BAB I PENDAHULUAN. Masing-masing daerah memiliki kebudayaan dan tradisi yang berbeda-beda.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Reog Ponorogo sangat terkenal di Indonesia. Kesenian Reog Ponorogo

Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. tradisi di dalam masyarakat. Sebuah siklus kehidupan yang tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi dan mengidentifikasi

TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. sembilan kabupaten dan satu kota madya. Bengkulu memiliki banyak suku dan

Kajian Folklor Tradisi Larungan di Desa Pagubugan Kulon Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda,

Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM TRADISI RASULAN (Studi Kasus di Dukuh Ngadipiro Desa Grajegan Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo)

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan mekanisme untuk mensosialisasikan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. yang biasanya diperoleh dari orang tuanya. Nama tersebut merupakan pertanda

pernah dialami oleh sesepuh dalam kelompok kejawen dilakukan sebagai bentuk

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

BAB V PENUTUP. untuk mendeskripsikan setting, asal-usul, prosesi, sesaji, makna simbolik, serta

BAB I PENDAHULUAN. budi Koentjaraningrat (dalam Soeloeman, 2007:21). Kebudayaan dapat

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun

Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan. Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan.zip

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. upacara adat dan ada juga yang berupa seni pertunjukan. Seni pertunjukan yang

RITUAL MALEM MINGGU WAGE PAGUYUBAN TUNGGUL SABDO JATI DI GUNUNG SRANDIL, DESA GLEMPANG PASIR, KECAMATAN ADIPALA, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang untuk memberikan salah satu rasa syukur kepada sang kuasa atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

Pelestarian Bentuk dan Makna Kesenian Kuda Lumping Turonggo Mudo Desa Prigelan Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau terdiri dari etnik - etnik yang memiliki kesenian

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. dengan pengertian, konsepsi bahasa yang tepat (Teeuw, 1981: 1). Artinya bahasa

PEMALSUAN TANDA SEBAGAI FENOMENA SEMIOTIKA BUDAYA

Dosen Pembimbing : Muhammad Akram SIP., MPS

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO

SKRIPSI. Disusun Oleh : Nama : Anggit Permono Nim : D

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Penelitian Sajen Peturon di desa Rowodadi, Kecamatan Grabag,

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa termasuk agamapun banyak aliran yang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

Oleh: Ratna Lestari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan salah satu cabang seni, yang menggunakan bahasa sebagai

BAB 3 METODE PENELITIAN

MAKNA SIMBOL DALAM UPACARA SEDEKAH LAUT DI DESA TASIK AGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB III METODE PENELITIAN. mengkaji label halal pada beberapa kemasan makanan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua karya tulis seperti

yang masih dipertahankan di suku Jawa adalah Ritual Bulan suro.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga. berpola dari manusia dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

Semiotika, Tanda dan Makna

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tradisi serta budaya. Keragaman suku bangsa di Indonesia menyebabkan

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB III METODE PENELITIAN. Pada dasarnya, dalam penelitian apa pun sangat diperlukan sebuah

ANALISIS SOSIOLOGI BUDAYA DALAM KESENIAN TRADISIONAL JATHILAN TRI TUNGGAL MUDA BUDAYA DUSUN GEJIWAN DESA KRINJING KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

PERSEPSI MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL JARAN KEPANG MUDO LANGEN BUDOYO DI DESA KEDUNG PUCANG KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan kebudayaan yang berkembang di dalam kelompok masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB 4 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Sistem nilai..., Mastiur Pharmata, FIB UI, 2009

Pelestarian Kesenian Kuda Lumping oleh Paguyuban Sumber Sari di Desa Pandansari Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan topeng sebagai ciri khasnya. Tari topeng Betawi awalnya dipentaskan

2015 KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

Tradisi Pindah Rumah di Desa Sucen Jurutengah Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo (Kajian Folklor)

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. daerah memiliki ciri khas pada ragam hias wujud topengnya, gerakan tarinya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki keunikan dan ciri khas yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Akar tradisi melekat di kehidupan masyarakat sangat

