Abstrak. Abstract. Pendahuluan. Hardiani et al., Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kebersihan Rongga Mulut Anak Retardasi...

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEBERSIHAN RONGGA MULUT ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB-C YAYASAN TAMAN PENDIDIKAN DAN ASUHAN JEMBER

Keyword: Parenting, The States of Cooperative in Children, Children Aged 6-12 years old

Keyword: Parenting, The States of Cooperative in Children, Children Aged 6-12 years old

PERBANDINGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUTPADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS SLB-B DAN SLB-C KOTA TOMOHON

KATA PENGANTAR. dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Antara Pola Asuh Orang

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT kepada setiap orangtua. Setiap orangtua akan merasa bahagia jika

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. American Public Health Association mendefinisikan anak cacat sebagai

PERBEDAAN INDEKS HIGIENE ORAL DAN ph PLAK KELOMPOK PEMAKAI DAN BUKAN PEMAKAI PESAWAT ORTODONTI CEKAT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

GAMBARAN STATUS KEBERSIHAN MULUT SISWA SD KATOLIK ST. AGUSTINUS KAWANGKOAN

Maria Victa Agusta R.*, Ade Ismail AK**, Muhammad Dian Firdausy*** ABSTRAK

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : THOMAS RIADI PURBA NIM:

Kata kunci : Pengetahuan, kesehatan gigi dan mulut, indeks def-t/dmf-t.

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PERILAKU ORANG TUA TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK KELAS 1 DI SDN X DAN Y

HUBUNGAN PENGETAHUAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA SMA NEGERI 9 MANADO

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga kesehatan gigi mempunyai manfaat yang besar dalam menunjang. kesehatan dan penampilan, namun masih banyak orang yang tidak

TESIS. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Kesehatan Ibu dan Anak. Oleh. Amelia Nur Hidayanti

HUBUNGAN MUTU PELAYANAN DENGAN KEPUASAN DAN MINAT KUNJUNGAN ULANG PASIEN DI RSGM UNIVERSITAS JEMBER

ABSTRAK. Kata kunci : pengetahuan, sikap, perilaku, pencegahan karies, indeks karies gigi sulung

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PERILAKU IBU DALAM MENDIDIK ANAK MENGGOSOK GIGI

BAB 4 METODE PENELITIAN

Hubungan Pola Asuh Keluarga gengan Parenting Stress pada Orangtua Anak Tunagrahuta di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Palembang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penilaian Frankl Behavior Rating Scale pada responden yang berjumlah 44

PENGENALAN DINI KESEHATAN GIGI DAN MULUT MELALUI MEDIA AUDIOVISUAL DAN PERMAINAN PADA SISWA SEKOLAH LAB PAUD YASMIN FKIP UNMUH JEMBER

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

Asri Atyanta*, Farichah Hanum**,Musri Amurwaningsih***

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN ANAK RETARDASI MENTAL RINGAN DI SDLB YPLB BANJARMASIN

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMA N 16 PADANG JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. nyaman, bersih, lembab sehingga terhindar dari infeksi (Eastham et al. 2013).

POLA ASUH KELUARGA DAN TIPE KEPRIBADIAN REMAJA DI SMPN 7 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

PERBEDAAN PERKEMBANGAN VERBAL ANTARA ANAK USIA 3-5 TAHUN YANG DIASUH ORANG TUA SENDIRI DENGAN ANAK USIA 3-5 TAHUN YANG DIASUH DI TEMPAT PENITIPAN ANAK

ABSTRAK. Kata kunci : gingivitis kehamilan, indeks gingiva modifikasi, usia kehamilan, sosio- ekonomi, pola makan, oral hygiene

BAB I PENDAHULUAN. efek yang buruk pada kesehatan pada umumnya, sehingga kesehatan mulut yang. baik dapat dicapai dengan kebersihan mulut yang baik.

Kata kunci : Pola Asuh Orang Tua, Kecerdasan Emosional. *Program Studi D-IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN PERSONAL SOSIAL PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI TK PDHI BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut memiliki peranan yang besar dalam kehidupan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERSONAL HYGIENE SAAT MENSTRUASI PADA ANAK TUNA GRAHITA DI SLB N UNGARAN KARYA TULIS ILMIAH

Hubungan pengetahan kesehatan gigi dan mulut dengan status karies pada pemulung di tempat pembuangan akhir Sumompo Manado

