1 BAB II KAJIAN PUSTAKA. mempengaruhi pegawainya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Robbins, 2006).

dokumen-dokumen yang mirip
TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN KOMPENSASI DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI PUSKESMAS DI KOTA DENPASAR MADE KARMA MAHA WIRAJAYA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

II. TINJAUAN PUSTAKA.1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. untuk melakukan atau bertindak sesuatu. Keberadaan pegawai tentunya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Veithzal Rivai (2004:309) mendefinisikan penilaian kinerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS. pembentukan kerangka pemikiran untuk perumusan hipotesis.

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Terry (2006), manajemen adalah sebuah proses yang melibatkan

BAB II LANDASAN TEORI

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung demi tercapainya tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Tetapi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang positif dari individu yang disebabkan dari penghargaan atas sesuatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. tujuan perusahaan. Tujuan ini tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan

BAB II URAIAN TEORITIS. pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan demikian dalam menggunakan tenaga kerja perlu adanya insentif yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg mengusulkan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian yang dilakukan oleh Agusafitri (2006) dengan judul Peranan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, dan seseorang yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan tertentu untuk dapat memberikan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. yang optimal sesuai dengan target kerjanya. Manusia sebagai tenaga kerja atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MOTIVASI, PENGELOLAAN INDIVIDU DAN KELOMPOK DALAM ORGANISASI BISNIS. Minggu ke tujuh

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS

Riset Per iila il k O u rgan isas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Disiplin Kerja Pengertian Disiplin Kerja Disiplin kerja merupakan fungsi operatif keenam dari Manajemen

BAB II KAJIAN TEORI. Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. agara diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Fungsi MSDM. dikelompokkan atas tiga fungsi, yaitu (Husein, 2002) :

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi perusahaan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan kompetitif

BAB I PENDAHULUAN. lainnya baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas merupakan upaya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. konsumen merasa tidak puas dapat melakukan keluhan yang dapat merusak citra

BAB II LANDASAN TEORI

Bisma, Vol 1, No. 4, Agustus 2016 KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT SIME INDO AGRO DI SANGGAU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

KOMPENSASI / IMBALAN

BAB II KERANGKA TEORETIS. Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat. Analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan yaitu dengan jalan memberikan kompensasi. Salah satu cara manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini pengelolaan sumber daya manusia merupakan hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. seluruh faktor yang terdapat di perusahaan. Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Motivasi : proses yg berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung upaya individu, ke arah pencapaian sasaran.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Pokok Bahasan : Motivasi Sub Pokok Bahasan : Pengertian, Teori Motivasi,Bentuk Motivasi, Jenis Motivasi, Tantangan dan Alat2 Motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawannya untuk melakukan jenis-jenis perilaku tertentu. Perilaku seseorang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Motivasi penting dikarenakan :

BAB II LANDASAN TEORI. A. Motivasi Kerja. dan bantuan yang kuat untuk bertahan hidup. Motivasi adalah memberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sangat memerlukan adanya sistem manajemen yang efektif dan efisien

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja menurut Martoyo (2004:132) adalah keadaan emosional karyawan

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kepemimpinan 1.1.1 Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi pegawainya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Robbins, 2006). Kepemimpinan berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang diinginkan oleh seorang pemimpin (Siagian, 2002). Selain itu kepemimpinan diartikan juga sebagai proses mempengaruhi orang lain agar dapat memahami pelaksanaan tugas yang baik dan proses untuk memfasilitasi pegawainya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan (Yukl, 2005). Penjelasan di atas lebih menunjukkan bahwa kepemimpinan merupakan proses yang lebih ditekankan pada hubungan antara pemimpin dan orang yang dipimpin. 1.1.2 Peranan Kepemimpinan Peranan kepemimpinan ada tiga bentuk yakni peranan yang bersifat interpersonal, informasional dan peran dalam pengambilan keputusan. Adapun hal tersebut dijelaskan sebagai berikut (Siagian 2002). 1. Peranan yang bersifat interpersonal berarti pemimpin dalam organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi. Pemimpin memiliki tanggung jawab untuk memberikan motivasi dan arahan kepada pegawainya dan seorang pemimpin memiliki peran sebagai penghubung 8

9 2. Peranan yang bersifat informasional menunjukkan bahwa pemimpin dalam organisasi meiliki peran dalam memberi, menerima dan menganalisa informasi 3. Peran pemimpin dalam pengambilan keputusan berarti bahwa pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa strategi dalam mengembangkan inovasi, mengambil peluang dan bernegosiasi serta menjalankan usaha secara konsisten 1.1.3 Tipe Kepemimpinan Hubungan pemimpin dengan pegawainya dapat diukur melalui kinerja pemimpin dalam mengarahkan dan membimbing pegawainya untuk melaksanakan tugas. Pemimpin juga dituntut untuk mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat dan efektif. Terdapat empat tipe kepemimpinan dalam organisasi yaitu sebagai (Mitfah, 2007). 1. Kepemimpinan instruksi Perilaku pemimpin dengan pengarahan tinggi tetapi rendah dukungan yang dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberikan batasan terhadap peranan pegawainya dan memberitahu tentang mekanisme pelaksanaan tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dilakukan oleh pemimpin. Pelaksanaan pekerjaan diawasi secara ketat oleh pemimpin. 2. Kepemimpinan konsultasi Perilaku pemimpin dengan pengarahan yang tinggi dan dukungan yang tinggi juga. Peran pemimpin lebih banyak dalam hal memberikan pengarahan dan

