BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
PENENTUAN BIAYA PRODUK BERDASARKAN AKTIVITAS (ACTIVITY-BASED COSTING)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Harga Pokok Produk. rupa sehingga memungkinkan untuk : a. Penentuan harga pokok produk secara teliti

BAB II LANDASAN TEORI. Hansen dan Mowen (2004:40) mendefinisikan biaya sebagai:

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI. mengukur pengorbanan ekonomis yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menerapkan metode Activity Based Costing dalam perhitungan di perusahan. metode yang di teteapkan dalam perusahaan.

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUK YANG AKURAT DENGAN ACTIVITY BASED COSTING. I Putu Edy Arizona,SE.,M.Si

PENENTUAN HARGA PRODUK PLYWOOD MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM PENENTUAN HARGA POKOK KAMAR HOTEL PADA HOTEL GRAND KARTIKA PONTIANAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORI

METODE PEMBEBANAN BOP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan suatu pengorbanan yang dapat mengurangi kas atau harta lainnya untuk mencapai

ACTIVITY BASED COSTING (ABC) DAN ACTIVITY BASED MANAGEMENT (ABM)

BAHAN RUJUKAN. 2.1 Akuntansi Biaya

Bab IV PEMBAHASAN. perusahaan, sehingga perusahaan dapat menentukan harga jual yang kompetitif. Untuk

BAB II LANDASAN TEORI. semacam ini sering disebut juga unit based system. Pada sistem ini biaya-biaya yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Mulyadi, 2003;4). Atau lebih singkatnya dapat dikatakan bahwa kos

BAB II KERANGKA TEORISTIS PEMIKIRAN. Harga pokok produksi sering juga disebut biaya produksi. Biaya produksi

BAB II LANDASAN TEORI. mendefinisikan, Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. klasifikasi dari biaya sangat penting. Biaya-biaya yang terjadi di dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERHITUNGAN BIAYA POKOK PENJUALAN DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING PADA INDUSTRI MEBEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PENENTUAN BIAYA OVERHEAD PABRIK (BOP) BERDASARKAN ACTIVITY BASED COSTING (ABC) 2.1. Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

commit to user 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Klasifikasi Kos (Cost) dan Biaya (Expense) 1. Kos (Cost) a. Pengertian Kos

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Definisi akuntansi manajemen menurut Abdul Halim (2012:5) adalah

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Biaya Pengertian Biaya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mulyadi ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut yaitu :

ABSTRAK PENERAPAN ACTIVITY BASED COSTING PADA PT SIGER JAYA ABADI

ANALISIS PENERAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN ACTIVITY BASED COSTING (ABC) SYSTEM PADA PT. ARTA MAKMUR INDUSTRI DI MAKASSAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dari biaya. Carter dan Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006:29) mendefinisikan

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

PENERAPAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM MENENTUKAN BESARNYA TARIF JASA RAWAT INAP PADA RUMAH SAKIT MATA DI SURABAYA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Manajemen. Pengertian akuntansi manajemen menurut Horngren (2000) adalah proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan produk. Sistem akuntansi biaya tradisional yang selama ini

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran dan keberhasilan suatu perusahaan bergantung pada kemampuan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dominan dibanding ternak perah lainnya. Menurut Kanisius (2008) dari berbagai

Sistem Pengalokasian Biaya Overhead Pabrik.

BAB II LANDASAN TEORI

1. Bagaimana sistem akuntansi biaya tradisional (konvensional) yang diterapkan oleh PT. Martina Berto dalam menentukan Harga Pokok Produksi (HPP)? 2.

