II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

dokumen-dokumen yang mirip
KETERKAITAN HARGA LAHAN TERHADAP LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI HULU SUNGAI CILIWUNG KABUPATEN BOGOR DESI IRNALIA ASTUTI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai.

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Kota adalah suatu wilayah yang akan terus menerus tumbuh seiring

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Pendahuluan ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih.

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia membutuhkan lahan untuk mengalokasi sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. menentukan corak kehidupan dan mempunyai peranan yang sangat dominan

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, bahwa penduduk Indonesia dari

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

BAB I PENDAHULUAN. petani ikan dan sebagainya. Menurut Loekman (1993:3) Besarnya fungsi sektor pertanian bagi masyarakat Indonesia tentu saja harus

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

KEGIATAN 1 TEKANAN PENDUDUK DAN KONVERSI LAHAN DI KOTA PEKANBARU

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya terdiri dari unsur fisik dan sosial

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

BAB VI OPTIMALISASI PENGENDALIAN PENTAAN RUANG DALAM RANGKA PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI KAWASAN PANTURA

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PROVINSI BANTEN TABEL PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH TERHADAP CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan atau penyesuaian penggunaan disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Utomo et al. 1992). Menurut Houghton (1991) terdapat tujuh tipe perubahan tata guna lahan dalam perubahan stok karbon, yaitu konversi ekosistem alami menjadi ladang, konversi ekosistem alami menjadi lahan pertanian budidaya, ladang terbengkalai, peternakan terbengkalai, hutan produksi kayu, dan daerah penghijauan. Sihaloho (2004) menjelaskan bahwa konversi lahan adalah alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian atau dari lahan non pertanian ke lahan pertanian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dijelaskan bahwa konversi lahan dipengaruhi dua faktor utama, yaitu: 1. Faktor pada aras makro yang meliputi perubahan industri, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan kemiskinan ekonomi. 2. Faktor pada aras mikro yang meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai ekonomi rumah tangga), dan strategi bertahan hidup rumah tangga. 8

Perubahan penggunaan RTH menjadi non RTH berlangsung dengan cepat tanpa dilakukan upaya pengendalian. Artinya, peraturan atau kebijakan yang ditetapkan tidak mampu menekan laju perubahan penggunaannya, tujuan pemanfaatan lahan untuk mencapai optimalisasi produksi, keseimbangan penggunaan, dan kelestarian pemanfaatan lahan akan terancam. 2.2. Fungsi Utama Lahan Jayadinata (1999) memaparkan bahwa tanah berarti bumi, sedangkan lahan merupakan tanah yang sudah ada peruntukan dan umumnya ada pemiliknya. Luas lahan dipengaruhi oleh pendapatan individu. Utomo et al. (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami utama yang melandasi kegiatan kehidupan, memiliki dua fungsi dasar, yaitu: 1. Fungsi kegiatan budidaya, memiliki makna suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, perkebunan, perkotaan maupun pedesaan, hutan produksi, dan lain-lain. 2. Fungsi lindung, memiliki makna suatu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, nilai sejarah, dan budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya. Aturan-aturan dalam penggunaan lahan dijalankan berdasarkan pada beberapa kategori antara lain kepuasan, kecendrungan dalam tata guna lahan, kesadaran akan tata guna lahan, kebutuhan orientasi dan pemanfaatan atau pengaturan estetika (Munir 2008). Sehubungan dengan hal yang telah dijelaskan sebelumnya, maka Jayadinata (1999) menggolongkan lahan dalam tiga kategori yaitu: 9