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalin hubungan dengan dunia luar, hal ini berarti bahwa fungsi utama

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam. Begitupun negara Indonesia. Dengan banyak pulau dan suku

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA

II. Tinjauan Pustaka. masyarakat (Johanes Mardimin, 1994:12). Menurut Soerjono Soekanto, tradisi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia terkenal dengan banyaknya kebudayaan dan tradisi. Masing-masing daerah memiliki kebudayaan dan tradisi yang berbeda-beda. Kebudayaan itu sendiri memiliki pengertian yang bermacam-macam, salah satunya menurut Koentjaraningrat, (1996:7) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Oleh karena itu, konsepsi kebudayaan dapat dipahami sebagai hubungan yang bersifat homologi dengan kebudayaan itu sendiri. Setiap daerah mampunyai budaya sendiri-sendiri, berbeda dengan kebudayaan bangsa atau suku bangsa lainya. Demikian pula dengan kebudayaan yang terdapat di Jawa. Jawa mempunyai kebudayaan yang khas, dalam sistem atau metode budayanya digunakan simbol-simbol atau lambang-lambang sebagai sarana untuk menitipkan pesan-pesan atau nasehat-nasehat dari bangsanya (Herusatoto, 2001 : 1). Di pulau Jawa terdapat banyak kebudayaan. Salah satunya kebudayaan itu adalah pertunjukan wayang kulit. Di desa Pagergunung kecamatan Ngablak kabupaten Magelang, masih diadakan pertunjukan wayang kulit dalam acara-acara tertentu, seperti dalam acara nyadran, saparan, atau acara-acara syukuran lainya. Dalam pertunjukkan wayang kulit di desa Pagergunung masih menggunakan sesaji. Sesaji ini dimaksudkan untuk menolak bencana, misalnya menolak halangan yang akan menimpa suatu masyarakat atau halangan yang menimpa 1

2 suatu keluarga. Pada umumnya masyarakat belum mengenal unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit dan tidak mengetahui makna yang terkandung dalam sesaji tersebut. Oleh karena itu, penulis ingin mencoba meneliti unsurunsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung. Hal ini disebabkan belum ditemukan penelitian yang membahas unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit berdasarkan analisis semiotis dan unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung sedikit berbeda dengan sesaji wayang kulit di daerah lain, karena di desa Pagergunung menggunakan sesaji hasil bumi yang kemudian dilarung ke sungai. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk menjadikan sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung sebagai objek studi linguistik yaitu dengan pendekatan semiotis untuk mendapatkan makna yang terkandung dalam usur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit. 1.2 Rumusan Masalah Pertunjukan wayang kulit merupakan salah satu seni pertunjukan yang sering dimainkan di desa Pagergunung, pertunjukan ini dilakukan untuk memperingati berbagai perayaan tertentu. Dalam pertunjukan wayang kulit ini dilengkapi dengan berbagai sesaji. Setiap sesaji memiliki nama dan makna sendiri-sendiri. Unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung bukanlah bentuk fisik yang tidak mempunyai makna. Unsur-unsur sesaji dalam

3 pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung mewakili referen yang ada diluar bentuk fisik, dan dibalik nama sesaji itu terkandung makna yang mendalam. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana deskripsi pertunjukan wayang kulit dan sesaji apa saja yang digunakan dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung? 2. Bagaimana makna semiotik yang terdapat dalam sesaji pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan diadakan penelitian ini ada dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah memperkenalkan unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit yang kurang diketahui oleh masyarakat. Sedangkan, tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menyajikan analisis unsurunsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung dari segi semiotik, sehingga dapat diketahui makna maknanya. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang analisis semiotis unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung meliputi ruang lingkup data dan ruang lingkup pembahasan.