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI, ACTIVITY BASED COSTING DAN SISTEM BIAYA KONVENSIONAL PADA PERUSAHAAN X.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BIAYA BERDASARKAN AKTIVITAS

BAB II TUNJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan

BAB IV PEMBAHASAN. manajemen di dalam mengambil keputusan. Manajemen memerlukan informasi yang

BAB 7. ALOKASI BIAYA BERBASIS AKTIVITAS. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi-Universitas Kristen Petra 2011

cost classification) Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku biaya

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Biaya menurut Rayburn yang diterjemahkan oleh Sugyarto (1999), Biaya (cost)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Unit yang diproduksi Biaya bahan baku total ( Rp) Per unit ( Rp )

BAB II LANDASAN TEORI. Persaingan global berpengaruh pada pola perilaku perusahaan-perusahaan

I. PENDAHULUAN. Setiap perusahaan, baik yang bergerak di bidang jasa, produksi, manufacturing maupun perdagangan bertujuan untuk memperoleh laba yang

Perhitungan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Full Costing Sebagai Dasar Penentuan Harga Jual Produksi Tahu Pas (Putra H.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ACTIVITY BASED COSTING. Prepared by Yuli Kurniawati

BAB II LANDASAN TEORI

KONSEP-KONSEP DASAR AKUNTANSI MANAJEMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS. maupun variable. Menurut Garrison dan Nooren (2006:51), mengemukakan

Contoh PT kertasjaya memproduksi 2 macam produk. Contoh peraga 5.2 Perhitungan biaya satuan : produk tunggal. Biaya produksi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan memiliki visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. industi (industrial engineer) untuk tujuan penghitungan secara akurat kos produk.

BAB I PENDAHULUAN. baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap perusahaan penentuan harga jual merupakan hal penting untuk

Pertemuan 3 Activity Based Costing

BAB II BIAYA PRODUKSI PADA CV. FILADELFIA PLASINDO SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pakaian, dan lainnya. Setiap jenis usaha yang ada memiliki karakteristik yang

Transkripsi:

7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Biaya Penentuan biaya selalu menjadi fokus utama bagi para manajer karena melalui pembebanan biaya bagi setiap item (produk maupun jasa) yang dihasilkan membantu para manajer dalam menyusun strategi baik untuk jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang serta menemukan aktivitas-aktivitas yang ternyata tidak memberi value added atau disebut dengan non-value added activity baik bagi perusahaan maupun konsumen. Oleh karena itu biaya (Cost), menurut horngren, Datar dan Foster (2003) dalam bukunya yang berjudul Cost Accounting and Managerial Emphasis, memiliki arti sumber daya yang dikorbankan atau dilepaskan untuk memperoleh tujuan tertentu. menurut mereka biaya biasanya diukur dalam satuan moneter yang harus dibayar untuk memperoleh barang atau jasa. Sedangkan menurut Motriarity dan allen (1991) dalam bukunya yang berjudul Cost Accounting, biaya merupakan nilai dari asset yang diserahkan untuk memperoleh aset yang lainnya. Menurut horngren, Datar dan Foster (2003), biaya yang dikumpulkan dan dihitung dari Cost Object tadi ada tiga macam (dibebankan untuk satu unit yang dihasilkan oleh perusahaan), yaitu: 1. Direct Material Cost, merupakan biaya yang berhubungan dengan material yang digunakan untuk menghasilkan suatu barang. Direct Material Cost merupakan biaya yang langsung dapat dibebankan kepada setiap Cost Object (suatu barang/item/produk yang akan dihasilkan) dan dapat dengan mudah ditelusuri ke Cost Object-nya. Contohnya, tinta untuk industri percetakan. 2. Direct Manufacturing Labor Cost, merupakan kompensasi bagi pekerja yang dapat dengan mudah ditelusuri Cost Object-nya. Contohnya operator yang memang khusus menjalankan mesin, diamana gajinya dapat ditelusuri dengan mudah kesetiap pesanan.

