Provinsi Jawa Tengah 2015

dokumen-dokumen yang mirip
Provinsi Jawa Barat 2015

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BANTEN

Provinsi DI Yogyakarta 2015

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Provinsi Maluku Utara 2015

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BALI

Provinsi Sulawesi Barat 2015

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

Provinsi Nusa Tenggara Barat 2015

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI JAMBI

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

Provinsi Sulawesi Utara 2015

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI MALUKU

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Provinsi Jawa Timur 2015

Provinsi Gorontalo 2015

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

Provinsi Kalimantan Timur 2015

BAB IV GAMBARAN UMUM

Provinsi Kalimantan Tengah 2015

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH 2014

Provinsi Sulawesi Tenggara 2015

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

Provinsi DKI Jakarta 2015

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

Provinsi Sulawesi Tengah 2015

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BENGKULU

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI ACEH

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA SELATAN

PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2017


I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

Provinsi Sulawesi Selatan 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Provinsi Kalimantan Selatan 2015

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

Provinsi Papua Barat 2015

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI PAPUA

PROFIL PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014

DAFTAR ISI. A. Capaian Kinerja Pemerintah Kabupaten Tanggamus B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja C. Realisasi anggaran...

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 2014

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

RAPAT KOORDINASI. Pilot Project Reforma Agraria. Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013

MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI LAMPUNG

Provinsi Kalimantan Barat 2015

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI DKI JAKARTA 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

EVALUASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN (Indikator Makro)

Transkripsi:

Provinsi Jawa Tengah 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3 2. ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH 7 2.1. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA 8 2.1.1. Pendidikan 8 2.1.2. Kesehatan 10 2.1.3. Perumahan 12 2.1.4. Mental/Karakter 14 2.2. ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN 15 2.2.1. Pengembangan Sektor Pangan 15 2.2.2. Pengembangan Sektor Energi 20 2.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 22 2.2.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 23 2.3. ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN 26 2.3.1. Pusat Pertumbuhan Wilayah 26 2.3.1.1 Kawasan Ekonomi Khusus 26 2.3.2. Kesenjangan intra wilayah 27 3. ISU STRATEGIS WILAYAH 29 4. REKOMENDASI KEBIJAKAN 38 5. PROSPEK PEMBANGUNAN TAHUN 2016 38 Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~i~

Provinsi Jawa Tengah 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta memajukan kehidupan masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas menjadi harapan setiap daerah di Indonesia. 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya saing wilayah juga mengupayakan keseimbangan pembangunan antardaerah sesuai dengan potensinya masing-masing. Perkembangan indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan capaian kinerja pembangunan wilayah secara umum. 1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kinerja perekonomian Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2012-2014 berfluktuatif namun kembali meningkat pada tahun 2014. Rata-rata pertumbuhan ekonomi selama periode tersebut sebesar 5,3 persen lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional sebesar 5,90 persen (Gambar 1). Besarnya PDRB Provinsi Jawa Tengah merupakan terendah ketiga setelah Yogyakarta dan Banten. Gambar 1 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2010 Persen / Tahun 6,4 6,2 6 5,8 5,6 5,4 5,2 5 4,8 4,6 2011 2012 2013 2014 Jawa Tengah 5,3 5,34 5,14 5,42 Nasional 6,16 6,16 5,74 5,21 Sumber: BPS, 2014 Kinerja pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dari besarnya PDRB per kapita di Jawa Tengah selama kurun waktu 2010 2014 cenderung meningkat, yang menunjukkan meningkatnya tingkat kesejahteraan di provinsi ini walaupun berada dari rata-rata nasional pada periode tersebut. Jika pada tahun 2010 rasio antara PDRB perkapita Jawa Tengah dan PDB Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~1~

2015 Provinsi Jawa Tengah nasional sebesar 66,75 persen, maka pada tahun 2014 rasionya menurun menjadi 65,08 persen (Gambar 2). Hal ini menunjukkan kinerja rata-rata provinsi lain berkembang lebih pesat dari Jawa Tengah. Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan landasan ekonomi daerah yang memperluas kesempatan kerja dan mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ribu Rupiah 45.000,00 40.000,00 35.000,00 30.000,00 25.000,00 20.000,00 15.000,00 10.000,00 5.000,00 0,00 Gambar 2 PDRB Per Kapita ADHB 2010 2011 2012 2013 2014 Jawa Tengah 19.209,31 21.162,83 22.865,43 25.040,44 27.613,04 Nasional 28.778,17 32.336,26 35.338,48 38.632,67 42.432,08 Sumber: BPS, 2014 1.1.2. Pengurangan Pengangguran Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran di Provinsi Jawa Tengah cenderung menurun. Tingkat pengangguran terbuka Jawa Tengah berkurang sebesar 1,81persen selama tahun 2008-2015, menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi belum berhasil menekan tingkat pengangguran secara signifikan. Tingkat pengangguran Jawa Tengah berada di bawah nasional, menunjukkan perluasan lapangan kerja terjadi pada sektor ekonomi dengan pertumbuan rendah (Gambar 3). Persen 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Sumber: BPS, 2015 Gambar 3 Tingkat Pengangguran Terbuka 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jawa Tengah 7,12 7,28 6,86 6,07 5,88 5,57 5,45 5,31 Nasional 8,46 8,14 7,41 6,8 6,32 5,92 5,7 5,81 ~2~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 1.1.3. Pengurangan Kemiskinan Pertumbuhan ekonomi memberikan dampak positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Persentase penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah berfluktuatif dari 20,43 persen pada tahun 2007 dan mencapai 14,4 persen pada tahun 2014 (Gambar 4). Dalam kurun waktu tersebut tingkat kemiskinan penduduk Jawa Tengah baik di perdesaan dan perkotaan lebih rendah dibandingkan nasional l. Tantangan yang harus dihadapi adalah lambatnya laju penurunan tingkat kemiskinan di provinsi ini, terutama di perdesaan. Tingginya persentase penduduk miskin di perdesaan menunjukkan kegiatan perekonomian yang stagnan, terutama sektor pertanian. 25,00 20,00 Gambar 4 Persentase Penduduk Miskin Persen 15,00 10,00 5,00-2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Perkotaan 17,23 16,34 15,41 14,33 14,12 13,11 12,8 12,6 Perdesaan 23,45 21,96 19,89 18,66 17,14 16,55 15,9 15,9 Jawa Tengah 20,43 19,23 17,72 16,56 15,76 14,98 14,5 14,4 Nasional 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 10,96 Sumber: BPS, 2014 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA Kualitas pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh pengurangan kemiskinan, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta perluasan lapangan kerja. 1.2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan Gambar 5 menunjukkan persebaran kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Tegal, Kendal, dan Pati terletak di kuadran I, merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi. Hal ini berarti petumbuhan ekonomi yang terjadi di kelima kabupaten tersebut dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (pro-growth, pro-poor). Pemerintah sebaiknya mempertahankan pertumbuhan ekonomi serta tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan. Kedua, Kabupaten Grobogan, Wonogiti, Rembang, Batang, Cilacap, Klaten, Pekalongan, Blora, Kebumen, Batang, Wonosobo, dan Brebes terletak di kuadran II, merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata provinsi namun pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi Jawa Tengah (low-growth, pro-poor). Tantangan yang harus dihadapi Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~3~

2015 Provinsi Jawa Tengah pemerintah daerah adalah menjaga efektivitas dan efisiensi kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang seperti kelautan, perikanan, pertanian, serta perdagangan dan jasa. Gambar 5 Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 Sumber: BPS, 2013 (diolah) Ketiga, Kabupaten Boyolali, Temanggung, Sukoharjo, magelang, Kudus, dan Kota Tegal terletak di kuadran III, merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-poor). Pemerintah daerah harus bekerja keras untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas sektor dan kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja besar terutama dari golongan miskin. Pemerintah daerah juga dituntut untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi berbagai kebijakan dan program pengurangan kemiskinan. Keempat, Kabupaten Purworejo, Pemalang, Semarang, Karanganyar, Banyumas, Sragen, Jepara, Kota Salatiga, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Pekalongan, dan Kota Semarang terletak di kuadran IV, merupakan kota dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas ratarata, dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (high-growth, less pro-poor). ~4~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut belum memberikan dampak penurunan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah mendorong pengembangan kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu diperlukan juga program dan kebijakan dalam hal penanggulangan kemiskinan. 1.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM Gambar 6 menunjukkan distribusi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2008-2013. Pertama, Kabupaten Karanganyar, Purworejo, Tegal, Pemalang, Kendal, Purbalingga, dan Sragen terletak di kuadran I, merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Dalam kondisi ini tersirat bahwa pertumbuhan ekonomi telah sejalan dengan peningkatan IPM (pro-growth, pro-human development). Tantangan yang dihadapi pemerintah dalam kinerja yang baik ini adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Gambar 6 Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan IPM Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 Sumber: BPS, 2013 (diolah) Kedua, Kabupaten Cilacap, Batang, Pekalongan, Brebes, Wonogiri, Blora, Rembang, dan Demak terletak di kuadran II, termasuk daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata- Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~5~

2015 Provinsi Jawa Tengah rata provinsi namun peningkatan IPM di atas rata-rata (low-growth, pro-human development). Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan dan program pembangunan untuk meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti industri manufaktur, perdagangan dan jasa, pertanian, perikanan, dan kelautan. Ketiga, Kabupaten Wonosobo, Grobogan, Magelang, Sukoharjo, Kudus, Klaten, Temanggung, Kebumen, Boyolali, dan Kota Tegal terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata provinsi (low growth, less prohuman development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah daerah membenahi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan utama daerah. Keempat, Kabupaten Jepara, Pati, Banyumas, Banjarnegara, Semarang, Kota pekalongan, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang berada di kuadran IV, termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata (high-growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan publik terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. 1.2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran Gambar 7 menunjukkan persebaran kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran selama tahun 2008-2013. Pertama, Kabupaten Kabupaten Semarang, Pemalang, tegal, Pati, Karanganyar, Banyumas, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Magelang, Kota Pekalongan, dan Kota surakarta terletak di kuadran I merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di atas rata-rata provinsi. Dalam kondisi ini pertumbuhan ekonomi mampu mendorong perluasan lapangan kerja (pro-growth, pro-job). Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja seperti industri manufaktur, perdagangan dan jasa. Kedua, Kabupaten Cilacap, Klaten, Wonogiri, Kebumen, Batang, Sukoharjo, Pekalongan, Pemalang, dan Kota Tegal terletak di kuadran II, merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata provinsi namun pengurangan pengangguran di atas rata-rata provinsi (low growth, pro-job). Kinerja ini menunjukkan perluasan lapangan kerja terjadi pada sektor ekonomi dengan pertumbuhan rendah. Ketiga, Kabupaten Temanggung, Wonosobo, Kudus, Demak, Boyolali, Rembang, Blora, Brebes, Magelang, dan Grobogan terletak di kuadran III, termasuk daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di bawah rata-rata provinsi (low growth, less-pro job). Pemerintah daerah harus bekerja keras untuk memacu pengembangan sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar ~6~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 Gambar 7 Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Rata-Rata Pengurangan Jumlah Pengangguran Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 Sumber: BPS, 2013 (diolah) Keempat, Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Kendal, Jepara, Purworejo, dan Sragen terletak di kuadran IV, merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata namun memiliki pengurangan pengangguran di bawah rata-rata provinsi (high-growth, less-pro job). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di wilayah tersebut, tetapi tidak dapat menurunkan jumlah pengangguran. Tantangan yang harus dihadapi adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti sektor industri manufaktur, perdagangan dan jasa. Selain itu diperlukan upaya mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang menyerap tenaga kerja di sektor informal. 2. ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH Pembangunan wilayah berkelanjutan bersifat multidimensi sehingga diperlukan analisis pembangunan yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah publik. Analisis pembangunan wilayah didasarkan pada dimensi pembangunan manusia, pembangunan sektor unggulan, serta pemerataan pembangunan dan kewilayahan. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~7~

