III. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

Iklim Perubahan iklim

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

III. METODE PENELITIAN

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB V SUMBER DAYA ALAM

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Bujur Timur dan Lintang Utara, dengan batas. Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

III. METODOLOGI PENELITIAN

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN SERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

Oleh: Renandia Tegar Asririzky. Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya ABSTRACT

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

BAB III METODE PENELITIAN

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

Transkripsi:

III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara. Letak Kota Pekanbaru dengan luas wilayah sebesar 632,26 km 2, berbatasan sebelah Utara dan Timur dengan Kabupaten Siak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Pelalawan dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer beserta perlengkapannya yang berguna untuk proses pengolahan dan analisis data, Software Arc View beserta extension, Global Positioning System (GPS), untuk mengetahui posisi koordinat titik kontrol tanah yang berguna menentukan training area (area contoh) daerah-daerah bervegetasi dengan klasifikasi hutan, perkebunan, semak, dan rumput. Adapun bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat TM 7 Path/Row 127/060, peta administrasi Kota Pekanbaru, jumlah konsumsi energi yang meliputi konsumsi listrik, minyak tanah, bahan bakar bensin dan solar. 3.3 Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data-data dan informasi yang diperlukan serta menganalisis data sesuai dengan kebutuhan yaitu perencanaan pembangunan hutan kota. Tahapannya adalah sebagai berikut: 3.3.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengambilan titik koordinat bumi di Kota Pekanbaru untuk klasifikasi daerah bervegetasi. Data ini diperlukan dalam analisis penutupan lahan. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur, terdiri dari:

760500 767000 Ke Medan / Dumai 773500 KAB. SIAK 780000 786500 PETA LOKASI PENELITIAN KOTA PEKANBARU N 71500 71500 W E KAB. SIAK Kec. Rumbai 65000 65000 KOTA PEKANBARU S 0 3 6 Kilometer Legenda Batas Kabupaten Batas Kecamatan Sungai Jalan KAB. KAMPAR Kec. Kec. Kec. Bukit Raya Senapelan Limapuluh 58500 58500 Kec. Pekanbaru Kota Kec. Tampan Kec. Sukajadi Kec. Sail Sumber : 1. RUTRK KOTA PEKAN BARU 1993/1994-2003/2004 52000 52000 760500 767000 773500 KAB. PELALAWAN 780000 786500 Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

26 1. Citra Landsat TM 7, Path/Row 127/060 yang diperoleh dari Data Service BIOTROP. Data citra berguna untuk memperoleh informasi penutupan lahan. 2. Peta administrasi Kota Pekanbaru. 3. Faktor emisi listrik, minyak tanah, premium, dan solar diperoleh dari studi literatur. 4. Konsumsi listrik diperoleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Cabang Pekanbaru. 5. Konsumsi minyak tanah untuk Kota Pekanbaru diperoleh dari PT. Pertamina (Persero) Cabang Pemasaran Pekanbaru. 6. Jumlah rumah tangga yang menggunakan minyak tanah diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru. 7. Konsumsi bensin dan solar diperoleh dari PT. Pertamina (Persero) Cabang Pemasaran Pekanbaru. 8. Nilai serapan karbon dioksida oleh vegetasi diperoleh dari studi literatur. 9. Jumlah bangunan tempat tinggal diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru 10. Pendugaan nilai karbon dioksida yang berasal dari konsumsi bahan bakar dan listrik. 11. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan karbon dioksida, diperoleh dari studi literatur. 12. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan terbuka hijau tahun 2004 yang diperoleh BAPEDA Kota Pekanbaru. 3.3.2 Analisis Data Analisis data yang dilakukan meliputi analisis penutupan lahan, berguna untuk mendapatkan informasi mengenai luas dan sebaran ruang terbuka hijau Kota Pekanbaru. Luas dan sebaran ruang terbuka hijau berguna untuk analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar). Existing condition ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesesuaian luas berdasarkan kriteria kebutuhan yang ditetapkan. Pemenuhan