8 3. Indirect Manufacturing Cost atau yang juga dikenal dengan Factory Overhead Cost merupakan biaya yang sulit untuk dialokasikan ke Cost Object, hal ini dapat terjadi karena memang ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan dibebankan untuk suatu Cost Object. Namun biaya ini dipakai bersama-sama untuk menghasilkan Cost Object lainnya. Contohnya beban listik. 2.2. Biaya Overhead Pabrik Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, biaya overhead pabrik adalah biaya selain bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Menurut Mulyadi : 2009 dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Biaya, biaya-biaya produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik dikelompokan menjadi beberapa bagian golongan yaitu: 1. Biaya bahan baku penolong 2. Biaya reparasi dan pemeliharaan 3. Biaya tenaga kerja tidak langsung 4. Biaya yang timbul oleh sebab penilaian terhadap aktiva 5. Biaya yang timbul akibat berlalunya waktu 6. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai 2.3. Sistem Manajemen Biaya Konvensional Sistem akutansi biaya konvensional didasarkan pada produksi masal dari suatu teknologi yang stabil. Otomatis kandungan tenaga kerja dalam proses manufaktur berkurang, sedangkan biaya lainnya bertambah karena biasanya memerlukan investasi yang besar dalam desain perekayasaan dan dalam proses yang baru. Sistem ini juga membebankan biaya overhead pabrik kepada produk atas dasar kuantitas produk yang membebankan biaya overhead pabrik kepada produk atas dasar kuantitas produk yang di produksi. Metode ini disebut Volume Based System. Dalam metode ini, biaya overhead pabrik dianggap proporsional dengan jumlah unit produk yang diproduksi. Kebanyakan sistem akutansi biaya konvensional ini menggunakan jam tenaga kerja langsung sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya overhead ke biaya produk. Hal ini menghasilkan informasi

9 biaya produk yang mengandung Quantity Distrotion, karena biaya dialokasikan secara tidak langsung kepada produk dengan menggunakan suatu dasar yang tidak sempurna dan tidak proporsional dengan konsumsi sesungguhnya sumber daya oleh produk. Akuntansi biaya metode konvensional membebankan biaya overhead pabrik kepada produk melalui dua tahap, yaitu: 1. Tahap pertama, biaya overhead pabrik dikumpulkan dalam pusat biaya, baik departemen pembantu maupun departemen produksi dengan menggunakan alokasi tertentu. 2. Tahap kedua, biaya overhead pabrik yang telah melalui agregasi tahap pertama dibebankan kepada produk atas dasar jam tenaga kerja langsung, jam mesin atau biaya tenaga kerja langsung (Mulyadi, 2001-2009). Sistem akuntansi biaya konvensional memiliki kekurangan sebagai berikut: 1. Hanya menggunakan jam kerja tenaga langsung (biaya tenaga kerja langsung) sebagai dasar biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk atau jasa. 2. Hanya dasar alokasi yang berkaitan dengan volume yang digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk atau jasa. 3. Pusat biaya terlalu besar dan berisi mesin yang memiliki struktur biaya overhead yang sangat berbeda. Suatu sistem manajemen biaya yang efektif harus dapat merefleksikan nilai dari tiap-tiap aktivitas yang dilakukan dalam proses operasi perusahaan, baik itu aktivitas operasi, aktivitas pemasaran dan penjualan serta aktivitas pengembangan produk. Apabila terdapat perubahan dalam proses dan lingkungan manufaktur, maka sistem manajemen biaya juga harus disesuaikan agar dapat memberikan informasi yang relevan untuk pengendalian dan pengambilan keputusan manajerial.