2015 Provinsi Jawa Tengah 2.1. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA 2.1.1. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting terhadap kemajuan suatu bangsa. Semakin bagus kualitas pendidikan akan semakin menentukan arah perbaikan kualitas sumber daya manusianya. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan penduduk dapat mempengaruhi dinamika perubahan ataupun kualitas kehidupan sosial ekonomi penduduk suatu daerah. Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumberdaya manusia untuk pembangunan. Pendidikan berperan penting dalam pengentasan kemiskinan dan memberikan ketrampilan kepada seluruh masyarakat untuk mencapai potensinya secara optimal. Adanya pendidikan yang memadai diharapkan akan dapat merubah pola pikir masyarakat ke arah yang lebih maju. Pembangunan pendidikan merupakan kegiatan investasi pada sumber daya manusia. Semakin banyak terciptanya SDM yang berkualitas di suatu daerah, maka kedepannya akan menguntungkan daerah yang memiliki aset pembangunan tersebut. Masalah pendidikan bagi Provinsi Jawa Tengah menjadi skala prioritas pembangunan. Gambar 8 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Dasar Tahun 2013 (Persen) 102 100 98 96 94 92 90 88 86 84 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal 99,28 90,73 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 07-12 tahun APS 7-12 tahun Provinsi Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 tahun APS 13-15 tahun Provinsi Sumber: BPS, 2013 Berbagai kemajuan dalam bidang pendidikan telah dicapai oleh Provinsi Jawa Tengah, hal ini tampak dari Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang mengalami peningkatan secara signifikan. Semakin tinggi jenjang pendidikan di Jawa Tengah, semakin rendah angka partisipasi sekolahnya. Hal ini menggambarkan masih kurangnya partisipasi masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Partisipasi sekolah untuk tingkat SD dan SMP sudah cukup tinggi dan merata di setiap kabupaten dan kota (Gambar 8). Berdasarkan APS di Jawa Tengah tahun 2013, program pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun sudah tercapai di Kota Kabupaten Cilacap, Karanganyar, Sragen, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Semarang, temanggung, ~8~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 Batang, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota salatiga, Kota Semarang, dan Kota Pekalongan. Rata-rata APS Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 98,86 persen untuk usia 7-12 tahun dan 89,2 persen untuk usia 13-15 tahun. Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memilki APS pendidikan dasar terendah adalah Kabupaten Grobogan, yaitu sebesar 89,44 persen, artinya masih ada 10,56 persen anak usia 7-13 tahun yang tidak bersekolah. APS mengindikasikan seberapa besar akses dari penduduk usia sekolah dapat menikmati pendidikan formal di sekolah. Gambarannya menunjukkan pada kelompok umur yang lebih tua, APS cenderung semakin menurun. Sedangkan APM mengindikasikan proporsi anak usia sekolah yang dapat sekolah tepat waktu. Dalam 3 tahun terakhir terjadi peningkatan APM pada setiap jenjang pendidikan. APK mengindikasikan partisipasi penduduk yang sedang mengenyam pendidikan sesuai jenjang pendidikannya. Selama tiga tahun terakhir APK di semua jenjang meningkat kecuali APK SMP/sederajat dan SMA/sederajat pada tahun 2013. Selisih antara APK dan APM diatas 13 persen, menunjukkan besarnya persentase pelajar yang menduduki jenjang pendidikan yang tidak sesuai dengan umurnya. Ditinjau dari rasio murid terhadap guru, untuk semua jenjang pendidikan keadaannya dapat dikatakan sudah cukup baik. Secara rata-rata seorang guru hanya melayani 11-16 siswa saja. Semakin tinggi jenjang pendidikan, rasio murid terhadap guru semakin baik. Artinya jumlah murid yang dilayani oleh seorang guru semakin kecil, sehingga murid semakin mendapat perhatian dari guru semakin besar. Untuk jenjang SD/sederajat dan SMP/ sederajat, rata-rata seorang guru melayani 16 siswa. Sedangkan untuk SMA/sederajat, rata-rata seorang guru melayani 11 siswa saja. Walaupun upaya perbaikan kinerja pembangunan pendidikan terus ditingkatkan namun beberapa indikator pendidikan di Jawa Tengah belum menunjukkan kinerja yang optimal. Pada tahun 2013 Rata-rata lama sekolah penduduk Jawa Tengah adalah 7 (Gambar 9). Kondisi ini berarti secara rata-rata siswa hanya tamat SD dan baru masuk jenjang pendidikan SLTP. Gambar 9 Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf Tahun 2009-2013 8,4 8,2 8 7,8 7,6 7,4 7,2 7 6,8 6,6 6,4 2009 2010 2011 2012 2013 95 94 93 92 91 90 89 88 87 RLS Provinsi (tahun) AMH Provinsi (persen) RLS Nasional (tahun) AMH Nasional (persen) Sumber: BPS, 2013 Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~9~

2015 Provinsi Jawa Tengah 2.1.2. Kesehatan Penyediaan fasilitas kesehatan menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah. Dalam rangka mengembangkan kesehatan bagi masyarakat pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berupaya meningkatkan layanannya baik berupa sarana maupun prasarana kesehatan. Tingkat kesehatan masyarakat Jawa Tengah menunjukkan hasil yang baik apabila dilihat dari indikator kesehatan, seperti angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta gizi buruk yang berada di bawah nasional. Angka kematian bayi di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebanyak 32 kematian per 1000 kelahiran baru, sedangkan angka nasional menunjukkan 34 kematian per 1000 kelahiran baru (Gambar 10). Angka ini juga mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007, angka kematian bayi Jawa Tengah sebanyak 26 kematian per 1000 kelahiran hidup. Sementara itu, angka kematian balita mencapai 38 kematian per 1000 kelahiran hidup atau meningkat dari kondisi tahun 2008 sebesar 32 kematian per 1000 kelahiran hidup. Gambar 10 Angka Kematian Bayi Provinsi Jawa Tengah 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 39 34 26 32 26 21 2007 2010 2012 AKB Provinsi AKB Nasional Sumber: BPS, 2012 Keselamatan ibu dan bayi dalam proses melahirkan menjadi perhatian khusus di negara berkembang seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia persalinan yang ditangani oleh tenaga medis dan terlatih berperan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan anak juga sebagai indikator kemajuan suatu daerah. Biaya pengobatan semakin terjangkau melalui berbagai program pemerintah salah satunya BPJS. Data terakhir BPJS Kesehatan Divisi Regional VI Jawa Tengah menyebutkan jumlah peserta BPJS di Jawa Tengah adalah 18.292.668 orang. Dari jumlah tersebut, 14.248.182 merupakan penerima bantuan iuran dari APBN maupun APBD, sementara sisanya merupakan pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima upah, dan bukan pekerja (BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015). Mengingat pentingnya kesehatan ibu dan anak, yang juga berkaitan dengan kualitas penduduk, pemerintah daerah telah berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil bahagia melalui program Keluarga Berencana (KB). Program KB digulirkan bertujuan untuk mengatur jarak kelahiran serta menurunkan angka kematian ibu ~10~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 dan bayi. Tahun 2015 Jawa Tengah sudah memiliki 1.848 klinik KB, dimana 67,21 persen milik pemerintah dan sisanya milik swasta. Selama 2012-2014 jumlah klinik KB terus mengalami peningkatan namun peningkatan jumlah klinik KB tidak diiringi dengan peningkatan jumlah peserta KB. Pemerintah Jawa Tengah terus berupaya memperbaiki pelayanan kesehatan dan membangun fasilitas kesehatan untuk masyarakat. Sasaran pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah antara lain program peningkatan sarana prasaran alat RS rujukan regional di RSUD Dr. Moewardi Kota Surakarta, RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Kota Purwokerto, RSUD Tugurejo Semarang, RSUD Kardinah Kota Tegal, RSUD Kota Tidar Kab. Magelang, RSUD Kraton Kab. Magelang, RSUD Soewondo Kab. Pati. Penyediaan fasilitas dan tenaga kesehatan merupakan bagian dari program pembangunan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan berhubungan kemudahan penduduk dalam mengakses layanan kesehatan. Sebagai rujukan penduduk untuk berobat jalan di Provinsi Jawa Tengah, jumlah fasilitas kesehatan tertinggi adalah puskesmas. Sampai akhir tahun 2014 jumlah puskesmas di Provinsi Jawa Tengah terbanyak berada di Kabupaten Banyumas dan Brebes, masing-masing sebanyak 39 puskesmas, sedangkan paling sedikit terdapat di Kota Magelang sebanyak 5 puskesmas (Tabel 1). Di setiap puskesmas ditugaskan 1-2 orang dokter jaga. Tabel 1 Jumlah Puskesmas (Unit) Tahun 2014 Provinsi Jawa Tengah No. Kabupaten/Kota Puskesmas Puskesmas Perawatan Puskesmas Non Perawatan 1 Kab. Cilacap 38 14 24 2 Kab. Banyumas 39 14 25 3 Kab. Purbalingga 22 11 11 4 Kab. Banjarnegara 35 15 20 5 Kab. Kebumen 35 10 25 6 Kab. Purworejo 27 12 15 7 Kab. Wonosobo 24 8 16 8 Kab. Magelang 29 3 26 9 Kab. Boyolali 29 14 15 10 Kab. Klaten 34 15 19 11 Kab. Sukoharjo 12 10 2 12 Kab. Wonogiri 34 5 29 13 Kab. Karanganyar 21 13 8 14 Kab. Sragen 25 10 15 15 Kab. Grobogan 30 13 17 16 Kab. Blora 26 10 16 17 Kab. Rembang 16 10 6 18 Kab. Pati 29 6 23 19 Kab. Kudus 19 6 13 20 Kab. Jepara 21 14 7 21 Kab. Demak 27 12 15 22 Kab. Semarang 26 12 14 23 Kab. Temanggung 24 3 21 Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~11~

