LAPORAN BIDANG EKONOMI KOMISI III: KETAHANAN ENERGI

dokumen-dokumen yang mirip
MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin)

LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN. Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu. Jaminan pasokan energi

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

Oleh Asclepias R. S. Indriyanto Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. Disampaikan pada Forum Diskusi Sore Hari LPEM UI 5 Agustus 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017

Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025

Materi Paparan Menteri ESDM

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

Kebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

TINJAUAN KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN BATUBARA NASIONAL (KBN) Oleh: Jeffrey Mulyono Ketua Umum APBI-ICMA

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Membangun Kedaulatan Energi Nasional

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

PROGRAM MW DALAM RUPTL PERKUAT SISTEM KELISTRIKAN NASIONAL. Pandu Satria Jati B S.IP

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

PENDAHULUAN Latar Belakang

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

PROGRAM KERJA TAHUN DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TIMUR

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No.

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA KEDAULATAN ENERGI

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

SUMMARY REPORT SEMINAR TATA NIAGA GAS BUMI DAN BBM Forum Energizing Indonesia (FEI) Jakarta, 22 November 2017

MENGELOLA SUBSIDI ENERGI, MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC WAKIL SEKJEN DPP PARTAI GOLKAR BID. ESDA

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo

Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN

National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Oktober Percepatan Pembangunan Infrastruktur

PERCEPAT PROYEK MW, PEMERINTAH LAKUKAN BERBAGAI CARA

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

National Summit 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved

Untuk mewujudkan kesejahteraan

REPUBLIK INDONESIA SEKTOR KETENAGALISTRIKAN

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

Informasi Wajib Tersedia Setiap Saat Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENCAPAIAN TAHUN 2015

PERTEMUAN MULTILATERAL I PENYUSUNAN RKP 2017 KEDAULATAN ENERGI

Transkripsi:

LAPORAN BIDANG EKONOMI KOMISI III: KETAHANAN ENERGI PADA ACARA NATIONAL SUMMIT TANGGAL 29 OKTOBER 2009 PASIFIC PLACE, RITZ CARLTON

PENGANTAR Sebagaimana kita ketahui, peran sektor ESDM cukup penting dalam pembangunan nasional utamanya dalam mendukung perekonomian nasional baik melalui sisi fiskal, moneter maupun sektor riil. Dalam rangka pengembangan sektor ESDM tersebut, diperlukan adanya dukungan dari semua pihak baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat. Pada acara National Summit ini, yang akan mempertemukan semua stakeholder, diharapkan mampu memformulasikan usulan-usulan strategis yang dapat mendorong dan mempercepat pengembangan di sektor ESDM. Berbagai sumber daya energi yang kita miliki saat ini harus dapat dikembangkan untuk mendukung perekonomian nasional dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Walaupun situasi dan kondisi saat ini cukup kondusif, namun investasi untuk pengembangan sektor ESDM dirasakan belum sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu, diperlukan suatu upaya terobosan dalam rangka mengatasi hambatan yang ada. Beberapa kendala yang sering dihadapi dalam pengembangan sektor ESDM antara lain adanya tumpang tindih lahan dengan sektor kehutanan, ketidak harmonisan berbagai kebijakan dan peraturan, ketatnya standar lingkungan serta harga energi yang belum mencerminkan nilai keekonomiannya. Oleh karena itu merupakan tanggung jawab kita semua untuk menyelesaikan kendala-kendala tersebut. JALANNYA PERSIDANGAN Sidang Komisi dihadiri oleh 3 orang Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas, dan Menteri Negara BUMN serta sekitar 200 peserta. Pemicu Diskusi 1, Pri Agung Rakhmanto menyampaikan antara lain : Harus ada perubahan nyata dalam hal perlakuan sumber daya energi, tidak hanya sebagai komoditas yang bisa dijual atau menghasilkan devisa namun lebih sebagai sumber energi dan bahan baku dalam negeri. 2