ARIEF ZUMANTARA NIM I

A n d a l a s D e n t a l J o u r n a l P a g e 49

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

Jurnal Kesehatan Gigi Vol.02 No.2, Desember 2015 ISSN

PENINGKATAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT MELALUI KEGIATAN BAKTI SOSIAL PEPSODENT DAN FKG UNIVERSITAS JEMBER PADA SISWA SDI IMAM SYAFI I JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. pada anak usia sekolah dasar (Soebroto, 2009). mulut adalah penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) dan penyakit

PERBEDAAN PERKEMBANGAN MOTORIK BALITA DI BAWAH ASUHAN KELUARGA DAN TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA) DI PONDOK PESANTREN ASSALAAM SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kementerian Kesehatan Tahun 2010 prevalensi karies di Indonesia mencapai 60

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan anak (Permeneg PP&PA Nomor 10 Tahun 2011).

Bagian Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember 2 Bagian Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SKOR PLAK PADA PASIEN PENGGUNA PIRANTI ORTODONTI CEKAT DI PRAKTEK DOKTER GIGI DENGAN MENGGUNAKAN ORTHO PLAQUE INDEX

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

ABSTRAK. Kata kunci: pengetahuan orang tua, cara menyikat gigi, tingkat kebersihan rongga mulut. Universitas Kristen Maranatha

PENGARUH KEMANDIRIAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH KETRAMPILAN DASAR PRAKTEK KLINIK Suyati 1

HUBUNGAN PERILAKU PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN PENGALAMAN KARIES DAN INDEKS ORAL HIGIENE PADA MURID SMP

Lampiran 1 BESAR SAMPEL. d2 (N-1) + Z 2 1-α/2. P (1-P) Keterangan: n : Jumlah sampel yang dibutuhkan

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN KEJADIAN KEKERASAN TERHADAP ANAK USIA SEKOLAH (6-18 TAHUN) DI KELURAHAN DUFA-DUFA KECAMATAN TERNATE UTARA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN KEHILANGAN GIGI TETAP DENGAN MINAT PEMAKAIAN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

HUBUNGAN ANTARA POLA TIDUR DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMA DHARMA PANCASILA MEDAN TAHUN Oleh: NUR AINI BINTI JUSOH NIM:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data dasar yang diperoleh dari subyek meliputi jenis gigi tiruan, jenis. Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. baik. Penelitian yang di lakukan Nugroho bahwa dari 27,1% responden yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN TINDAKAN MENJAGA KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA MURID SD SHAFIYYATUL AMALIYYAH PADA TAHUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA SISWA KELAS XI SMA 3 SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. akibat gangguan sangat penting pada masa kanak-kanak karena karies gigi,

SKRIPSI. Oleh: Nurlailiyatul Mustainnah NIM

Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan kejadian Karies Gigi Siswa Sekolah Dasar Sumbersari Dan Puger Kabupaten Jember

PERBEDAAN INDEKS HIGIENE ORAL DAN ph PLAK KELOMPOK PEMAKAI DAN BUKAN PEMAKAI PESAWAT ORTODONTI CEKAT

Determinan Karies Gigi Pada Anak Sekolah Dasar Di Pulau Nusa Penida, Klungkung, Bali

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan

STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PASIEN POLIKLINIK GIGI PUSKESMAS PANIKI BAWAH MANADO

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL PERSONAL ANAK USIA PRASEKOLAH

ANALISIS PENGETAHUAN DENGAN POLA ASUH PADA IBU BALITA UMUR 4-5 TAHUN DI TK DHARMA WANITA DESA SAMBIROBYONG KECAMATAN KAYEN KIDUL KABUPATEN KEDIRI

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN ORGANISASI DENGAN REGULASI DIRI PADA REMAJA : STUDI KASUS DI SMA N 2 NGAWI

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

KARYA TULIS ILMIAH. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Saint Terapan. Oleh : SUSANTI EKA SARI NIM : R

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikarenakan pada anak retardasi mental mengalami keterbatasan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries (ECC) dikenal

HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI SISWA SEKOLAH DASAR SUMBERSARI DAN PUGER KABUPATEN JEMBER. *Kiswaluyo

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK KELAS XI DI SMK KESATRIAN PURWOKERTO TAHUN 2011/2012

HUBUNGAN TOILET LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN ANAK USIA BULAN DALAM MENGONTROL ELIMINASI DI POSYANDU MELATI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN MOTIVASI PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KEBERSIHAN DIRI PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RSU

ABSTRAK. Kata kunci: sikap, perilaku, kesehatan gigi dan rongga mulut, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata Kunci: susu formula dalam botol, indeks karies, anak usia 3 4 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Hasil studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2003

ANALISIS MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DAERAH MADANI PROVINSI SULAWESI TENGAH. Aminuddin 1) Sugeng Adiono 2)

Informasi Kepada Orang Tua/ Wali Subjek Penelitian. Kepada Yth, Bapak/Ibu/ Sdr.. Orang Tua/ Wali Ananda... SD :. Kelas :.