10 pengambilan keputusan tetapi diikuti dengan adanya komunikasi dua arah dan perilaku mendengarkan perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat serta ide dan saran pegawai 3. Kepemimpinan partisipasi Perilaku pemimpin dengan tingkat dukungan yang tinggi tetapi rendah pada pengarahan. Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dilakukan secara bergantian, adanya komunikasi dua arah dan pemimpin juga mendengar secara aktif. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagian besar ada pada pegawai. Menekankan pada pentingnya menjalin hubungan yang baik dengan seluruh jajaran organisasi yang melibatkan bawahannya yaitu meminta sugesti sugesti dari para bawahannya dan menggunakan sugesti sugesti tersebut pada saat membuat keputusan 4. Kepemimpinan delegasi Perilaku pemimpin yang dicirikan dengan rendahnya dukungan dan juga pengarahan oleh pemimpin. Pemimpin mendiskusikan masalah bersama sama dengan pegawainya yang kemudian keputusan yang dibuat akan didelegasikan secara keseluruhan kepada pegawainya 1.1.4 Kepemimpinan di Puskesmas Kepemimpinan dalam suatu organisasi lebih ditujukan pada kemampuan mempengaruhi, mengarahkan dan membimbing pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut mengandung arti bahwa suatu organisasi harus memiliki seorang pemimpin yang mampu mempengaruhi, mengarahkan dan membimbing

11 pegawai dalam organisasi (Darwito, 2008). Terdapat dua jenis pemimpin dalam organisasi yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal merupakan seseorang yang diangkat secara resmi oleh suatu organisasi tertentu untuk memangku jabatan sebagai pimpinan sedangkan pemimpin informal adalah seseorang yang memiliki kualitas sebagai seorang pemimpin untuk mempengaruhi perilaku pegawainya (Kartono, 2006). Pemimpin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemimpin formal yaitu kepala puskesmas. Kepala puskesmas merupakan seorang tenaga kesehatan dengan kriteria yaitu tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi manajemen puskesmas, masa kerja di puskesmas minimal dua tahun dan telah mengikuti pelatihan manajemen puskesmas (Kementerian Kesehatan, 2014). Kepala puskesmas memiliki peranan yang penting dalam hal mengatur dan mengelola seluruh kegiatan di puskesmas termasuk pegawainya. Oleh sebab itu kepala puskesmas memerlukan kompetensi di bidang manajemen puskesmas dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan di puskesmas. Peranan kepala puskesmas dalam hal perencanaan berkaitan dengan kemampuan dalam mengidentifikasi permasalahan dan menyusun kegiatan yang akan dikerjakan dalam satu tahun kerja. Peranan kepala puskesmas dalam hal pelaksanaan berkaitan dengan pengorganisasian tugas kepada pegawainya termasuk pelaksanaan rapat koordinasi baik yang bersifat internal maupun eksternal dengan kecamatan dan dinas terkait. Peranan kepala puskesmas dalam hal pengawasan berkaitan dengan pengawasan kegiatan sehari hari termasuk pemeriksaan capaian program yang telah dicapai yang dilaporkan oleh pegawai kepada kepala puskesmas dalam bentuk laporan.

12 Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seorang kepala puskesmas dalam memimpin pegawai di puskesmas adalah perilakunya. Perilaku seorang pemimpin dapat diterima dengan baik oleh pegawainya sejauh mereka pandang sebagai sumber kepuasan segera atau sebagai sarana bagi kepuasan masa datang. Perilaku kepala puskesmas akan bersifat motivasional apabila mampu menciptakan kepuasan kerja pegawai sehingga meningkatkan kinerja pegawai secara efektif dengan memberikan dukungan, pelatihan, bimbingan dan ganjaran yang diperlukan (Robbins, 2007). Penilaian kepemimpinan kepala puskesmas dapat dilihat pada perilakunya yang berkaitan dengan keteladanan, motivator, informasi dan komunikasi dan pengambilan keputusan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut. 1. Keteladanan Keteladanan adalah salah satu bentuk perilaku seorang pemimpin. Keteladanan diperlukan oleh pemimpin agar pegawainya patuh dan mentaati peraturan yang telah ditetapkan bersama (Adman, 2004). Seorang pemimpin dalam organisasi harus mampu memberikan teladan yang baik, sikap dan perilaku terpuji yang menjadi panutan bagi pegawainya. Pimpinan yang baik harus mampu menumbuhkan perasaan ikut serta dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya sehingga meningkatkan semangat kerja pegawai (Wijaya, 2007). 2. Motivator Salah satu bentuk perilaku seorang pemimpin yang lain adalah perilaku untuk memotivasi pegawai. Memotivasi pegawai baik secara langsung atau tidak

13 langsung akan membangkitkan potensi yang dimiliki sehingga pegawai tersebut memiliki usaha dalam mencapai tujuan pribadi dan organisasi secara efektif dan efisien (Adman, 2004). 3. Informasi dan komunikasi Perilaku kepemimpinan dalam hal ini dilakukan dengan melakukan monitoring, penyebarluasan informasi dan kemampuan menyampaikan informasi. Seorang pemimpin harus terus memantau lingkungan organisasinya termasuk pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai. Hal ini bertujuan agar pemimpin mampu mengumpulkan informasi penting yang berkaitan dengan pekerjaan pegawai. Informasi yang diperoleh pemimpin harus dimanfaatkan secara bersama dan didistribusikan pada pegawainya. Kemampuan menyampaikan informasi tersebut berkaitan dengan kemampuan komunikasi pemimpin kepada pegawainya (Hasanah et al., 2012). Kemampuan berkomunikasi merupakan wujud dari perilaku kepemimpinan yang akan terlihat pada penyampaian informasi yang jelas dan mudah dipahami oleh pegawainya (Adman, 2004). 4. Pengambilan keputusan Kemampuan untuk mengambil keputusan yang berkualitas juga merupakan salah satu bentuk perilaku pemimpin. Pengambilan keputusan merupakan penciptaan kejadian yang menyangkut suatu peristiwa dengan menentukan sebuah pilihan atau arah tindakan tertentu (Drumond, 1991). Visi dan misi organisasi dalam hubungannya dengan kepemimpinan dipandang sebagai inovasi dalam proses menjalankan tugas kepemimpinan. Visi dan misi