Dalam kaitan untuk mendapatkan jaminan pasokan energi, bagaimana upaya pemerintah dalam hal penyediaan batubara dan BBN sesuai mandatory yang ketersediaannya relatif cukup besar. Di samping itu, bagaimana rencana pemerintah untuk mengurangi pemakaian BBM terutama di Sumatera dan Jawa yang porsinya cukup besar dengan mendorong pemanfaatan gas untuk industri, transportasi serta pembangkit listrik. Dalam hal kekurangan pasokan listrik yang dirasakan diberbagai wilayah, apa rencana pemerintah dalam pengembangan proyek-proyek pembangkit tenaga listrik. Diperlukan adanya percepatan penerapan DMO dengan pendekatan regulasi dan ekonomi untuk pengalokasian dan penyerapan produksi energi domestik. Politisasi harga yang ada saat ini perlu di review kembali, seperti harga listrik yang tidak naik sejak 2003. Hal tersebut dapat menggangu peningkatan pembangunan investasi infrastruktur ketenagalistrikan sehingga saat ini di beberapa daerah masih terjadi pemadaman. Selain itu rasionalisasi harga TDL dengan merevisi Perpres 104/2003 merupakan salah satu opsi untuk menjaga kelangsungan usaha PT PLN dalam rangka peningkatan aktivitas pembangungan ketenagalistrikan. Investasi tidak dapat berlajan dengan sendiri baik besarannya maupun arahnya. Mestinya harus ada keberpihakan dari pemerintah agar ada investasi untuk domestik mendapat keberpihakan. Upaya menarik investasi tidak hanya fokus pada peraturaran yang cederung memperkeruh birokrasi. Investasi yang perlu diprioritaskan yaitu infrastruktur. Dalam hal ini Pemerintah harus menjadi inisiator tidak hanya sebagai fasilitator, dan dalam pelaksanaanya perlu ada anggaran non- APBN. Subsidi BBN pada APBN 2010 merupakan contoh intervensi pemerintah dalam mendorong pengembangan renewable energy. Jadi jika mekanisme pasar tidak bekerja, maka pemerintah diharapkan melakukan intervensi tersebut. Contoh lain misalnya Program 10.000 MW. Investasi untuk renewable energy, perlu adanya mapping terlebih dahulu dari pemerintah, sehingga dapat menjadi pegangan bagi investor. 3

Pemicu Diskusi 2, Ali Herman Ibrahim menyampaikan antara lain : Kebutuhan minyak bumi dalam negeri lebih besar dari produksinya sehingga terdapat sekitar 450 ribu BPD defisit yang harus diimport. Namun sebaliknya, gas dan batubara memiliki supply/potensi yang cukup. Sehingga sudah saatnya dilakukan shifting pasokan energi dari minyak bumi ke gas dan batubara. Jaminan pasokan energi juga dipengaruhi oleh kebijakan harga. Terkait dengan menjamin pasokan batubara, maka perlu dilakukan: Menerbitkan PP dan Permen ESDM tentang pasokan batubara dalam negeri (DMO) Menerbitkan Perpres tentang proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW tahap II Menyusun Masterplan infrastruktur gas (telah diterbitkan Neraca Gas Indonesia 2009-2020) Permen ESDM tentang penetapan alokasi gas Harmonisasi kebijakan korporat PT PLN dan PT PGN oleh Meneg BUMN untuk pemanfaatan gas Sumsel-Jambi Diversifikasi energi sudah mendesak sehingga perlu ditingkatkan pemanfaatan BBN sesuai dengan mandatory. Pengembangan proyek-proyek pembangkit tenaga listrik untuk mengejar kekurangan pasokan listrik. Pemanfaatan gas sebagai bahan bakar utama untuk industri dan transportasi, khusus untuk pembangkit listrik di Jawa dan Sumatera dapat mengurangi pemakaian BBM sebesar 8 juta ton. Proyek 10.000 MW tahap I merupakan program quick wins dan dapat dimasukkan menjadi program 100 hari KIB-II. Menyelesaikan permasalahan tumpang tindih peraturan perundangundangan antara UU Pertambangan (UU No. 4/2009), UU Kehutanan (UU No. 41/1999), UU Tata Ruang (UU No. 26/2007), dan Lingkungan Hidup (UU No. 32/2009) yang berpotensi menghambat investasi pertambangan dengan mengeluarkan Perpu atau melakukan amandemen. Menerbitkan PP dan Permen ESDM sebagai pelaksanaan dari UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Minerba. 4