4 1.4.1 Ruang Lingkup Data Data yang dikumpulkan dibatasi pada unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit. Alasan dipilih data mengenai unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit, karena unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit merupakan hal yang penting. Unsur-unsur sesaji dianggap penting karena jika pertunjukan wayang kulit tidak memakai unsur-unsur sesaji, masyarakat setempat khawatir arwah-arwah yang mendiami suatu tempat tersebut bisa mengganggu. Pertunjukkan wayang kulit dapat dilihat di berbagai daerah dengan sesaji yang hampir sama, tetapi dalam penelitian ini penulis mengambil data dari desa Pagergunung. Alasan diambil desa Pagergunung karena di desa Pagergunung sampai sekarang masih sering diadakan pertunjukan wayang kulit dan masih menggunakan unsur-unsur sesaji. Dalam pertunjukan wayang di desa Pagergunung, sesaji yang disajikan sedikit berbeda dengan daerah lainya, karena dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung menggunakan sesaji hasil bumi, kemudian sesaji hasil bumi tersebut dilarung ke sungai. 1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan Penelitian ini akan membahas tentang unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung dengan menggunakan analisis semiotis yang akan membahas tentang tanda dan makna yang terdapat dalam unsur-unsur sesaji pertunjukan wayang kulit. Unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit sebagai berikut: tumpêng, ingkung, mênyan, kêmbang

5 sêtaman, jênang abang, jênang putih, jênang sura, cok bakal, kopi pait, teh pait, wedang santên, wedang putih, dhawêt, dhuwit, jajanan pasar, pari, kêlapa, jagung, têbu dan gula jawa. Unsur-unsur sesaji tersebut diatas akan diketahui makna sesuai dengan referennya. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian terhadap analisis semiotis unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung yaitu untuk memperkenalkan pada masyarakat, bahwa unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit bukanlah bentuk fisik yang tidak mempunyai arti, melainkan tiaptiap sesaji yang disajikan mempunyai makna. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai kebudayaan yang membahas nama unsur-unsur sesaji upacara tradisional sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian tentang unsurunsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit dengan analisis semiotis sejauh ini belum ditemukan. Ada beberapa tulisan atau skripsi yang menggunakan analisis semiotis, di antaranya: Skripsi Dyah Widyawati (2004) Analisis Semiotis Deskripsi Fisik Wayang Kulit Purwa Yogyakarta. Penelitian ini meneliti simbol-simbol yang ada pada wayang kulit purwa gaya Yogyakarta memuat pikiran filosofis yang merupakan gambaran konsep manusa jawa yang dituangkan dalam bentuk simbol pada

6 wayang. Simbol-simbol tersebut dikaji dengan pendekatan semiotik. Penulis memanfaatkan teori semiotik yang digunakan sebagai acuan dalam menganalisis data. Skripsi Maryeth Indah Putri (2010) Nama Unsur-unsur Sesaji Upacara Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah di Blitar (Analisis Semiotik). Penelitian ini meneliti tentang unsur sesaji dalam upacara siraman pusaka Gong Kyai Pradah di Blitar. Unsur-unsur sesaji tersebut di kaji dengan pendekatan semiotik. Teori semiotik digunakan sebagai acuan dalam menganalisis data. Skripsi Eko Riadh Alauddin Syah (2010) Makna Sesaji dalam Upacara Tradisional Majemukan Dusun Jopaten, Kecamatan Sranakan, Kabupaten Bantul (Analisis Semiotis). Penelitian ini meneliti tentang unsur sesaji dalam upacara tradisional majemukan di dusun Jopaten. Unsur-unsur sesaji tersebut di kaji dengan pendekatan semiotik. Penulis memanfaatkan teori semiotik yang digunakan sebagai kerangka berfikir dalam menganalisis data. Hasil-hasil penelitian di atas digunakan sebagai acuan penulis dalam menulis skripsi ini. 1.7 Landasan Teori Teori yang digunakan untuk menganalisis unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit adalah teori semiotik. Semiotik adalah ilmu tentang tanda, istilah tersebut berasal dari kata Yunani semion yang berarti tanda. Tanda (signe) adalah kombinasi konsep dan gambaran akustik (Saussure, 1996:147).

