat pa& bab 5 dan lampiran 10

Simulasi kebijakan bertujuan untuk menganalisis alternatif kebijakan dengan cara mengubah nilai-nilai peubah kebijakan maupun peubah non kebijakan seperti perubahan pengurangan subsidi pupuk, perubahan suku bunga uang, perubahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat, perubahan tingkat upah, dll. Adapun simulasi historik model yang dibangun ini adalah simulasi untuk mengevaluasi arah dan besarnya perubahan berbagai indikator yang diinginkan seperti luas areal, produktivitas, produksi, tingkat harga dan penawaran ekspor komoditas karet Indonesia khususnya. Dampak kebijakan devaluasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar 10 persen pengaruhnya hanya terlihat terhadap luas areal tanaman karet perkebunan rakyat di wilayah Jawa, jumlah ekspor karet alam Indonesia, dan harga karet alam di pasar domestik (Lampiran 24). Dengan adanya kenaikan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing sebesar 10 persen hanya mendorong perluasan areal perkebu- nan rakyat di Jawa sebesar 0.01 persen. Sedangkan untuk wilayah lainnya tidak ada dampaknya terhadap luas areal, produktivitas maupun produksi.

Kebijakan devaluasi sebesar 10 persen, memberi dampak yang beaar pa& peningkatan eksgor karet Indonesia. Dengan devaluasi sebesar 10 persem terjadi peningkatan eksgor karet alam sebesar 21 960 ton atau 3.53 persen per tahun. Selain mendorong peningkatan jumlah ekspor karet, slam Indonesia, devaluasi mata uang rupiah terhadap valuta asing juga mendorong peningkatan harga karet di pasar domestik. Dengan devaluasi 10 persen mendorong pening- katan harga karet alam di domestik sebesar 6.46 persen. Kebi j aksanaan pengurangan subsidi pupuk dengan jalan menaikkan harga pupuk sebesar 10 persen tampaknya tidak berdampak apa-apa terhadap luas areal tanam, produk- tivi tas, produksi, volume ekspor maupun tingkat harga (Lampiran 25). Dengan demikian kebijakan penurunan subsidi pupuk tidak berdampak negatif terhadap perkembangan luas areal, produktivitas, produksi maupun ekspor karet alam Indone- sia. Hal ini mungkin dapat terjadi akibat tidak respon- sifnya permintaan pupuk terhadap perubahan harga pupuk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemberian subsidi harga pupuk dalam rangka usaha pening-

Pa& umumnya auatu gendugaan model dikatakan valid j ika nilai RMSE (Root Mean Square Error), RMSPE (Root Mean Square Percent Error), clan U (Theilgs Inequality Coefficient), semakin kecil. Nilai U berkiaar antara no1 dan satu, dan jika U asma dengan no1 maka gendugaan rnodel adalah sanpurna, dan bila U sama dengan satu maka pendugaan model adalah sangat buruk (Theil, 1965, clan 1966; Klein, 1983; Naylor, 1971). Adapun validasi model secara historik untuk tahun analisis 1969 hingga tahun 1991 adalah seperti terlihat pada Tabel 7.1. Dari tabel tersebut diketahui bahwa dari 21 peubah endogen sebagai persamaan perilaku hanya a& satu yang mempunyai nilai RMSPE yang lebih besar dari 50 persen yaitu peubah areal perkebunan negara wilayah Jawa (APNJt). Semua peubah endogen mempunyai nilai U lebih kecil dari 1.00, tetapi ada tiga peubah endogen yang nilai U lebih besar dari 0.30 yaitu peubah areal perkebunan negara di wilayah Jawa (APNJt), ekspor karet alam Indone- sia (EXKIt), dan harga karet alam di pasar domestik (HKDNt). Dari besarnya nilai RMSE, RMSPE, dan U yang dipero- leh, model yang diduga dapat digunakan untuk evaluasi kebi jakan ekonomi. Secara graf is gambaran simulasi peubah endogen dugaan dan aktual dapat dilihat secara lengkap