10 2.4. Activity Based Costing Activity Based Costing merupakan salah satu cara pengalokasian biaya yang tidak langsung ke Cost Object berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi oleh Cost Object. Saat ini komposisi biaya yang terbesar tidak hanya biaya langsung karena biaya tidak langsung memberikan kontribusi yang cukp signifikan, akibat perubahan ini menjadi pengalokasian dengan menggunakan Activity Based Costing dan patut untuk dipertimbangkan. Activity Based Costing menaruh perhatian kepada pengalokasian biaya tidak langsung berdasarkan aktivitas yang digunakan langsung oleh Cost Object. Sehingga menurut teori ini. Idealnya, dalam suatu proses produksi, dipelajari terlebih dahulu aktivitas apa saja yang dibutuhkan selama proses produksinya berlangsung, yang tentunya merupakan Value Added Activity (aktivitas yang mendatangkan nilai baik bagi konsumen maupun bagi perusahaan). Tapi tidak berhenti disini, karena untuk setiap aktivitas harus diperhitungkan biaya-biaya yang timbul sebab aktivitas yang menimbulkan biaya. Tidak mudah untuk mengukur biaya-biaya ini oleh karena itu di gunakan dasar alokasi biaya untuk membantu melakukan perhtungan atas biaya. Activity Based Costing memudahkan bagi manajemen dalam pengalokasian Factory Overhead (biaya tidak langsung) untuk dibebankan kepada cost object karena pada Activity Based Costing dapat digunakan sebagai dasar alokasi biaya yang tidak dapat dibebankan secara langsung (Indirect) kepada Cost Object-nya. Untuk menerapkan Activity Based Costing diperlukan suatu proses yang dikenal sebagai proses map yaitu Flowchart yang menggambarkan aktivitas-aktivitas didalam pengoperasian guna menghasilkan suatu produk atau jasa. 2.4.1. Struktur dari Activity Based Costing Dengan Activity Based Costing, aktivitas dan biaya produk atau jasa ditentukkan berdasarkan prinsip dasar bahwa aktivitas menggunakan sumber daya (biaya), produk dan jasa menggunakan aktivitas. Dengan demikian, Activity Based Costing merupakan sistem biaya yang difokuskan pada aktivitas dalam proses perhitungan

11 biaya, dimana biaya-biaya tersebut ditelusuri dari aktivitas ke produk berdasarkan kebutuhan produk akan aktivitas tersebut selama proses produksi. Dasar alokasi biaya yang digunakan dalam sistem biaya ini diukur berdasarkan aktivitas yang dilakukan. Urutannya sebagai berikut: Tahap Pengenaan Overhead Pada Activity Based Costing Gambar 2.1 1. Tahap Pertama Pada tahap pertama, aktivitas diidentifikasikan, biaya dituntukan ke setiap aktivitas dan aktivitas-aktivitas yang berkaitan disatukan dalam pimpinan homgen, berdasarkan kesamaan karakteristik, secara logika berkaitan dan mempunyai ratio konsumsi sama untuk semua produk. Kumpulan overhead yang disatukan dalam himpunan aktivitas disebut Homogeneus Cost Pool. Setelan Cost Pool didefinisikan Pool Rate atau biaya per unit dari pemicu biaya dapat dihitung dengan membagi Cost Pool dari kapasitas praktis dari pemicu biaya. 2. Tahap Kedua Pada tahap ke dua, Overhead dari setiap Pool Rate dibebankan keproduk. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur sumber biaya yang dikonsumsi oleh setiap produk, pengukuran ini diperoleh dari jumlah pemicu biaya yang digunakan oleh produk. Jadi overhead yang dikenakan ke produk dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

12 2.4.2. Penerapan Activity Based Costing Menurut Garrison, Norren dan Brewer (2006) terdapat enam tahap dalam merancang Activity Based Costing yaitu: 1. Mengidentifikasikan dan mendefinisikan aktivitas dan pusat aktivitas. Dalam mengidentifikasikan aktifitas, peneliti akan mewawancarai semua orang yang terlibat dalam proses produksi untuk menggambarkan aktivitas utama yang mereka lakukan. Biasanya, akan diperoleh catatan aktivitas yang sangat panjang. Konsekuensinya, catatan aktivitas yang panjang tersebut dikurangi dengan menggabungkan aktivitas-aktivitas yang sejenis dan kemudian aktivitas-aktivitas tersebut akan dikelompokan kedalam level yang sesuai. Menurut Garrison, norren dan Brewer (2006) dalam bukunya akutansi manajerial, terdapat lima tingkat aktivitas dalam memahami aktifitas dan bagaimana aktivitas itu digabungkan yaitu: a. Aktivitas unit level dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas unit level bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan menjadi aktivitas level karena tenaga tersebut cenderung di konsumsi secara proporsional sesuai dengan jumlah unit produksi. b. Aktivitas Batch Level dilakukan di Batch diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang adadidalam Batch tersebut. Sebagai contoh, pekerjaan seperti membuat order produksi, set-up peralatan dan pengaturan pengiriman kepada konsumen adalah aktivitas Batch Level. Aktivitas tersebut terjadi untuk setiap batch (atau order konsumen). Biaya pada Batch Level lebih tergantung kepada jumlah Batch yang akan di proses dan bukan pada jumlah unitr produksi, jumlah unit yang dijual atau ukuran volume yang lain. Sebagai contoh,