BAB I PENDAHULUAN. jenis. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis wanita yang diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan gigi dan mulut saat ini masih menjadi keluhan

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun Oleh : NAFI ATUS SYARIFAH

Kata kunci: Stres akademis mahasiswa kedokteran, indeks plak, plak gigi.

Transkripsi:

1 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kebersihan Rongga Mulut Anak Retardasi Mental di SLB-C Yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan Jember (The Relationships Parenting and Oral Cavity Cleanliness of Mentally Retarded Child in SLB-C Yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan Jember) Karina Anggi Hardiani, drg. Kiswaluyo, M.Kes, drg. Hestieyonini Hadnyanawati, M.Kes Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember (UNEJ) Jln. Kalimantan 37, Jember 68121 E-mail: DPU@unej.ac.id Abstrak Latar Belakang: Retardasi mental merupakan keadaan dengan inteligensi yang kurang sejak masa perkembangan. Orang tua memiliki peranan penting pada perkembangan anak retardasi mental. Cara orang tua dalam mendidik anaknya disebut pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua merupakan faktor penentu perkembangan kemandirian anak. Kemandirian memiliki pengaruh terhadap kemampuan anak dalam menjaga kebersihan dirinya. Kebersihan rongga mulut anak retardasi mental cenderung lebih buruk dari pada anak normal. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan kebersihan rongga mulut anak retardasi mental di SLB-C Yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan Jember. Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian sebanyak 23 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunaan adalah sampel jenuh. Hasil penelitian: 39,13% orang tua menggunakan pola asuh otoriter untuk mendidik anaknya. Pola asuh otoriter banyak menghasilkan buruk. Secara deskriptif, anak retardasi mental yang diasuh dengan pola asuh campuran lebih baik dibanding pola asuh yang lain. Hasil analisis data menggunakan uji chi-square menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,459 (p>0,05). Kesimpulan: Tidak ada hubungan pola asuh orang tua dengan kebersihan rongga mulut anak retardasi mental di SLB-C Yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan Jember. Kata Kunci: Kebersihan rongga mulut, Pola Asuh, Retardasi mental. Abstract Background: Mental retardation is a condition with less intelligence since the development. Parents have an important role in the development of children with mental retardation. How parents in educating their children is called parenting. Parenting is determinants factor of the child's independence developmental. Independence also have an influence on children's ability. Oral hygiene mentally retarded children tend to be worse than in normal children. This research purpose was to determine the relationship of parenting with oral hygiene in mentally retarded children SLB-C Yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan Jember. Methods: The research type was observational analytic and cross-sectional approach. The research subject as many as 23 students. Sampling technique is saturated samples. Result: 39,13% of parents use authoritarian parenting to educate their children. Authoritarian parenting produces worse than other parenting. Descriptively, children are cared for by a mixture of parenting produces more is better than the other parenting. The result of data analysis using the chi-square test showed a significance value of 0,459 (p>0,05). Conclusion: There were no relation between parenting and oral hygiene in mentally retarded children SLB-C Yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan Jember. Keywords: Mental retardation, Oral hygiene, Parenting Pendahuluan Retardasi mental diperkirakan terjadi 1-3% dari jumlah penduduk Indonesia. Retardasi mental merupakan suatu keadaan dengan inteligensi yang kurang sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Orang tua memiliki peranan yang sangat penting pada perkembangan anak retardasi mental [1]. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan [2]. Terdapat empat macam pola asuh orang tua yaitu otoriter, demokrasi, permisif, dan campuran [3]. Pola asuh orang tua dipandang sebagai faktor penentu (determinant factor) yang mempengaruhi perkembangan kemandirian [4]. Pasien dengan retardasi mental memiliki kesehatan rongga mulut dan oral hygiene yang lebih rendah dibanding dengan orang tanpa cacat perkembangan [5]. Pelajaran efektif di SLB-C Yayasan TPA Jember