27 kebutuhan ruang terbuka hijau diarahkan dengan penanaman vegetasi dalam bentuk hutan kota. 3.3.2.1 Analisis Penutupan Lahan Analisis penutupan lahan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai penutupan lahan. Informasi yang diperoleh berupa luas dan sebaran pada masing-masing kecamatan terutama untuk daerah yang bervegetasi. Informasi daerah bervegetasi diperlukan untuk mengetahui kecukupan vegetasi dalam memenuhi standar kebutuhan ruang terbuka hijau (luas wilayah, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan. Diagram alir analisis penutupan lahan disajikan pada Gambar 3. Citra Landsat 7ETM+ path/row, 127/060 tahun 2004 (Terkoreksi) Pemotongan Citra Data Lapangan Pemilihan Area Contoh Interpretasi dan Klasifikasi No Uji Akurasi Hasil Klasifikasi Diterima Peta Penutupan Lahan Yes Gambar 3. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan

28 3.3.2.1.1 Cropping Cropping atau pemotongan citra berguna untuk pembatasan daerah penelitian. Pemotongan citra dilakukan berdasarkan wilayah administratif Kota Pekanbaru. Pemotongan citra menggunakan acuan peta digital Kota Pekanbaru, diperoleh dari Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kota Pekanbaru. 3.3.2.1.2 Pengambilan Data Lapangan Pengambilan data lapangan dilakukan untuk memperoleh informasi dan kondisi Kota Pekanbaru secara nyata. Data lapangan berupa pengambilan titik koordinat untuk masing-masing tipe penutupan lahan yang berada di Kota Pekanbaru. Pengambilan koordinat lapangan menggunakan Global Positioning System (GPS). 3.3.2.1.3 Klasifikasi Citra Klasifikasi citra menggunakan metode klasifikasi citra multispektral secara terbimbing (Supervised Classification). Pada metode ini, informasi dalam setiap piksel diperoleh dengan bantuan komputer, pengelompokan dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan sebaran spektral Digital Number/DN. Tahap terpenting dalam klasifikasi terbimbing ini adalah tahap penamaan piksel (labelling) yang diperoleh dari data training area (area contoh), berdasarkan piksel-piksel terpilih maka analisis memerintahkan komputer untuk mengklasifikasi atau memberi nama/label seluruh piksel pada citra berdasarkan nilai statistik masing-masing kelas yang diperoleh dari training area. 3.3.2.1.4 Akurasi Klasifikasi Akurasi klasifikasi dianalisis menggunakan matrik kontingensi, yaitu matrik bujur sangkar (error matrix) yang berisi jumlah piksel yang diklasifikasi. Akurasi klasifikasi diukur berdasarkan persentase jumlah piksel yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah total piksel yang digunakan. Akurasi pemetaan diuji dengan membuat matrik kesalahan, disajikan pada Tabel 4.

29 Tabel 4. Contoh Matrik Kesalahan Data Acuan Training Diklasifikasi ke Kelas (Data Klasifikasi di Peta) Area A B. D A X ii Total Baris X k+ B D X kk Total Kolom X +k N Producer s acc. X kk /X k+ User s Acc. X kk /X +k Sumber : Jaya (2005) Ukuran-ukuran akurasi yang digunakan yaitu: User' sacc. X kk / X 100% k X / N 100% OverallAcc. kk Pr od' sacc. / 100% X kk X k 3.3.2.2 Analisis Serapan Karbon Dioksida Analisis serapan karbon dioksida berguna untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan ruang terbuka hijau menyerap karbon dioksida untuk masing-masing kecamatan di Kota Pekanbaru. Pendekatan yang dilakukan untuk penghitungan serapan karbon dioksida dilakukan dengan cara menentukan luas penutupan lahan daerah-daerah yang bervegetasi. Informasi penutupan lahan diperoleh dari klasifikasi citra. Sebaran dan luas ruang terbuka hijau yang diperoleh dihitung nilainya berdasarkan kemampuan vegetasi menyerap karbon dioksida. Nilai serapan karbon dioksida untuk masing-masing tipe vegetasi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Serapan Karbon Dioksida Oleh Vegetasi Tipe Vegetasi Serapan C (ton/ha) CO 2 (ton/ha) Hutan 15,9 58,2576 Perkebunan 14,3 52,3952 Semak 0,9 3,2976 Rumput 0,9 3,2976 Sumber : Iverson et.al, 1993.

