DR. Ulul Albab, MS. Rektor Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

Kuliah PENDIDIKAN Anti-Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

Re R f e ormasi s Ad A m d inistras a i s Publ b i l k Dwi Harsono

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

KEPUTUSAN PBB DAN BANK DUNIA MELUNCURKAN PRAKARSA ( STOLEN ASSET RECOVER ) UNTUK MEMBERANTAS KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran

SKOR INDONESIA DALAM WORLD GOVERNANCE INDICATORS 2012

Ringkasan Eksekutif-Global Corruption Barometer 2007

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah

KESIMPULAN HASIL PERBANDINGAN

Oleh : Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

BAB 1 PENDAHULUAN. paradigma administrasi negara atas; (a) dikotomi politik administrasi, (b) paradigma

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dunia. Berdasarkan survei oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010,

TEORI-TEORI KLASIK PEMBANGUNAN EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. Praktik-praktik kecurangan (fraud) sudah semakin meluas di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat pada umumnya dikehidupan sehari-hari sangat akrab dengan

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya negara dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita negara serta menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang dapat distandardisasi secara internasional di setiap negara.

BAB I PENDAHULUAN. Political Economic and Risk Consultancy (PERSC), Transparency

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

MENCAPAI HASIL YANG DIINGINKAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. reformasi berjalan lebih dari satu dasawarsa cita- cita pemberantasan

PERMASALAHAN KORUPSI DI DAERAH PANDEGLANG DAN STRATEGI PENANGGULANGANNYA

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan, puskemas, dan universitas merupakan beberapa contoh dari

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

Perbandingan Kebijakan Pendidikan AS-INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitikberatkan pada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

PENDAHULUAN. perdagangan 10 Juli 2002, indeks Dow Jones anjlok menjadi 8.813, suatu

Studi Investor Global 2017

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

KARAKTERISTIK UMUM DAN STRUKTUR KEGIATAN EKONOMI NEGARA BERKEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan)

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi modern. Hal ini setidaknya sejalan dengan pandangan Etzioni (1986: 35)

Mobilisasi Sumber Daya untuk Transformasi Sosial: Tantangan Kita

mencapai hasil yang diinginkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan tugas wajib bagi negera-negara di dunia

AKUNTANSI PEMERINTAHAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, M.AB

Fase Perkembangan Ilmu Antropologi. Oleh : Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

Jadwal Ujian UTS. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsoed Semester Genap Tahun Akademik 2014/2015 Website:

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

I. PENDAHULUAN. pengukuran kinerja pada capacity building yang mengikuti pola reinventing

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

Fakta Korupsi di Sektor Pengadaan Tidak ada korupsi yang ongkosnya semahal korupsi dalam pengadaan barang dan jasa (Donald Strombom, 1998) Bank Dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kantor Pengelolaan Taman Pintar. Pada BAB 1, penelitian ini menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

MAKALAH PANCASILA KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME KELOMPOK A

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007

Pengantar: Kebijakan Berbasis Bukti

PERBURUAN RENTE DAN KORUPSI PADA SEKTOR PROPERTI DI KABUPATEN BOGOR : PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK ILHAM NURYANTO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kecurangan akuntansi yang berkembang secara luas menimbulkan

Growth and poverty reduction in agriculture s three worlds. Disusun oleh: Restra Pindyawara Hanif Muslih Kahfi Maulana Hanung

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah menjadi sangat penting. Masyarakat berharap bahwa

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

Etik UMB. Tindakan Korupsi Dan Penyebabnya. Ari Sulistyanto, S. Sos., M.I.Kom. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

Executive Summary. PKAI Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik

BAB I PENDAHULUAN. Eros Rosinah, 2013 Gerakan Donghak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Shendy Ariftia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Selama bertahun-tahun, para ekonomi telah mengakui bahwa perusahaanperusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap bidang merupakan integral dari aktivitas perusahaan sehingga

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan, atau organisasi, makin kompleks pula bentuk, jenis dan sifat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

dapat menghadapi satu sama lain secara fisik, legal, kultural, dan psikologis. Maka dari itu, pendidikan dengan adanya keragaman budaya memberikan keu

I. PENDAHULUAN. aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Cokelat merupakan hasil olahan dari biji tanaman kakao (Theobroma cacao)

EXECUTIVE SUMMARY PENGARUH NILAI-NILAI AGAMA DAN BUDAYA KERJA DALAM PENCEGAHAN TINDAKAN KORUPTIF PADA KEMENTERIAN AGAMA

Atika Puspita Marzaman. Recep Tayyib Erdogan:

Masalah Pokok Ekonomi

KORUPSI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

I. PENDAHULUAN. belum bisa diwujudkan dalam setiap rezim pemerintahan. Isu pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

Untuk mengutip artikel ini (ASA Style): Bagaskara, Adam Kerangkeng Besi di Era Demokratisasi Total. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 20(1):

KONSEP DASAR EKONOMI M. SETIO N 2008

Pengertian, Batasan dan Ruang Lingkup Administrasi Publik (Negara)