2015 Provinsi Jawa Tengah No. Kabupaten/Kota Puskesmas Puskesmas Perawatan Puskesmas Non Perawatan 24 Kab. Kendal 30 11 19 25 Kab. Batang 21 5 16 26 Kab. Pekalongan 26 7 19 27 Kab. Pemalang 22 4 18 28 Kab. Tegal 29 10 19 29 Kab. Brebes 38 18 20 30 Kota Magelang 5 0 5 31 Kota Surakarta 17 4 13 32 Kota Salatiga 6 1 5 33 Kota Semarang 37 13 24 34 Kota Pekalongan 14 4 10 35 Kota Tegal 8 1 7 Provinsi 875 318 557 Nasional 9.731 3.378 6.336 Sumber: Kementerian Kesehatan, 2014 Pemerintah telah menyusun beberapa program peningkatan kualitas pelayanan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam bidang kesehatan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan status kesehatan penduduk khususnya pada kelompok rentan seperti bayi,balita, ibu hamil, ibu bersalin dan menyusui. Pemerintah harus mengupayakan agar para ibu hamil dapat melahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan dengan mendistribusikan ke berbagai wilayah termasuk ke pelosok pedesaan dan menjangkau daerah sulit sehingga persalinan balita banyak dilakukan oleh tenaga kesehatan. Untuk masalah gizi buruk, penyebab terjadinya gizi buruk di Jawa Tengah adalah asupan gizi pada balita yang kurang. Untuk mencegahnya pemerintah bekerja sama dengan posyandu sehingga memerlukan peran serta aktif masyarakat sendiri. Pemantauan kesehatan dan gizi terutama pada balita dilakukan pemerintah Jawa Tengah untuk menekan angka gizi buruk. Sebaran jumlah penduduk yang cukup luas berpengaruh terhadap akses pelayanan kesehatan. Peningkatan angka kecukupan gizi harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga. Program prioritas yang harus dilakukan terkait dengan pembangunan kesehatan harus menyeluruh dari penurunan AKB, peningkatan gizi masyarakat,jaminan kesehatan ibu hamil, serta pelatihan tenaga medis. 2.1.3. Perumahan Arah kebijakan pada sasaran pembangunan perumahan adalah meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, terjangkau serta didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai. Kualitas fisik dan fasilitas rumah yang dimiliki dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Rumah tangga sejahtera menempati rumah dengan kualitas yang lebih baik. Bagi masyarakat golongan ekonomi menengah bawah, menempati rumah kualitas layak huni baik segi kesehatan, kenyamanan, maupun keamanan merupakan suatu impian yang sulit diwujudkan. Kebutuhan rumah layak huni di Jawa Tengah sangat besar dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pemenuhan hunian yang layak dengan didukung oleh prasarana, sarana, dan utilitas ~12~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 yang memadai perlu mendapatkan perhatian khusus. Kegiatan pembinaan dan bantuan teknis pembiayaan perumahan bagi masyarakat dapat meningkatkan dan mendorong pemberdayaan masyarakat serta membina peran swasta juga para pemangku kepentingan dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Pembangunan perumahan yang layak huni juga harus memperhatikan akses air minum dan sanitasi layak. Selama tahun 2010-2013 rumah tangga di Jawa Tengah yang mendapatkan kriteria kelayakan sanitasi dan kelayakan air minum cenderung meningkat, namun masih berada di bawah nasional (Gambar 11). Jumlah rumah tangga dengan kelayakan sanitasi di Provinsi Jawa Tengah cenderung meningkat pada tahun 2010 ke tahun 2013, yaitu dari 57,76 persen menjadi 63,28 persen. Sementara itu jumlah rumah tangga dengan kriteria kelayakan air minum di Jawa Tengah selama 2010-2013 meningkat dari 57,44 persen menjadi 71,3 persen. Kurangnya dukungan infrastruktur yang memadai serta masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pola hidup bersih merupakan salah satu penyebab rendahnya kualitas dan kuantitas sanitasi baik dalam hal pengelolaan air limbah, persampahan, maupun drainase permukiman. Pembangunan sanitasi sangat penting karena berdampak pada kesehatan, kebutuhan infrastruktur permukiman, degradasi lingkungan, estetika wilayah serta kesejahteraan masyarakat umum. Gambar 11 Persentase Rumah Tangga Kriteria Kelayakan Sanitasi dan Air Minum Sanitasi Air Minum 64 62 60 58 56 54 52 50 63,28 60,91 60,02 59,42 57,76 55,53 57,35 55,6 2010 2011 2012 2013 Jawa Tengah Nasional 80 60 40 20 0 67,11 65,93 71,3 57,44 63,48 65,05 67,73 44,19 2010 2011 2012 2013 Jawa Tengah Nasional Sumber: BPS, 2013 Air merupakan sumber kehidupan bagi semua mahluk hidup, tidak terkecuali manusia yang dalam kehidupan sehari-harinya banyak membutuhkan air mulai dari mandi, minum mencuci dan sebagainya. Ironisnya sumber air bersih mulai sulit didapatkan terutama di kotakota besar. Kebanyakan masyarakat Jawa Tengah yang hidup di perkotaan dalam pemenuhan kebutuhan air minum banyak menggunakan air minum dalam kemasan atau isi ulang serta air ledeng. Permasalahan sanitasi di Jawa Tengah terdiri dari kebutuhan air bersih, masalah air limbah, sampah, drainase dan pola hidup bersih dan sehat. Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Seringkali pengaruhnya justru berakibat buruk, misalnya mengganggu kesehatan, menyebabkan penyakit, dan menjadi media transmisi penyakit, dan lain-lain. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~13~

2015 Provinsi Jawa Tengah Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan pemukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari, namun sanitasi sering kali dianggap sebagai urusan sekunder sehingga belum mendapatkan perhatian. Salah satu pendekatan kepada masyarakat untuk dapat membantu usaha pemerintah dalam penanganan sanitasi permukiman adalah dengan mengkondisikan masyarakat pada suatu kebiasaan atau perilaku laku tertentu. Pendekatan tersebut dilakukan melalui sosialisasi dan pemahaman penanganan sanitasi lingkungan menuju masyarakat bersih dan sehat. 2.1.4. Mental/Karakter Untuk mencapai Indonesia yang maju, makmur dan mandiri diperlukan sumberdaya manusia yang unggul dan memiliki pendidikan yang baik, keahlian dan keterampikan, pekerja keras, memiliki etos kemajuan, bersikap optimis, serta memiliki nilai luhur budaya bangsa. Nilai-nilai luhur yang penting ditanamkan untuk mencapai kemandirian tersebut antara lain gotong royong, toleransi, solidaritas, saling menghargai dan menghormati. Negara Indonesia merupakan negara majemuk dengan latar belakang budaya dan adat istiadat yang beragam. Pembangunan mental dan budaya masyarakat penting dilakukan untuk mendukung pembangunan fisik dan mengatasi permasalahan sosial. Pembangunan karakter melalui pendidikan dalam masyarakat merupakan upaya meningkatkan sikap mental untuk meningkatkan nilai etis diterapkan dalam kehidupan seharihari. Karakter mengacu pada kebiasaan berpikir, bersikap, berbuat dan memotivasi kehidupan seseorang. Karakter erat kaitannya pola tingkah laku dan kecenderungan untuk berbuat baik. Dalam hal ini perlu adanya usaha mengadakan pendidikan baik formal maupun informal di lingkungan tempat tinggal untuk menggerakkan perubahan yang terjadi. Pembangunan wilayah Jawa Tengah menuntut perubahan sikap mental manusia yang selain merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembangunan juga merupakan salah satu tujuan utama pembangunan itu sendiri. Semua elemen masyarakat berperan serta dalam membangun karakter bangsa, di antaranya melalui media massa, pada akademisi, tokoh adat, dan melalui peran organisasi kepemudaan. Proses penanaman karakter yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah meliputi pengembangan bentuk pembelajaran substantif yang materinya terkait langsung dengan nilai, serta melalui pendidikan keagamaan. Salah satu upaya membentuk karakter masyakarat di Jawa Tengah adalah melalui pendidikan agama. Masyarakat Jawa Tengaha cukup majemuk sehingga upaya pembentukan karakater bisa dimulai dari pendidikan dalam keluarga, kelompok kegamaan, serta organisasi kepemudaan lain. Keberadaan tempat ibadah untuk pendidikan karakter masyarakat menjadi penting untuk dikembangkan (Tabel 2). Media tempat ibadah dan pendidikan guru agama adalah komponen masyarakat yang dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan. Tabel 2 Data Pemeluk Agama dan Tempat Ibadah di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 Agama Islam Kristen Katholik Hindu Budha Konghucu Jumlah Pemeluk Agama 31.328.341 572.517 317.919 17.448 53.009 2.995 Tempat Ibadah 43.221 2.903 645 151 433 58 Sumber: Kementerian Agama Kanwil Jawa Tengah, 2013 ~14~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 Pengembangan mental dan karakter bangsa membutuhkan peran serta masyarakat baik melalui keluarga, organisasi profesi, pengusaha, serta organisasi kemasyarakatan. Adanya keberagaman etnis dan agama dan berkembangnya lembaga sosial dalam kehidupan masyarakat membutuhkan peran pemuda sebagai aset pembangunan sosial. Untuk menjamin kesejahteraan sosial keterlibatan pemuda dipelukan untuk mendorong proses pembelajaran serta membangun komitmen bersama dalam pembangunan. Pengembangan karakter pemuda dapat dilakukan melalui lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan karena keterlibatan pemuda dalam hal ini sangat tinggi. Jumlah organisasi kepemudaan yang terdaftar di Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2014 sebanyak 68 organisasi, terdiri atas bidang keagamaan, kebangsaan, dan kesiswaan, dan lain-lain. Organisasi kepemudaan yang terdaftar tersebut merupakan wadah aspirasi generasi muda dalam menjalankan aktivitas kepemudaan (Gambar 12). Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan organisasi kepemudaan adalah adanya sifat dan karakter dari generasi muda yang tidak relevan dengan norma kehidupan masyarakat. Melalui peran organisasi-organisai ini pengembangan karakter yang positif dapat dilakukan untuk menghindari masalah negatif dalam internal maupun eksternal organisasi. Pemuda memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun daerahnya untuk kepentingan masyarakat. kekeluargaan 3% ekonomi 3% sosial 3% kekaryaan 2% kepartaian 13% Gambar 12 Bidang Organisasi kesiswaan 25% profesi 3% hukum 1% keagamaan 16% kebangsaan 31% Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga, 2014 2.2. ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN 2.2.1. Pengembangan Sektor Pangan Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu stabilitas ekonomi sehingga upaya pemenuhan kecukupan pangan menjadi kerangka pembangunan yang mampu mendorong pembangunan sektor lainnya. Ketahanan pangan dibangun atas tiga pilar utama, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Tersedianya pangan secara fisik di daerah bisa diperoleh dari hasil produksi daerah sendiri, impor, maupun bantuan Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~15~