2 kurang lebih lima jam tiap harinya. Siswa retardasi mental yang bersekolah di SLB-C Yayasan TPA Jember lebih banyak berada di rumah dan berhubungan dengan orang tua, sehingga pola asuh dari orang tua berperan penting terhadap perkembangan siswa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan kebersihan rongga mulut siswa retardasi mental di SLB- C TPA Jember. Metode Penelitian Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan di SLB-C Yayasan TPA Jember. SLB-C Yayasan TPA Jember memiliki dua cabang sekolah yaitu SLB-C Sumbersari dan SLB-C Bintoro. Penelitian dilakukan pada bulan Juli- September 2012. Populasi penelitian adalah siswa yang terdaftar sebagai murid SLB-C Yayasan TPA Jember. Siswa yang bersekolah di SLB-C Sumbersari sebanyak 18 anak dan SLB-C Bintoro 10 anak sehingga jumlah siswa seluruhnya adalah 28 siswa. Pengambilan sampel menggunakan teknik sampling jenuh tetapi siswa yang bersedia menjadi sampel penelitian hanya 23 siswa karena pada beberapa siswa memiliki rasa mual yang berlebihan dan beberapa siswa sudah tidak memiliki gigi lagi. Variabel bebas penelitian adalah pola asuh orang tua. Metode pengukuran pola asuh dengan penghitungan kuesioner menggunakan skala pola asuh orang tua yang diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu demokratis, otoriter, permisif, dan campuran. Variabel terikat penelitian adalah kebersihan rongga mulut anak retardasi mental. Alat ukur yang digunakan adalah indeks. Metode pengukuran dengan pemeriksaan secara langsung pada rongga mulut dengan melakukan penilaian CI-S dan DI-S. Penghitungan Oral Hygiene Index Simplified (OHI- S) dilakukan dengan menjumlahkan hasil dari DI-S dan CI-S [6]. Kategori tingkat kebersihan rongga mulut berdasarkan digolongkan sebagai berikut: Tabel 1. Kategori Kategori Skor Baik 0,00 1,20 Sedang 1,30 3,00 Buruk 3,10 6,00 Sumber : Hiremath, 2007 Hasil Penelitian dianalisis secara statistik dengan uji Chisquare. Hasil Penelitian Gambaran Kebersihan Rongga Mulut Anak Retardasi Mental Pengukuran kebersihan rongga mulut dalam penelitian ini menggunakan indeks. Hasil pemeriksaan status anak retardasi mental dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Distribusi Hasil Pemeriksaan Status Anak Retardasi Mental Jumlah Subyek Rata-rata Rata-rata 23 2,48 Sedang Jumlah 23 Tabel 2 menunjukkan nilai rata-rata dari seluruh anak retardasi mental yaitu 2,48. rata-rata OHI- S tersebut dapat dikategorikan bahwa anak retardasi mental memiliki status kebersihan gigi dan mulut sedang. Hasil penghitungan dikelompokkan berdasarkan kriteria klinis (baik, sedang, dan buruk). Hasil pengukuran berdasarkan kriteria klinis dapat dilihat dalam tabel 3. Tabel 3 Distribusi Hasil Pengukuran Berdasarkan N % Rata-rata Baik 1 4,34 0,5 Sedang 11 47,83 1,96 Buruk 11 47,83 3,64 Tabel 3 menunjukkan hanya 1 anak retardasi mental (4,34%) memiliki kriteria klinis baik dengan nilai rata-rata 0,5. klinis buruk terdapat pada 11 anak retardasi mental (47,83%) yang memiliki nilai rata-rata 3,64. Hasil penghitungan anak retardasi mental dapat dikelompokkan berdasarkan usia. Distribusi berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Distribusi Berdasarkan Usia Usia Jumlah subyek 6 10 3 13,04 2,61 Sedang 11 15 5 21,74 2,11 Sedang 16 20 10 43,48 2,74 Sedang 21-25 5 21,74 3,27 Buruk Sumber: data primer 2012 Tabel 4 menunjukkan frekuensi usia yang terbanyak adalah anak retardasi mental yang berusia 16-20 tahun yaitu