13 biaya untuk set-up mesin untuk memproses Batch sama tanpa memperhatikan Batch berisi satu atau 5000 item. c. Aktivitas Product Level berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau berapa unit yang diproduksi atau dijual. Sebagai contoh, aktivitas untuk merancang produk, mengiklankan produk dan biaya untuk manajer dan staf produksi adalah aktivitas Product Level. d. Aktivitas Customer Level berkaitan dengan konsumen khusus dan meliputi aktivitas telepon untuk penjualan, pengiriman catalog, dukungan teknis yang tidak terpaku pada produk tertentu. e. Aktivitas Organization-Sustainin yang dilakukan tanpa memperhatikan konsumen mana yang dilayani, barang apa saja yang diproduksi, berapa Batch yang dijalankan dan berapa unit yang dibuat. Kategori ini termasuk aktivitas seperti kebersihan kantoor eksekutif, penyediaan jaringan komputer, pengaturan pinjaman, penyusunan laporan tahunan pemegang sahan atau lainnya. Pada saat menggabungkan aktivitas dalam sistem Activity Based Costing, aktivitas tersebut harus dikelompokan dalam level yang sesuai. Aktivitas Batch Level jaringan dikombinasikan dalam aktivitas unit level atau aktivitas Product Level dengan aktivitas Batch Level dan sebagainya.secara umum, cara terbaik untuk mengkombinasikan adalh dengan mengumpulkan aktivitas-aktivitas yang memiliki nilai korelasi yang tinggi dalam satu level. Aktivitas memiliki korelasi tinggi apabila aktivitas tersebut cenderung tandem (bersamaan). Sebagai contoh, jumlah order yang diterima akan memiliki jumlah korelasi tinggi dengan jumlah pengiriman berdasarkan order konsumen sehingga kedua aktivitas Batch Level ini dapat digabungkan tanpa kehilangan keakuratan. 2. Menelusuri langsung ke aktivitas dan objek biaya Langkah kedua dalam Activity Based Costing ini adalah secara langsung menelusuri sejauh mungkin biaya Overhead dan akan dibebankan ke objek biaya, contohnya salah satu biaya Overhead adalah biaya pengiriman, dapat

14 langsung ditelusuri ke order konsumen. Perusahaan ditagihkan langsung ke setiap order yang dikirimkan, sehingga sangat mudah menelusuri biaya ini ke order konsumen. Konsumen tidak membayar biaya pengiriman ini, mereka membayar biaya pengiriman standar yang dapat berbeda secara substansial dengan tagihan sesungguhnya yang diterima oleh perusahaan dari perusahaan angkutan. 3. Membebankan biaya ke pool aktivitas Sebagian besar biaya Overhead diklasifikasikan dalam sistem akutansi dasar perusahaan berdasarkan departemen dimana biaya tersebut terjadi. Sebagai contoh, gaji, supplies, sewa dan sebagainya yang terjadi di dipartemen pemasaran akan di bebankan ke departemen tersebut. Dalam beberapa kasus, beberapa atau semuabiaya ini dapat ditelusuri secara langsung kesalah satu pool biaya aktivitas dalam sistem Activity Based Costing. Langkah ini merupakan tahap ketiga dari penerapan Activity Based Costing. Sebagai contoh, jika sistem Activity Based Costing memiliki aktivitas yang disebut Purchase Order Processing (pemrosesan dan pembelian), semua pembelian di departemen pembelian dapat ditelusuri ke aktivitas tersebut. Apabila memungkinkan, biaya tersebut ditelusuri langsung ke pool biaya aktivitas. Meskipun demikian, sangat umum biaya overhead terkait dengan beberapa aktivitas yang ada dalam sistem Activity Based Costing. Dalam situasi seperti itu, biaya departemen tersebut dibagi dengan beberapa pool aktivitas menggunakan proses alokasi yang disebut First-Stage Allocation (alokasi tahap prertama). First-Stage Allocation Dalam sistem Activity Based Costing adalah proses pembebana biaya Overhead ke pool biaya aktivitas Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan yang dipakai: a. Harus diperhatikan jenis biaya overhead pabrik yang dominan jumlahnya dalam departemen produksi