2015 Provinsi Jawa Tengah pangan. Analisis mengenai ketersediaan pangan dan akses pangan menjadi tahapan pembangunan yang strategis karena dibutuhkan untuk menelaah kinerja ketahanan pangan di Jawa Tengah. Kemandirian pangan akan mampu menjamin masyarakat memenuhi kebutuhan pangan yang cukup, mutu yang layak, aman dan tanpa ketergantungan dari pihak luar. Sumber pangan lokal di Provinsi Jawa Tengah antara lain tanaman pangan dan holtikultura, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Tanaman pangan merupakan salah satu subsektor pertanian yang dominan di Jawa Tengah. Produksi padi dan jagung angkanya berfluktuatif namun hasil produksinya lebih besar daripada komoditas lain. Produksi padi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 1.397.390 ton dari tahun sebelumnya yaitu mencapai hasil produksi 9.648.104 ton pada tahun 2014 menjadi 11.045.494 ton pada tahun 2015 (Gambar 13). Peningkatan angka produksi padi dipengaruhi oleh penambahan luas panen yang cukup signifikan yaitu sebesar 68,40 ribu hektar (3,80 persen) dari 1,80 juta hektar pada tahun 2014 menjadi 1,87 juta hektar pada tahun 2015. Keadaan ini didukung dengan peningkatan produktivitas padi di tahun 2015 dibanding tahun 2014. Produktivitas tahun 2015 sebesar 59,09 ku/ha lebih tinggi 5,52 ku/ha dibandingkan tahun 2014 dengan angka produktivitas sebesar 53,57 ku/ha. Gambar 13 Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Padi Provinsi Jawa Tengah 11.500.000 60 11.000.000 10.500.000 57,7 56,53 10.232.934 56,04 10.344.816 53,7 11.045.494 58,11 58 56 54 10.000.000 9.500.000 9.000.000 9.391.959 9.648.104 52 50 48 46 8.500.000 2011 2012 2013 2014 2015 44 Produksi Padi Produktivitas Padi Produktivitas Nasional Sumber: BPS, 2015 Kondisi ideal untuk menanam padi memberikan pengaruh yang cukup besar bagi komoditas yang lain. Pada saat lahan difungsikan untuk tanaman padi maka tanaman yang lain mengalami penurunan baik luas panen maupun produksinya. Pengelolaan pertanian hingga saat ini masih dikelola secara tradisional sehingga hasil produksinya sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Peningkatan produksi jagung dan kedelai juga menjadi prioritas pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Produksi dan produkstivitas jagung di Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2011-2015 berfluktuatif namun memiliki kecenderunan meningkat dan mencapai hasil produksi sebsar 3,2 juta ton pada tahun 2015 (Gambar 14). Peningkatan produksi jadung tahun 2015 dipengaruhi oleh peningkatan produktivitas sebesar 3,54 persen dari 56,71 ku/ha ~16~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 di tahun 2014 menjadi 58,72 ku/ha di tahun 2015. Didukung dengan penambahan luas panen seluas 15,68 ribu hektar dari 538,10 ribu hektar di tahun 2014 menjadi 553,78 ribu hektar pada tahun 2015. Gambar 14 Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Jagung Provinsi Jawa Tengah 3.300.000 3.200.000 3.100.000 3.000.000 2.900.000 2.800.000 2.700.000 2.600.000 2.500.000 Sumber: BPS, 2015 2.772.575 3.041.630 2.930.911 3.051.516 3.251.870 2011 2012 2013 2014 2015 Produksi Jagung Produktivitas Jagung Produktivitas Nasional 70 60 50 40 30 20 10 0 Hasil produksi kedelai di Jawa Tengah tidak sebesar hasil produksi jagung dan pagi. Pada tahun 2015 angka produksi kedelai di Jawa Tengah besarnya 132.349 ton, lebih tinggi dari pencapaian tahun 2014 sebesar 125.467 ton. Peningkatan produksi kedelai tahun 2015 diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan luas panen sebesar 459 hektar dari tahun 2014, dan meningkatnya produktivitas kedelai dari 17,37 kw/ha menjadi 18,21 kw/ha pada tahun 2015. Gambar 15 Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Kedelai Provinsi Jawa Tengah 180.000 160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0 152.416 17,37 18,43 15,69 15,21 125.467 132.349 112.273 13,69 99.318 2011 2012 2013 2014 2015 Produksi Kedelai Produktivitas Kedelai Produktivitas Nasional 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Sumber: BPS, 2015 Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~17~

2015 Provinsi Jawa Tengah Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Jawa Tengah peningkatan luas lahan pertanian diperlukan untuk menjamin stabilitas dan ketahanan pangan. Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi lahan kering yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif lahan produksi pangan. Kendala yang dihadapi dalam mengembangkan usaha pertanian di lahan kering antara lain kesuburan tanah di lahan kering relatif rendah, akses irigasi terbatas, serta biaya pengelolaan lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian konvensional. Upaya ketahanan pangan yang didukung dengan dana APBN perlu disalurkan ke petani dalam bentuk bantuan sosial untuk memilih bibit unggul, pupuk, perbaikan irigasi, serta pemberian alat mesin pertanian sehingga petani mampu meningkatkan produktivitas dan memperluas areal tanamnya. Kebutuhan bahan pangan selain bersumber dari pertanian juga berasal dari peternakan. Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah penduduk yang besar. Kebutuhan konsumsi penduduk akan semakin besar seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonominya. Dengan demikian produksi hasil ternak perlu terus dikembangkan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan penduduk. Produksi daging di Provinsi Jawa Tengah cukup besar, dengan produksi tertinggi pada tahun 2014 adalah daging sapi (Gambar 16). Pengembangan komoditas sapi juga membuka peluang bagi pelaku usaha dengan berbagai alternatif investasi diantaranya usaha perbibitan sapi, usaha penggemukan sapi, usaha campuran dan pembibitan, dan usaha peternakan hilir. Gambar 16 Produksi Daging Provinsi Jawa Tengah (Ton) 70.000 60.000 51.001 50.000 60.322 60.893 61.141 61.868 40.000 30.000 20.000 10.000 0 11.829 12.948 11.540 10.211 10.933 3.155 2.495 2.267 2.396 1.666 1.509 2.257 1.675 2.195 1.576 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: BPS, 2014 Daging Sapi Daging Kerbau Daging Kuda Daging Kambing Daging Domba Daging Babi Peternakan unggas di Provinsi Jawa Tengah juga banyak dibudidayakan dan jumlahnya cenderung meningkat setiap tahun. Jumlah populasi ternak terbesar di Jawa Tengah adalah ayam pedaging yaitu sebanyak 104 juta ekor pada tahun 2014, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebanyak 103 juta ekor (Gambar 17). Ayam jenis ini banyak diminati karena lebih menguntungkan dan mudah pemeliharaannya. Sedangkan itik sangat sedikit peminatnya di Jawa Tengah sebanyak 8 juta ekor. ~18~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 Gambar 17 Populasi Ternak Unggas Provinsi Jawa Tengah (Ribu Ekor) 120.000,00 100.000,00 103.964,80 104.437,00 80.000,00 76.906,30 64.332,80 66.239,70 60.000,00 36.908,70 38.296,40 40.868,30 39.313,20 40.564,00 40.000,00 20.000,00 17.712,80 18.395,10 19.881,40 21.630,20 22.124,90 5.006,20 5.451,50 7.635,30 7.463,30 7.800,90 0,00 2010 2011 2012 2013 2014 Ayam Kampung Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik Sumber: BPS, 2014 Tercapainya kondisi ketahanan dan kemandirian pangan di Provinsi Jawa Tengah juga dipengaruhi adanya inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan usaha tani tanaman pangan, usaha tani hortikultura, usaha peternakan, dan usaha perkebunan yang mampu memberikan dampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas petani dan peternak. Kebutuhan penyediaan pangan terus meningkat sementara peningkatan produksi pangan dan produktivitas hasil pertanian juga terus diupayakan. Pemerintah daerah mendorong peningkatan jumlah lahan pertanian dengan memfungsikan kembali lahan sawah untuk ditanam padi, jagung, dan kedelai sesuai dengan musimnya. Ketersediaan lahan di Jawa Tengah cukup luas untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan produksi tanaman pertanian dan kebutuhan pangan lainnya. Pemerintah berupaya melakukan pembukaan lahan pertanian dalam memenuhi target produksi tanaman pangan di tahun 2019 (Tabel 3). Tabel 3 Sasaran Kedaulatan Pangan Provinsi Jawa Tengah Desa Mandiri Benih Cetak Sawah (Ha) Target Produksi 2019 (ribu ton) Padi Jagung Kedelai Gula Daging Sapi dan kerbau 40-11.517.149 3.479.882 361.890 456.143 87.833 Sumber: Perhitungan Bappenas, 2015 Dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan sawah petani perlu mendapatkan pembinaan dan didampingi secara intensif baik dalam pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen, dan pasca panen oleh penyuluh pertanian dengan menerapkan inovasi teknologi spesifik lokasi. Dinas pertanian perlu memantau penyaluran benih dan pupuk agar lahan sawah bisa Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~19~