14 organisasi sangat penting peranannya dalam proses pengambilan keputusan bagi pemimpin termasuk juga dalam menentukan kebijakan dan penentuan strategi organisasi. Visi merupakan salah satu atribut kunci kepemimpinan dan juga menjadi pedoman bagi setiap anggota organisasi dalam beraktivitas (Adman, 2004). 1.2 Motivasi 1.2.1 Definisi Motivasi Motivasi awalnya merupakan bahasa latin yaitu movere yang mengandung arti mendorong. Jadi motivasi dapat didefinisikan sebagai kumpulan berbagai faktor yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik yang mendorong individu untuk melakukan suatu kegiatan tertentu (Winardi, 2011). Motivasi juga merupakan daya pendorong yang membuat seseorang lebih bersemangat untuk bekerja agar dapat bekerja sama, bekerja secara efektif dan terintegrasi yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan (Hasibuan, 2004). Selain itu ada juga yang menjelaskan bahwa motivasi terbentuk oleh sikap suatu pegawai di lingkungan kerja organisasinya. Hal ini mengandung arti bahwa motivasi adalah kondisi yang mendorong pegawai untuk mencapai tujuan organisasi (Mangkunegara, 2005). Pemberian motivasi kepada pegawai memiliki beberapa tujuan yaitu mendorong pegawai untuk bekerja lebih bersemangat, meningkatkan kepuasan kerja pegawai, meningkatkan kedisplinan pegawai, menciptakan kondisi dan hubungan kerja yang baik serta meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang dikerjakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian motivasi penting dilakukan

15 karena pemimpin memerlukan kerja sama yang baik dengan pegawainya dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2001). Selain itu pemberian motivasi diperlukan untuk mendorong dan mengarahkan kemampuan pegawai secara lebih baik dengan tetap memperhatikan batas-batas kemampuan manusia (Apramana, 2001). Manusia adalah unsur yang penting dalam organisasi oleh sebab itu perlu diperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan motivasi pegawai untuk menjaga keselarasan antara keinginan organisasi dengan keinginan pegawai sebagai pribadi. Adapun ciri-ciri pegawai yang memiliki motivasi yaitu bekerja sesuai dengan prosedur kerja, suka bekerja, merasa dirinya berharga, rajin bekerja, semangat dalam bekerja yang tinggi, sedikit mengeluh, tidak mudah untuk menyerah, mentaati perintah pimpinan dan jarang istirahat saat bekerja (Manulang, 2005). 1.2.2 Teori Kepuasan Motivasi Teori kepuasan motivasi berfokus pada hal-hal yang berasal dari dalam diri individu yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan dan berhenti untuk berperilaku. Adapun teori tersebut dijelaskan sebagai berikut (Firman et al., 2013). 1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Teori ini mengemukakan masing-masing kebutuhan memiliki kekuatan yang berbeda dalam memotivasi seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Hal ini berarti bahwa kebutuhan seseorang bersifat bertingkat dan berurutan. Urutan tersebut dari yang terkuat sampai yang terlemah dalam meotivasi seseorang yang terdiri dari:

16 1) Kebutuhan fisik yaitu rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan jasmani lainnya 2) Kebutuhan keamanan yaitu keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional 3) Kebutuhan sosial yakni kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik dan persahabatan 4) Kebutuhan penghargaan meliputi rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi serta faktor hormat eksternal yaitu status, pengakuan dan perhatian 5) Kebutuhan aktualisasi diri yaitu dorongan menjadi diri sendiri meliputi pertumbuhan, mencapai potensialnya dan pemenuhan diri Teori tingkatan kebutuhan maslow ini didasari oleh beberapa asumsi yaitu (Nawawi, 2003): 1) Kebutuhan yang lebih rendah adalah kebutuhan yang terkuat sehingga harus dipenuhi terlebih dahulu. Kebutuhan tersebut yaitu kebutuhan fisik. Hal ini berarti kebutuhan yang terkuat memotivasi seseorang untuk bekerja adalah mendapatkan penghasilan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiknya 2) Kekuatan kebutuhan dalam memotivasi tidak lama karena setelah terpenuhi akan melemah dalam memotivasi. Oleh karena itu usaha memotivasi pegawai perlu diulang-ulang apabila kekuatannya melemah dalam mendorong para pekerja melaksanakan tugasnya

17 3) Cara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang tinggi ternyata lebih banyak daripada memenuhi kebutuhan yang rendah contohnya memenuhi kebutuhan fisik. Satu satunya cara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisik adalah mendapatkan penghasilan. Namun kebutuhan aktualisasi diri perlu menggunakan banyak cara yang memerlukan kreativitas dan inisiatif pemimpin 2. Teori X dan Y Gregor Teori ini didasarkan bahwa pegawai secara jelas dapat dibedakan menjadi pegawai penganut teori X (teori tradisional) dan teori Y (teori demokratik). Teori X menyatakan beberapa hal mengenai kerja pegawai yaitu rata rata pegawai tidak suka bekerja dan malas, menghindari tanggung jawab, lebih suka dibimbing dan diperintah dalam melaksanakan tugasnya dan lebih memetingkan diri sendiri. Jenis motivasi yang diterapkan cenderung pada motivasi negatif. Teori Y menjelaskan beberapa hal mengenai kerja pegawai yaitu rata rata pegawai rajin, pegawai dapat mengemban tanggung jawab dan pegawai selalu berusaha mencapai tujuan organisasi. Menurut teori Y dalam memotivasi pegawai sebaiknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi pegawai, kerja sama dan keterikatan pada keputusan. Jenis motivasi yang dikemukakan oleh teori Y cenderung pada motivasi positif. 3. Teori Dua Faktor Herzberg Teori ini menjelaskan ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan kerja yaitu sebagai berikut (Nawawi, 2003). 1) Faktor Motivasi