Kebijakan menaikkan auku bunga uang berdampak sangat luas. Kenaikkan suku bunga uang sebesar 10 persen menyebabkan turunnya luaa areal perkebunan rakyat di Sumatera sebesar 0.07 persen, dan areal perkebunan besar di Jawa sebesar 1.5 9 peraen per tahun. Terhadap produktivitas, kenaikan suku bunga uang sebesar 10 persen akan menyebabkan berkurangnya produktivitas tanaman karet perkebunan swasta di wilayah Sumatera sebesar 0.69 persen, perkebunan besar swasta di wilayah Jawa sebesar 0.06 persen, perkebunan besar swasta di wilayah Kalimantan sebesar 0.84 persen, dan produktivitas perkebunan negara di wilayah Sumatera dan wilayah Jawa masing-masing sebesar 1.19 persen dan 0.65 persen. Kebijakan menaikkan suku bunga uang berdampak negatif terhadap produksi perkebunan besar swasta untuk ketiga wilayah dan terhadap produksi perkebunan negara untuk wilayah Sumatera. Kebijakan menaikkan suku bunga uang juga berdampak negatif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia dan Indonesia dan terhadap harga karet alam di pasar domestik. Kebijakan menaikkan suku bunga tidak hanya berdampak negatif, tetapi juga dapat berdampak posi tif. Terhadap luas areal tanaman karet perkebunan rakyat di

wilayah Jawa dan wilayah Xalimantan, perkebunan besar swasta di wilayah Sumatera clan Xalimrrntan, dan perkebu- nan negara Sumatera dan Jawa kebijakan ini memberikan danqpak positif. Kebijakan menaikkan auku bunga wag juga akan mendorong peningkatan produktivitas dart produksi tanaman karet perkebunan rakyat di ketiga wilayah produksi. Dengan kebi jakan menaikkan suku bunga sebesar 10 persen terjadi peningkatan produksi karet di wilayah Sumatera sebesar 0.68 persen atau 5.6 ribu ton, di wilayah Jawa sebesar 0.22 persen atau 205 ton, dan di wilayah Kalimantan sebesar 3.04 persen atau 5.8 ribu ton (Lampiran 26). Dari hasil informasi di atas &pat ditarik kesimpulan bahwa naiknya suku bunga uang tidak selalu berdampak negatif terhadap luas areal tanam, produktivitas, maupun produksi karet Indonesia. Kebijakan menaikkan upah tenaga kerja sebesar 10 persen tidak memberikan dampak terhadap areal tanam, produktivitas, produksi, jumlah ekspor dan tingkat harga karet alam (Lampiran 27). Artinya kebijakan merubah upah tenaga kerja di bidang perkebunan tidak menyebabkan dampak terhadap luas areal tanam karet, produktivitas, produksi,

ekspor maupun harga karet di pasar damestik maupun di pasar internasional. e, Pa jak Ekspor Karet Alam Kebijakan menaikkan pajak eksgor karet Indonesia sebesar 10 persen tidak memberikan dampak terhadsp luas areal tanaman, produktivitas, volume ekspor maupun tingkat harga harga karet alam Indonesia (Lampiran 25)- Artinya, bahwa kebijakan menaikkan pajak ekspor tidak akan berpengaruh terhadap luas areal tanam, produktivitas, produksi, volume ekspor, dan harga karet alam di paaar damestik maupun di pasar internaaional. f, Stok Xaret Alam Indonesia dan Stok met Alar Dunia Kebijakan menaikkan stok karet alam Indonesia sebesar 10 persen sama artinya dengan pembatasan volume ekspor, kebijakan ini hanya memberikan dam.pak yang cukup besar terhadap perubahan harga karet alam di pasar domestik. Dengan kebi j akan menaikkan s tok karet alam sebesar 10 persen, berdampak turunnya harga karet alam di pasar domestik sebesar 7.51 persen (Lampiran 29), Sedangkan terhadap peubah terhadap luas areal tanam, produktivitas, produksi dan jumlah ekspor, dampak kebi j akan ini sangat kecil atau dapat dikatakan tidak ada.