2015 Provinsi Jawa Tengah diusahakan secara berkelanjutan sehingga meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Petani juga perlu mendapatkan fasilitas berupa kemudahan dalam mengakses sarana produksi, sumber permodalan, pengolahan hasil serta pemasaran untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahterannya. Salah satu upaya dalam mendorong produksi dan produktivitas pangan adalah tersedianya infrastruktur pertanian yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang saat ini diperlukan antara lain berupa perbaikan dan pembangunan infrastruktur pengairan, seperti waduk dan saluran irigasi, serta pembangunan jalan yang menghubungkan sentra produksi kepada konsumen akhir. Untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur tersebut, dukungan dan koordinasi antara instansi yang membidangi pembangunan fisik serta pemerintah daerah melalui dukungan kebijakan yang mempermudah implementasi pembangunan tersebut, mutlak diperlukan. Selain pembangunan infrastruktur, peningkatan produksi dan produktivitas pertanian juga memerlukan dukungan penyediaan teknologi dan sarana produksi, serta sumber daya manusia yang baik. 2.2.2. Pengembangan Sektor Energi Ketersediaan energi yang berkesinambungan, handal, terjangkau dan ramah lingkungan merupakan hal yang fundamental dalam membangun industri energi yang bisa mendukung perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara. Berdasarkan hal tersebut beberapa negara termasuk Indonesia telah mulai memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai pengganti energi fosil yang cadangannya mulai menipis. Tidak seperti negara-negara maju, pengembangan EBT di Indonesia hingga saat ini masih belum begitu menggembirakan. Potensi energi terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, angin, surya, samudera, maupun biomasa jumlahnya cukup memadai namun tersebar. Selain itu terdapat sumberdaya energi terbarukan yang belum banyak diketahui masyarakat umum adalah energi laut dan samudra. Sambil terus mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT), kebutuhan energi listrik perlu dipenuhi dengan penyediaan batubara sebagai bahan baku dalam negeri. Batubara melimpah di Indonesia, tetapi pemanfaatan dalam negeri masih belum maksimal. Untuk menekan emisi gas rumah tangga pada batubara, perlu peningkatan efisiensi melalui intervensi teknologi. Dalam rangka mempercepat diversifikasi energi khususnya dalam pembangkitan tenaga listrik pemerintah melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan seperti air dan panas bumi sebagai sumber energinya. Saat ini umumnya tenaga listrik bahan bakunya disuplai dari bahan baku fosil yaitu minyak bumi dan batubara. Provinsi Jawa Tengah sendiri memiliki potensi energi air yang cukup besar. Potensi energi air tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik mikro hidro (PLTMH) sebesar 28,9 MW yang tersebar di daerah seperti Banjarnegara, Banyumas, Brebes, Pemalang, Pekalongan, Kendal, Kebumen, Wonosobo dan Temanggung. Potensi PLTA yang dapat dikembangkan di Jawa Tengah sebesar 386,42 MW, yang terdapat pada sungai Serayu yang berpotensi menghasilkan daya 74,95MW, sungai Citanduy sebesar 47,49 MW, sungai Bogowonto 45,17 MW, sungai Telomoyo 40,98 MW dan sungai-sungai lainnya di daerah Jawa Tengah. Kapasitas terpasang Pembangkit Interkoneksi di Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 5.779,97 MW, akan tetapi daya mampunya hanya sekitar 87,32 persen dari daya terpasang yaitu 5.046,86 MW. istem kelistrikan di Provinsi Jawa Tengah saat ini masih dipasok dari PLTPB Dieng, PLTA Mrica, PLTU Cilacap, PLTU Tanjung Jati B, PLTU Rembang maupun pusat pembangkit lainnya melalui Sistem Transimisi 500 kv dan 150 kv, didukung pula oleh beberapa ~20~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 pusat pembangkit hydro (PLTA) dengan kapasitas kecil melalui saluran distribusi 20 kv (Dinas Pertambangan dan Energi Jawa Tengah, 2015). Penempatan pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi terbarukan di Provinsi Jawa Tengah perlu diprioritaskan. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat harus diimbangi dengan ketersediaan tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga listrik. Rasio elektrifikasi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2014 di bawah 100 persen, namun lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 81,70 persen (Gambar 18). Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah tangga (RUPTL PLN 2015-2024). Rasio elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan energi listrik untuk masyarakat. 120 100 80 60 40 20 0 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Gambar 18 Rasio Elektrifikasi (%) Tahun 2014 Kep Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Tangerang Jawa Barat 88,15 Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Banten B A L I Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur dan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat 81,70 Papua Rasio Elektrifikasi Nasional Tidak termasuk pelanggan non PLN Sumber: Statistik PLN, 2014 Ketergantungan manusia akan listrik semakin besar yang berdampak pada bertambahnya jumlah pelanggan PLN. Pada tahun 2014, jumlah pelanggan listrik PLN bertambah sekitar 4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penyaluran listrik oleh PLN dibagi menjadi 10 unit PLN yaitu cabang Semarang, Surakarta, Purwokerto, Tegal, Magelang, Kudus, Salatiga, Klaten, Pekalongan dan Cilacap. Dari total listrik di Jawa Tengah yang disalurkan, 57 persen dialirkan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, sisanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan industri, usaha, pemerintah dan lain lain. Komposisi pendistribusian aliran listrik dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Persentase aliran listrik yang disalurkan ke rumah tangga semakin menurun, sementara persentase aliran ke industri semakin meningkat, sedangkan lainnya relatif stabil. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~21~

2015 Provinsi Jawa Tengah 2.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan Pembangunan ekonomi bidang maritim merupakan salah satu prioritas program kerja pembangunan. Sasaran pengembangan ekonomi maritim dan kelautan diantaranya termanfaatkannya sumber daya kelautan, tersedianya data dan informasi sumber daya kelautan terintegrasi untuk mendukung pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, terwujudnya tol laut dan upaya meningkatkan pelayanan angkutan laut dan konektivitas laut. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, wilayah dengan potensi maritim besar perlu didorong untuk melakukan percepatan pengembangan ekonomi kelautan. Letak Provinsi Jawa Tengah berhadapan dengan Laut Jawa dan Samudera Indonesia sehingga keberadaan transportasi laut sangat penting untuk membuka jalur tranasportasi provinsi dan negara tetangga di Jawa Tengah. Selain itu Jawa Tengah juga memiliki potensi perikanan yang besar dan perlu dikembangkan. Keberadaan infrastruktur pelabuhan perlu dibangun dengan kualitas dan jumlah yang memadai untuk menunjang berkembangnya sektor maritim dan kelautan. Dalam kaitannya dengan pengembangan pelabuhan untuk menunjang kegiatan maritim, beberapa indikator bisa menggambarkan kondisi pelabuhan laut, meliputi kegiatan bongkar muat barang, kunjungan kapal, serta jumlah penumpang di pelabuhan umum. Pelabuhan laut di Jawa Tengah berada di Kabupaten Cilacap, Tegal, dan Kota Semarang (Tabel 4). Tingginya frekuensi kunjungan kapal di suatu pelabuhan laut merupakan salah satu indikator tingkat kesibukan aktivitas pelabuhan tersebut. Semakin banyak kapal yang berkunjung, maka pelabuhan yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai pelabuhan yang sibuk/ramai. Pelabuhan di Jawa tengah masih didominasi jenis pelayaran nusantara. Jumlah kapal yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan laut di Jawa Tengah tercatat sebanyak 7.010, dengan komposisi 20,14 merupakan kapal luar negeri/asing, dan 79,86 merupakan kapal dalam negeri (BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015). Jenis pelayaran samudra nusantara maupun pelayaran rakyat terdapat di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang; sedangkan Pelabuhan Tegal akan dikembangkan untuk pelabuhan perikanan. Selain itu terdapat Pelabuhan Tanjung Intan di Cilacap. Secara keseluruhan Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, Jawa Tengah, merupakan pelabuhan produktif di jalur selatan yang digunakan sebagai dermaga untuk kepentingan sendiri. Kondisi dermaga umumnya belum dioptimalkan sebagai zona poros maritim, mengingat potensi yang dimiliki akan bisa dikembangkan sebagai port logistic untuk daerah Jawa Tengah bagian selatan hingga Jawa Barat. Tabel 4 Aktivitas di Pelabuhan Provinsi Jawa Tengah Kota/ Kabupaten Pelabuhan Kunjungan Kapal (unit) GRT Kota Semarang Tanjung Mas 4.749 21.123.038 Cilacap Tanjung Intan 1.820 24.134.255 Tegal Tegal 441 64.274 Sumber: Statistik Transportasi Provinsi Jawa Tengah, 2015 Jawa Tengah juga memiliki potensi sumber daya besar pada wilayah pesisir dan laut. Sebagian besar produksi ikan terbanyak berasal dari budidaya ikan di kolam tambak, serta perikanan tangkap laut. Potensi perikanan air laut Provinsi Jawa meliputi pelagis besar, pelagis kecil, demersal, ikan karang, ikan hias, udang dan krustasea lainnya, kerang, serta rumput laut. Hasil produksi ikan terbanyak tahun 2013 di Jawa Tengah adalah perikanan tangkap laut ~22~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 sebesar 224.229 ton, perikanan budidaya tambak sebesar 188.407 ton, serta budidaya kolam sebanyak 160.987 ton (Gambar 19). Gambar 19 Produksi Perikanan (ton) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 5% 1% 0% 25% 35% 29% 3% 2% Sumber: BPS, 2013 Tangkap Laut Perairan Umum Budidaya Laut Tambak Kolam Keramba Jaring Apung Sawah 2.2.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri Pembangunan pariwisata dan industri harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga memberikan manfaat langsung untuk kesejahteraan masyarakat karena sektor pariwisata dan industri merupakan salah satu komponen dalam pembangunan ekonomi. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor pariwisata meliputi: pemasaran pariwisata nasional dengan mendatangkan jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara; pembangunan destinasi pariwisata dengan meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing di dalam dan luar negeri; pembangunan industri pariwisata dengan meningkatkan partisipasi usaha lokal dalam industri pariwisata nasional serta meningkatkan keragaman dan daya saing produk dan jasa pariwisata nasional di setiap destinasi pariwisata yang menjadi fokus pemasaran; dan pembangunan kelembagaan pariwisata dengan membangun sumberdaya manusia pariwisata serta organisasi kepariwisataan nasional. Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang keragaman budaya, wisata sejarah dan wisata alam menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata di Jawa Tengah meningkat setiap tahunnya, terlihat dari jumlah tamu yang menginap di hotel dan akomodasi lainnya di Provinsi Jawa Tengah dibandingkan Indonesia secara keseluruhan Tahun 2010-2014 (Gambar 20). Jumlah tamu asing dan domestik pada hotel dan akomodasi lain di Jawa Tengah sebesar 8,5 juta orang pengunjung pada tahun 2014. Apabila dibandingkan dalam kurun waktu lima tahun (tahun 2010-2014), jumlah wisatawan di Jawa Tengah mengalami peningkatan sebesar 120 persen. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~23~

