BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang siginifikan selama lebih dari separuh abad terakhir (Todaro,2006). Oscar Lewis (1975) memaknai kemiskinan sebagai ketidaksanggupan seseorang atau sekelompok orang untuk dapat memenuhi dan memuaskan keperluan-keperluan dasar materialnya. Kemiskinan adalah ketidakcukupan seseorang untuk bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya, seperti pangan, sandang, dan papan untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan posisi sosial-ekonominya. Menurut Nurkse (1953), ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi pada seseorang, yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan struktural. Kemiskinan alamiah terjadi karena antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan struktural terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, sehingga mereka tetap miskin. Masyarakat miskin umumnya memiliki masalah dalam mendapatkan kesempatan kerja dan usaha, terbatasnya peluang mengembangkan usaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan. Keterbatasan modal, kurangnya keterampilan dan pengetahuan menyebabkan 1
2 masyarakat miskin hanya memiliki sedikit pilihan pekerjaan yang layak dan peluang yang sempit untuk mengembangkan usaha. Pengentasan kemiskinan harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional, yang merupakan masalah pokok yang hingga kini belum teratasi dengan tuntas. Amartya Sen (1999), dalam Development as Freedom, mengusulkan untuk melihat kemiskinan sebagai ketiadaan kapabilitas (capability deprivation) daripada hanya menekankan pada rendahnya pendapatan. Pandangannya tidak menolak pendapat bahwa rendahnya pendapatan sebagai salah satu penyebab utama kemiskinan, kerena rendahnya pendapatan pada prinsipnya dapat berpengaruh terhadap ketiadaan kapabilitas seseorang. Dalam tulisan yang sama, ia juga berargumentasi bahwa ketidakcukupan pendapatan juga seringkali menjadi pendorong kuat untuk meingkatkan hidup seseorang. Pendekatan kapabilitas terhadap kemiskinan akan menekankan aspek instrinsik dalam upaya pengentasan kemiskinan, bukan pada aspek instrumental. Sebaliknya, pendekatan ekonomi (tingkat pendapatan) cenderung menekankan aspek instrumental dari kemiskinan. Meski tingkat pendapatan terpaut dengan kapabilitas, kedua aspek tersebut berbeda secara mendasar. Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana pemerintah daerah mencapai tujuan dan sasaran Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan efektif dan efisien. Rumusan strategi menunjukkan keinginan yang kuat, bagaimana Pemerintah Daerah menciptakan nilai tambah bagi stakeholder pembangunan daerah. Beberapa strategi rancangan pembangunan jangka menengah Provinsi Bali Tahun
3 2013-2018, adalah sebagai berikut: mengendalikan tingginya pertumbuhan penduduk dan ketimpangan antar kabupaten/kota, mempercepat perbaikan sistem dan akses pendidikan, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran. Berdasarkan rumusan RPJMD tersebut, kemiskinan tetap menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Bali. Langkah mendasar strategi ini adalah bagaimana penurunan penduduk miskin dapat terus dipercepat. Salah satu isu strategis penanggulangan kemiskinan sejak tahun 2012, Pemerintah Provinsi Bali mengembangkan Program/Kegiatan Gerakan Pembangunan Desa Terpadu Mandara/Gerbang Sadu Mandara (GSM) menjadi wadah bersama masyarakat perdesaan dalam membangun diri dan lingkungannya secara mandiri dan partisipatif, yang mencakup pembangunan infrastruktur pedesaan serta pengembangan usaha ekonomi produktif di perdesaan, menjadi salah satu program Inti dalam percepatan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Bali. Gerbang Sadu Mandara (GSM) merupakan program/kegiatan yang menempatkan upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran serta pengurangan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Selain itu, program-program yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Bali dalam upaya penanggulangan kemiskinan antara lain: Bedah Rumah, Gapoktan, Simantri, Subak, dan Bantuan Desa Pakraman. Berdasarkan data SIMPADU Pencapaian kinerja urusan wajib bidang pemberdayaan masyarakat dan Desa Tahun 2012 antara lain: Jumlah kecamatan yang telah difasilitasi oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perdesaan
PERSENTASE (%) 4 sampai tahun 2012 sebanyak 46 kecamatan (100%). Capain kedua, masyarakat yang difasilitasi dan mendapatkan beras miskin pada tahun 2012 sebanyak 134.804 rumah tangga sasaran dan Tahun 2013 sebanyak 151.924 rumah tangga sasaran. Selain itu, desa tertinggal yang telah difasiltasi pada tahun 2012 sebanyak 2 desa, dan jumlah desa yang yang telah difasilitasi Program Pembangunan Desa Terpadu (GERBANGSADU) sampai tahun 2012 sebanyak 82 Desa. Dasar penetapannya adalah desa-desa dengan tingkat kemiskinan RTS di atas 35%. Program ini merupakan akselerasi percepatan pembangunan perdesaan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dengan kegiatan produktif yang dikelola melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). 12 10 8 6 4 2 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 TAHUN Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Bali Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Gambar 1.1 Persentase Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002 2013 Provinsi Bali secara signifikan telah mencapai kemajuan terkait upaya pengurangan kemiskinan, yang ditunjukkan oleh penurunan persentase jumlah penduduk miskin mencapai 6,18 persen pada tahun 2008 menjadi 3,95 persen