3 10 anak (43,48%) dan memiliki nilai rata-rata 2,74 yang termasuk kriteria klinis sedang. Interval usia 21-25 tahun merupakan interval usia yang memiliki kriteria klinis paling buruk dengan nilai rata-rata 3,27 sebanyak 5 siswa retardasi mental (21,74%). dapat dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Hasil pengukuran berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Distribusi Hasil Pengukuran Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki 9 39,13 3,35 Buruk Perempuan 14 60,87 2,28 Sedang Tabel 5 menunjukkan 14 anak retardasi mental (60,87%) adalah anak perempuan dan 9 anak retardasi mental (39,13%) adalah siswa laki-laki. rata-rata OHI- S siswa perempuan 2,28 yang termasuk dalam kriteria klinis sedang. Siswa laki-laki memiliki nilai rata-rata OHI- S yang lebih buruk yaitu 3,35 yang termasuk kriteria klinis buruk. Hasil pengukuran dikelompokkan berdasarkan jenjang pendidikan. Distribusi hasil pengukuran berdasarkan jenjang pendidikan dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Distribusi Hasil Pengukuran Berdasarkan Jenjang Pendidikan Jenjang Pendidikan SD 11 47,82 2,52 Sedang SMP 8 34,78 2,72 Sedang SMA 4 17,40 3,17 Buruk Total 23 Tabel 6 menunjukkan pada jenjang pendidikan SD terdapat 11 anak retardasi mental (47,82%) memiliki nilai rata-rata 2,52 yang tergolong dalam kriteria klinis sedang. Anak retardasi mental yang berada di SMP sebanyak 8 anak retardasi mental (34,78%) memiliki nilai rata-rata 2,72, sehingga dapat digolongkan memiliki kriteria klinis buruk. Hasil penghitungan anak retardasi mental dapat dikelompokkan berdasarkan tempat tinggal (asrama atau tidak asrama). Distribusi hasil pengukuran berdasarkan tempat tinggal siswa yaitu di asrama atau tidak asrama dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Distribusi Hasil Pengukuran Berdasarkan Tempat Tinggal Tempat Tinggal Asrama 4 17,39 2,71 Sedang Tidak asrama 19 82,61 2,70 Sedang Tabel 7 menunjukkan bahwa di SLB-C yayasan TPA Jember terdapat 4 anak retardasi mental (17,39%) yang tinggal di asrama dan 19 anak retardasi mental (82,61%) pulang kerumah (tidak asrama). Berdasarkan data tersebut diketahui siswa yang di asrama memiliki nilai rata-rata OHI- S yang lebih buruk 2,71 daripada yang pulang kerumah (tidak asrama) 2,70. Kedua kelompok ini sama-sama tergolong memiliki kriteria klinis sedang. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kebersihan Rongga Mulut Anak Retardasi Mental Pola asuh orang tua diduga memiliki hubungan dengan kebersihan rongga mulut anak retardasi mental. Distribusi silang dari pola asuh orang tua dengan anak retardasi mental dapat dilihat di tabel 8. Tabel 8 Distribusi Silang Pola Asuh Orang Tua dan Anak Retardasi Mental Pola Asuh Buruk Sedang Baik Total Permisif 0 0 1 100 0 0 1 100,0 Campuran 4 44,4 5 55,6 0 0 9 100,0 Demokrasi 1 25 3 75 0 0 4 100,0 Otoriter 6 66,7 2 22,2 1 11,1 9 100,0 Total 11 47,8 11 47,8 1 4,3 23 100 Tabel 8 menunjukkan pada pola asuh permisif terdapat 1 anak retardasi mental (100%) yang memiliki OHI- S sedang. Frekuensi subyek penelitian tertinggi pada sedang adalah pola asuh campuran yaitu sebanyak 5 anak (55,6%). Tiga anak retardasi mental (75%) yang diberi pola asuh demokrasi memiliki sedang. Pola asuh otoriter menunjukkan 6 anak retardasi mental (66,7%) memiliki buruk.. Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat beberapa orang tua menggunakan pola asuh campuran. Terdapat tiga pola asuh campuran yang didapat dari penelitian yaitu demokrasi permisif, otoriter permisif dan