KATA PEMBUKA KEWIRAUSAHAAN KONSEP DAN IMPLEMENTASI

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dibawah undang undang ini tidak sekedar memindahkan

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

BAB I PENDAHULUAN. Rumah merupakan kebutuhan pokok (primer) yang dibutuhkan. oleh manusia, selain makanan dan pakaian. Dalam perkembangannya, rumah

Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman umum tentang good governance mulai mengemuka di

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT COMPETENCY PELAKSANA KEMENTERIAN KEUANGAN:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pikuknya kehidupan globalisasi, tentu saja tidak bijaksana membiarkan harta

Transkripsi:

DR. Ulul Albab, MS. Rektor Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya www.unitomo.ac.id Negara & Korupsi Government corruption as the sale by government officials of government property for personal gain (Shleifer and Vishny:1993). Accountability is needed to limit corruption.(grindle, 1997). Beberapa dekade lalu dunia ini dikejutkan oleh kenyataan bahwa banyak negara mengalami kebangkrutan karena tidak berfungsinya administrasi publik secara efektif. Kemiskinan, memburuknya tingkat kesehatan masyarakat, serta ketidak adilan distribusi pendapatan menjadi persoalan yang bersifat endemik di seluruh dunia. Beberapa negara yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah justeru mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah, meskipun di negara tersebut memiliki angkatan kerja yang terdidik (Rose-Ackerman, 2006). Ini terutama terjadi di negara-negara bekas blok Uni Soviet. Di beberapa bagian Asia dan Afrika juga mengalami hal yang serupa. Keadaan ini menggerakkan para pimpinan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk mengadakan sidang khusus untuk membahas berbagai 1

skema bantuan. Lembaga-lembaga donor internasional, seperti Bank Dunia, juga tidak tinggal diam. Mereka menyusun skema untuk memberikan bantuan pinjaman dengan bunga sangat ringan. Namun apa yang terjadi. Ternyata berbagai bantuan yang dikucurkan oleh lembaga-lembaga donor internasional tersebut tidak mencapai sasaran sebagaimana yang diharapkan (yaitu mengentas kemiskinan dan memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat). Berbagai bantuan tersebut tidak efektif karena ternyata oleh para birokrat negara penerima, bantuan tersebut dikorupsi. Sebuah ironi, bahkan paradoks. Para ahli ekonomi, politik, dan administrasi publik tertarik terhadap fenomena ini. Mereka kemudian melakukan serangkaian tulisan yang mendalam, antara lain sebagaimana yg dilakukan oleh Rose-Ackerman. Tulisan yang dilakukan oleh Rose-Ackerman atas permasalahan ini menyimpulkan bahwa biang teradinya ironi dan paradok tersebut adalah tidak berfungsinya institusi negara dan swasta (Rose-Ackerman, 2006). Sementara Keefer dan Knack berkesimpulan lebih konkrit bahwa akar persoalannya adalah tingginya indeks korupsi di negara-negara penerima bantuan (Keefer & Knack, 1995). Para birokrat di negara-negara penerima bantuan tersebut memiliki sikap mental rent seeking, sebuah istilah yang dipopulerkan oleh Bhagwati (1974) dan Krueger (1974) untuk menunjuk perilaku birokrasi yang 2

selalu mencari rente dan keuntungan tanpa dasar. Korupsi merajalela karena para birokrat di negara penerima bantuan tersebut sangat tidak akuntabel pada barangbarang publik maupun pada tugas-tugas pribadinya. Padahal, seperti yang ditegaskan oleh Merilee S. Grindle, untuk menjalankan pemerintahan yang baik akuntabilitas adalah salah satu faktor yang harus dimiliki oleh birokrat. Accountability is needed to limit corruption. (Grindle, 1997). Kisah di atas hanyalah spenggal fenomena korupsi yang terjadi di negara-negara yang memiliki berbagai permasalahan sosial. Masih banyak lagi fakta empirik yang menjelaskan bahwa di negara-negara dunia ketiga yang tingkat ekonominya cukup tinggi dan tingkat kesejahteraan masyarakatnya rata-rata cukup bagus tetap saja korupsi terjadi, bahkan melibatkan para petinggi negara (Moody-Stuart, 1997). Korupsi juga terjadi di negara-negara yang indeks kejujurannya paling tinggi, seperti negara-negara Skandinavia, Singapura, dan Selandia Baru (Rose-Ackerman, 2006). Korupsi juga terjadi di negara-negara maju, seperti di Jerman, Perancis, Belgia, Italia, bahkan di Amerika Serikat (Rose- Ackerman, 2006). Singkatnya, korupsi bisa terjadi di negara mana saja, baik di negara-negara miskin, negara berkembang, maupun negara maju. Korupsi juga terjadi baik di negara yang sistem pemerintahannya demokratis maupun yang otoriter. Karena itu fenomena korupsi menjadi sangat strategis untuk dikaji, terutama dalam hubungannya dengan negara dan administrasi publik. 3