5 pada tahun 2013. Namun dari banyak keberhasilan tersebut masih memerlukan penguatan lebih lanjut untuk mengupayakan penurunan jumlah angka penduduk dibawah garis kemiskinan. Data BPS Provinsi Bali terkait tingkat kemiskinan dalam kurun waktu dua belas tahun terakhir cenderung mengalami fluktuasi yang cukup signifikan (Gambar 1.1). Gambar tersebut menunjukkan perbandingan jumlah penduduk miskin (ketidakmampuan untuk memenuhi standar tertentu dari kebutuhan dasar, baik makanan maupun bukan makanan) terhadap jumlah penduduk di wilayah kabupaten/kota tersebut. Tabel 1.1 Rata Rata Persentase Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002 2013 No Kabupaten/ Kota Persentase 1. Jembrana 7,24 2. Karangasem 7,13 3. Klungkung 6,78 4. Buleleng 6,69 5. Bangli 6,02 6. Tabanan 6,01 7. Gianyar 5,63 8. Badung 3,04 9. Denpasar 2,01 10. BALI 4,91 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 (data diolah) Rata-rata persentase jumlah penduduk miskin selama dua belas tahun terakhir ditampilkan pada tabel 1.1. Kabupaten Jembrana merupakan kabupaten dengan persentase jumlah penduduk miskin terbanyak (7,24 persen), selanjutnya Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Buleleng. Kabupaten/kota dengan persentase jumlah penduduk miskin yang terendah adalah Kota Denpasar (2,01 persen), kemudian disusul Kabupaten Badung (3,04 persen).
Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan persentase jumlah kemiskinan antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi Bali. 6 KUADRAN I KUADRAN II KUADRAN IV KUADRAN III Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Gambar 1.2 Kuadran Rata-Rata Indeks Kedalaman Kemiskinan terhadap Rata-Rata Indeks Keparahan Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 2013 Rata-rata P1 (Indeks Kedalaman Kemiskinan) dan P2 (Indeks Keparahan Kemiskinan) di Provinsi Bali menurut kabupaten/kota tahun 2007-2013 ditampilkan pada gambar 1.2. Garis sumbu menggambarkan kondisi Provinsi Bali, sedangkan titik-titik pada masing-masing kuadran menggambarkan kondisi kabupaten/kota. Kuadran II ditempati oleh Kabupaten Bangli, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Buleleng, dan Kabupaten Karangasem. Posisi pada kuadran II menggambarkan tingkat P1 dan P2 yang lebih tinggi daripada angka Provinsi Bali.
7 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Gambar 1.3 Persentase Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Bali Menurut Desa/Kota Tahun 2002 2013 Penduduk miskin bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional (Todaro,2006). Gambar 1.3 menjelaskan fakta mengenai perbandingan persentase jumlah penduduk miskin pedesaan terhadap perkotaan di Provinsi Bali. Berdasarkan gambar tersebut jelas bahwa jumlah penduduk miskin di pedesaan yang lebih besar dibandingkan penduduk miskin di perkotaan Provinsi Bali. Percepatan pengurangan kemiskinan sangat tergantung pada dua faktor: pertama, tingkat pertumbuhan ekonomi (dengan syarat bahwa hal ini berjalan secara berkesinambungan) dan kedua, jumlah sumber daya yang dialokasikan untuk program-program pengentasan kemiskinan dan kualitas dari programprogram tersebut. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung pula pada tingkat pendapatan nasional rata-rata dan lebar-sempitnya
8 kesenjangan/ketimpangan distribusi pendapatan (Todaro,2006). Pertumbuhan yang cepat dan berkesinambungan, serta pengentasan kemiskinan yang terancang baik dan dilaksanakan tepat waktu benar-benar dapat mengurangi kemiskinan absolut dengan lebih cepat. Berikut ditampilkan gambar rata-rata tingkat kemiskinan terhadap rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali menurut kabupaten/kota pada periode dua belas tahun terakhir. KUADRAN I KUADRAN II KUADRAN IV KUADRAN III Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 (Data diolah) Gambar 1.4 Kuadran Rata-Rata Laju Pertumbuhan PDRB terhadap Rata-Rata Persentase Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Bali Tahun 2007-2013 Kuadran di atas (gambar 1.4) menjelaskan tingkat kemiskinan dan laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. Garis sumbu merupakan kondisi Provinsi Bali, sedangkan sejumlah titik di dalamnya merupakan kondisi kabupaten/kota di Provinsi Bali. Kabupaten Badung dan Kota Denpasar berada