18 Faktor yang dapat memotivasi yaitu faktor prestasi, pengakuan,/penghargaan, tanggung jawab, memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya promosi dan pekerjaan itu sendiri. Motivator ini termasuk kebutuhan tingkat tinggi dalam teori kebutuhan oleh Maslow 2) Faktor Higiene Kebutuhan kesehatan lingkungan kerja. Faktor ini umumnya bentuk upah atau gaji, hubungan antara pekerja, supervisi, kondisi kerja, kebijakan organisasi dan proses administrasi organisasi. Faktor ini berkaitan dengan kebutuhan tingkat rendah dalam teori kebutuhan oleh Maslow Implementasinya dalam organisasi, teori ini lebih menekankan pentingnya mewujudkan keseimbangan antara kedua faktor tersebut yaitu apabila salah satu faktor tidak terpenuhi dapat mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak efektif dan efisien. Teori ini membuat pihak manajemen mempunyai dua alternatif dalam memotivasi karyawan yaitu (Winardi, 2004): 1) Mengarahkan upaya ke arah pemuasan kebutuhan motivasional dengan mendesain pekerjaan yang memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut 2) Mengarahkan upaya ke arah pemuas kebutuhan yang bersifat ekstrinsik bagi pekerjaan itu sendiri 4. Teori Existence Relatedness Growth

19 Alderfer mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut antara lain sebagai berikut. 1) Existence atau eksistensi yang mencakup kebutuhan fisiologis seperti rasa lapar, haus, kebutuhan materi dan lingkungan kerja yang menyenangkan 2) Relatedness atau keterkaitan yakni menyangkut hubungan dengan orang penting bagi kita seperti keluarga, teman kerja dan pimpinan di tempat kerja 3) Growth atau pertumbuhan mencakup keinginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita. Alderfer menjelaskan bahwa apabila kebutuhan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat namun kategori kebutuhan yang lain masih penting dalam mengarahkan perilaku pegawai untuk mencapai tujuan. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan meskipun suatu kebutuhan telah terpenuhi. 5. Teori Tiga Motif Sosial Clelland Clelland menyatakan bahwa terdapat tiga motif utama manusia dalam bekerja yaitu (Robbins, 2003): 1) Kebutuhan berprestasi Dorongan untuk lebih unggul atau berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar dan menjadi sukses. Misalnya menyelesaikan pekerjaan yang menantang, memenangkan kompetisi dan dapat menyelesaikan masalah dengan baik

20 2) Kebutuhan akan kekuasaan Kebutuhan dalam membuat orang lain berperilaku tanpa paksaan misalnya kekuasaan untuk memerintah atau menentukkan kebijakan suatu organisasi 3) Kebutuhan berafiliasi Kebutuhan untuk menjalin hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab misalnya menjalin persahabatan atau pertemanan Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa teori ini menjelaskan manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain. Seseorang dianggap memiliki motivasi untuk berprestasi apabila memiliki keinginan untuk melakukan suatu pekerjaan yang berprestasi lebih baik dari prestasi orang lain. Implementasi teori motivasi ini sebagai berikut (Nawawi, 2003). 1) Para pekerja dapat mengemban tanggung jawab dalam bekerja karena kemampuan melaksanakannya merupakan prestasi yang bersangkutan 2) Para pekerja menyukai pekerjaan yang berisiko lunak (moderat). Pekerjaan yang berisiko tinggi dapat membuat kecewa karena apabila gagal berarti kurang berprestasi. Sebaliknya juga pegawai kurang menyukai pekerjaan yang berisiko rendah yang dapat dikategorikan kurang berprestasi baik berhasil maupun gagal dalam melaksanakannya

21 3) Pekerja yang berprestasi tinggi menyukai informasi umpan balik karena terdorong untuk memperbaiki dan meningkatkan kegiatannya dalam bekerja 4) Kelemahannya adalah pekerja yang berprestasi tinggi menyukai pekerjaan mandiri sehingga kurang positif sebagai manajer. Kemandirian tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan prestasinya yang lebih baik dari pekerja yang lain 1.2.3 Jenis Motivasi Motivasi pada umumnya dibedakan menjadi dua yakni motivasi positif dan motivasi negatif (Ranunpandojo & Hasan, 2002). Motivasi positif yaitu sesuatu yang mendorong orang lain untuk berperilaku sesuai dengan keinginan kita dengan cara memberikan uang, penghargaan dan lainnya sedangkan motivasi negatif adalah sesuatu yang mendorong orang lain untuk berperilaku sesuai keinginan kita melalui ketakutan misalnya dengan hukuman atau sanksi. Selain hal yang dijelaskan di atas, pembagian motivasi juga dibedakan menjadi dua yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Nawawi, 2003). Motivasi intrinsik merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk bekerja yang berasal dari dalam dirinya dalam bentuk kesadaran akan manfaat pekerjaan yang dilaksanakan. Motivasi ini berasal dari pekerjaan yang dilaksanakan oleh pegawai tersebut baik karena memenuhi kebutuhan, menyenangkan atau mencapai tujuan organisasi misalnya memperoleh kesempatan untuk aktualisasi diri. Motivasi ekstrinsik adalah hal yang mendorong seseorang untuk bekerja yang berasal dari luar dirinya dalam bentuk suatu kondisi yang mewajibkan pegawai melaksanakan

22 pekerjaannya dengan lebih baik misalnya karena gaji yang tinggi, memiliki kekuasaan besar, terhormat, pujian dan hukuman. 1.3 Konsep Reward dan Punishment dalam Organisasi Reward merupakan ganjaran, upah dan hadiah (Shadily et al., 2004). Reward juga merupakan sembarang peransang, situasi atau pernyataan lisan yang bisa menghasilkan kepuasan atau menambah kemungkinan suatu perbuatan (Chapilin, 2004). Jadi reward merupakan ganjaran atau imbalan yang dapat berupa ransangan untuk menghasilkan kepuasan dan memperkuat suatu perbuatan dengan memberikan suatu hal diantaranya promosi jabatan, pengembangan karir dan kompensasi sehingga pegawai dapat bekerja lebih baik (Jayanti, 2014). Reward memiliki banyak bentuk namun yang paling sederhana adalah pujian yang diberikan oleh seeorang atas hasil kerja yang dicapai. Reward umumnya digunakan untuk mengatur jam kerja pegawai dalam organisasi yang berarti reward akan membuat seorang pegawai bekerja tanpa adanya kendali dari pemimpin melainkan dapat berjalan sesuai dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab pegawai tersebut. Hal ini didukung oleh Gouillart dan Kelly bahwa reward yang diberikan merupakan konsekuesi atas hasil kerja yang dicapai dan dapat mengubah perilaku pegawai secara fundamental. Punishment merupakan hukuman yang diberikan karena adanya pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku. Punishment merupakan penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang sesudah terjadinya suatu pelanggaran, kejahatan atau kesalahan. Reward merupakan suatu hal yang positif sedangkan punishment merupakan suatu hal yang negatif namun apabila punishment

