MODEL PENGGUNAAN RUANG KAWASAN WISATA KUTA BALI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. seluruh belahan dunia. Saat ini, seluruh Negara berlomba-lomba untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

APA PARIWISATA? Karakteristik jasa lingkungan pariwisata bahari? Karakteristik Jasa Lingkungan Pariwisata Bahari. Sistematika paparan APA PARIWISATA?

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SEA SIDE MALL PADA KAWASAN WATERFRONT KOTA BENGKALIS-RIAU (Studi Kasus pada Pantai Andam Dewi Bengkalis) Penekanan Desain Arsitektur Morphosis

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan dan pengujian model yang dapat menjelaskan sebab dan akibat perilaku seorang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Propinsi Bali pada Tahun 2009 memiliki luas sekitar Ha dan

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. perumahan, fasilitas rekreasi, pertanian, jalur atau rute transportasi. Kegunaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki suatu nilai yang tidak hilang meskipun zaman sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

DEFINISI- DEFINISI A-1

Penyusun, Tim, Kecamatan Tepus dalam Angka 2010, Badan Pusat Statistik

BAB II KAJIAN TEORI. dapat dilakukan melalui aspek georafis dan aspek demografis.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SARANA AKOMODASI SEBAGAI PENUNJANG KEPARIWISATAAN DI JAWA BARAT. Oleh: Wahyu Eridiana*)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

ARAHAN BENTUK, KEGIATAN DAN KELEMBAGAAN KERJASAMA PADA PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA PANTAI PARANGTRITIS. Oleh : MIRA RACHMI ADIYANTI L2D

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG PERHITUNGAN NILAI SEWA REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Hotel Resort Bintang 3 di Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Penekanan Desain pada Arsitektur Hemat Energi BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Manajemen pendapatan (yield management)merupakan teknik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu bisnis yang tumbuh sangat cepat, dengan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat

BAB I PENDAHULUAN. cepat, dikarenakan oleh kunjungan wisatawan yang semakin meningkat untuk datang

HAKIKAT, KURIKULUM DAN DUNIA KERJA MANAJEMEN RESORT DAN LEISURE (MRL)

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

KETERPADUAN KOMPONEN PENGEMBANGAN PARIWISATA KOTAGEDE SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA BERKELANJUTAN

Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

Sarana Akomodasi Sebagai Penunjang Kepariwisataan. di Jawa Barat. oleh : Wahyu Eridiana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan erat dengan jarak. Hal itu berkaitan dengan pola persebaran yang

I. PENDAHULUAN. Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam menunjang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. rekreasi, pelancongan, turisme. Pariwisata bukanlah suatu hal yang baru, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PERHITUNGAN NILAI SEWA REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

I. PENDAHULUAN. Jenis Wisatawan Domestik Asing Jumlah Domestik Asing Jumlah Domestik Asing

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN EKOWISATA DALAM KONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT PADA TAMAN WISATA ALAM (TWA) BUKIT TANGKILING KALIMANTAN TENGAH.

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL KUTAI, KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Dampak yang terjadi akibat hal ini pun dapat dilihat dari semakin

besar artinya bagi usaha pengembangan kepariwisataan.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB V PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP SULAMAN KARAWO. kebutuhan para wisatawan selama mereka berwisata. Ketika wisatawan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


Dari pengertian diatas, maka hotel juga dapat definisi seperti di bawah ini :

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk menarik wisatawan dan pengunjung lainnya (McIntosh : 4, 1972). Kepariwisataan

Kawasan Wisata Rowo Jombor, Klaten

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

KONSEP RESORT AND LEISURE

BAB I PENDAHULUAN. Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia yang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Kita tentunya tidak ingin kota Jakarta menjadi sepi wisatawan hanya karena sulitnya mendapatkan informasi dan sedikitnya fasilitas yang membantu merek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam

11/15/2016 Djoko Wijono

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghasilkan devisa negara dengan mendatangkan wisatawan domestik

TINJAUAN KAW ASAN GILl TRAW ANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

P A N G A N D A R A N B E A C H R E S O R T H O T E L D I P A N G A N D A R A N

BAB I PENDAHULUAN. Secara harfiah arti kata Boom sama dengan Haven dalam bahasa Belanda atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kelayakan

BAB I PENDAHULUAN. Kuta. Jendela pariwisata di Bali yang baru menonjol adalah Seminyak. Daerah

Transkripsi:

MODEL PENGGUNAAN RUANG KAWASAN WISATA KUTA BALI M.H. Dewi Susilowati, Djamang Ludiro, Tito Latif Indra, Aditya Putra PPGT Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia E-Mail : Mariahedwig@hotmail.com ABSTRAK Tulisan ini menggunakan pendekatan topikal, dengan menjelaskan model penggunaan ruang Kawasan Kuta-Bali. Pembahasan model, mengacu pada model yang dikemukakan oleh Barrett, Stansfield & Rickert, Lavery. Proses yang dilakukan mulai dari identifikasi, klasifikasi hingga analisis, didapatkan hasil bahwa penggunaan ruang Kawasan Kuta-Bali terbagi menjadi 3 region yaitu; (1) region hotel berbintang, yang terletak dibagian barat, sebaran hotel cendererung linier sepanjang garis pantai; (2) region hotel melati dan pondok wisata tersebar ke arah timur menjauhi pantai dan lokasinya tersebar diantara perumahan penduduk; (3) region perbelanjaan, cenderung disepanjang jalan lokal dan mengelompok diantara usaha sejenis. Apabila dilihat tahap perkembangan penggunaan ruang, maka daerah ini telah mencapai tahap akhir, dimana kegiatan kepariwisataan telah menggantikan fungsi daerah setempat yang merupakan permukiman ( Intensive tourism consolidation). PENDAHULUAN Keberhasilan suatu kawasan wisata adalah apabila memiliki tiga unsur, yaitu atraksi, aksesibilitas dan fasilitas sebagai sumberdaya pariwisata, serta unsur manusia yang akan mengelolanya (Mclntosh & Goeldner, 1986). Menurut Page (1995), wisatawan tertarik mengunjungi kota karena adanya berbagai fungsi khusus yang dimiliki suatu kota dan serangkaian pelayanan yang diberikan. Fasilitas wisata umum cenderung mengelompok di bagian wilayah yang ramai dengan aksesibilitas yang baik, sedangkan fasilitas wisata pribadi/ khusus cenderung mengelompok dan berlokasi di sekitar obyek wisata (Lovingwood & Mitchell (dalam Hall, 2002). Menurut Inskeep (1990), jenis fasilitas yang terdapat di kawasan meliputi akomodasi, fasilitas komersial, fasilitas rekreasi dan budaya, fasilitas kesehatan, fasilitas pertemuan, fasilitas hiburan khusus, obyek wisata arkeologi, wilayah konservasi air tanah, administrasi pariwisata, zone penyangga, perumahan pegawai dan fasilitas lain yang terkait. Gambaran umum dari model penggunaan tanah kawasan pantai yang dikemukakan oleh Barrett, Stansfield & Rickert, Lavery (dalam Burton, 1995) adalah dibentuk dari 3 zone penggunaan tanah : (1) Zone pertokoan dan hotel besar. Pertokoan hanya buka pada saat musim wisatawan datang dan semata-mata hanya menyediakan untuk shopping pada waktu senggang. Zone perdagangan pantai ini biasa disebut sebagai Recreational Business District (RBD). (2) Pusat perdagangan (commercial core), situasinya tergantung pada RBD, terdiri dari penggunaan tanah pusat kota, seperti pertokoan, perkantoran, jasa (bank). Zone ini dinamakan Central Business District (CBD). (3) Zone akomodasi wisatawan dan tempat tinggal wisatawan, daerahnya semakin menjauhi pantai, kepadatan bangunan dan harga semakin berkurang. Selanjutnya dikemukakan pula mengenai; (a) Zone perluasan RBD, daerah ini harga-harga sangat mahal,