2015 Provinsi Jawa Tengah Gambar 20 Jumlah Tamu yang Menginap Tahun 2010-2014 9.000.000 8.000.000 7.000.000 6.000.000 5.000.000 4.000.000 3.000.000 2.000.000 1.000.000-8.310.648 7.133.029 6.216.685 5.098.747 3.791.329 73.084 114.164 94.297 155.819 180.991 2010 2011 2012 2013 2014 100.000.000 90.000.000 80.000.000 70.000.000 60.000.000 50.000.000 40.000.000 30.000.000 20.000.000 10.000.000 - Jumlah Tamu Asing (Provinsi) Jumlah Tamu Asing (Nasional) Jumlah Tamu Indonesia (Provinsi) Jumlah Tamu Indonesia (Nasional) Sumber: BPS, 2014 Peningkatan wisatawan terhadap hotel dan akomodasi lainnya ternyata tidak diikuti dengan peningkatan wisatawan terhadap objek wisata. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mempromosikan tempat wisata di Jawa Tengah. Potensi wisata Jawa Tengah cukup lengkap, dari wisata alam, budaya, sejarah, dan lain-lain. Jawa Tengah memiliki daya tarik wisata budaya dan alam yang beraneka ragam, antara lain peninggalan situs-situs purbakala seperti Candi Borobudur, Prambanan dan lain-lain. Selain wisata peninggalan budaya, di Jawa Tengah juga terdapat beragam objek wisata alam berupa pegunungan, keindahan wisata pantai, gua alam, air terjun dan lain-lain Untuk seni kreatifitas, maka Jawa Tengah terkenal dengan karya seninya dalam seni ukiran Jepara, kerajinan batik, kerajinan kuningan, pahat batu, keramik, wayang dan lain-lain. Untuk menarik minat wisatawan baik wisatawan dalam negeri maupun mancanegara, pemerintah daerah harus terus menjaga kelestarian tempat-tempat wisata budaya dan terus mengembangkan sumberdaya budaya, sumberdaya alam yang akan membuat satu daya tarik kepariwisataan. Faktor yangharus diperhatikan selain infrastruktur adalah kesehatan, kebersihan, keamanan dan keselamatan bagi para wisatawan. Untuk sektor industri, pembangunan sektor industri bukan hanya mambangun pabrik dan memasarkan hasil produksinya namun membangun sistem untuk berkembang secara mandiri pada struktur ekonomi masyarakat setempat. Salah satu tantangan yang dihadapi industri nasional saat ini adalah daya saing yang rendah di pasar internasional. Faktor yang menyebabkan rendahnya daya saing tersebut antara lain adanya peningkatan biaya energi, tingginya biaya ekonomi, serta belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih lemahnya keterkaitan antar industri (industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil dan menengah), adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antardaerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditas tertentu. ~24~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 Sektor industri merupakan salah satu dari empat sektor utama pendukung perekonomian Jawa Tengah. Namun sejak 2011 jumlah industri khususnya industri besar sedang (IBS) justru menunjukkan penurunan. Walaupun jumlah IBS terus mengalami penurunan, jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalamnya semakin bertambah (Tabel 5). Selain IBS di Jawa Tengah juga berkembang IMK. Keberadaan Industri Kecil Menengah merupakan kekuatan perekonomian Indonesia yang mampu bertahan dari krisis ekonomi Indonesia maupun krisis ekonomi global. Bila jumlah IBS semakin menurun sebaliknya jumlah IMK semakin meningkat. Pada tahun 2014 Industri Kecil dan Menengah (IMK) tumbuh 8,04 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. Tabel 5 Statistik IBS dan IMK Jawa Tengah Uraian Tahun 2011 2012 2013 2014 Industri Besar Sedang (IBS) Jumlah IBS (unit) 3.850 3.736 3.666 * Tenaga Kerja (orang) 732.031 777.087 838.351 * Industri Kecil Menengah (IMK) Jumlah IMK (unit) * 645.005 645.148 697.018 Tenaga Kerja (ribu orang) * 2.853,22 2,887,51 3.119,67 * Data tidak tersedia Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015 Gambar 21 Jumlah Industri dan Tenaga Kerja (IBS) Tahun 2013 350 300 250 200 150 100 50 0 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 jumlah perusahaan tenaga kerja Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015 Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~25~

2015 Provinsi Jawa Tengah Suatu daerah dianggap maju jika kelompok sektor sekunder menjadi penopang bingkai perekonomiannya. Industri manufaktur merupakan salah satu penopang perekonomian yang dianggap tangguh. Keberadaan dan keberlanjutan industri manufaktur memegang peranan yang kuat karena mengakar di masyarakat. Sektor industri manufaktur, baik Industri Besar Sedang (IBS) maupun Industri Mikro Kecil (IMK) perannya tidak begitu besar dalam pembentukan ekonomi daerah, namun berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan. Jumlah unit usaha di sektor industri besar dan menengah Jawa Tengah tahun 2013 terbesar adalah di Kota Semarang yaitu 300 perusahaan, sementara penyerapan tenaga kerja terbesar adalah di Kabupaten Kudus yaitu 146.045 orang tenaga kerja. (Gambar 21). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui usaha kecil dan mikro, antara lain kualitas SDM bidang udaha kecil dan mikro yang masih rendah, tingkat kesejahteran masyarakat lokal yang rendah, modal usaha yang belum tersedia, kurangnya kebijakan pemerintah terhadap pengembangan UKM, serta strategi pemasaran terhadap jenis usaha belum tersedia. Peran pemerintah terhadap industri kecil dan mikro adalah bagaimana menumbuhkan iklim usaha dengan menerapkan peraturan perundangan dan kebijakan yang meliputi aspek pendanaan, sarana prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang, serta dukungan kelembagaan. 2.3. ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN 2.3.1. Pusat Pertumbuhan Wilayah Pusat pertumbuhan wilayah banyak ditentukan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Peningkatan infrastruktur dan ketersediaan sarana mampu mendukung percepatan pembangunan. Ketersediaan infrastruktur yang lengkap di suatu wilayah juga bisa digunakan sebagai dasar dalam penetapan pusat pertumbuhan, karena hierarki suatu kota yang besar akan mempercepat wilayah lain untuk berkembang. Hierarki kota dapat menentukan jenjang pelayanan terkait dengan pusat pelayanan di kota. 2.3.1.1. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi aktivitas investasi, ekspor, dan perdagangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Salah satu syarat pengembangan KEK adalah ketersediaan investor yang akan menggerakkan investasi di wilayah tersebut. KEK bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan dalam masyarakat melalui hadirnya aktivitas ekonomi yang memberikan nilai tambah. Terbentuknya KEK diharapkan semakin membangun daya saing wilayah dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sesuai RKP 2016 tidak ada penetapan KEK di Jawa Tengah. Kebijakan pembangunan kawasan strategis bidang ekonomi di Wilayah Jawa-Bali diarahkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala ekonomi dengan orientasi daya saing nasional dan internasional berbasis sektor industri dan jasa nasional, pusat pengembangan ekonomi kreatif, serta sebagai salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik dunia, diarahkan untuk pengembangan industri makanan-minuman, tekstil, peralatan transportasi, telematika, kimia, alumina dan besi baja. ~26~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 2.3.1.2. Kawasan Industri Kawasan Industri (KI) bertujuan untuk mengendalikan tata ruang, meningkatkan upaya industri yang berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah, meningkatkan daya saing industri, meningkatkan daya saing investasi, serta memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar sektor terkait. Kawasan Industri di Jawa Tengah terdapat di Kota Semarang, Kabupaten Semarang, kendal, dan Cilacap namun bukan menjadi prioritas nasional untuk dikembangkan (Pengembangan Reguler). Permintaan lahan kawasan industri terus meningkat seiring dengan program hilirisasi industri dan meningkatnya kinerja perekonomian Indonesia. Faktor pendukung untuk pengembangan kawasan industri meliputi pelabuhan niaga, infrastruktur pendukung, dan akses kawasan industri. Infrastruktur dan fasilitas pendukung yang akan dibangun mencakup jalan kawasan sesuai standar internasional, saluran drainase untuk menjamin kawasan bebas banjir, pembangkit listrik, pusat pengolahan air bersih, pusat pengolahan air limbah, sarana olah raga dan hiburan, kompleks pendidikan, dan lain-lain. Untuk pelayanan kepada para tenant juga menyediakan pelayanan one stop service yang meliputi layanan perizinan, layanan logistik, layanan keamanan, dan bantuan SDM. 2.3.2. Kesenjangan intra wilayah Pembangunan diarahkan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah dan antargolongan pendapatan. Tingkat kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang ditunjukan dengan nilai indeks wiliamson dari tahun 2009-2013 memiliki kecenderungan meningkat dan berada di atas rata-rata nasional. Kesenjangan di Jawa Tengah tergolong kesenjangan ekonomi yang berkategori tinggi (Gambar 22). Penyebab kesenjangan ekonomi dan sosial di Jawa Tengah adalah struktur perekonomian di kabupaten dan kota di Jawa tengah yang berbeda. Beberapa daerah merupakan daerah industri dan perkotaan yang cukup maju sedangkan daerah lain merupakan perdesaan yang kegiatan perekonomiannya hanya didominasi oleh pertanian. Hal inilah yang menyebabkan kesenjangan semakin besar. Gambar 22 Perkembangan Kesenjangan Ekonomi (Indeks Williamson) 2009-2013 1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 0,93 0,90 0,89 0,85 0,83 0,77 0,76 0,76 0,76 0,76 2009 2010 2011 2012 2013 Jawa Tengah Nasional Sumber: BPS, 2013 (diolah) Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~27~

2015 Provinsi Jawa Tengah Kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah cukup tinggi, terlihat dari besarnya gap antara kabupaten dan kota dengan PDRB perkapita tertinggi dan PDRB perkapita terendah (Tabel 6). Kesenjangan yang ditimbulkan juga relatif besar antarwilayah yang memiliki sumber daya alam melimpah, yang didukung oleh pengolahan industri dari hulu ke hilir. Kabupaten dan kota di Jawa Tengah yang memiliki pendapatan per kapita tinggi antara lain Kabupaten Cilacap, Kudus, dan Kota Semarang yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi karena dukungan kawasan industri di daerah ini. Keberadaan industri pengolahan turut meningkatkan pendapatan per kapita bagi masyarakat di daerah ini. Tabel 6 Perkembangan Nilai PDRB Perkapita ADHB dengan Migas Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 (000/jiwa) Kab/ Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Cilacap 49.937 51.801 56.568 61.742 65.053 70.193 Banyumas 5.424 5.929 6.636 7.214 8.031 8.868 Purbalingga 5.299 6.104 6.782 7.570 8.347 9.271 Banjarnegara 8-391 6.933 7.698 8.488 9.290 10.327 Kebumen 4.556 5.032 5.581 6.103 6.750 7.509 Purworejo 7.618 8.386 9.283 10.209 11.202 12.379 Wonosobo 4.422 4.742 5.194 5.682 6.253 6.925 Magelang 5.634 6.071 6.776 7.328 8.050 8.852 Boyolali 8.956 7.673 8.690 9.615 10.552 11.734 Klaten 8.402 9.147 9.958 10.709 11.832 13.244 Sukoharjo 9.842 10.848 12.003 13.196 14.567 16.200 Wonogiri 5.618 6.155 7.237 7.692 8.448 9.354 Karanganyar 9.541 10.334 11.321 12.493 13.785 15.303 Sragen 6.024 6.823 7.787 8.773 9.863 11.106 Grobogan 3.974 4.401 4.957 5.411 6.057 6.686 Blora 4-387 4.804 5.380 5.826 6.325 7.078 Rembang 6.929 7.547 8.388 9.096 9.861 10.806 Pati 6.495 7.039 7.866 8.701 9.533 10.577 Kudus 35.615 37.462 40.389 42.854 46.176 50.799 Jepara 6.939 7.543 8.292 9.053 9.878 10.853 Demak 4.730 5.075 5.609 6.089 6.622 7.264 Semarang 10.160 10.896 11.870 13.029 14.415 16.167 Temanggung 5.883 6.373 7.140 7.811 8.553 9.449 Kendal 9.714 10.634 11.950 13.323 14.619 16.102 Batang 6.225 6.648 7.441 8.197 8.985 9.896 Pekalongan 7.038 7.682 8.606 9.480 10.457 11.630 Pemalang 5.197 5.668 6.301 6.980 7.666 8.538 Tegal 4.587 5.096 5.680 6.269 6.955 7.766 Brebes 6.428 7.215 8.424 9.405 10.266 11.445 Kota Magelang 14.174 15.717 17.777 19.525 21.889 24.284 Kota Surakarta 15.832 17.747 19.874 21.860 24.101 26.782 Kota Salatiga 9.230 9.829 10.834 11.704 11.567 12.770 Kota Semarang 22.750 24.972 27.819 30.507 33.644 37.153 ~28~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 Kab/ Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Kota Pekalongan 11.579 12.388 13.488 14.707 16.097 17.880 Kota Tegal 8.937 9.947 10.980 11.797 12.697 13.935 Jawa Tengah 11.367 12.301 13.706 15.241 16.864 18.751 Sumber: BPS, 2013 3. ISU STRATEGIS WILAYAH Isu strategis merupakan permasalahan pembangunan yang memiliki kriteria yaitu: (i) berdampak besar bagi pencapaian sasaran pembangunan nasional; (ii) merupakan akar permasalahan pembangunan di daerah; dan (iii) mengakibatkan dampak buruk berantai pada pencapaian sasaran pembangunan yang lain jika tidak segera diperbaiki. Berdasarkan gambaran kinerja pembangunan wilayah, analisis pembangunan, serta identifikasi permasalahan yang telah dilakukan, maka isu-isu strategis Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut: 1. Tingginya Ketergantungan pada Sektor Industri Pengolahan Industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan total PDRB Jawa Tengah, sementara itu peranan sektor-sektor yang mendukung industrialisasi sangat rendah. Struktur perekonomian Jawa Tengah tahun 2014 didominasi sektor industri pengolahan; pertanian, kehutanan, dan perikanan; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor (Tabel 7). Sektor pendukung industrialisasi meliputi pengadaan listrik dan gas, serta pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah perannya juga kecil dalam perekonomian. Tabel 7 Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014 Distribusi Persentase (%) No. Lapangan Usaha PDRB ADHK PDRB ADHB 2010 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 14,78 13,84 2. Pertambangan dan Penggalian 2,12 2,03 3. Industri Pengolahan 36,31 35,88 4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,09 0,11 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 0,06 0,07 6. Konstruksi 10,10 10,01 7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil 13,44 14,40 dan Sepeda Motor 8. Transportasi dan Pergudangan 2,97 3,24 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,02 3,06 10. Informasi dan Komunikasi 3,07 3,93 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 2,77 2,64 12. Real Estate 1,62 1,80 13. Jasa Perusahaan 0,33 0,33 14. Administrasi Pemerintah, Pertahanan, Jaminan 2,85 2,75 Sosial Wajib 15. Jasa Pendidikan 4,18 3,58 Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~29~