23 diberikan secara tepat dan bijaksana maka akan menjadi alat peransang pegawai dalam meningkatkan produktivitasnya. Secara umum punishment terdiri atas dua macam yaitu sebagai berikut (Indrakusuma, 2000). 1. Punishment preventif Punishment preventif adalah punishment yang diberikan dengan maksud untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Selain itu punishment preventif juga merupakan hukum yang bersifat pencegahan yang bertujuan menjaga agar hal-hal yang dapat menghambat proses kerja dapat dihindari. Punishment preventif dapat berupa tata tertib, perintah, laranagan, paksaan dan disiplin. 2. Punishment represif Punishment represif merupakan punishment yang dilakukan karean adanya pelanggaran. Jadi punishment ini dilakukan setelah terjadinya pelanggaran atau kesalahan. Hal-hal yang termasuk punishment represif adalah pemberitahuan, teguran, peringatan dan hukuman. 1.3.1 Kompensasi Kompensasi adalah salah satu bentuk reward yang diberikan oleh organisasi. Kompensasi diartikan sebagai balas jasa yang diberikan secara tetap kepada pegawai dan umumnya dalam bentuk uang (Nitisemito, 1996). Kompensasi merupakan seluruh pendapatan baik berbentuk uang maupun barang yang diterima oleh pegawai sebagai imbalan atas jasa yang dilakukan kepada organisasi (Hasibuan, 2006). Kompensasi juga merupakan bentuk penghargaan baik finansial maupun non finansial yang diberikan kepada pegawai dengan adil dan layak atas usahanya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama (Tulus, 1996). Secara umum

24 pemberian kompensasi bertujuan untuk penarikan yang efektif, kepuasan kerja, motivasi, menekan turn over pegawai dan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan (Notoatmodjo, 2003). 1.3.2 Kompensasi Finansial Kompensasi secara umum dibagi atas dua bagian yakni kompensasi dalam bentuk uang yang disebut kompensasi finansial dan kompensasi dalam bentuk bukan uang yang disebut kompenasi non finanisal (Mondy et al., 1995). Kompensasi dalam penelitian ini berkaitan dengan kompensasi finansial. Kompensasi finansial merupakan kompensasi dalam bentuk uang yang diberikan kepada pegawai dalam organisasi. Pada umumnya terdapat tiga bentuk komponen kompensasi finansial yang diberikan kepada pegawai dalam suatu organisasi meliputi gaji, tunjangan dan insentif. Namun di puskesmas terdapat empat bentuk kompensasi yang dijelaskan sebagai berikut. 1. Gaji Gaji sebagai komponen kompensasi yang menyangkut analisis gaji dimana pegawai yang dibayarkan secara sistematis atas usaha yang disumbangkan kepada organisasi. Tujuan pemberian gaji kepada pegawai yaitu sebagai bentuk imbalan yang adil dan layak diterima oleh pegawai. Terdapat banyak masalah terkait dengan fungsi balas jasa tersebut. Masalah tersebut meliputi tingkat, struktur dan penetapan gaji per individu, metode penetapan gaji tidak langsung, gaji pegawai lepas dan pengawasan gaji. Pemberian gaji yang efektif dilakukan dengan pemberian gaji tepat waktu terhadap pegawai (Simmamora, 1995). Selain terkait ketepatan waktu, kebijakan gaji juga perlu

25 kejelasan penghitungan dan sosialisasi kepada pegawai yang artinya organisasi harus mengkomunikasikan kepada pegawai dan perlunya transparansi (Armstrong, 1996). 2. Tunjangan Tujuan utama pemberian tunjangan kepada pegawai agar pegawai tersebut bekerja lebih lama dalam suatu organisasi (Flippo, 1994). Selain itu dijelaskan juga bahwa tunjangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Adapun pembagian tersebut adalah sebagai berikut. 1) Pembayaran terhadap waktu saat tidak bekerja yang meliputi pembayaran jam istirahat, pembayaran makan siang, pembayaran terhadap waktu cuti, hari libur dan waktu dalam memberikan suara seperti pemilu 2) Perlindungan terhadap bahaya misalnya penyakit, keadaan cedera, hutang, pengangguran, ketidakmampuan bekerja secara tetap, usia lanjut dan kematian 3) Pelayanan terhadap pegawai seperti perumahan, makanan dan rekreasi 4) Pembayaran yang dituntut oleh hukum seperti kompensasi pengangguran, asuransi dalam bekerja, asuransi usia lanjut 3. Insentif Insentif adalah penghargaan terhadap pegawai atas hasil kerjanya yang diberikan dalam bentuk uang dan cenderung tidak pasti dalam tiap bulan. Insentif umumnya diberikan kepada pegawai yang bekerja dengan tanggung jawab yang lebih besar dan berhasil dalam melaksanakan tugas tersebut