1. Nilai keuntungan, dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat dicapai dengan jual beli lahan di pasaran bebas. 2. Nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat 3. Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya. Fungsi lahan yaitu digunakan untuk pemukiman, perkebunan, industri, perkotaan maupun pedesaan, serta sebagai nilai budaya dan kelestarian lingkungan. Kategori lahan berupa nilai keuntungan, nilai kepentingan umum, dan nilai sosial. Ketiga kategori tersebut menunjukan bahwa alasan setiap individu menggunakan lahan dipengaruhi oleh tujuan yang berbeda-beda. 2.3. Harga Lahan Nilai lahan secara definisi diartikan sebagai kekuatan nilai dari lahan untuk dipertukarkan dengan barang lain yang dapat didefinisikan sebagai harga (diukur dalam satuan uang) yang dikehendaki oleh penjual dan pembeli. Nilai lahan merupakan harga lahan yang diukur dalam satuan uang per meternya (Michalski et al. 2010) Pesatnya perkembangan suatu kota dan tingginya laju pertumbuhan jumlah penduduk, secara langsung membuat kebutuhan lahan akan menjadi tinggi. Ketersediaan lahan yang semakin terbatas dan jumlahnya relatif tetap membuat nilai lahan juga akan meningkat pula. Nilai lahan juga menentukan penggunaan lahan, karena penggunaan lahan ditentukan oleh kemampuan untuk membayar lahan yang bersangkutan. Peningkatan nilai lahan terjadi di pusat kota dan 10

mengalami penurunan secara teratur menjauhi pusat kota (Berry 2008) dalam (Yunus 2006). Penelitian Jamal (2001), di Kabupaten Karawang Jawa Barat, harga jual lahan yang diterima petani dalam proses alih fungsi lahan secara signifikan dipengaruhi oleh status lahan, jumlah tenaga kerja yang terserap di lahan tersebut, jarak dari saluran tersier, jarak dari jalan, dan jarak dari kawasan industri atau pemukiman. Sementara itu produktivitas lahan, jenis irigasi, dan peubah lain tidak berpengaruh signifikan. Faktor-faktor penentu harga lahan antara lain adalah kondisi dan lokasi lahan. Kondisi lahan dapat menentukan tingkat harga lahan, semakin baik kondisi lahan yang ada, semakin mahal harga lahan tersebut. Lokasi juga menentukan harga lahan yang ditentukan oleh jarak lokasi lahan terhadap akses umum seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, tempat wisata, dan lain-lain. 2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu: sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan sistem non kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah antara lain direpresentasikan dalam bentuk terbitnya beberapa peraturan mengenai konversi lahan. Konversi lahan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Rusli (2005) mengungkapkan bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk, rasio antara manusia dan lahan menjadi semakin besar, sekali pun pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi taraf perkembangan 11

kebudayaan suatu masyarakat. Pertumbuhan penduduk menyebabkan persediaan lahan semakin kecil. Persediaan lahan akan semakin kecil seiring dengan adanya alih fungsi lahan yang terus terjadi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ismail (2010) mengenai konversi lahan di Kota Medan, diketahui bahwa konversi lahan mengakibatkan: (1) penurunan luas lahan pertanian di Kota Medan dari tahun 2001 sampai 2008 sebesar 4 088 ha atau berkurang sebesar 36.5 % dari luas lahan pertanian tahun 2001, (2) hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi keputusan petani dalam menjual lahan mereka adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dengan derajat kepercayaan 5 %, sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah harga jual lahan dan luas lahan, sedangkan untuk faktor kebijakan dan pajak tidak langsung mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahannya. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan lahan yang semakin meningkat. Hal ini mendorong penjualan lahan yang dilakukan oleh penduduk dan petani. Faktor utama yang mendorong penduduk dan petani menjual lahan yang dimiliki karena produktivitas hasil pertanian yang dihasilkan terlalu kecil sehingga pendapatan yang diperoleh petani menjadi rendah dan tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga petani tertarik untuk mengubah fungsi dan menjual lahan yang dimiliki. 2.5. Dampak Konversi Lahan Konversi lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan. Perubahan penguasaan lahan di pedesaan membawa implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat yang menjadi 12

indikator kesejahteraan masyarakat desa. Antara (2002) menyatakan bahwa konversi lahan sawah untuk kepentingan non pertanian (pariwisata, pemukiman, industri kecil, dan prasarana bisnis) saat ini sudah berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan. Tahun 1977 luas lahan sawah di Bali ± 98 000 ha dan tahun 1998 tinggal 87 850 ha. Ini berarti dalam kurun waktu ± 20 tahun terjadi penyusutan lahan seluas 10 150 ha, atau 11.5 %. Bahkan selama lima tahun terakhir, penyusutan seluas 727 ha/tahun. Terbatasnya akses untuk menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga menjadi pergeseran kesempatan kerja ke sektor non pertanian (sektor informal). Hal ini menjadi ancaman bagi keberadaan budaya pertanian. 13