15 b. Harus diperhatikan sifat-sifat biaya overhead pabrik yang dominan dan eratnya hubungan sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan dipakai 4. Tarif menghitung aktivitas Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk membebankan biaya Overhead ke produk dan konsumen dihitung dengan membagi biaya-biaya Overhead dengan total aktivitas dalam setiap pool biaya aktivitas. 5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas Langkah ke lima dalam penerapan Activity Based Costing disebut alokasi tahap kedua (Second-Stage Allocation). Dalam alokasi tahap kedua, tariff aktivitas digunakan untuk membebankan biaya produk dan konsumen. Sistem Activity Based Costing dapat digunakan untuk membebankan biaya aktivitas ke seluruh produk perusahaan, order konsumen dan konsumen 6. Menyiapkan Laporan manajemen. 2.4.3. Manfaat dari Ctivity Based Costing Manajer mengimplementasikan Activity Based Costing karena mereka menyadari biaya tambahan untuk perhitungkan yang diperlukan lebih sedikit dari manfaat yang diperoleh beupa biaya produk yang lebih akurat dan penajaman pengenaan akan biaya produksi. Copper dan Kaplan mengemukakan bahwa secara garis besar ada tiga manfaat Activity Based Costing, yaitu: 1. Dengan menerapkan Activity Based Costing, biaya produksi yang diterapkan Activity Based Costing lebih akurat dan mengurangi manajer dalam membuat keputusan yang salah. 2. Activity Based Costing mendukung aktivitas perbaikan penampilan (Performance) dengan mengidentifikasikan biaya-biaya yang dikeluarkan saat ini dimana penampilannya masih dapat ditingkatkan kemudian dengan menyediakan model keuangan (Financial Model) yang dip[erlukan untuk perbaikan kualitas (Quality Improvement) atau aktivitas-aktivitas Just In Time.

16 Sitem Activity Based Costing dapat menunjukan pengurangan pengurangan biaya yang dapat dilakukan dengan pengurangan biaya set-up, penjadwalan produksi (Produktion Scheduling) dan penanganan bahan baku (Material Handling) yang lebih efisien. 3. Sistem Activity Based Costing dapat mengurangi kebutuhan proses belajar yang mahal dalam menganalisa mengenai biaya produk. Hal ini disebabkan karena sistem Activity Based Costing, keakuratan perhitungan biaya produk meningkat dan biaya-biaya aktivitas uang berbeda jenis dan dilaporkan secara terpisah. 2.4.4. Kedandala Terhadap Penggunaan Activity Based Costing Menurut Amin Widjaja Tunggal (2000), bahwa terdapat kendala-kendala yang dihadapi jika suatu perusahaan ingin menerapkan suatu sitem Activity Based Costing, diantaranya adalah: 1. Kesulitan memonitor aktivitas yang dijalankan aktivitas pabrik. 2. Suatau sistem Activity Based Costing yang lengkap dengan berbagai kelompok biaya dengan pemicu biaya yang banyak tidak dapat diangkat lebih kompleks dari pada sistem tradisional dan demikian lebih mahal untuk di administrasikan. 3. Banyak masalah praktek yang tidak dapat diatasi. Contoh termasuk: biaya atau Common Cost, pemilihan pemicu biaya, non-linearity dari pemicu biaya dan sebagainya. 4. Aplikasi Activity Based Costing sulit diaplikasikan untuk perusahaan yang harus menggunakan Market Based Pricing atau penetapan harga berbasis pada yang tidak mempunyai struktur teknologi.