PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) Amanita Novi Yushita, M.Si

dokumen-dokumen yang mirip
Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

Objek Pajak. Objek PPN: Pasal 4 ayat 1. Objek PPN Pasal 16 C: Kegiatan Membangun Sendiri

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

Objek Pajak. Objek PPN: Pasal 4 ayat penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB II LANDASAN TEORI

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II LANDASAN TEORI. II.1.1 Definisi Pajak dan Pajak Pertambahan Nilai. ( Dikutip dari penulis Sukardji,U (2006). Pajak pertambahan nilai (edisi

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB III PEMBAHASAN PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Bidang pelaksanaan kerja praktek yang dilakukan oleh penulis yaitu di bagian

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

Bab 10. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENERAPAN PENGHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT BUMI SARANA BETON MAX MILIAN MAUWA POLITEKNIK NEGERI AMBON

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajak Definisi Pajak

Presiden Republik Indonesia,

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

TINJAUAN PUSTAKA. namun pada dasarnya pengertian pajak ini adalah sama saja.menurut Rochmat

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009

BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penerimaan negara, dan mendorong produk ekspor.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AKUNTANSI PPN & PPnBM

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB VI BAB VI BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORITIS

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

BAB II TELAAH PUSTAKA. dimiliki oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan

BAB II LANDASAN TEORI

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB II LANDASAN TEORI

PPN DAN PPn BM PENGUSAHA KENA PAJAK, DPP & TARIF, TEMPAT PAJAK TERUTANG, DAN FAKTUR PAJAK, NOTA RETUR

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah

Transkripsi:

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 1

TIPE PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) Berdasarkan perlakuan terhadap perolehan barang modal, PPN atau Value Added Tax (VAT) dapat dibedakan dalam 3 tipe: 1. Consuption Type VAT Semua pembelian yang digunakan untuk produksi termasuk pembelian barang modal dikurangkan dari penghitungan nilai tambah. DPP terbatas pada pembelian untuk keperluan konsumsi sedangkan pembelian barang produksi dan barang modal dikeluarkan. Karena pembelian barang modal dikeluarkan dari DPP, maka tidak terjadi pengenaan pajak lebih dari 1x terhadap barang modal. Hal ini memberi sifat netral PPN terhadap pola produksi. 2

2. Net Income Type VAT Pembelian barang modal hanya boleh dikurangkan sebesar persentase penyusutan yang ditentukan pada waktu menghtung hasil bersih dalam rangka penghitungan PPh. Sehingga dasar pengenaan PPN akan sama dengan dasar pengenaan PPh. Sistem ini disamping akan berakibat pengenaan pajak 2x terhadap barang modal, juga menuntut pembukuan yang rapi. 3

3. Gross Product Type VAT Pembelian barang modal sama sekali tidak boleh dikurangkan dari DPP. Hal ini mengakibatkan barang modal dikenakan pajak 2x, yaitu pada saat dibeli dan melalui hasil produksi yang dijual kepada konsumen. 4

SIFAT PEMUNGUTAN 1. PPN sebagai pajak objektif Didasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri WP (subjeknya) 2. PPN sebagai pajak tidak langsung Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain, tetapi kewajiban memungut, menyetor, melapor melekat pada pihak yang menyerahkan barang/jasa 3. Pemungutan PPN melalui Multi Stage Tax Pemungutan dilakukan berjenjang dari pabrikan sampai konsumen akhir. 5

4. PPN dipungut dengan menggunakan faktur pajak Sebagai bukti pemungutan PPN PKP harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN 5. PPN bersifat netral PPN dikenakan atas konsumsi barang/jasa dan PPN dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan 6. PPN tidak menimbulkan pajak ganda/non duplikasi Hal ini karena pajak masukan dapat dikreditkan 7. PPN dikenakan terhadap konsumsi dalam negeri dikenakan sebesar 10%. Untuk ekspor 0% (terutang PPN tapi tetap harus dilaporkan) 6