4 demokrasi otoriter, agar lebih rinci dan tidak terjadi bias pola asuh campuran didistribusi silang dengan anak retardasi mental. Distribusi silang pola asuh campuran dan anak retardasi mental dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9 Distribusi Silang Pola Asuh Campuran Orang Tua dan Anak Retardasi Mental Pola Asuh Campuran Demokrasi Permisif Demokrasi Otoriter Otoriter Permisif Buruk Sedang Baik Total 1 20 4 80 0 0 5 100 3 100 0 0 0 0 3 100 0 0 1 100 0 0 1 100 Total 4 44,44 5 55,56 0 0 9 100 Tabel 9 menunjukkan pola asuh campuran (demokrasi dan permisif) 4 anak (80%) memiliki sedang. Pola asuh campuran (demokrasi dan otoriter) menunjukkan 3 anak retardasi mental (100%) memiliki OHI- S buruk. Pola asuh campuran (otoriter permisif) menunjukkn 1 anak retardasi mental (100%) memiliki sedang. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua terhadap kebersihan rongga mulut anak retardasi mental adalah uji chi-square. Hasil uji chi-square dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Uji Chi-Square Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 5.692 a 6.459 N of Valid Cases 23 Hasil uji hubungan dengan chi-square didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,459, yang berarti memiliki nilai signifikasi p > 0,05. Hasil ini menunjukkan hipotesis nol diterima yaitu tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua terhadap kebersihan rongga mulut siswa retardasi mental di SLB-C yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan Jember. Pembahasan Penelitian dilakukan di SLB-C Yayasan TPA Jember yang terletak di Sumbersari dan Bintoro. SLB-C Yayasan TPA Jember terdiri dari tiga jenjang pendidikan, yaitu SD, SMP dan SMA. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Sekolah, jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA yang ada di SLB-C memiliki kurikulum yang berbeda dengan sekolah normal. kelulusan di SLB-C yaitu telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memiliki perilaku baik, lulus Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan memiliki kecakapan hidup yaitu kecakapan perilaku (agama dan pembiasaan), vokasional (ketrampilan dasar) dan akademik (baca, tulis dan hitung sederhana) dengan kecakapan yang baik, anak retardasi mental dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP. Hasil analisis data menggunakan uji chi-square menunjukkan signifikansi 0,459 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua terhadap kebersihan rongga mulut anak retardasi mental. Gambaran umum anak retardasi mental di SLB-C yayasan TPA Jember dapat dijelaskan berdasarkan usia, jenis kelamin, jenjang pendidikan dan tempat tinggal. Distribusi anak retardasi mental berdasarkan usia pada menunjukkan anak retardasi mental yang berusia 6-10 tahun hanya 13,04% anak. Dari hasil wawancara, usia 6-10 tahun sebagian besar orang tua belum menyadari bahwa anaknya mengalami retardasi mental, sehingga mereka cenderung memaksakan anak bersekolah di sekolah umum. Siswa yang berusia 16-20 tahun memiliki frekuensi tertinggi yaitu 43,48%. Anak retardasi mental memiliki fungsi intelektual dibawah rata-rata dan kemampuan yang terbatas, sehingga pada usia 16-20 tahun terjadi penumpukan jumlah siswa karena mereka memiliki kemampuan yang kurang untuk dapat lulus dari SLB-C. Sesuai pernyataan Rochyadi, pada usia 16 tahun atau lebih anak retardasi mental dapat mempelajari bahan yang tingkat kesukarannya sama dengan kelas 3 dan 5 SD [7]. Distribusi anak retardasi mental berdasarkan usia menunjukkan pada usia 21-25 tahun memiliki nilai ratarata terburuk yaitu 3,27. Semakin tua usia anak retardasi mental, kesehatan rongga mulutnya juga semakin buruk, hal ini dipengaruhi oleh susunan gigi yang tidak beraturan. Sesuai pendapat Salmiah anak retardasi mental mempunyai susunan geligi yang tidak beraturan dengan keadaan klinis yang merupakan faktor predisposisi dari retensi plak sehingga mempersulit upaya untuk menghilangkan plak [5]. Hal ini didukung oleh Dinas Kesehatan yang mengatakan prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut serta kehilangan gigi asli berhubungan dengan usia yaitu semakin tua usia, semakin tinggi masalah kesehatan gigi dan mulut [8]. Distribusi anak retardasi mental berdasarkan jenis kelamin pada menunjukkan, anak retardasi mental yang bersekolah di SLB-C Yayasan TPA Jember lebih banyak anak perempuan, dikarenakan anak perempuan memiliki motivasi sekolah yang lebih tinggi daripada anak laki-laki. Didukung pendapat Martono et al, perempuan lebih termotivasi dan bekerja lebih rajin daripada laki-laki dalam mengerjakan pekerjaan sekolah selain itu kepercayaan diri perempuan lebih bagus daripada laki-laki [9]. Distribusi berdasarkan jenis kelamin menunjukkan siswa perempuan memiliki nilai rata-rata OHI- S 2,28 lebih baik daripada siswa laki-laki yang memiliki nilai rata-rata 3,35. anak perempuan lebih baik karena anak perempuan lebih peduli untuk menjaga kesehatan rongga mulutnya sedangkan anak laki-laki