Dengan adanya kebijakan peningkatan stok karet alam domestik, akibatnya akan sama dengan menggeser kurva pennintaan karet di pasar domestik. Pa& akhirnya kebija- kan peningkatan stok karet alam Indonesia ini akan menyebabkan menurunnya harga di gaaar domeatik. Kebijakan peningkatan stok karet alam dunia sebesar 10 persen akan berdantpak terhadap areal tanam, produktivitas, produksi, volume ekspor, dan harga karet alam di pasar domestik, dan juga terhadap harga karet alam di pasar internasional. Dampak terbesar dari peningkatan stok karet alam dunia sebesar 10 persen akan terjadi terhadap harga karet di pasar internasional. Dampak kebijakan peningkatan stok karet alam dunia di pasar internasional adalah naiknya harga karet alam sebesar 16.48 (Lampiran 30). g. Ekspor Karet Alan Indonesia, Malaysia dan Thailand Kebijakan penurunan volume ekspor karet alam Indonesia, tidak memberikan dampak yang berarti terhadap perubahan areal tanam, produktivitas, produksi, volume ekspor maupun harga karet alam di pasar domestik msupun pasar internasional (Lampiran 31). Demikian juga halnya dengan kebi j akan penurunan ekspor karet alam Indonesia, Malaysia dan Thailand secara serentak sebesar 10 persen, tidak memberikan dampak yang berarti terhadap perubahan luas

areal tanaman karet, produktivi tas, produksi, volume ekspor maupun harga karet di pasar domestik dan di pasar internasional (Lampiran 33). Dengan demikian, uaaha meningkatkan harga karet di gasar internasional melalui pengurangan atau pembatasan ekspor dari ketiga negara produsen karet terbesar secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama adalah tidak ef ektif. Kebijakan peningkatan suku bunga uang tidak selalu berdampak negati f terhadap luas areal tanaman, produktivitas maupun produksi karet Indonesia. Dampak kebijakan kenaikan suku bunga uang sebesar 10 persen adalah berkurang 0.7 persen atau 1 210 hektar luas areal tanaman karet perkebunan rakyat Sumatera, dan berkurangnya areal perkebunan besar swasta sebesar 1.6 persen atau 900 hektar di wilayah Jawa, serta penurunan produksi dan produktivitas tanaman karet perkebunan besar swasta dan perkebunan negara di semua wilayah adalah antara 0.06 persen hingga 1.2 persen. Kebijakan peningkatan suku bunga uang juga menyebabkan turunnya produks i total tanaman karet perkebunan besar swasta sebesar 0.7 persen atau 75 ton. Dari sepuluh alterna tif kebi j akan yang dikemukakan, hanya kebijakan devaluasi yang dapat meningkatkan harga

karet alam di pasar domestik dan meningkatkan ekspor karet alam Indonesia. Kebijakan penurunan suku bunga uang, peningkatan stok karet alam Indonesia dan peningkatan stok karet alam dunia mas ing-mas ing sebesar 10 persen, akan mengakibatkan turunnya harga karet di paaar domestik masing-masing sebesar 0.12 persen, 7.51 persen, dan 0.06 persen (Lampiran 35). Kebijakan menaikkan suku bunga, pajak ekspor, dan stok karet alam dunia masing-masing sebesar 10 persen akan menyebabkan turunnya volume ekspor karet alam Indonesia masing-masing sebesar 0.29 persen, 0.03 persen, &n 0.01 persen. Dengan demikian, kebi j akan menaikkan suku bunga, pa jak ekspor dan kebi jakan pembatasan ekspor hanya menyebabkan dampak menurunnya volume ekspor karet alam Indonesia dalam jumlah relatif kecil. Kebijakan devaluasi mata uang rupiah terhadap mata uang asing akan mendorong peningkatan ekspor karet alam Indonesia dan harga karet alam di pasar domestik. Dengan melakukan kebijakan devaluasi sebesar 10 persen mendorong peningkatan ekspor karet alam Indonesia sebesar 3.53 persen atau sama dengan 22 ribu ton dan menaikkan harga di pasar domestik sebesar 6.46 persen atau sama dengan Rp 58 190 per ton. Sedangkan untuk areal tan- karet,