30 Nilai serapan karbon dioksida diperoleh berdasarkan kelas penutupan lahan untuk daerah bervegetasi, meliputi sebaran dan luasan. Nilai serapan karbon dioksida diperoleh berdasarkan asumsi sebagai berikut: Nilai serapan karbon dioksida diperoleh melalui pendekatan, bukan dengan perhitungan yang memperoleh data lapangan. Nilai serapan karbon dioksida yang diperoleh hanya di atas tanah permukaan tanah, khususnya untuk daerah yang bervegetasi sementara serapan karbon dioksida yang ada di dalam tanah serta air tidak dihitung. 3.3.2.3 Analisis Emisi Karbon Dioksida Penghitungan emisi karbon dioksida dilakukan untuk mengetahui nilai emisi karbon dioksida yang dihasilkan dengan adanya kegiatan dan kebutuhan manusia terhadap energi. Penghitungan emisi karbon dioksida dilakukan terhadap aspek sebagai berikut: (1) konsumsi listrik, dibatasi hanya terhadap PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai sumber energi listrik dengan bahan bakar solar sebagai pembangkit. Sumber pembangkit energi listrik di Kota Pekanbaru mempunyai empat kecamatan/rayon sebagai pembangkit energi. Lokasi pembangkit energi listrik terdapat pada Kecamatan Pekanbaru Kota, Kecamatan Bukit Raya, Kecamatan Rumbai, dan Kecamatan Tampan; (2) konsumsi minyak tanah untuk setiap kecamatan, diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru; (3) konsumsi bahan bakar bensin, dan (4) konsumsi bahan bakar solar, diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru. 3.3.2.3.1 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Listrik Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi listrik dilakukan melalui pendekatan. Pendekatan yang digunakan adalah berdasarkan jumlah konsumsi listrik Kota Pekanbaru tahun 2004 dan faktor emisi karbon dioksida. Total emisi karbon dioksida diperoleh dari perhitungan : konsumsi listrik/tahun/kecamatan dikali faktor emisi (gram karbon dioksida/kwh). Nilai konsumsi listrik diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara. Jumlah konsumsi listrik (kwh) pada tahun 2004 terdiri dari empat rayon/kecamatan yaitu

31 Pekanbaru Kota, Bukit Raya, Rumbai, dan Tampan (Lampiran 4). Nilai faktor emisi adalah nilai emisi karbon dioksida dari konsumsi listrik yang ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2000 pada setiap masingmasing negara, untuk negara Indonesia nilainya adalah 454 gram CO 2 /kwh. Nilai total emisi adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan energi listrik yang berada pada empat kecamatan (rayon). Total emisi karbon dioksida = Total kwh x 454 gram karbon dioksida. Emisi karbon dioksida yang dihasilkan dengan asumsi bahwa masingmasing rayon sebagai sumber karbon dioksida. Empat kecamatan lain yaitu Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, dan Sail tidak menghasilkan emisi dari pembangkit listrik. 3.3.2.3.2 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak Tanah Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi minyak tanah dilakukan melalui pendekatan. Total emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan jumlah konsumsi minyak tanah di Kota Pekanbaru tahun 2004 dikali faktor emisi minyak tanah. Nilai konsumsi minyak tanah diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru. Nilai yang dipakai adalah jumlah konsumsi minyak tanah untuk Kota Pekanbaru pada tahun 2004. Konsumsi minyak tanah masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan data jumlah rumah tangga pengguna minyak tanah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru. Nilai faktor emisi Karbondioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi minyak tanah. Faktor emisi ini ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2000 pada setiap masing-masing negara. Faktor emisi untuk negara Indonesia nilainya adalah 2,52 gram CO 2 /liter. Nilai total emisi Karbondioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi minyak tanah di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = Total konsumsi (liter) x 0,24 gram CO 2 /liter.