5 cenderung tidak peduli terhadap kesehatan rongga mulutnya. Hal ini didukung Siagian bahwa anak perempuan memiliki pengaturan diri (self regulated) yang baik sehingga anak perempuan cenderung lebih peduli terhadap kebersihan gigi dan gusinya dibandingkan anak laki-laki [10]. Distribusi anak retardasi mental berdasarkan jenjang pendidikan menunjukkan sebanyak 47,82% anak berada di jenjang pendidikan SD, 34,78% berada di jenjang pendidikan SMP, dan 17,40% berada di jenjang pendidikan SMA. Jenjang pendidikan SD memiliki frekuensi paling tinggi karena kemampuan berfikir anak retardasi mental dibawah rata-rata normal. Anak retardasi mental dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP jika sudah mampu membaca, menulis dan berhitung yang sederhana. Daya ingat dan daya tangkap yang lemah pada anak retardasi mental akan membuat kemampuan untuk membaca, menulis dan berhitung sederhana sangat sulit dikuasai. Hal ini didukung pendapat Rochyadi bahwa kematangan belajar membaca baru dicapai anak retardasi mental pada usia 9 dan 12 tahun sesuai dengan berat dan ringannya kelainan [7]. Distribusi anak retardasi mental berdasarkan tempat tinggal menunjukkan 17,39% siswa tinggal di asrama dan 82,61% pulang ke rumah. Jumlah siswa yang tinggal di asrama hanya sedikit karena pihak asrama belum bisa melayani anak retardasi mental berat karena kurangnya tenaga perawat di asrama. Anak retardasi mental berat membutuhkan perawat yang lebih ekstra karena mereka memerlukan bantuan dalam melakukan kegiatan melayani diri, sehingga anak retardasi mental berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain, mereka tidak dapat memelihara diri sendiri (makan, berpakaian dan ke WC) harus dibantu [7] Tabel 4.13 distribusi silang pola asuh orang tua dan anak retardasi mental menunjukkan anak retardasi mental yang dididik dengan pola asuh campuran 55,56% memiliki sedang. Anak retardasi mental yang dididik dengan pola asuh otoriter 66,67% memiliki buruk. Hasil penelitian menunjukkan pola asuh otoriter paling banyak menghasilkan buruk pada anak retardasi mental, karena pola asuh otoriter bersifat memaksa, memerintah dan menghukum anak sehingga dapat membentuk kepribadian yang penakut, tidak berinisiatif dan suka menentang. Kepribadian tersebut memiliki peran untuk membentuk anak retardasi mental yang mempunyai buruk. Pola asuh otoriter adalah pola asuh orang tua yang menetapkan suatu aturan harus ditaati anak dengan berbagai ancaman-ancaman, sehingga menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, dan suka melanggar norma [11]. Hasil distribusi silang pola asuh campuran dengan menunjukkan 4 anak retardasi mental 80% yang diasuh menggunakan pola asuh campuran (demokrasi permisif) memiliki sedang. Pola asuh campuran (demokrasi otoriter) menghasilkan 3 anak retardasi mental yang memiliki buruk, sedangkan pola asuh campuran (otoriter permisif) menghasilkan 1 anak retardasi mental yang memiliki sedang. Secara deskriptif data tersebut menunjukkan pola asuh campuran (demokrasi permisif) lebih banyak menghasilkan anak retardasi mental yang lebih baik daripada pola asuh campuran yang lain. Pola asuh demokratis permisif adalah pola asuh orang tua yang menggabungkan pola asuh demokratis dan permisif yaitu orang tua melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan keluarga dan diri anaknya tetapi terkadang orang tua juga memberikan kelonggaran atau kebebasan kepada anaknya tanpa kontrol atau pengawasan yang ketat. Distribusi anak retardasi mental menunjukkan rata-rata nilai anak retardasi mental adalah 2,48 yang termasuk kriteria klinis sedang. Salmiah mengatakan anak retardasi mental memiliki kesehatan rongga mulut dan oral hygiene yang lebih rendah dibandingkan dengan orang tanpa cacat perkembangan [5]. Distribusi berdasarkan kriteria klinis menunjukkan hanya 4,43% anak retardasi mental yang memiliki kriteria klinis baik. Sedangkan pada anak retardasi mental cenderung buruk dalam hal ini dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor perilaku anak, kemampuan anak dalam melayani diri yang kurang, daya ingat dan daya tangkap yang lemah, frekuensi menyikat gigi yang jarang, dan kurangnya pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak retardasi mental yang diberikan oleh Dinas Kesehatan. Anak retardasi mental mengalami kesulitan dalam perilaku adaptasi seperti melakukan kegiatan merawat diri. Perilaku tersebut dapat mempengaruhi kebiasaan anak retardasi mental dalam menjaga kebersihan rongga mulutnya [12]. Kemampuan anak retardasi mental dalam melayani diri sendiri yaitu menyiapkan makan sendiri, berpakaian, mandi, buang air besar, dan buang air kecil sangat kurang [5]. Daya ingat dan daya tangkap anak retardasi mental lebih lemah daripada anak normal [5]. Daya tangkap yang lemah membuat orang tua lebih sulit mengajarkan menyikat gigi pada anak retardasi mental karena lebih membutuhkan pengulangan dan perhatian khusus sehingga kemampuan anak dalam menyikat gigi dengan baik dan benar sangat kurang. Selain itu daya ingat yang lemah pada anak retardasi mental membuat mereka sering lupa dalam menyikat gigi. Frekuensi menyikat gigi pada 91% anak berkebutuhan khusus hanya satu kali dalam satu hari dan 32% orang tua mengatakan memiliki kesulitan untuk melakukan prosedur menyikat gigi dengan baik dan benar [13]. Menumbuhkan pemahaman, kesadaran, dan kemampuan untuk menjaga kebersihan rongga mulut seperti cara menyikat gigi yang baik dan benar sangatlah sulit ditumbuhkan pada anak retardasi mental sehingga pemahaman dan kesadaran untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut dengan baik dan benar harus ditingkatkan [14]. Pelayanan kesehatan gigi sangat mempengaruhi kebersihan rongga mulut anak retardasi mental. Pasien yang memiliki gangguan mental yang parah tidak memungkinkan untuk datang ke klinik gigi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan [15]. Pada hasil pengamatan peneliti, anak retardasi mental di SLB-C yayasan TPA jarang ke dokter gigi, sehingga kebersihan rongga mulutnya buruk maka