2015 Provinsi Jawa Tengah Distribusi Persentase (%) No. Lapangan Usaha PDRB ADHK PDRB ADHB 2010 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,81 0,77 17. Jasa Lainnya 1,48 1,56 100.00 100.00 Sumber: BPS, 2014 Apabila ditelusuri lebih lanjut berdasarkan analisis sektor basis, pertanian, ekhutanan, dan perikanan; industri pengolahan; konstruksi; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; penyediaan akomodasi dan makan minum merupakan sektor-sektor tradable (dapat diperdagangkan antardaerah), dengan nilai location quotient lebih besar dari satu (LQ>1). Hal ini menunjukkan Provinsi Jawa Tengah memiliki proportional share lebih besar dari rata-rata daerah lain untuk sektor-sektor tersebut (Tabel 8). Sebaliknya, kelompok sektor yang memiliki nilai LQ kurang dari satu (LQ<1) menunjukkan peluang dan potensi Provinsi Jawa Tengah untuk mengembangkan kegiatan pertanian dan jasa-jasa tersebut. Tabel 8 Nilai LQ Sektor Ekonomi Provinsi Jawa Tengah No. Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 2014 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,14 1,15 1,14 1,13 1,06 2. Pertambangan dan Penggalian 0,21 0,19 0,20 0,21 0,22 3. Industri Pengolahan 1,43 1,45 1,49 1,49 1,53 4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,35 0,38 0,40 0,42 0,42 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 0,98 0,96 0,93 0,90 0,89 6. Konstruksi 1,12 1,08 1,06 1,05 1,03 7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1,10 1,11 1,05 1,05 1,04 8. Transportasi dan Pergudangan 0,84 0,82 0,81 0,85 0,86 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,04 1,02 1,02 1,01 1,01 10. Informasi dan Komunikasi 0,88 0,86 0,85 0,84 0,86 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,80 0,79 0,75 0,72 0,71 12. Real Estat 0,60 0,59 0,59 0,60 0,60 13. Jasa Perusahaan 0,19 0,19 0,19 0,20 0,20 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,85 0,83 0,81 0,82 0,79 15. Jasa Pendidikan 0,89 0,98 1,07 1,11 1,13 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,69 0,69 0,71 0,72 0,73 17. Jasa lainnya 0,57 0,55 0,52 0,54 0,55 Nilai LQ dihitung menggunakan PDRB ADHK Tahun 2010 Sumber: BPS, 2014(diolah) Beberapa indikator di atas menekankan pentingnya pengembangan sektor industri pengolahan di Jawa Tengah. Ada dua alasan yang mendukung hal tersebut. Pertama, sektor pertanian primer memiliki elastisitas permintaan yang rendah terhadap pendapatan. Hal ini ~30~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 ditunjukkan dengan relatif bertahannya kinerja pertumbuhan sektor pertanian di masa krisis, namun ketika situasi ekonomi membaik dan pendapatan masyarakat meningkat permintaan terhadap komoditas pertanian tidak meningkat dengan proporsi yang sama. Berbeda halnya dengan permintaan terhadap produk manufaktur, yang sangat elastis terhadap peningkatan pendapatan. Kedua, sektor industri pengolahan non migas sangat potensial dalam menciptakan nilai tambah, mendorong perkembangan sektor-sektor lain (multiplier effect), dan menciptakan lapangan kerja. Keberadaan operasi pertambangan konsentrat tembaga diharapkan bukan untuk keperluan ekspor saja namun bisa dilakukan pengolahan lebih lanjut di daerah tersebut. Selama periode 2011-2015, sektor perekonomian yang menyerap tenaga kerja secara signifikan adalah sektor industri pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, dan jasa jasa. Sementara jumlah orang bekerja pada sektor angkutan dan telekomunikasi menurun (Tabel 9). Sektor industri pengolahan menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan sektor lainnya. Ke depan, sektor industri pengolahan masih perlu berkembang lagi sehingga mampu menyerap angkatan kerja baru dan menyerap tenaga kerja yang menumpuk di sektor pertanian, bangunan, perdagangan, jasa-jasa yang kurang produktif. Tabel 9 Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan 2011-2015 No. Lapangan Pekerjaan 2011 2015 (Feb) Perubahan 1 Pertanian 5.376.452 5.388.260 11.808 2 Pertambangan 79.440 142.462 63.022 3 Industri Pengolahan 3.046.724 3.328.466 281.742 4 Listrik, Gas, Air 29.152 32.231 3.079 5 Bangunan 1.097.390 1.335.860 238.470 6 Perdagangan, Hotel, Restoran 3.715.488 4.012.448 296.960 7 Angkutan & Telekomunikasi 563.144 491.964-71.180 8 Keuangan 264.691 305.163 40.472 9 Jasa-Jasa 2.057.071 2.285.171 228.100 Total 16.229.552 17.322.025 1.092.473 Sumber: BPS, 2015 2. Kurangnya Sumber Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan Dari sisi pengeluaran (penggunaan) pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2014 adalah pada konsumsi rumah tangga, dengan kontribusi lebih besar dari 50 persen (Tabel 10). Sektor investasi (PMTB) sebagai sektor yang penting bagi pertumbuhan daerah berkontribusi tinggi sebesar 29,56 persen pada PDRB ADHB, dan 7,43 persen pada PDRB ADHK 2010 sehingga perlu lebih ditingkatkan. Investasi berperan meningkatkan stok kapital di daerah yang digunakan untuk berproduksi. Tingkat investasi yang rendah akan diikuti oleh terbatasnya kemampuan daerah untuk memacu peningkatan produksi. Jawa Tengah memiliki nilai strategis dan potensi unggulan untuk mengembangkan investasi, terlebih di Jawa Tengah banyak dilakukan pengembangan kawasan industri. Keberagaman potensi dan komoditas Jawa Tengah memerlukan sinergi antara dunia usaha, pemerintah, dan para stakeholder lainnya untuk mengembangkan perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Hal ini akan menjamin berkembangnya arus perdagangan dan investasi di Provinsi Jawa Tengah yang dapat memperkuat daya saing daerah. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~31~

2015 Provinsi Jawa Tengah Tabel 10 PDRB Menurut Penggunaan 2014 No. Lapangan Usaha Distribusi Persentase (%) PDRB ADHB PDRB ADHK 2010 1. Konsumsi Rumah Tangga 64,03 60,57 2. Konsumsi Lembaga Nirlaba 1,16 28,71 3. Konsumsi Pemerintah 8,28 1,08 4. PMTB 29,56 7,43 5. Perubahan Stok 2,92 2,12 6. Ekspor 9,04 8,85 7. Impor 23,81 15,46 8. Net Ekspor Antar Daerah 8,82 6,70 Total 100,00 100,00 Sumber : BPS, 2014 3. Rendahnya Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur Wilayah Ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu faktor pendorong produktivitas daerah. Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan sarana transportasi dan ketersediaan jaringan listrik yang memadai. Jawa Tengah dilayani oleh jaringan jalan sepanjang 29,703 km. Jika dilihat dari sisi kuantitas, ketersediaan jaringan jalan di Jawa Tengah untuk mendukung transportasi darat cukup memadai. Hal ini terlihat dari indikator kerapatan jalan, yang menunjukkan rasio panjang jalan dalam kilometer terhadap luas wilayah dalam kilometer persegi, dan dinyatakan dalam persen (Tabel 11). Tabel 11 Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Provinsi Tahun 2014 No. Provinsi PDRB Per Kapita ( Ribu Rp) Kerapatan Jalan 1 DKI Jakarta 136.407,58 1068,36 2 D.I Yogyakarta 21.873,72 136,19 3 Bali 29.666,48 133,20 4 Jawa Tengah 22.858,32 90,56 5 Jawa Timur 32.703,80 89,03 6 Banten 29.961,85 70,84 7 Sulawesi Selatan 27.760,65 69,98 8 Jawa Barat 24.961,05 69,55 9 Kepulauan Riau 76.753,11 60,40 10 Lampung 23.648,76 56,85 11 Sumatera Barat 25.963,24 54,57 12 Sumatera Utara 30.482,59 50,41 13 Sulawesi Utara 27.804,68 49,14 14 Nusa Tenggara Barat 15.351,54 43,52 15 Bengkulu 19.631,40 43,06 16 Gorontalo 18.627,37 42,76 17 Nusa Tenggara Timur 10.742,42 42,10 ~32~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 No. Provinsi PDRB Per Kapita ( Ribu Rp) Kerapatan Jalan 18 Sulawesi Barat 19.211,14 41,93 19 Aceh 23.199,49 39,86 20 Sulawesi Tenggara 27.898,88 31,32 21 Sulawesi Tengah 25.316,32 30,38 22 Kalimantan Selatan 27.230,80 30,16 23 Kep Bangka Belitung 32.868,70 29,62 24 Riau 72.331,01 28,27 25 Jambi 36.088,33 26,65 26 Maluku Utara 16.872,31 19,39 27 Sumatera Selatan 30.627,55 18,71 28 Maluku 14.230,08 16,61 29 Kalimantan Timur 123.985,45 12,13 30 Kalimantan Barat 22.707,79 10,42 31 Kalimantan Tengah 30.220,97 9,93 32 Papua Barat 59.156,84 8,40 33 Papua 38.891,99 5,26 Sumber: BPS (2014) Berdasarkan asumsi terdapat korelasi antara tingkat kerapatan jalan dan tingkat pendapatan perkapita dalam suatu perekonomian, dengan menggunakan data 33 provinsi terlihat hubungan positif antara PDRB per kapita dan tingkat kerapatan jalan (Gambar 23). Semakin tinggi pendapatan per kapita wilayah kerapatan jalannya cenderung tinggi pula. Provinsi-provinsi yang posisinya di bawah kurva linier tersebut berarti mengalami defisiensi infrastruktur jalan. Dengan menggunakan ukuran ini terlihat bahwa posisi Jawa Tengah relatif baik dibandingkan provinsi lain di Indonesia karena Jawa Tengah tidak mengalami defisiensi infrastruktur jalan. Ketersediaan jaringan jalan bukan menjadi permasalahan utama bagi Jawa Tengah, namun ke depannya pembangunan infrastruktur perlu ditingkatkan lagi. Gambar 23 Hubungan antara Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Tahun 2014 3,50 3,00 Log Kerapatan Jalan 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 y = 0,2139x - 0,008 R² = 0,0149 Jawa Tengah 0,00 6,50 7,00 7,50 8,00 8,50 Log PDRB per kapita Sumber: BPS (2014) diolah Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~33~