Secara garis besar bahwa isu-isu pokok yang berkembang berkaitan dengan jaminan pasokan energi, sistem harga yang kompetitif, investasi dan kemandirian pengelolaan energi, serta renewable energy. Dari kedua pembicara tersebut di atas dapat disimpulkan: 1. Jaminan pasokan energi Perlunya perubahan paradigma dalam hal perlakuan terhadap pengelolaan sumber daya energi, yaitu tidak hanya sebagai komoditas yang bisa dijual atau menghasilkan devisa namun lebih sebagai sumber energi dan bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri. Dalam kaitan untuk mendapatkan jaminan pasokan energi, bagaimana upaya pemerintah dalam hal penyediaan batubara dan BBN sesuai mandatory yang ketersediaannya relatif cukup besar. Di samping itu, bagaimana rencana pemerintah untuk mengurangi pemakaian BBM terutama di Sumatera dan Jawa yang porsinya cukup besar dengan mendorong pemanfaatan gas untuk industri, transportasi serta pembangkit listrik. Dalam hal kekurangan pasokan listrik yang dirasakan diberbagai wilayah, apa rencana pemerintah dalam pengembangan proyekproyek pembangkit tenaga listrik. Untuk itu, diperlukan adanya percepatan penerapan DMO dengan pendekatan regulasi dan ekonomi untuk pengalokasian dan penyerapan produksi energi domestik. 2. Sistem harga yang kompetitif Harga energi sangat mempengaruhi pengembangan berbagai jenis energi. Pemberian subsidi harga energi saat ini (BBM dan listrik) telah menghambat berkembangnya energi alternatif. Apa langkah-langkah kedepan yang dilakukan pemerintah dalam menyikapi subsidi energi dengan tidak mengesampingkan kebutuhan masyarakat ekonomi lemah. Namun demikian, dalam penerapan subsidi tersebut perlu adanya pembenahan data terkait dengan penerima subsidi, sehingga nantinya subsidi diharapkan tepat sasaran. Dan juga, politisasi terhadap harga energi semestinya tidak dilakukan. 5

3. Investasi dan kemandirian pengelolaan energi Pengembangan energi dalam rangka mewujudkan kemandirian pengelolaan energi memerlukan investasi dalam jumlah yang sangat besar. Kata kunci dalam melakukan investasi adalah adanya suatu kepastian hukum dalam melakukan usaha. Namun perlu disadari, banyak peraturan antara satu sektor dengan sektor lain yang tidak selaras, untuk itu diperlukan upaya-upaya pemerintah yang akan segera dilakukan dalam rangka mempercepat penyelesaian hambatan yang terkait dengan investasi di sektor pertambangan, ketenagalistrikan, migas, dll. Dalam hal pengembangan gas dari daerah remote dan frontier, kebijakan harga gas yang kompetitif juga diperlukan disamping kebijakan fiskal. Diharapkan pemerintah dapat segera menyelesaikan peraturan pelaksanaan dari UU di sektor ESDM seperti UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Minerba dan UU No. 30/2009 tentang Ketenagalistrikan serta memberikan kepastian hukum bagi KKS migas yang sedang berjalan. Perlu langkah konkrit dari Pemerintah di bidang ketenagalistrikan karena banyak permasalahan antara lain ada sekitar 50 IPP yang terkendala karena PPA-nya dengan PLN belum dapat direnegosiasi. Kontrak IPP dianggap sangat sakral sehingga tidak bisa dilakukan perubahan kontrak, padahal kontrak tersebut dapat dirubah selama disepakati oleh kedua belah pihak. Bagi IPP yang sudah berjalan, kemudahan juga perlu diberikan untuk melakukan ekspansi. Perlu disadari juga bahwa pilar kemandirian energi antara lain meliputi jaminan pasokan dan infrastruktur pasokannya. Pada saat ini peranan minyak bumi masih cukup dominan padahal di sisi yang lain produksinya terus menurun. Sehingga perlu langkah-langkah yang harus segera dilakukan dalam upaya mencapai kemandirian energi. Pemerintah sering menawarkan proyek-proyek baru, padahal di sisi lain banyak proyek-proyek yang sudah disetujui belum direalisasikan secara optimal. Untuk itu, pemerintah perlu mendorong dan mencarikan solusi bagi proyek-proyek yang belum jalan tersebut. 6