6 harus dilakukan kontrol secara efektif dan meningkatkan kunjungan serta pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang lebih baik. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan penelitian adalah tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kebersihan rongga mulut anak retardasi mental di SLB-C Yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan Jember. Saran penelitian adalah diharapkan orang tua menggunakan pola asuh campuran (demokratis permisif) untuk mendidik anak retardasi mental dan diharapkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak retardasi mental lebih diperhatikan oleh Dinas Kesehatan. Terhadap Intensi Ibu Merawat Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak Down Syndrome Di Slb-C Kota Bandung. Bandung : UNPAD (2012) [14] Lurifirosa, Karlinda. Perbandingan Status dan DMF-T/def-t Penderita Retardasi Mental Berdasarkan Level Intelektualitas (Studi pada SLB Dharma Wanita Kabupaten Sidoarjo). Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember : FKG Unej. (2009) [15] Laskin & Giglio, JA. Prevalensi Gangguan Psikiatri Dalam Mencari Perawatan Gigi. Cobra & Campus. November 2012. Halaman 14. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada drg. Zahara Meilawaty, M.Kes selaku dosen penguji ketua dan drg. Dyah Setyorini, M.Kes selaku dosen penguji anggota. Daftar Pustaka [1] Maramis,W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga university press. (2004) [2] Aisyah, St. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Agresivitas Anak. Jurnal Medtek, 2 (1) : 3-4 (2010) [3] Edwards, Drew C. How to Handle a Hard to Handle Kids: Parents s Guide to Understanding and Changing Problems Behaviour. Freesprint publisher : USA (2006) [4] Yarliani, I, Pengaruh Gaya Pengasuhan Orang tua terhadap Kemandirian Remaja. Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, 8 (13) : 1-14 (2010) [5] Salmiah, S, Retardasi Mental. Medan : FKG USU (2010) [6] Hiremath, SS, Textbook of Preventive and Community Dentistry. India : Elsevier (2007) [7] Rochyadi, E. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. www.upi.edu [24 April 2012]. [8] Departemen Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan (2008) [9] Martono,N., Puspitasari, E., & Rostikawati, R. Perbedaan Gender dalam Prestasi Belajar. Unsoed : Purwokerto (2009) [10] Siagian, Reisa. Status Kesehatan Gingiva Anak Usia Sekolah Dasar Menurut Kebiasaan Menyikat Gigi Sebelum Tidur Malam Hari. Jakarta : Lontar FKG UI (2007) [11] Petranto, Ira. Rasa Percaya Diri Anak Adalah Pantulan Pola Asuh Orang Tuanya. www: http://dwpptrijenewa.isuisse.com [27 November 2006] [12] Natamiharja, L. & Dwi, N. S, Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan Perilaku Ibu Terhadap Status Karies Gigi Balitanya. Medan : USU Dentika dental Jurnal, 15 (1) : 37 41 (2010) [13] Triandini. Lukman, Mamat., & Susanti, Raini Diah. Gambaran Faktor-Faktor Yang Berkontribusi