26 (Ass.ad, 2002). Tujuan pemberian insentif mencakup pemberian rangsangan agar pegawai bekerja secara maksimal untuk mencapai prestasi yang tinggi, mempertahankan pegawai yang berprestasi untuk tetap berada di suatu organisasi dan menumbuhkan semangat, motivasi dan kepuasan dalam bekerja serta meningkatkan status sosial pegawai tersebut (Nasution, 1994). 4. Jasa pelayanan Jasa pelayanan juga merupakan salah satu bentuk kompensasi finansial. Jasa pelayanan kesehatan terutama di puskesmas diberikan kepada tenaga kesehatan. Umumnya pembagian jasa pelayanan diatur secara internal oleh pihak puskesmas. Terdapat tiga jenis jasa pelayanan yang diberikan oleh puskesmas yaitu jasa pelayanan yang diperoleh dari dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), jasa pelayanan Jamkesda dan jasa pelayanan umum. Jasa pelayanan umum adalah jasa pelayanan yang berasal dari dana perseorangan di luar JKN dan Jamkesda. Sistem pembagian jasa pelayanan JKN diatur dalam Permenkes Nomor 19 tahun 2014 dan Permenkes Nomor 28 tahun 2014. Pembagian jasa pelayanan jamkesda diatur oleh peraturan masing masing daerah sedangkan jasa pelayanan umum diatur oleh pihak puskesmas. 1.4 Kepuasan Kerja 1.4.1 Definisi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan keadaan emosi positif yang berasal dari penilaian terhadap pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang (Luthans, 2006). Kepuasan kerja

27 juga merupakan cerminan dari pegawai terhadap pekerjaannya (Umar, 2005). Kepuasan kerja adalah sifat umum yang merupakan hasil beberapa sikap khusus terhadap faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu (Asa ad, 2001). Kepuasan kerja merupakan keadaan yang menyenangkan atau kurang menyenangkan dari sudut pandang pegawai terhadap pekerjaan yang dilakukan (Handoko, 2001). Kepuasan kerja merupakan sikap pegawai terhadap pekerjaan di dalam suatu organisasi. Pegawai yang merasa puas cenderung menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya tetapi pegawai yang merasa tidak puas akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya. Selain itu dijelaskan pula bahwa pegawai yang bekerja tidah hanya berfokus pada tugas yang menjadi tanggung jawabnya tetapi memerlukan hubungan sosial dengan teman kerja termasuk pimpinan, kepatuhan terhadap kebijakan dan peraturan yang berlaku dan memenuhi standar kinerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu pekerjaan itu sendiri, teman kerja, hubungan dengan pemimpin, promosi dan lingkungan kerja (Robbins, 2003). Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa hal namun secara umum yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kepuasan yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, pengakuan, kompensasi, hubungan dengan pemimpin dan kesempatan berprestasi. Hal tersebut secara keseluruhan menghasilkan perasaan puas dengan pekerjaan itu sendiri (Mathis & Jakson, 2001). 1.4.2 Efek Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja Kepuasan kerja dapat digunakan untuk meningkatkan semangat kerja. Ketidakpuasan kerja hanya akan memperburuk kinerja dan mengurangi produktivitas

28 tetapi juga berdampak negatif terhadap pegawai dan organisasi. Pegawai akan cenderung tidak mempunyai keinginan bertahan lama jika tidak dapat menikmati suasana lingkungan bekerja secara nyaman. Beberapa akibat perasaan tidak puas diekspresikan dalam dua bentuk perilaku yaitu perilaku negatif dan perilaku positif. Perilaku negatif muncul sebagai ekspresi perasaan kecewa sehingga mereka bekerja tanpa memperhatikan prosedur kerja, tidak disiplin dan tidak mengerjakan tugas dengan serius, keluar dari tempat kerja dan mencari pekerjaan lain. Perilaku positif diekspresikan melalui komunikasi dengan pimpinan terkait dengan kondisi kerja. Akibat ketidakpuasan kerja timbul reaksi dalam bentuk perilaku seperti tidak masuk kerja, berhenti bekerja, keluar dari tempat kerja dan lain-lain yang mengakibatkan kerugian bagi organisasi yaitu proses kerja yang terganggu dan juga pegawai yaitu kehilangan pekerjaan dan pendapatannya (Wijaya, 2012). Tiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda dan tergantung kesesuaian nilai pada individu tersebut. Semakin banyak hal-hal pada pekerjaan yang sesuai keinginan pegawai maka semakin tinggi juga tingkat kepuasan yang diperoleh. Efek kepuasan kerja pada pegawai adalah sebagai berikut (Robbins, 2008). 1. Kepuasan dengan kinerja Organisasi dengan pegawai yang lebih banyak puas cenderung lebih efektif dibandingkan organisasi dengan pegawai yang kurang puas. Hubungan kepuasan kerja pegawai dengan kinerja sangat erat hubungannya dengan penghargaan yang diberikan. Apabila penghargaan yang diberikan dirasa adil oleh pegawai maka akan menimbulkan kepuasan kerja sehingga mendorong

29 untuk bekerja lebih baik. Pegawai yang mampu bekerja lebih baik merupakan pegawai yang memiliki kinerja baik 2. Kepuasan dengan kemangkiran Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli serta pengalaman berbagai organisasi menunjukkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara kepuasan kerja dengan kemangkiran. Pegawai yang tingkat kepuasannya tinggi maka tingkat kemangkirannya semakin rendah demikian pula sebaliknya 3. Kepuasan dengan tingkat keluarnya pegawai Salah satu penyebab munculnya keinginan untuk pindah bekerja adalah tingkat kepuasan yang rendah di tempat kerja yang sekarang. Pegawai yang memiliki kepuasan kerja tinggi cenderung untuk bertahan pada organisasinya 4. Kepuasan dengan kepuasan pasien Pegawai yang puas akan mampu meningkatkan kepuasan pasien. Hal ini terjadi karena dalam organisasi jasa, kepuasan pelanggan terletak pada cara pegawai berhubungan dengan pasiennya dalam memberikan pelayanan. Pegawai yang puas akan menunjukkan kinerja yang baik seperti lebih ramah dan responsif terhadap pasiennya. Selain itu pegawai yang puas memiliki kemungkinan yang kecil untuk pindah sehingga pasien akan sering menjumpai pegawai yang akrab dan berpengalaman. Hal tersebut dapat membangun kepuasan pasien terhadap suatu organisasi. Selain itu semakin banyak aspek pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan pegawai maka semakin tinggi tingkat ketidakpuasan yang dirasakan. Bentuk ketidakpuasan tersebut antara lain (Robbins, 2008):