4. Renewable energy Saat ini renewable energy masih merupakan energi yang mahal jika dibandingkan dengan energi yang bersumber dari fosil. Dalam upaya melakukan de-bottlenecking pada pengembangan renewable energy dalam hal ini termasuk geothermal, apa terobosan-terobosan pemerintah yang akan dilakukan baik dari sisi fiskal maupun kelembagaan sehingga renewable energy dapat segera mensubtitusikan energi fosil khususnya BBM. Dalam hal panas bumi, rencana pengembangan seperti yang tertuang dalam Proyek 10.000 MW tahap II sebesar 4.700 MW pada tahun 2014, memerlukan adanya sovereign guarantee guna mendapatkan pendanaan dari bank Yang tidak kalah penting dalam pengembangan renewable energy adalah harus ada pemetaan yang jelas dan spesifik mengenai lokasi-lokasi pembangkit listrik renewable energy, sehingga nantinya bisa selaras dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). Untuk itu, diperlukan intervensi pemerintah dalam ikut mengembangkan renewable energy melalui pengalokasian anggaran dalam APBN. Disamping itu, berbagai insentif fiskal juga perlu disediakan oleh pemerintah untuk mendorong pengembangan renewable energy. Dalam upaya untuk lebih mendorong pengembangan renewable energy, partisipasi Pemerintah Daerah perlu ditingkatkan. Dan juga, Pemerintah perlu mengambil peran dalam penanggulangan berbagai hambatan non tariff barrier dari UE untuk pengembangan Biofuel, antara lain: REACH (Registration, evaluation, authorization, restriction of chemicals) dan RED (Renewable energy directive), sedangkan non tariff barrier dari US antara lain: Indirect land use change dan Cap and Trade Regulation. HARAPAN DAN MASUKAN Peserta diskusi menganggap perlunya memperlakukan pengusaha sebagai mitra Pemerintah dalam pengelolaan energi, dan mengusulkan adanya kemitraan yang erat antara 3 tiga pilar pelaku Sub-Sektor Energi yaitu Pemerintah, Pelaku Usaha, dan Akademisi, atau yang lebih dikenal sebagai A- B-G (Academicians, Business, and Government). 7

Secara garis besar isu-isu pokok dapat diklasifikasikan ke dalam empat isu, yaitu jaminan pasokan energi, sistem harga yang kompetitif, investasi dan kemandirian pengelolaan energi dan renewable energy. Untuk menjawab isu pokok tersebut di atas telah diusulkan langkah-langkah nyata yang perlu diambil dalam 100 hari, 1 tahun, dan 5 tahun sebagai berikut (Matriks terlampir): I. Isu pokok : jaminan pasokan energi dalam negeri Dalam 100 hari : Menerbitkan PP dan Permen ESDM tentang pasokan batubara dalam negeri (DMO) Menerbitkan Perpres tentang proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW tahap II. Dalam 1 satu tahun : Menyusun Masterplan infrastruktur gas (telah diterbitkan Neraca Gas Indonesia 2009-2020) Permen ESDM tentang penetapan alokasi gas Dalam 5 tahun : Menambah kapasitas kilang dan membangun kilang baru Membangun LNG Receiving Terminal II. Isu pokok : sistem harga energi yang kompetitif Dalam 100 hari : Merevisi Perpres No. 104 Tahun 2003 tentang TDL PLN Menerbitkan PP dan Permen ESDM tentang harga patokan batubara Dalam 1 tahun : Menyusun Roadmap rasionalisasi subsidi BBM Menyusun Roadmap rasionalisasi subsidi listrik III. Isu pokok : Invetasi dan kemandirian pengelolaan energi Dalam 100 hari : DESDM membantu penyelesaian permasalahan di tingkat korporat PT PLN bersama dengan Meneg BUMN dan BPKP 8