produktivitas Qn produksi karet alam Indonesia, kebijakan devaluasi tidak memberikan dampak yang berarti. Kebijakan peningkatan pajak ekspor karet alam Indonesia sebesar 10 persen hanya berdampak terhadap penvolume ekspor karet slam Indonesia aebesar 0.03 pers- atau 150 ton. Terhadap areal tanaman, produktivitas, produksi, maupun terhadap tingkat harga karet alam di pasar domestik atau pasar internasional, dampak kebi jakan peningkatan pajak ekspor karet alam sebesar 10 persen relatif tidak ada. Rebijakan penurunan harga pupuk sebesar 10 persen tidak akan mengakibatkan dampak yang berarti terhadap areal tanam, produktivitas, produksi, ekspor, maupun harga karet alam di pasar domestik maupun di pasar interns- sional. Keadaan yang sama juga ditemui terhadap adanya kebijakan peningkatan upah tenaga kerja sebesar 10 persen, pembatasan ekspor karet slam Indonesia aebesar 10 persen, maupun penurunan ekspor karet alam dunia sebesar 10 per- sen. Artinya, bahwa kebijakan tersebut di atas tidak ef ekti f un tuk digunakan mempengaruhi areal tanam, produktivitas, produksi, maupun harga karet alam di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kebi j akan peningkatan s tok karet alam Indonesia sebesar 10 persen berdampak turrrnnya harga karet alam di pasar domestik sebesar 7.5 persen. Sedangkan terhadap

areal tanam, produktivi tas, produksi, clan ekspor karet alam Indonesia. Kebijakan peningkatan stok karet alam dunia memberikan dampak yang terbesar terhadap peningkatan harga karet alam di gasar internasional hingga 16.5 persen. Sedangkan kebijakan peningkatan stok karet alam Indonesia sebesar 10 persen tidak memberikan dampak yang berarti terhadap luas areal, produktivitas, produksi, ekspor, harga karet di pasar domes tik, pengaruh kebi jakan peningkatan stok ini relatif sangat kecil. Dari hasil yang dilakukan terhadap berbagai data dan informasi dapat dikemukakan ringkasan hasil berikut: 1. Dampak simulasi kebijakan devaluasi sebesar 10 persen mendorong peningkatan ekspor karet alam Indonesia sebesar 3.5 persen atau 22 ribu ton, dan menaikkan harga karet alam di pasar dalam negeri sebesar 6.5 persen atau Rp 58 190 per ton. Dampak devaluasi terhadap luas areal tanam, produk tivitas dan pro- duksi karet alan Indonesia relatif sangat kecil. 2. Simulasi kebijakan penurunan suku bunga uang, peningkatan stok karet alam Indonesia atau peningkatan stok karet alam dunia masing-masing sebesar 10 persen, akan mengakibatkan turunnya harga karet alam di pasar domestik masing-masing sebesar 0.12 persen,

7.51 persen dan 0.06 gersen. Dampak peningkatan stok karet alam dunia sebesar 10 persen akan meningkatnya harga karet alam di pasar internasional sebesar 16 persen. Kenaikan suku bunga uang sebeaar 10 geraen berdsmpak negatif terhadap produktivitas maupun produksi karet perkebunan besar swasta dan perkebunan negara di semua wilayah produksi, tetapi menaikkan produktivitas clan groduksi untuk perkebunan rakyat di semua wilayah produksi. 3. Dampak kebijakan kenaikkan pajak ekspor karet alam Indonesia sebesar 10 persen terhadap luas areal tanam, produktivi tas, produksi, volume ekspor, maupun harga karet alam di pasar domestik relatif sangat kecil. Dengan perkataan lain, kebijakan menaikkan pajak ekspor karet slam Indonesia sebesar 10 persen tidak akan banyak mempengaruhi produksi karet maupun penerimaan devisa Indonesia yang berasal dari ekspor karet.