PRINSIP PEMUNGUTAN 1. Prinsip tempat tujuan (destination principle) PPN dipungut di tempat barang/jasa tersebut dikonsumsi 2. Prinsip tempat asal (origin principle) PPN dipungut di tempat asal barang/jasa yang akan dikonsumsi 7

SUBJEK PAJAK PPN Subjek pajak PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak OBJEK PAJAK PPN PPN dikenakan atas: a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat: 1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP 8

2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud 3. Penyerahan dilakukan di daerah pabean 4. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha/ pekerjaan b. Impor BKP c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yg dilakukan oleh pengusaha; penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat syarat: 1. Jasa yang dikenakan merupakan JKP 2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean 3. Penyerahan dilakukan dalam, kegiatan usaha/pekerjaan d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 9

e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean f. Ekspor BKP oleh PKP g. Kegiatan membangun sendiri yang tidak dilakukan dalam kegiatan usaha/pekerjaan oleh orang pribadi/ badan h. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan 10

BARANG KENA PAJAK (BKP) Adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak/barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN JASA KENA PAJAK (JKP) Adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang/fasilitas/kemudahan/hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang pesanan/permintaan dengan bahan dan atau petnjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. 11

PENGECUALIAN BKP a. Barang hasil pertambangan,penggalian, pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya: Minyak mentah Gas bumi Panas bumi Pasir dan kerikil Batu bara sebelum diproses menjadi briket Biji timah,biji besi, biji emas, biji tembaga, biji nikel, biji perak, biji bauksit 12

b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak: Beras sagu Gabah kedelai Jagung garam c. Makanan&minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, tidak termasuk yang diserahkan oleh usaha jasa boga/catering d. Uang, emas batangan, surat berharga (saham, obligasi) 13

PENGECUALIAN JKP a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik: Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi Dokter hewan Ahli kesehatan (akupuntur, ahli gizi, fisioterapi) Kebidanan dan dukun bayi Paramedis dan perawat RS, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, sanatorium b. Jasa di bidang pelayanan sosial: Pelayanan panti asuhan / panti jompo Pemadam kebakaran Pemberian pertolongan pada kecelakaan Lembaga rehabilitasi Pemakaman termasuk krematorium Bidang olahraga 14

c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, SGU dengan hak opsi: Jasa perbankan kecuali save deposit box, jasa wali amanat, anjak piutang Asuransi SGU dengan hak opsi e. Jasa di bidang keagamaan: Pelayanan rumah ibadah Pemberian khotbah/ dakwah 15

f. Jasa di bidang pendidikan: Penyelenggaraan pendidikan sekolah Penyelenggaraan pendidikan luar sekolah (kursus) g. Jasa di bidang kesenian&hiburan yang tidak dikenakan Pajak Tontonan h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan air j. Jasa di bidang tenaga kerja: Jasa tenaga kerja Penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut Penyelenggaraan latihan kerja 16

k. Jasa di bidang perhotelan: Persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen Persewaan ruangan untuk kegiatan acara/pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen l. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dlm rangka menjalankan pemerintah secara umum meliputi jasa-jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, seperti: pemberian IMB, pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian NPWP, pembuatan KTP 17

PENYERAHAN BKP 1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian 2. Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing 3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara/ melalui juru lelang 4. Pemakaian sendiri dan/ pemberian Cuma-Cuma atas BKP* ) 5. Persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebt menurut ketentuan dapat dikreditkan 18

6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang 7. Penyerahan BKP secara konsinyasi Catatan * ) 1. Pemakaian sendiri adalah pemakaian untuk kepentiangan pengusaha sendiri, pengurus/karyawan, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri 2. Pemberian Cuma-Cuma adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang-barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, misalnya: contoh barang untuk promosi 19

YANG TIDAK TERMASUK PENYERAHAN BKP 1. Penyerahan BKP kepada makelar 2. Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang 3. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang dalam hal PKP memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang 20

PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) Pengusaha adalah OP atau badan yang dalam kegiatan usaha/pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor/ mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha sebagaimana pd poin a yang melakukan penyerahan BKP dan/ JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 21