32 3.3.2.3.3 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Premium. Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi premium dilakukan melalui pendekatan jumlah konsumsi dan nilai faktor emisi. Jumlah konsumsi bahan bakar premium pada masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi untuk seluruh SPBU yang ada di Kota Pekanbaru. Seluruh SPBU yang ada di Kota Pekanbaru dikelompokkan berdasarkan lokasinya pada masing-masing kecamatan. Emisi karbon dioksida yang dihitung berdasarkan asumsi bahwa masing-masing SPBU menyediakan pemakaian untuk masingmasing kecamatan. Nilai konsumsi bensin diperoleh dari pertaminan cabang pemasaran Pekanbaru. Pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan jumlah konsumsi bahan bakar premium adalah berdasarkan jumlah konsumsi dari seluruh SPBU yang berada pada masing-masing kecamatan (Lampiran 5). Nilai faktor emisi karbon dioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi premium. Faktor emisi ini ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2001. Faktor emisi premium adalah 2,3 gram CO 2 /liter. Nilai total emisi karbon dioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi premium di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = Total konsumsi (liter) x 2,3 gram CO 2 /liter. 3.3.2.3.4 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Solar. Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi solar dilakukan melalui pendekatan jumlah konsumsi dan nilai faktor emisi. Jumlah konsumsi pada masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi untuk seluruh SPBU di Kota Pekanbaru. Emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan asumsi bahwa masing-masing SPBU menyediakan pemakaian untuk masingmasing kecamatan. Nilai konsumsi bensin diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru. Pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan jumlah konsumsi bahan bakar solar adalah berdasarkan jumlah konsumsi dari seluruh SPBU yang berada pada masing-masing kecamatan (Lampiran 5). Nilai faktor emisi

33 Karbondioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi solar. Faktor emisi ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2001 dengan nilai 2,7 gram CO 2 /liter. Nilai total emisi karbon dioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi solar di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = total konsumsi (liter) x 2,7 gram CO 2 /liter. 3.3.2.3.5 Total Emisi Karbon Dioksida Emisi karbon dioksida dari empat jenis penggunaan energi (listrik, minyak tanah, bensin, dan solar) dijumlahkan untuk mengetahui nilai total pada masingmasing kecamatan. Nilai total ini digunakan sebagai dasar untuk mengetahui kecukupan ruang terbuka hijau menyerap emisi karbon dioksida. 3.3.2.4 Selisih Serapan Karbon Dioksida dan Emisi Karbon Dioksida Selisih serapan karbon dioksida dan emisi karbon dioksida diperoleh berdasarkan pendugaan sebaran serapan karbon dioksida. Serapan karbon dioksida diperoleh dari klasifikasi penutupan lahan untuk daerah bervegetasi yaitu hutan, perkebunan, semak, dan rumput. Penghitungan selisih juga berdasarkan pada perkiraan jumlah serapan karbon dioksida pada existing condition ruang terbuka hijau serta pendugaan emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari kebutuhan energi yaitu dari konsumsi listrik, minyak tanah, bensin, dan solar. Dari perkiraan nilai sebaran dan luas ruang terbuka hijau maka akan diketahui kecukupan vegetasi dalam perannya untuk menyerap karbon dioksida, secara khusus yang berasal dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, bensin, dan solar). Informasi ini sangat diperlukan untuk arahan penanaman vegetasi dengan melakukan perencanaan pembangunan hutan kota jika ditinjau dari sebaran dan luas ruang terbuka hijau yang ada. 3.3.2.5 Analisis Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Peningkatan pembangunan di wilayah perkotaan menghasilkan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat kota. Dampak-dampak negatif yang terjadi terhadap lingkungan dan aspek tata ruang kota yaitu berupa berkurangnya

