IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD?

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Beberapa

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak

PENDEKATAN SCIENTIFIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SEKOLAH DASAR. Pajar Anugrah Prasetio Universitas Kuningan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DAN MEDIA GEOGEBRA UNTUH MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN MATEMATIKA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEMAMPUAN KOMUNIKASI EFEKTIF DUNIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC SEBAGAI BAHAN REFLEKSI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih

Model-model Pengembangan Kurikulum

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERORIENTASI KKNI UNTUK PENGUATAN SCIENTIFIC APPROACH PADA MATA KULIAH EVALUASI DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM Oleh: M. Lazim

BAB II LANDASAN TEORI

MENGAPA PERLU PEMBELAJARAN TEMATIK?

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. HASIL 1. Hasil Kesesuaian antar Panelis Kehandalan data dari masing-masing panelis diuji menggunakan uji

KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN PEMBELAJARANNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata

Oleh. Nanda Risanti Dr. Abdurrahman Adisaputera, M.Hum. Abstrak. Kata kunci: Model Pembelajaran Saintifik, Teks Laporan Hasil Observasi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kata Kunci: karakter, pendekatan saintifik

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. menggunakan kapasitas berpikir tingkat tinggi (High Order

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013

Dasar Berpikir melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif & menyenangkan (PAIKEM); menerapkan pendekatan ilmiah ( scientific

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... i KATA PENGANTAR REDAKSI... ii

BAB II. Tinjauan Pustaka. perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad,

I. PENDAHULUAN. Pendekatan Saintifik (Scientific Approach) dalam pembelajaran merupakan ciri khas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang dibutuhkan dalam belajar. Jika sebelumnya pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. adalah sumber daya manusia indonesia yang memiliki kekuatan spiritual,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mandiri dan membentuk siswa dalam menuju kedewasaan. Pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan merupakan fokus perhatian dalam

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah beragam, antara lain: kurikulum 2013 hanya akan memberi beban

BAB I PENDAHULUAN. Perkalian menurut Ig Sumarno dan Sukahar (1997:44) adalah. Penjumlahan Berulang, Pembagian menurut Suripto dan Joko Sugiarto

Kemampuan Membaca Teks Berita Dengan Menggunakan Model Cooperative Integrated Reading And Composition

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar - mengajar. pendidikan beserta staf pengajarnya.

Oleh: Ali Banowo SMP Negeri 3 Panggul Kabupaten Tranggalek

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P - 54 PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP KELAS VII MATERI BILANGAN (PECAHAN)

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya dimasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pembelajaran banyak sekali permasalahan-permasalahan. satunya adalah rendahnya minat belajar matematika.

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori Pembelajaran Tematik Pengertian Pembelajaran Tematik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik pada Sekolah Dasar yang duduk di kelas-kelas awal (kelas

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB 1 PENDAHULUAN. segala perubahan yang terjadi dilingkungannya. Tanpa pendidikan, manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU DI SD

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran di mana siswa mengerjakan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN IPS PADA KURIKULUM 2013 DI JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. berada pada rentangan usia dini. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN AKTIVITAS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DI KELAS V ARTIKEL PENELITIAN OLEH :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Endang Kusumaningtyas, S.Pd., M.Pd. SMP Negeri 2 Kota Pasuruan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah

PENGARUH PENDEKATAN SCIENTIFIC TERHADAP KEMAMPUAN PELANARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

janganlah kamu mengikuti sesuatu tanpa ilmu, sebab pendengaran, penglihatan dan hati /akal akan dimintai pertanggung jawabannya (Q.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembelajaran Tematik dengan Pendekatan Saintifik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan

Transkripsi:

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR Mei Fita Asri Untari mei_fita@ymail.com Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang ABSTRAK Pendekatan saintifik/ilmiah merupakan proses pembelajaran yang menggunakan proses berpikir ilmiah. Pendekatan ilmiah dapat dijadikan sebagai jembatan untuk perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi bahwa pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran mencakup komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dapat dilakukan sesuai dengan kreatifitas guru, walaupun telah ada buku guru. Guru dapat mengembangkan sendiri sesuai dengan keadaan peserta didik dan sekolah masing-masing. PENDAHULUAN Permendikbud nomor 65 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. Pendekatan saintifik/ilmiah merupakan proses pembelajaran yang menggunakan proses berpikir ilmiah. Pendekatan ilmiah dapat dijadikan sebagai jembatan untuk perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Sesuai materi Kemendikbud, dinyatakan bahwa dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pendekatan induktif (inductive reasoning) daripada pendekatan deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk menarik simpulan secara keseluruhan. Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Pendekatan ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi terhadap suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Pendekatan ini juga

memanfaatkan metode pencarian (inquiry methods) yang berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Oleh karena itu, metode ilmiah memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperiman, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Banyak para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong peserta didik untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian (Sudrajat, 2013). Peserta didik dilatih untuk mampu berpikir logis, runut, dan sistematis. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik simpulan awal bahwa pembelajaran berbasis pendekatan saintifik/ilmiah lebih efektif hasilnya dibandingan dengan pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran berbasis pendekatan saintifik/ilmiah, retensi informasi dari guru lebih besar. PEMBAHASAN Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran menuntut adanya perubahan setting dan bentuk pembejaran tersendiri yang berbeda dengan pembelajaran tradisional. Metode yang dipandang sejalan dengan prinsip pendekatan saintifik/ilmiah adalah problem based learning, project based learning, inkuiri, dan group investigation. Metode-metode tersebut mengajarkan kepada peserta didik untuk mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari solusi, menguji jawaban sementara dengan melakukan penyelidikan (menemukan faktafakta melalui penginderaaan), dan pada akhirnya menarik simpulan dan menyajikan secara lisan maupun tertulis. Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi bahwa pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran mencakup komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.

Komponen-komponen tersebut dapat dimunculkan dalam setiap praktik pembelajaran, tetapi bukan siklus pembelajaran. Sebuah proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dapat disebut ilmiah bila proses pembelajaran tersebut memenuhi kriteria-kriteria berikut (Kemdikbud, 2013). Pertama: Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. Kriteria pertama ini memiliki kaidah-kaidah (1) penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. (2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan subtansi atau materi pembelajaran. (3) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansin atau materi pembelajaran. (4) Mendorong dan mengispirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. (5) berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. (6) tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya. Kedua: proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai nonilmiah yang meliputi intuisi, penggunaan akal sehat yang keliru, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis. Intuisi sering dimaknai sebagai kecakapan praktis yang kemunculannya bersifat irasional dan individual. Intuisi juga bermakna kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki oleh seseorang atas dasar pengalaman dan kecakapannya. Guru dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran, karena memang hal itu dapat menunjukkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang benar. Akan tetapi, jika guru dan peserta didik

hanya semata-mata menggunakan akal sehat dapat pula menyesatkan mereka dalam proses dan pencapaian tujuan pembelajaran. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-mata atas dasar akal sehat (common sense) umumnya sangat kuat dipandu kepentingan seseorang (guru, peserta didik, dan sejenisnya) yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat diikuti kepentingan pelakunya, seringkali mereka menjeneralisasi hal-hal yang khusus menjadi terlalu luas. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan akal sehat berubah menjadi prasangka atau pemikiran skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka itu memang penting, jika diolah secara baik. Sebaliknya akan berubah menjadi prasangka buruk atau sikap tidak percaya, jika diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan peserta didik. Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang bermakna. Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan cara coba-coba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian, dan tudak bersistematika baku. Tentu saja, tindakan coba-coba itu ada manfaatnya bahkan mampu mendorong kreatifitas. Karena itu, kalau memang tindakan cobacoba ini akan dilakukan, harus disertai dengan pencatatan atas setiap tindakan, sampai dengan menemukan kepastian jawaban. Kemampuan berpikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya mereka yang normal hingga jenius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis itu umumnya dimiliki oleh orang yang berpendidikan tinggi. Tentu saja hasil eksperimen yang valid dan reliabel karena pendapatnya itu hanya didasari atas pikiran yang logis semata. Pembelajaran Saintifik di Sekolah Dasar Dalam kurikulum 2013, pembelajaran dituntut untuk menerapkan pendekatan saintifik/ilmiah yang dipadu dengan model pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Karakteristik pembelajaran tematik yaitu berpusat pada peserta didik, pemisahan antar mata pelajaran tidak tampak,

menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran, fleksibel, hasil pembelajaran berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik. Peserta didik sekolah dasar termasuk dalam usia emas. Pada usia ini berbagai kecerdasannya, seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat pesat, dan tingkat perkembangannya masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (h olistik), serta memahami hubungan antar konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek konkret dan pengalaman langsung. Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Peserta didik usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret dan perilaku belajarnya (1) mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek ke aspek lain secara reflektif dan serentak, (2) mulai berpikir sec ara operasional, (3) berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda -benda, (4) membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinip ilmiah sedrhana dan mempergunakan hubungan sebab akibat, (5) memahami konsep subtansi, volume, panjang, luas, lebar, dan berat. Ciri belajar peserta didik usia sekolah dasar adalah (1) konkret (dapat dilihat, didengar, dibau, dikecap, diraba, dan diotak-atik), (2) integratif (segala sesuatu dipandang sebagi satu keutuhan), (3) hierarkis (urut, logis, keterkaitan antar materi, cakupan keluasan dan kedalaman materi). Penerapan pendekatan saintifik/ ilmiah dalam pembelajaran tema kegiatanku, sub tema kegiatan pagi hari. Kegiatan pembelajaran ini dapat diawali dengan guru meminta peserta didik untuk mengamati keadaan sekeliling ketika pagi hari. Guru juga dapat menambahkan dengan memberikan gambar suasana pagi kepada peserta didik untuk diamati persamaan dan perbedaannya. Guru menanyakan apa saja yang terjadi atau dilakukan ketika pagi hari. Peserta didik dituntun untuk dapat menceritakan suasana pagi hari, kegiatan yang dilakukannya ketika pagi hari, kegiatan yang dilakukan ayah, ibu atau adik atau akkak atau anggota keluarga lain pada pagi hari. Kemudian peserta didik dapat menjelaskan urutan peristiwa/kegiatan yang dilakukannya secara lusan dan tertulis.

Dalam contoh penerapan tersebut, pembelajaran telah memuat pendekatan saintifik, yaitu mengamati, menanya, mengolah informasi atau data, menyajikan dalam bentuk lisan dan tertulis, kemudian bersama-sama guru menyimpulkan kegiatan yang sebagian besar dilakukan pada pagi hari. Setelah itu dapat dikaitkan dengan materi lain yang masuk dalam cakupan tematik. Misalnya pengenalan konsep bilangan, pengenalan konsep waktupagi, siang, sore, malam, bercerita, mengekspresikan diri melalui lagu dan gambar atau gerak, serta memuji Tuhan (religius). Nilai karakter atau sikap yang dapat dimunculkan dalam pembelajaran tersebut adalah tanggung jawab, jujur, kreatif, disiplin, menghormati orang tua. Guru dapat menekankan adanya karakter disiplin dalam setian kegiatan yang peserta didik lakukan supaya semua dapat diselesaikan dengan baik. Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dapat dilakukan sesuai dengan kreatifitas guru, walaupun telah ada buku guru. Guru dapat mengembangkan sendiri sesuai dengan keadaan peserta didik dan sekolah masing-masing. KESIMPULAN Upaya penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran bukan hal yang aneh tetapi untuk menumbuhkembangkan proses berpikir logis dan ilmiah. Pendekatan saintifik/ilmiah dapat membiasakan peserta didik untuk berpikir kritis dan logis, tidak berpikir sembrono atau menyimpulkan suatu masalah secara sembarangan. DAFTAR PUSTAKA Kemendikbud. 2013. Konsep Pendekatan Saintifik (ppt). Disajikan dalam Pelatihan Kurikulum 2013. IKIP PGRI Semarang, 30 Juli 2013.. 2013. Permendikbud No 65 Tahun 2013.Jakarta: Kemendikbud. Sudrajat, Akhmad. 2013. Pendekatan Saintifik dalam Proses Pembelajaran. www.akhmadsudrajat.wordpress.com. Diunduh pada 1 Agustus 2013.