Dalam konteks akademik, korupsi merupakan bahasan penting dari banyak disiplin ilmu, antara lain antropologi, sosiologi, politik dan administrasi publik. Pandangan masing-masing didiplin ilmu terhadap korupsi sangat dipengaruhi oleh kekhususan disiplin ilmu tersebut. Implikasinya, pengertian dan definisi tentang korupsi menjadi sangat beragam dan diterapkan dalam konteks yang sangat kompleks. Bowles (1999) mengintrodusir berbagai definisi tentang korupsi yang beraneka ragam itu kedalam dua kelompok, yaitu definisi yang sempit dan definisi yang luas. Sebuah contoh perspektif terhadap korupsi yang sempit pernah dikemukakan oleh Shleifer and Vishny (1993) yang mendefinisikan korupsi sebagai penjualan harta benda pemerintah oleh pejabat publik untuk tujuan pribadi. Government corruption as the sale by government officials of government property for personal gain. Sedangkan definisi korupsi secara luas pernah dikemukakan oleh para penulis teori-teori politik klasik seperti Plato dan Aristotoles, sebagaimana diuraikan oleh Bouckaert (1996) yang mendefinisikan korupsi sebagai perilaku yang merugikan negara, baik dilakukan secara illegal maupun legal. Bagi para penulis teori-teori politik klasik serta para penulis yang lebih kemudian yang dipengaruhi oleh pandangan Plato dan Aristoteles seperti Andreski (1978), korupsi tidak selalu dapat diamati sebagai sebuah 4

tindakan illegal, seperti mencuri atau menggelapkan uang negara. Terkadang korupsi terjadi dan dilakukan dengan kesadaran penuh dan dilegalkan oleh negara. Dari dua perspektif yang ekstrem tersebut, Bowles merumuskan definisi dari jalan tengah, yang tidak seluas definisi Plato dan Aristoteles tetapi tidak sesempit definisi yang dikemukakan oleh Shleifer dan Vishny. Bowles memandang korupsi merupakan praktek penyelewengan yang merugikan negara yang bisa melibatkan birokrat dan kalangan di luar birokrasi (yaitu dunia swasta) (Bowles, 1999). Oleh karena begitu banyaknya studi dan bahasan tentang korupsi yang dilakukan oleh beberapa disiplin ilmu, maka literatur yang membahas tentang korupsi sangat banyak, dengan sudut pandang yang berbedabeda. Misalnya, Corruption and Reform, Crime, Law and Social Change ; Indian Journal of Public Administration, Journal of Law and Sosiety serta masih banyak lagi yang lainnya. Fenomena korupsi dalam Administrasi Publik adalah persoalan yang mendesak untuk dipecahkan, bukan saja karena korupsi itu adalah kejahatan publik yang harus diberantas, tetapi lebih dari itu, korupsi telah merasuk sedemikian dalam pada praktik administrasi publik. Meminjam istilah Susan Rose-Ackerman; korupsi adalah gejala bahwa telah terjadi sesuatu yang salah dalam nanajemen negara (Rose-Ackerman, 2006). Pertanyaan-pertanyaan yang sering mengoda kecerdasan akademik untuk terus bersemangat mencari solusi dari fenomena korupsi adalah berkisar pada 5

persoalan faktor-faktor yang mendorong terjadinya korupsi. Misalnya, apakah korupsi disebabkan karena faktor ekonomi dan budaya semata, ataukah ada motifmotif yang lebih besar misalnya motif politik sehingga korupsi yang terjadi justeru terus berkembang menggurita dan sulit diberantas?. Dewasa ini, studi-studi tentang korupsi banyak yang menaruh perhatian pada pertanyaan krusial yang berkaitan dengan aktor dan cara yang digunakan. Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan adalah; Siapa aktor yang melakukan korupsi, dengan cara apa korupsi dilakukan, bagaimana peran pemerintah dan untuk kepentingan siapa korupsi itu dilakukan?. Analisis atas pertanyaan-pertanyaan tersebut bukanlah analisis yang sekedar melihat korupsi secara sosiologis, tetapi korupsi diamati dalam kaitan adanya relasi antara negara dan pasar atau relasi antara negara dan sektor swasta. Hal ini sebagaimana yang diintrodusir oleh Susan Rose-Ackerman, bahwa korupsi merupakan gambaran hubungan antara negara dan sektor swasta. Terkadang pejabat negara yang menjadi aktor dominan, terkadang justeru pihak swasta yang menentukan (Rose-Ackerman, 2006). Pertanyaannya adalah; mengapa korupsi menjadi hal yang sangat potensial terjadi di dalam praktik kenegaraan (administrasi publik)?, faktor-faktor apa saja yang membuat korupsi menjadi suatu hal yang lumrah terjadi dalam birokrasi penyelenggara negara?. Untuk menjawab 6

pertanyaan tersebut, agaknya tidak berlebihan kalau pada tulisan ini penulis mencoba mendialogkan 3 teori dari perspektif yang berbeda, yaitu: Teori ekonomi mainstream tentang korupsi, Teori patrimonialisme tentang korupsi, dan Teori negara kleptokratik. Ketiga teori tersebut menjelaskan fenomena korupsi dalam kaitannya dengan negara (pemerintah). Atau dengan kata lain, memahami korupsi sebagai hasil relasi antara sektor publik dan sektor privat. 7