34 ruang terbuka hijau yang berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem kota. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan langkah-langkah pencegahan dengan mewujudkan ruang terbuka hijau yang serasi di wilayah perkotaan. Ruang terbuka hijau kota mempunyai fungsi yaitu sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan; sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan; sebagai sarana rekreasi; sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara; sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan; sebagai tempat perlindungan plasma nutfah; sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; sebagai pengatur tata air. Manfaat yang dapat diperoleh dari ruang terbuka hijau kota antara lain: memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lihgkungan; memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota; memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah. Untuk mendapatkan manfaat ruang terbuka hijau sesuai dengan fungsinya maka ditentukan standar luas berdasarkan pada: 1. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan yang mempunyai tujuan untuk (1) meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih dan sebagai sarana pengamanan lingkungan dan (2) menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Standar luasan RTH kota di Indonesia menurut Inmendagri No. 14 Tahun 1988, dihitung berdasarkan persentase luas total wilayah kota yaitu 40 % dari total wilayah harus dihijaukan. 2. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Standar ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dikemukakan oleh Simonds (1983). Kebutuhan ruang terbuka hijau dibagi menjadi empat kelas. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Simonds (1983), Kota Pekanbaru

35 mempunyai standar kebutuhan ruang terbuka hijau dengan luas 40 meter persegi per jiwa. Standar luas ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Hirarki Wilayah Jumlah KK Wilayah Jumlah Jiwa Wilayah RTH (m 2 /1.000 jiwa) Penggunaan Ruang Terbuka Ketetanggaan 1.200 4.320 1.200 Lapangan bermain, areal rekreasi, taman Komunitas 10.000 36.000 20.000 Lapangan bermain, lapangan atau taman, (termasuk ruang terbuka ketetanggaan) Kota 100.000 40.000 Ruang terbuka umum, taman areal bermain (termasuk ruang terbuka untuk komuniti) Wilayah/ Region Sumber: Simonds (1983) 1.000.000 80.000 Ruang terbuka umum, taman areal rekreasi, berkemah (termasuk ruang terbuka kota) 3. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Emisi Karbondioksida (CO 2 ). Cahaya matahari dimanfaatkan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida menjadi karbohidrat dan oksigen. Proses ini sangat bermanfaat bagi manusia karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan mengakibatkan efek rumah kaca. Jumlah emisi karbon dioksida akan berpengaruh terhadap jumlah luas ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau diperlukan untuk menyerap emisi karbon dioksida, sehingga diperlukan standar luas agar emisi karbon dioksida mampu diserap seluruhnya oleh tanaman. Nilai serapan karbon dioksida oleh beberapa tipe vegetasi disajikan pada Tabel 5.

36 3.3.2.6 Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Analisis ruang terbuka hijau digunakan untuk mengetahui kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru tahun 2004 untuk kawasan hijau. Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau dianalisis dengan standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, berdasarkan jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan energi. 3.3.2.7 Arahan Revegetasi dengan Pembangunan Hutan Kota Perencanaan pembangunan hutan kota disusun dengan kriteria berdasarkan kebutuhan ruang terbuka hijau ditinjau dari luas wilayah, kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk, dan jumlah emisi karbon dioksida dari penggunaan energi yaitu listrik, minyak tanah, bensin, dan premium. Masingmasing kebutuhan ruang terbuka hijau dihitung berdasarkan kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru. Perencanaan pembangunan hutan kota merupakan arahan revegetasi untuk mencukupi jumlah ruang terbuka hijau. Perencanaan lokasi pembangunan hutan kota di Kota Pekanbaru dilakukan berdasarkan luas dan sebaran ruang terbuka hijau yang sudah direncanakan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru yang diatur dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan terbuka hijau tahun 2004. Kesesuaian luas dan lokasi ruang terbuka hijau dihitung berdasarkan kebutuhan ruang terbuka hijau untuk kriteria yang telah ditentukan. Alternatif lokasi pada kecamatan yang dijadikan prioritas untuk lokasi penanaman hutan kota dipilih berdasarkan kawasan yang mempunyai ruang terbuka.