KEWAJIBAN PKP 1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP 2. Memungut PPN dan PPnBM yang terutang 3. Membuat faktur pajak atas setiap penyerahan kena pajak 4. Membuat nota retur dalam hal pengambilan PKP 5. Melakukan pencatatan/pembukuan mengenai kegiatan usahanya 6. Menyetor PPN dan PPnBM yang terutang 7. Menyampaikan SPT Masa PPN 22

PENGECUALIAN KEWAJIBAN PKP 1. Pengusaha kecil 2. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan/jasa yang tidak dikenakan PPN PENGUSAHA KECIL Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama 1 tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/jkp dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000. 23

Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pengusaha kecil: a. Dilarang membuat faktur pajak b. Tidak wajib memasukkan SPT Masa PPN c. Diwajibkan membuat pembukuan/pencatatan d. Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil yang memperoleh peredaran bruto di atas batas yang telah ditentukan 24

PEMUNGUT PPN 1. Bendaharawan pemerintah Bendaharawan/ pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN/ APBD 2. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) 3. Pertamina 4. Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak karya di bidang migas 5. BUMN/BUMD 6. Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, BI 25

Pemungut PPN yang melakukan pembayaran atas penyerahan BKP/JKP oleh PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN&PPnBM yang terutang oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP/ JKP. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah (Prop/ Kab/Kota) yang melakukan pembayaran melalui KPPN/KPKN dan Kas negara atau Bank milik daerah wajib melaporkan PPN&PPnBM yang terutang oleh PKP yang telah dipungut oleh KPPN/KPKN atau Bank Milik Daerah dimaksud. PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/ JKP oleh PKP rekanan pemerintah yang pembayarannya melalui Bendaharawan pemerintah, dipungut, disetor,dilaporkan oleh Bendaharawan pemerintah atas nama PKP rekanan pemerintah 26

PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam hal: 1. Pembayaran yang jumlah maksimal Rp 1.000.000 tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah 2. Pembayaran untuk pembebasan tanah 3. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/ JKP, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/ dibebaskan dari pengenaan PPN 4. Pembayaran atas penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PERTAMINA 5. Pembayaran atas rekening telepon 6. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan 7. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang/jasa yang tidak dikenakan PPN. 27

1. Harga jual DASAR PENGENAAN PAJAK Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta/seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 2. Penggantian Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta/seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak 28

3. Nilai impor Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan UU Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN. Nilai impor yang menjadi DPP adalah harga patokan impor atau Cost Insurance and Freight (CIF). 4. Nilai ekspor Nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor (harga yg tercantum dalam PEB/Pemberitahuan Ekspor Barang) 5. Nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan Menkeu 29

Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan UU sebagai berikut: 1. Untuk penyerahan/penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah jumlah harga jual 2. Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian 3. Untuk impor, yang menjadi DPP adalh nilai impor 4. Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor 5. Atas kegiatan yang membangun sendiri bangunan permanen dengan luas 200m 2 atau lebih, yang dilakukan oleh OP/badan tidak dalam lingkungan perusahaan/pekerjaan, DPP adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun (tidak termasuk harga perolehan tanah) 6. Untuk pemanfataan BKP tidak berwujud/jkp dari luar Daerah Pabean, DPP sebesar jumlah yang dibayarkan 30

7. Untuk pemakaian sendiri maupun pemberian cumacuma, DPP adalah perkiraan harga jual dikurangi laba kotor 8. Untuk penyerahan media rekaman suara/gambar,dpp adalah perkiraan harga jual ratarata 9. Dalam hal penyerahan film cerita, DPP adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film 10.Untuk persediaan BKP maupun aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, DPP adalah sebesar harga pasar wajar 31

11. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/pariwisata maupun jasa pengiriman paket, DPP adalah 10% dari jumlah tagihan/jumlah yang seharusnya ditagih 12. Untuk penyerahan kendaraan bermotor bekas, DPP adalah 10% dari jumlah tagihan /jumlah yang seharusnya ditagih 13. Untuk penyerahan jasa anjak piutang, DPP adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan. 32