30 1. Keluar Perilaku yang ditunjukkan dengan meninggalkan organisasi meliputi pengunduran diri dan mencari posisi baru 2. Aspirasi Secara aktif berusaha untuk memperbaiki kondisi termasuk menyarankan adanya perbaikan, mendiskusikan masalah dengan pimpinan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja 3. Pengabaian Membiarkan terjadinya kondisi lebih buruk termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, usaha yang kurang dalam bekerja dan meningkatnya kesalahan 1.4.3 Dimensi Kepuasan Kerja Terdapat beberapa dimensi kepuasan kerja yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Luthans (2006) dimensi kepuasan kerja terdiri dari pekerjaan itu sendiri, promosi, gaji, pengawasan, kondisi kerja dan kelompok kerja. Menurut Asa ad (2001) terdapat 10 dimensi kepuasan kerja yaitu kesempatan untuk maju, keamanan kerja, manajemen, gaji, pengawasan, pekerjaan itu sendiri, kondisi kerja, rekan kerja, fasilitas dan komunikasi sedangkan menurut Hasibuan (2007) terdapat tujuh dimensi kepuasan kerja yaitu kompensasi, penempatan yang sesuai, beban kerja, suasana pekerjaan, kelengkapan alat, sikap pimpinan dan sifat pekerjaan. Menurut Robbins (2006) menjelaskan bahwa terdapat lima dimensi untuk mengukur kepuasan kerja yaitu pekerjaan yang menantang, kompensasi yang sesuai, rekan kerja, kondisi kerja

31 dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Menurut Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa ada dua dimensi untuk mengukur kepuasan kerja yaitu: 1. Faktor pada diri karyawan yaitu IQ, jenis kelamin, kecakapan khusus, umur, kondisi fisik, pendidikan, kepribadian, pengalaman kerja, masa kerja, emosi, sikap kerja, cara berpikir dan persepsi 2. Faktor pekerjaan itu sendiri yaitu jenis pekerjaan, kualitas pengawasan, struktur organisasi, pangkat, kedudukan, jaminan keuangan, kesempatan promosi, hubungan sosial dan hubungan kerja Menurut Frederick Herzberg bahwa terdapat tujuh faktor dimensi kepuasan kerja pegawai yakni kondisi kerja, pengawasan, kompensasi, pengakuan, kesempatan berprestasi, tanggung jawab dan pekerjaan yang lebih menantang (Tirtayana, 2005). Selain itu ada yang menyebutkan dimensi kepuasan kerja terdiri dari kompentensi, kerja sama, pengembangan karier, remunerasi dan lingkungan kerja (Wijaya, 2012). Berdasarkan penjelasan para ahli di atas terdapat keberagaman dalam menentukkan dimensi kepuasan kerja. Penelitian ini menggunakan dimensi kepuasan kerja sebagai berikut. 1. Kompetensi Kompetensi diartikan sebagai karakteristik yang mendasar dan berkaitan dengan efektivitas kinerja pegawai suatu organisasi. Kompetensi merupakan sesuatu yang digunakan untuk memperkirakan tingkat kinerja. Kompetensi memiliki lima karakteristik dasar yaitu motif, pembawaan, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan (Wijaya, 2012). Pengukuran kompentesi dalam penelitian ini melalui tiga hal yaitu pengetahuan, tanggung jawab dan

32 kesesuaian pekerjaan. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang sesuai dengan kemampuannya. Tanggung jawab adalah delegasi wewenang yang memungkinkan pegawai mampu mengawasi dirinya sendiri dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan (Budiwati, 2001). Kesesuaian pekerjaan berkaitan dengan kesesuaian pekerjaan yang dikerjakan dengan latar belakang pendidikan, minat dan kemampuan. 2. Kerja sama Kerja sama adalah hubungan sekelompok pegawai yang saling mendukung dan memiliki tujuan yang sama. Setiap pegawai puskesmas dalam pelaksanaan tugasnya selalu terhubung antara satu sama lain. Hubungan tersebut dapat terjadi antara sesama rekan kerja dan juga dengan pimpinan. Hubungan sesama antar pegawai perlu dijaga agar bisa saling menghormati dan menghargai serta bekerja bersama sama yang harus ditumbuhkan agar suasana kerja bisa berkembang harmonis. Komunikasi yang baik antar pegawai dan juga dengan pimpinan perlu ditumbuhkan sesuai aturan organisasi. kondisi ini tentu akan menumbuhkan kepuasan kerja pegawai sehingga lebih giat dalam melaksanakan pekerjaannya. Kerja sama dapat diukur melalui indikator pengawasan oleh pimpinan, komunikasi dengan rekan kerja dan koordinasi dalam melaksanakan pekerjaan (Wijaya, 2012). 3. Kesempatan berprestasi Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai pegawai sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi (Hariandja, 2002). Setiap pencapaian prestasi kerja pegawai akan dapat memberikan umpan balik

33 kepada pegawai tersebut sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi termasuk untuk kepentingan pegawai seperti promosi, kenaikan gaji, melanjutkan pendidikan dan mengikuti pelatihan. Penilaian prestasi kerja pegawai harus dilakukan secara objektif yaitu pelaksanaan penilaian harus berdasarkan keberhasilan pekerjaan yang dilakukan (Tirtayana, 2005). 4. Pekerjaan yang lebih menantang Organisasi memiliki suatu pekerjaan di dalamnya dan setiap pekerjaan memiliki desain pekerjaan masing-masing. Desain pekerjaan berkaitan dengan kegiatan kerja pegawai secara organisasional. Tujuan desain pekerjaan tersebut adalah mengatur tugas kerja yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dilihat dari sisi manajemen personalia, desain pekerjaan akan mempengaruhi kualitas kerja pegawai. Kondisi ini akan tercermin pada kepuasan kerja pegawainya (Tirtayana, 2005). Seorang pegawai harus jelas mengetahui otonomi tugasnya, identitas tugas dan umpan balik dari pekerjaan tersebut sehingga mencapai kepuasan kerja. Adanya otonomi tugas diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan motivasi kerja disamping dapat memberikan proses pembelajaran bagi pegawai sebagai bagian yang penting dalam usaha pengembangan pegawai (Hariandja, 2002). 5. Kondisi kerja Kondisi kerja merupakan kondisi lingkungan sekitar seorang pegawai dalam suatu organisasi. Lingkungan di tempat kerja terdiri atas lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan fisik mencakup ruangan pegawai tersebut bekerja,