akomodasi pelayanannya lengkap, seperti lokasi hotel mewah dengan pemandangan pantai yang indah. Fasilitas didirikan di atas bidang tanah yang sangat mahal dan perkembangannya intensif; (b) Zone pedalaman, harga tanah sedikit murah, kepadatan dan perkembangannya lebih rendah. Zone ini didominasi oleh rumah pondokan dan guest house; (c) Zone berikutnya ditempati akomodasi yang lebih murah (tempat tidur & makan pagi), kepadatan lebih rendah; (d) Zone tempat tinggal. Kemudian Barret & Lavery (dalam Burton, 1995), membuat suatu pola perkembangan penggunaan tanah kawasan wisata, yang terdiri dari 6 tahap : Tahap 1, Masih tradisional (Early traditional); tahap ini masih dihuni oleh masyarakat petani/ nelayan, wisatawan masih jarang; Tahap 2, Pasca tradisional (Late traditional); desa telah menjadi sebuah kawasan kecil (minor resort); Tahap 3, Eksplorasi awal wisatawan (Initial tourist exploration), Wisatawan asing sudah mulai ada, dengan jumlah sedikit, perluasan akomodasi dengan gaya guest house; Tahap 4, Keterlibatan awal kepariwisataan (Early tourism involvement), kawasan menjadi suatu model yang mutakhir dengan kenaikan jumlah pengunjung. Mulai dibangun hotel mewah yang pertama kalinya; Tahap 5, Pengembangan kepariwisataan (Expanding tourism development), kawasan telah dipromosikan oleh industri swasta dan pemerintah; Tahap 6, Konsolidasi intensif kepariwisataan (Intensive tourism consolidation), kegiatan pariwisata menggantikan fungsi desa asli. Dalam tulisan ini akan membahas model penggunaan ruang kawasan wisata Kuta-Bali pada tahun 2005, yang mengacu pada model Barrett, Stansfield & Rickert, Lavery (dalam Burton, 1995). METODOLOGI Analisis spasial yang digunakan dalam tulisan ini adalah dengan pendekatan topikal. Jenis data dan informasi yang dikumpulkan meliputi; (1) penggunaan tanah dan jaringan jalan tahun 2004; (2) Jumlah, jenis dan sebaran akomodasi wisata, fasilitas belanja, fasilitas restoran. Data yang didapat, diidentifikasi, diklasifikasi untuk mendapatkan gambaran sebaran lokasi fasilitas wisata dalam ruang, kemudian akan dibuat model penggunaan ruangnya. Analisis diskriptif digunakan dalam mendiskripsikan berbagai data dan lebih menekankan pada model keruangan dari lokasi fasilitas pariwisata. Didiskripsikan pula adanya perbedaan dan persamaan fasilitas pariwisata, sehingga dapat memberikan gambaran region fasilitas wisata. Pengregionan ini untuk memperoleh model penggunaan ruang kawasan wisata Kuta-Bali. PEMBAHASAN Model kawasan wisata digambarkan berdasarkan kenampakan ruang permukaan bumi yang disederhanakan dengan mempertegas bentuk dari kenampakan yang sesungguhnya (lihat gambar 1). Pariwisata di kecamatan Kuta dimulai dari ketersediaan akomodasi bagi wisatawan yang terkonsentrasi di sepanjang pantai Kuta yang merupakan obyek wisata utama. Pada awalnya, fasilitas akomodasi berupa home stay (rumah-rumah penduduk sebagai akomodasi wisata), yang berada di sebelah timur Pantai Kuta, yang sekarang dikenal dengan jl. Benesari, jl. Poppies I, jl. Poppies II dan jl. Pantai Kuta. 2

Bangunan fasilitas wisata di kecamatan Kuta berkembang ke arah utara (pantai Legian dan pantai Seminyak), ke timur (jl. Raya Legian) dan selatan (pantai Tuban dan Pantai Kedonganan). Kawasan ini dalam dua dekade terakhir telah berkembang dan penuh dengan kesibukan pariwisata serta menjadi pusat kehidupan malam yang utama di Bali. Pantai landai berpasir putih terbentang lebar dan memanjang dari Kuta hingga Seminyak memenuhi syarat untuk tujuan berbagai rekreasi pantai. Jumlah akomodasi yang terdapat di kecamatan Kuta 328 unit, yang terdiri dari hotel berbintang 57 hotel, hotel melati 233 dan pondok wisata 38. Posisi dari sebuah hotel tergantung pada lokasi pasar, dan seharusnya hotel terletak di dalam atau di sekitar pusat wisata.(foster,1985). Lokasi hotel berbintang di Kuta, terkonsentrasi di bagian barat, sekitar obyek wisata utama yaitu sepanjang pantai Kuta, pantai Legian, pantai Seminyak dan pantai Tuban. Sebaran hotel berbintang cendererung linier sepanjang jalan utama tepian pantai. Lokasi hotel melati dan pondok wisata tersebar ke arah timur menjauhi pantai dan lokasinya tersebar diantara perumahan penduduk. Sebaran hotel melati dan pondok wisata cenderung mengelompok di koridor jalan lingkungan, terutama terkonsentrasi di jl. Poppies I, jl Poppies II dan jl. Benesari. Jumlah fasilitas belanja yang ada di kecamatan Kuta 1907 unit, terdiri dari 919 unit penjualan kerajinan dan 988 unit penjualan pakaian. Sebaran fasilitas belanja cenderung disepanjang jalan lokal dan mengelompok diantara usaha sejenis. Lokasi belanja barang kerajinan terkonsentrasi di sepanjang jalan lokal yaitu jl. Legian, jl. Dhyana Pura, jl. Double Six, jl. Pura Bagus Taruna, jl. Padma dan jl. Kartika Plaza. Lokasi belanja barang pakaian relatif sama dengan lokasi kerajinan, terkonsentrasi di jalan lokal yaitu jl. Legian, jl. Pantai Kuta, jl. Kartika Plaza, jl. Melasti, jl. Dhyana Pura, jl. Double Six, jl. Pura Bagus Taruna dan jl. Padma. Selain di jalan lokal, belanja pakaian juga terdapat di jalan lingkungan seperti jl. Poppies I, jl. Poppies II dan jl. Benesari. Restoran merupakan fasilitas kedua yang paling sering digunakan oleh wisatawan setelah fasilitas akonodasi (Ashworth dan Tunbridge, 2002). Wisatawan dalam memilih sebuah restoran dapat berdasarkan pada menu atau pelayanan spesifik yang mereka tawarkan dan lokasi fasilitas restoran tersebut, bahkan seringkali wisatan memilih fasilitas konsumsi karena keterkaitan dengan fasilitas wisata lainnya (Smith, 2002). Fasilitas konsumsi barang dan jasa memiliki dua karakteristik lokasi yang sangat penting yaitu kecenderungan mengelompok diantara usaha sejenis disatu wilayah ataupun ruas jalan dan kecenderungan untuk berada di lokasi yang sama dengan fasilitas wisata yang lain termasuk hotel yang juga menawarkan restoran untuk umum. Restoranrestoran dan hotel-hotel di kecamatan Kuta menawarkan berbagai menu internasional dan menu Indonesia yang dapat menjadi pilihan guna memenuhi selera masing-masing, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Jumlah restoran di kecamatan Kuta 498 restoran, yang terdiri dari masakan daerah 4 restoran, masakan Indonesia 169 restoran, masakan non Indonesia 325 restoran. Sebaran lokasi restoran berada di koridor jalan utama dan lokasinya mengelompok dalam kelompok kecil diantara fasilitas belanja maupun di sekitar fasilitas akomodasi. Restoran masakan non Indonesia tersebar linier mengikuti pola jaringan jalan lokal, yang berfungsi sebagai jalur-jalur perbelanjaan, terutama berada di jl. Legian, jl. Pantai Kuta, jl. Melati, jl. Dhyana Pura, jl. Bakung Sari, jl. Double Six, jl. Raya Seminyak, jl.pantai Tuban, jl. Kartika Plaza dan jl. Padma. Sedangkan restoran masakan Indonesia terletak di 3