7 Kridalaksana (2008:218) dalam Kamus Linguistik mengatakan bahwa semiotik berarti ilmu yang mempelajari lambang-lambang dan tanda-tanda. Sign dan tanda ialah guratan yang tampak pada permukaan, bersifat konfensional dan dipakai sebagai satuan grafis dasar dalam sistem aksara untuk menggambarkan atau merekam gagasan, kata, suku kata, fonem atau bunyi (Kridalaksana, 2008: 234). Karena tanda-tanda itu mempunyai makna berdasarkan konvensi, memberi makna-makna itu mencari konvensi-konvesi apa yang menyebabkan tanda-tanda itu mempunyai arti atau makna. Makna ini arti dari arti meaning of meaning atau sicnificance makna (Pradopo, 1999:76-77). Dalam penelitian ini, penulis memakai teori The Triangle of Signification segitiga arti oleh John Lyons dalam bukunya yang berjudul Semantics. Berikut bagan dari teori The Triangle of Signification. (B) Concept indirect relationship (A) Sign (Lyons, 1977: 96-98) (C) Significatum / Referen

8 Bagan di atas menunjukkan adanya tiga korelasi dari tanda, yaitu: (A) sign atau tanda, (B) concept atau konsep, dan (C) significatum atau referen adalah acuan unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa dan dalam kehidupan sosial, referen ini merupakan bentuk simbolik di kehidupan. Garis putus-putus dalam segitiga di atas menunjukkan sifat tidak langsung dari hubungan antara sign tanda dengan significatum referen. Hubungan antara tanda dan referen melalui concept konsep. Lyons juga menjelaskan bahwa hubungan antara lexeme leksem (A) dan referent (C) adalah titik langsung, yaitu melalui media konsep (B), hal ini ditunjukkan pada bagan di atas bahwa antara (A) dan (C) terhubung dengan garis putus-putus, tidak seperti garis AB dan BC. Dari garis tersebut dapat dijelaskan hubungan garis AB dan BC yaitu pada garis AB berarti leksem (A) signifying menandai konsep (B), dan pada garis BC berarti konsep (B) menandai the thing sesuatu (C). Hubungan antara AB dan BC menjadi hubungan kausal (sebab-akibat). Lyons (1977:97-98) menjelaskan bahwa objek (C) disebutkan thought yang dipikirkan oleh pembicara adalah (B), dan (B) adalah yang ada dalam pikiran yang ditimbulkan oleh tanda (A), sehingga sign tanda (A) yang dipikirkan dalam pikiran akan secara langsung menunjuk pada (C). Peneliti akan menganalisis unsur-unsur sesaji pada pertunjukkan wayang di desa Pagergunung dengan menggunakan teori The Triangle of Signification oleh Lyons. Berikut adalah salah satu contoh analisis unsur-unsur sesaji pada pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung kecamatan Ngablak kabupaten Magelang

9 (B) Concept: 1. Nasi berbentuk kerucut 2. Manunggaling Kawula Gusti (A) Sign (C) Referen Tumpêng [t u m p ə ŋ] Gambar 1: Tumpêng (foto diambil oleh penulis pada tanggal 10 Oktober 2012) Bagan di atas adalah terapan dari teori The Triangle of Signification segitiga arti yang digunakan untuk menganalisis data. Adapun tumpêng sebagai sign, gambar tumpêng sebagai referen, dan consept yang akan dijelaskan. Tumpêng merupakan nasi yang dihidangkan dalam bentuk kerucut dan biasanya digunakan untuk selamatan, acara pernikahan, acara ulang tahun atau acara-acara lainya. Sesaji tumpêng dalam pertunjukkan wayang di desa Pagergunung dimaksudkan agar manusia bisa hidup harmonis antara manusia