34 penerangan ruangan, suhu ruangan, gangguan suara dalam ruangan, warna ruangan dan peralatan kerja sedangkan lingkungan sosial mencakup hubungan dengan pemimpin, hubungan dengan teman kerja dan keadaan emosi saat bekerja. Melihat adanya korelasi fisik terhadap mental maka sebagai seorang pemimpin organisasi harus mampu mengelola tempat kerja sedemikian rupa sehingga pegawai tetap dapat tersenyum dari awal kerja sampai pulang kerja. Kebahagiaan pegawai tersebut memberikan kita tanda bahwa mereka bergairah dan bersemangat dalam bekerja. Hal ini tentu memberikan kepuasan dalam bekerja dan akhirnya mampu meningkatkan produktivitas mereka (Tohardi, 2002). 1.5 Hasil Penelitian Relevan Kepuasan kerja pegawai perlu mendapatkan perhatian karena kepuasan kerja berpengaruh terhadap perilaku pegawai dalam bekerja di suatu organisasi. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kepuasan kerja pegawai dipengaruhi beberapa faktor yaitu kepemimpinan, motivasi, dan kompensasi. Adapun gambaran hasil penelitian sebelumnya dijelaskan di bawah ini. 1.5.1 Hubungan Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Hasil penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas menunjukkan bahwa kepemimpinan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas. Penelitian oleh Hilatunnisa pada Tahun 2009 di Tiga Puskesmas Perawatan Kabupaten Tangerang menunjukkan hanya variabel kepemimpinan yang mempunyai hubungan

35 yang signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di tiga puskesmas perawatan (p=0,001). Beberapa penelitian mengenai hubungan kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas juga pernah dilakukan di Malang. Penelitian yang dilakukan oleh Wibisono pada Tahun 2011 di Puskesmas Turen Malang menunjukkan faktor perilaku pimpinan, motivasi, arus komunikasi dan praktik pengambilan keputusan secara bersama sama berhubungan terhadap kepuasan kerja pegawai (R 2 =0,342 dan nilai p=0,794). Selain itu secara parsial, faktor faktor tersebut meliputi perilaku pimpinan, motivasi, arus komunikasi dan praktik pengambilan keputusan berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai (perilaku pimpinan p=0,075; motivasi p=0,076; arus komunikasi p=0,069; pengambilan keputusan p=0,084). Penelitian yang dilakukan oleh Sudarsono pada tahun 2010 di Puskesmas Kecamatan Sumbermanjing Wetan Malang menunjukkan ada hubungan antara karakteristik organisasi (perilaku pimpinan dan lingkungan kerja) dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas (p=0,012). Penelitian ini juga menjelaskan bahwa karakteristik organisasi adalah variabel yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kepuasan pegawai (r 2 =0,133225 atau r 2 =13,3%). Penelitian mengenai hubungan kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas juga pernah dilakukan di Provinsi Bali khususnya Kota Denpasar. Penelitian tersebut dilakukan oleh Djestawana pada Tahun 2012 di 10 puskesmas Kota Denpasar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas. Hasil penelitian ini juga

36 menjelaskan bahwa faktor yang paling dominan dalam menentukkan kepemimpinan adalah perilaku pemimpin. 1.5.2 Hubungan Motivasi dengan Kepuasan Kerja Hasil penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan motivasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas menunjukkan bahwa motivasi memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas. Beberapa penelitian mengenai hubungan motivasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas pernah dilakukan di Provinsi DIY dan DKI Jakarta. Penelitian di Puskesmas Depok I Kabupaten Sleman Provinsi DIY yang dilakukan oleh Gagu Tahun 2008 mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara karakteristik individu (umur p=0,304; tingkat pendidikan p=0,667; masa kerja p=0,632; status kepegawaian p=0,795; jabatan p=0,507) dengan kepuasan kerja. Hasil uji regresi berganda menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara motivasi intrinsik (β=0,185 dengan p=0,113) dan ekstrinsik (β=0,186 dengan p=0,072) terhadap kepuasan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Taufik pada Tahun 2003 di Puskesmas Swadana Tebet di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan ada hubungan antara motivasi dengan kepuasan kerja (r=0,686 dengan p=0,000). 1.5.3 Hubungan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Hasil penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas menunjukkan bahwa kompensasi memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas. Beberapa penelitian mengenai hubungan kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas pernah dilakukan di Provinsi DIY dan DKI Jakarta. Penelitian di Puskesmas Depok I

37 Kabupaten Sleman Provinsi DIY yang dilakukan oleh Gagu Tahun 2008 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan bermakna antara kompensasi (β=0,661 dengan p=0,000) dengan kepuasan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Taufik pada Tahun 2003 di Puskesmas Swadana Tebet di Provinsi DKI Jakarta juga menunjukkan ada hubungan bermakna antara kompensasi dengan kepuasan kerja (r=0,492 dengan p=0,000). Penelitian di Provinsi Bali khususnya di Kabupaten Karangasem hanya meneliti mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas. Penelitian tersebut dilakukan oleh Tirtayana pada Tahun 2005 di Puskesmas Kabupaten Karangasem dengan sampel yang digunakan sebanyak 125 pegawai puskesmas. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa kompensasi merupakan faktor yang paling berkontribusi terhadap kepuasan pegawai dengan persentase varian sebesar 15,32%.