2015 Provinsi Jawa Tengah Secara kualitas, kondisi fisik jalan di Provinsi Jawa Tengah cukup baik karerna 85 persen permukaan jalan sudah beraspal. Jenis permukaan jalan akan sangat mempengaruhi kinerja sektor angkutan. Perbaikan dan pelebaran jalan terus dilakukan oleh pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat dari bertambahnya panjang jalan yang beraspal serta berkurangnya jalan tanah dan kerikil. Pada tahun 2013 terdapat 27.038,56 km jalan beraspal, kemudian di tahun 2014 bertambah menjadi 47.480,02 km. Bertambahnya panjang jalan yang signifikan pada tahun 2014 disebabkan telah dibukanya beberapa ruas tol baru. Infrastruktur lain yang mendorong produktivitas daerah adalah jaringan listrik. Konsumsi listrik di Jawa Tengah besarnya 585,60 kwh, lebih rendah dari tingkat konsumsi listrik nasional sebesar 787,6 kwh (Gambar 24). Untuk mengukur defisiensi terhadap infrastruktur kelistrikan digunakan cara yang sama, yaitu dengan melihat korelasi antara pendapatan perkapita dan konsumsi listrik perkapita terlihat hubungan yang positif antara PDB per kapita dengan tingkat konsumsi listrik (Gambar 25). Wilayah yang memiliki posisi di bawah kurva linier mengalami defisiensi infrastruktur listrik. Semakin tinggi pendapatan perkapita suatu perekonomian, konsumsi listriknya cenderung semakin tinggi pula. Posisi Jawa Tengah berada di atas kurva linier, menunjukkan Jawa Tengah tidak mengalami defisiensi infrastruktur listrik. Data energi listrik selama tahun 2014 menunjukkan peningkatan baik jumlah pelanggan, daya tersambung, maupun energi yang terjual. Hal ini sebagai respon dari kebutuhan energi listrik yang semakin meningkat, baik pelanggan rumah tangga, pabrik, ataupun usaha lainnya. Ketersediaan energi listrik yang memadai dan berkesinambungan menjadi hal yang penting untuk menggerakkan roda perekonomian terutama sektor industri 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 0 Gambar 24 Konsumsi Listrik per Kapita (KWh) Tahun 2014 585,60 787,60 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Tangerang Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Banten B A L I Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Konsumsi Listrik Rata-Rata Nasional Sumber: Statistik PLN, 2014 ~34~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 4,00 Gambar 25 Hubungan Konsumsi Listrik dan Pendapatan Tahun 2014 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 Jawa Tengah y = 0,648x - 2,1557 R² = 0,3755 0,00 6,80 7,00 7,20 7,40 7,60 7,80 8,00 8,20 Sumber: BPS (2014), Statistik PLN (2014) diolah 4. Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan dan perluasan pembangunan ekonomi daerah. Semakin tinggi kualitas sumber daya manusia di suatu daerah, semakin produktif angkatan kerja, dan semakin tinggi peluang melahirkan inovasi yang menjadi kunci pertumbuhan secara berkelanjutan. Kualitas sumber daya manusia di Jawa Tengah yang ditunjukkan melalui nilai IPM relatif meningkat yaitu sebesar 68,28 tahun 2014 dibandingkan tahun 2010 sebesar 66,85 namun masih berada di bawah IPM nasional sebesar 68,9 (Gambar 26). 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Gambar 26 Nilai IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2010 dan 2014 Bengkulu Lampung Kep Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Banten B A L I Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara 68,9 Papua Barat Papua 2010 2014 Nasional Sumber: BPS, 2014 Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~35~

2015 Provinsi Jawa Tengah Nilai IPM ini sudah menerapkan metode baru yang lebih merepresentasikan kondisi saat ini. IPM Jawa Tengah pada tahu 2010 dan 2014 termasuk kategori IPM sedang, yaitu antara 66 70. Pengukuran keberhasilan pembangunan bukan hanya ditandai oleh tingginya pertumbuhan ekonomi tetapi juga mencakup kualitas manusianya. Konsep pengukuran keberhasilan pembangunan harus berorientasi pada manusia dan masyarakat, yaitu bagaimana pertumbuhan ekonomi mampu dirasakan seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan kualitas manusia. Apabila dilihat dari struktur angkatan kerja berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, proporsi angkatan kerja di Jawa Tengah dengan ijasah minimal SMA meningkat dari 25,71 persen pada tahun 2012 menjadi 27,51 persen pada tahun 2015 (Tabel 12). Perbaikan kualitas angkatan kerja merupakan modal berharga untuk mendukung industrialiasi berbasis sumberdaya alam setempat. Kualitas angkatan kerja di Jawa Tengah tergolong baik apabila didasarkan pada tingkat pendidikan yang ditamatkan No. Tabel 12 Angkatan Kerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan Pendidikan yang Ditamatkan 2012 2015 Perubahan 1 SD 9.511.184 9.767.722 256.538 2 SMP 3.210.125 3.491.748 281.623 3 SMA (Umum dan Kejuruan) 3.142.793 3.650.933 508.140 5 Diploma I/II/III/Akademi 425.019 366.406-58.613 6 Universitas 833.776 1.015.833 182.057 Total 17.122.897 18.292.642 1.169.745 Sumber: BPS, 2015 5. Terbatasnya Mobilitas Tabungan Masyarakat Salah satu sumber pendanaan investasi dan usaha ekonomi masyarakat adalah tabungan masyarakat. Melalui fungsi intermediasi perbankan, tabungan masyarakat akan berkembang apabila dikonversi menjadi investasi di sektor-sektor produktif. Imbal hasil dari investasi ini sebagian akan dikonsumsi dan sebagian akan ditabung oleh masyarakat. Demikian seterusnya sehingga terjadi perputaran dan pertumbuhan ekonomi. Rasio pinjaman terhadap simpanan di Jawa Tengah nilainya lebih besar dari satu, menunjukkan rendahnya tabungan yang dihimpun bank dibandingkan pinjaman yang disalurkan. Hal ini menunjukkan juga terbatasnya dana perbankan di daerah yang bisa dikonversi menjadi investasi bagi kegiatan yang produktif. Rasio tersebut berada di atas ratarata nasional sebesar 0,92 (Tabel 13). Wilayah Tabel 13 Rasio Simpanan dan Pinjaman di Bank Umum dan BPR Tahun 2014 Posisi Pinjaman di Bank Umum dan BPR (Milyar Rp) Posisi Simpanan di bank Umum dan BPR (Milyar Rp) Rasio Pinjaman terhadap Simpanan Rasio PMTB terhadap Simpanan Jawa Tengah 245.084,80 201.434,39 1,22 1,36 Nasional 3.707.916,34 4.013.816,57 0,92 0,85 Sumber: Bank Indonesia, 2014 ~36~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Provinsi Jawa Tengah 2015 Dalam jangka panjang terbatasnya sumber dana pinjaman ini akan berisiko meningkatkan harga modal (cost of fund) di daerah. Dengan kondisi tingginya permintaan kredit, bank-bank umum mungkin menerapkan tingkat bunga kredit yang sama antardaerah, namun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan lembaga-lembaga keuangan non bank lainnya tentu akan meningkatkan imbal hasil (bunga) pinjaman. Kenaikan bunga pinjaman akan memberatkan bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Tantangan yang harus dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah adalah mengembangkan kerjasama dengan perbankan dalam penjaminan kredit dan mobilisasi tabungan masyarakat. Rasio PMTB terhadap simpanan di Jawa Tengah nilainya lebih dari satu, menunjukkan investasi fisik di daerah mulai banyak dikembangkan. Percepatan pembangunan di Jawa Tengah didukung oleh banyaknya infrastruktur fisik dibangun pemerintah maupun sektor swasta. PMTB biasa disebut investasi fisik karena dihitung dari penanaman modal yang benar-benar menghasilkan nilai tambah dan bukan dihitung dari realisasi penanaman modal yang tercatat pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). 6. Rendahnya Kualitas Belanja Daerah Investasi pemerintah yang umumnya merupakan pembangunan dan pemeliharaan prasarana publik yang bersifat non excludable dan atau non rivalry memiliki peran yang tidak tergantikan dibandingkan dengan peran swasta. Peran pemerintah semakin penting di daerahdaerah relatif tertinggal, di mana tingkat investasi swasta masih rendah. Pada daerah-daerah ini investasi pemerintah diharapkan dapat meningkatkan daya tarik daerah melalui pembangunan infrastruktur wilayah seperti jalan, listrik, irigasi, dan prasarana transportasi lainnya, serta peningkatan sumberdaya manusia (SDM). Tanpa itu, sulit diharapkan dunia usaha daerah dapat berkembang. Gambar 27 Komposisi Belanja Pemerintah Daerah 2014 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Sumber: BPS, 2014 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Pegawai Belanja Lain-lain Komitmen pemerintah daerah dalam memprioritaskan investasi publik dapat ditunjukkan melalui rasio belanja modal pemerintah daerah terhadap total belanja pemerintah Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~37~