10 dengan manusia, manusia dengan alam sekitar dan juga manusia dengan Tuhannya. Bentuk tumpêng yang berupa kerucut merupakan simbol asal manusia dan dunia, yang mengerucut pada hubungan manusia dengan penciptanya, dan berakhir pada keputusan sang pencipta. Berasal dari perilaku manusia menuju terciptanya Manunggaling Kawula Gusti dan berujung pada Sangkan Paraning Dumadi.. Maksudnya adalah bentuk kerucut secara vertikal pada tumpêng menyimbolkan hubungan pencipta dengan yang diciptakan. Bagian bawah tumpêng menyimbolkan alam seisinya dengan berbagai makhluk yang diciptakan sebagai pelengkap kehidupan. Naik tingkat yang lebih tinggi merupakan dunia manusia dengan sesamanya. Naik pada bagian tengah-atas merupakan dunia manusia yang berakal dan berbudi lebih, manusia terpilih yang sanggup menempuh berbagai ujian hidup dengan kesadaran pendekatannya kepada penciptanya. Bagian atas tumpêng merupakan ujung segala kehidupan, yaitu Tuhan sebagai pencipta alam dan manusia. Dalam hubungan tersebut, diharapkan dapat terjalin keharmonisan sehingga tercipta kehidupan yang harmonis antara pencipta, manusia, dan alam. Hubungan harmonis tersebut berujung pada Mununggaling Kawula Gusti yang menyerahkan segala sesuatu kepada Sang Pencipta sebagai Sangkan Paraning Dumadi. Hal ini merupakan falsafah hidup orang Jawa.

11 1.8 Metode penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian data. 1.8.1 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode wawancara dan mengamati secara langsung sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung. Pada saat mengamati sesaji dalam pertunjukan wayang kulit, penulis mengambil gambar foto sesaji apa saja yang ada dalam pertunjukan wayang kulit. Informan yang digunakan peneliti terdiri dari ketua kesenian di desa Pagergunung, Dhalang dan beberapa warga desa Pagergunung yang mengerti tentang pertunjukan wayang kulit. 1.8.2 Metode Analisis Data Data yang yang telah terkumpul dari wawancara akan dianalisis secara semiotis. Unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit akan dianalisis dengan menggunakan teori The Triangle of Signification yang disampaikan oleh John Lyons dalam bukunya yang berjudul Semantic. Setiap sesaji yang ada pada unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit dianalisis dengan menuliskan bentuk fonetis dari tanda tersebut dengan menggunakan metode yang telah dituliskan oleh Prof. Dr. Marsono, S.U. dalam bukunya yang berjudul Fonetik, memaparkan apa makna leksikalnya atau dari gagasan dari konsep tanda yang

12 disebutkan, dan menampilkan referenya yang juga menjelaskan makna simbolis dari tanda tersebut. 1.8.3 Metode Penyajian Data Metode penyajiannya akan diuraikan pendahuluan, asal-usul wayang kulit, sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung, analisis semiotis unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung, dan yang terakhir adalah penutup. Adapun teknik penulisannya berdasarkan buku Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah oleh Panuti Sudjiman dan Dendy Sugono. 1.9 Sistematika Penyajian Sistematika penyajian hasil penelitian ini sebagai berikut: bab I merupakan pendahuluan. Bab ini diuraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, ruang ligkup penelitian yaitu ruang lingkup data dan ruang lingkup pembahasan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian yang terdiri dari metode pengumpulan data dan metode pengolahan data, dan sistem penyajian. Bab II deskripsi sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung. Pada bab ini akan diuraikan mengenai pegantar dan sejarah singkat wayangserta perkembangannya, dan menjelaskan deskripsi sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung. Bab III Analisis Semiotik, berisi tentang analisis semiotik unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung. Bab IV Kesimpulan, yaitu berisi tentang kesimpulan dari bab

13 II dan bab III. Bagian akhir juga dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran daftar narasumber, dan lampiran.