9 pada posisi kuadran I, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi lebih tinggi namun persentase penduduk miskin yang lebih rendah dibandingkan Provinsi Bali. Posisi di kuadran I merupakan kondisi terbaik dimana laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi diimbangi dengan rendahnya tingkat kemiskinan. Posisi di kuadran III menggambarkan kondisi terburuk dimana laju pertumbuhan yang rendah dan tingkat kemiskinan yang tinggi. Hasil kuadran tersebut menggambarkan bahwa terjadi ketimpangan antara persentase jumlah penduduk miskin. Masalah yang muncul berdasarkan gambar tersebut terletak pada kuadran II, dimana rata-rata laju pertumbuhan yang tinggi tidak diimbangi dengan rata-rata persentase jumlah penduduk miskin yang rendah. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan tersebut antar kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal yang terkait dengan tingkat kemiskinan lainnya adalah produktivitas tenaga kerja yang rendah. Ketenagakerjaan, dan kualitas pekerjaan, pekerjaan yang layak, sangat penting untuk mengurangi kemiskinan dan dalam mencapai pertumbuhan dengan pertumbuhan ekuitas dan pro-poor. Hubungan antara ekonomi pertumbuhan, lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan dengan demikian proses di mana pertumbuhan output menginduksi peningkatan lapangan kerja yang produktif dan menguntungkan, yang pada gilirannya, mengarah ke peningkatan pendapatan masyarakat miskin dan pengurangan kemiskinan (Ernst, 2009). Sebuah pemikiran dari Amartya Sen (1981) tentang kemiskinan dan kelaparan, dalam sebuah bukunya yang berjudul Poverty and Famines
10 (Kemiskinan dan Kelaparan). Kemiskinan selalu identik dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tingkat pendapatan penduduk. Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia) yang rendah akan berdampak terhadap kualitas daya pikir manusia (kemampuan otak/ IQ). Faktor kemiskinan akan menyebabkan berkurang atau rendahnya kualitas pembangunan manusia tersebut. Oleh karena itu, berikut ditampilkan analisis kuadran laju pertumbuhan ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Bali menurut kabupaten/kota, sehingga dapat menggambarkan kualitas pembangunannya. KUADRAN I I KUADRAN II KUADRAN II KUADRAN IV KUADRAN IV KUADRAN III KUADRAN III Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 Gambar 1.5 Kuadran Rata-Rata Laju Pertumbuhan PDRB terhadap Rata-Rata Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Bali Tahun 2007 2013 Gambar 1.5 menggambarkan kualitas pembangunan (hubungan antara laju pertumbuhan PDRB terhadap IPM) pada masing-masing wilayah kabupaten/kota se-provinsi Bali. Kualitas pembangunan yang baik terletak pada Kuadran II dimana IPM yang tinggi sejalan dengan laju pertumbuhan yang tinggi pula.
11 Sebaliknya Kuadran IV menggambarkan kualitas pembangunan yang kurang baik, sebab nilai IPM rendah diikuti dengan laju pertumbuhan ekonomi yang rendah pula. Kabupaten Badung, Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar berada pada posisi Kuadran II, hal tersebut menunjukkan bahwa kabupaten/kota ini mampu menciptakan suatu kualitas pembangunan yang seimbang. Lain halnya dengan posisi di Kuadran IV diduga terjadi akibat kualitas pembangunan yang kurang baik. Gambar tersebut juga menjelaskan bahwa Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Jembrana (kuadran III), serta Kabupaten Buleleng (kuadran I) mengalami ketidaksesuaian hubungan tingkat IPM terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini memicu timbulnya pertanyaan mengenai penyebab terjadinya kondisi tersebut. Sehingga, penelitian ini juga akan menghubungkan IPM dan laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota serta kaitannya terhadap adanya ketimpangan tingkat kemiskinan di Provinsi Bali. Selain itu, salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan pertumbuhan persentase penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisinya. Sehingga berdasarkan acuan tersebut, penelitian ini juga akan menganalisis model estimasi tingkat kemiskinan di Provinsi Bali.
12 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Bagaimana pengaruh angka melek huruf (AMH), angka harapan hidup (AHH), tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB), gini rasio dan daya beli masyarakat secara simultan dan parsial terhadap persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali? 2) Apakah ada perbedaan rata-rata angka melek huruf (AMH), angka harapan hidup (AHH), tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB), gini rasio dan daya beli masyarakat antar kabupaten/kota di Provinsi Bali? 3) Bagaimanakah model estimasi tingkat kemiskinan Provinsi Bali? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1) Menganalisis pengaruh angka melek huruf, angka harapan hidup, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB), gini rasio dan daya beli masyarakat terhadap persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali. 2) Menganalisis perbedaan rata-rata variabel angka melek huruf, angka harapan hidup, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), laju
13 pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB), gini rasio dan daya beli masyarakat antar kabupaten/kota di Provinsi Bali. 3) Menganalisis model estimasi tingkat kemiskinan Provinsi Bali. 1.4 Manfaat Penelitian a) Manfaat Teoritis Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh angka melek huruf, angka harapan hidup, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB), gini rasio dan daya beli masyarakat terhadap persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali serta antar kabupaten/kota se-provinsi Bali, dan menganalisis model estimasi tingkat kemiskinan Provinsi Bali. b) Manfaat Praktis Penelitian ini dimaksudkan agar nantinya memberikan manfaat terhadap pembangunan daerah Provinsi Bali, dan sebagai usulan terkait kebijakan yang tepat dan sesuai, serta dapat menambah wawasan mahasiswa dalam melakukan penelitian.