TARIF PPN 1. Tarif PPN sebesar 10%. Berlaku atas penyerahan BKP dan/ JKP adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang/jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada PPnBM. 2. Tarif PPN atas ekspor BKP sebesar 0% PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP di dalam Daerah Pabean. BKP yang diekspor/dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan PPN 0%. Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Sehingga pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan 33

CARA MENGHITUNG PAJAK 1. Cara menghitung PPN PPN Yang Terutang = Tarif PPN x DPP Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan Menkeu sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. PPN yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran ang dipungut oleh PKP. Bagi PKP Pembeli merupakan Pajak Masukan. 34

2. PPN/PPnBM menjadi bagian dari harga Jika PPN telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan BKP atau JKP, maka PPN yang terutang adalah 10/110 dari harga atau pembayaran atas penyerahan BKP atau JKP. 3. Penghitungan PPN/PPnBM dalam satu transaksi Dalam suatu transaksi dapat terjadi bahwa transaksi tersebut menjadi objek PPN dan objek PPnBM karena BKP yang dijual tergolong mewah. 4. KPK tidak melaksanakan kewajiban pemungutan pajak/tidak melaporkan usahanya Besarnya DPP ditetapkan sebesar harga jual/ penggantian/nilai lain yang ditemukan dalam pemeriksaan, sehingg besarnya pajak yang terutang dihitung sebesar tarif dikalikan DPP 35

MEKANISME PPN Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak di muka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya 1 bulan takwin) jml pajak keluaran lebih besar dari jumlah pajak masukan, selisihnya harus disetor ke kas negara. 36

Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil dari jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) / dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan SPT Masa PPN. 37

MEKANISME KREDIT PAJAK Pembeli BKP, penerima BKP, pengimpor BKP, pihak yang memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean wajib membayar PPN dan berhak menerima bukti pungutan pajak berupa Faktur Pajak. PPN yang sudah dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli BKP/ penerima JKP/pengimpor BKP/pihak yang memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean yang berstatus PKP. Pajak Masukan yang dibayar oleh PKP dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan dalam Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak bisa sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan 38

Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan atau JKP dikreditkan dengan Pajak Keluaran dan dilaporkan ke KPP dimana PKP dikukuhkan. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan oleh PKP ke Kas Negara selambatlambatnya tgl 15 bulan berikutnya. Sedangkan apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. 39

PAJAK MASUKAN YANG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk: 1. Perolehan BKP/JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP 2. Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha 3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan,jeep,station wagon,van dan kombi, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud/pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP 40

5. Perolehan BKP/JKP yang bukti pungutan pajaknya berupa Faktur Pajak Sederhana 6. Perolehan BKP/JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan yang biasanya disebut Faktur Pajak cacat 7. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/jkp yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN 8. Perolehan BKP/JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak 9. Perolehan BKP/JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan 41

10. Berkenaan dengan: Penyerahan kendaraan motor bekas Penyerahan jasa yang dilakukan oleh pengusaha biro perjalanan/biro pariwisata Jasa pengiriman paket Jasa anjak piutang Kegiatan membangun sendiri 42

SAAT TERUTANG PAJAK 1. Penyerahan BKP atau JKP 2. Impor BKP 3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 4. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerahnya Pabean 5. Ekspor BKP 6. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum pembayaran BKP atau sebelum pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 43

TEMPAT TERUTANG PAJAK 1. Untuk penyerahan BKP/JKP: a. Tempat tinggal b. Tempat kedudukan c. Tempat kegiatan usaha Jika mempunyai lebih dari 1 tempat usaha, atas permohonan PKP dapat ditetapkan salah satu tempat usaha sebagai tempat pajak terutang. Yang menentukan adalah tempat administrasi penjualan. 2. Untuk impor, ditempat BKP dimasukkan ke dalam Daerah Pabean 44

3. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari Luar Daerah Pabean, ditempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai WP 4. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, di tempat bangunan tersebut didirikan 5. Tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pajak 45