sepanjang koridor dan jalan-jalan lingkungan seperi di jl. Raya Tuban, jl. Poppies I, jl. Poppies II dan jl. Benesari. Apabila mengacu pada pola perkembangan penggunaan tanah yang dikemukakan oleh Burrett dan Lavery, maka terlihat bahwa kawasan wisata pantai kecamatan Kuta-Bali perkembangannya sudah pada tahap Intensive tourism consolidation, keberadaan usaha-usaha pariwisata telah menggantikan fungsi permukiman desa pantai.. KESIMPULAN Kawasan wisata pantai kecamatan Kuta Bali, menggambarkan model penggunaan ruang sesuai dengan model Barrett, Stansfield & Rickert, Lavery, yatitu region hotel berbintang, yang terletak di bagian barat, sebaran hotel cendererung linier sepanjang jalur jalan utama tepian pantai; (2) region hotel melati dan pondok wisata tersebar ke arah timur menjauhi pantai dan lokasinya tersebar diantara perumahan penduduk; (3) region perbelanjaan, cenderung disepanjang jalan lokal dan mengelompok diantara usaha sejenis, seperti pakaian, kerajinan, restoran. Apabila dilihat tahap perkembangan penggunaan ruang kawasan wisata, maka model perkembangan kawasan ini telah mencapai tahap akhir yaitu Intensive tourism consolidation. DAFTAR PUSTAKA Burton, R. 1995. Travel Geography, 2 nd ed. Pitman Publishing, London. Hall, Michael C. and Page, Stephen J, 2002. The Geography of Touristm and Recreation Enviroment, Place and Space; 2 nd ed. Routledge, London and New York Page, S. 1995. Urban Tourism. Routledge, Landon and New York Putra, Aditya. 2005. Fungsi Ruang Pariwisata di Kecamatan Kuta Bali Tahun 2005. Skripsi Sarjana Geografi FMIPA UI, Jakarta Mclntosh, R.W. & Goeldner, Charles R. 1986. Tourism Principles, PracticesPhilosophies. 5 th ed. John Wiley and Sons, Inc. New York Inskeep, Edward. 1990. Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach. Van Nostrand Reinhold, New York. Foster, Douglas. 1985. Travel and Tourism Management. The MacMillan LTD, London. 4

Keterangan Pantai/Beach Hotel Berbintang CBD Pertokoan Jalan Jalan Kereta Permukiman Sarana Wisata Outdoor Stasiun KA Stasiun Bus Small Hotel RBD Gambar 1. Model Penggunaan Tanah Pariwisata Pantai Keterangan Gambar 2. Model Penggunaan Ruang Kawasan Pantai Pantai/Beach Hotel Berbintang Hotel Melati dan Pondok Wisata Jalan Perbelanjaan Gambar 2. Model Penggunaan Ruang Pariwisata Pantai Bali 5