Memberikan insentif untuk pembangunan refinery baru (sudah disampaikan kepada Menkeu) Dalam 1 tahun : Menyelesaikan permasalahan tumpang tindih peraturan perundang-undangan antara UU Pertambangan (UU No. 4/2009), UU Kehutanan (UU No. 41/2009), UU Tata Ruang (UU No. 26/2007), dan Lingkungan Hidup (UU No. 32/2009) yang berpotensi menghambat investasi pertambangan dengan mengeluarkan Perpu atau melakukan amandemen Menerbitkan PP untuk UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan Memberikan insentif khusus (fiskal) untuk pelaksanaan optimalisasi produksi (target selesai akhir Juli 2010) Menerbitkan pedoman implementasi Permen ESDM Nomor 1 dan 3 tahun 2008 Memberikan insentif khusus (fiskal) untuk pelaksanaan optimalisasi produksi Mengurangi tumpang tindih audit oleh berbagai lembaga Pemerintah Menyelesaikan permasalah dengan sektor-sektor lain diantaranya lingkungan hidup, kehutanan dan perhubungan IV. Isu pokok : Renewable Energy Dalam 100 hari : Membentuk Tim Pengawas Pelaksanaan Kewajiban Pemanfaatan BBN Mempersiapkan kelembagaan Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan di DESDM Dalam 1 tahun : Menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Insentif pemanfaatan renewable energy berupa keringanan pajak Melimpahkan kewenangan perijinan kepada Pemda Menerbitkan Perpres untuk penurunan pajak 5% dalam jangka waktu 15 tahun untuk PLTP Membentuk Tim Koordinasi interdep pengembangan biofuel untuk penyelesaian permasalahan antar sektor Revisi Perpres No. 55 tahun 2005 tentang Harga Jual BBM 9

Meningkatkan koordinasi antar departemen (KLH, Depperin, Deptan, DESDM, Deplu, Depkeu, Depdag) untuk menghadapi aturan-aturan tersebut Meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan WTO penyelesaian permasalahan antar sektor Jakarta, 29 Oktober 2009 Fasilitator Pelapor 1 Pelapor 2 Luluk Sumiarso Herman Afiff Kusumo FX. Sutijastoto 10

LAMPIRAN DAFTAR MASUKAN 1. Pri Agung Rakhmanto: Harus ada perubahan nyata dalam hal perlakuan sumber daya energi, tidak hanya sebagai komoditas yang bisa dijual atau menghasilkan devisa namun lebih sebagai sumber energi dan bahan baku dalam negeri. Dalam kaitan untuk mendapatkan jaminan pasokan energi, bagaimana upaya pemerintah dalam hal penyediaan batubara dan BBN sesuai mandatory yang ketersediaannya relatif cukup besar. Di samping itu, bagaimana rencana pemerintah untuk mengurangi pemakaian BBM terutama di Sumatera dan Jawa yang porsinya cukup besar dengan mendorong pemanfaatan gas untuk industri, transportasi serta pembangkit listrik. Dalam hal kekurangan pasokan listrik yang dirasakan diberbagai wilayah, apa rencana pemerintah dalam pengembangan proyekproyek pembangkit tenaga listrik. Diperlukan adanya percepatan penerapan DMO dengan pendekatan regulasi dan ekonomi untuk pengalokasian dan penyerapan produksi energi domestik. Politisasi harga yang ada saat ini perlu direview kembali, seperti harga listrik yang tidak naik sejak 2003. Hal tersebut dapat menggangu peningkatan pembangunan investasi infrastruktur ketenagalistrikan sehingga saat ini di beberapa daerah masih terjadi pemadaman. Selain itu rasionalisasi harga TDL dengan merevisi Perpres No. 104/2003 merupakan salah satu opsi untuk menjaga kelangsungan usaha PT PLN dalam rangka peningkatan aktivitas pembangungan ketenagalistrikan. Investasi tidak dapat berlajan dengan sendiri baik besarannya maupun arahnya. Mestinya harus ada keberpihakan dari 11

Upaya menarik investasi tidak hanya fokus pada peraturaran yang cederung memperkeruh birokrasi. Investasi yang perlu diprioritaskan yaitu infrastruktur. Dalam hal ini Pemerintah harus menjadi inisiator tidak hanya sebagai fasilitator, dan dalam pelaksanaanya perlu ada anggaran non- APBN. Subsidi BBN pada APBN 2010 merupakan contoh intervensi pemerintah dalam mendorong pengembangan renewable energy. Jadi jika mekanisme pasar tidak bekerja, maka pemerintah diharapkan melakukan intervensi tersebut. Contoh lain misalnya Program 10.000 MW. Investasi untuk renewable energy, perlu adanya mapping terlebih dahulu dari pemerintah, sehingga dapat menjadi pegangan bagi investor. 2. Ali Herman Ibrahim: Kebutuhan minyak bumi dalam negeri lebih besar dari produksinya sehingga terdapat sekitar 450 ribu BPD defisit yang harus diimport. Namun sebaliknya, gas dan batubara memiliki supply/potensi yang cukup. Sehingga sudah saatnya dilakukan shifting pasokan energi dari minyak bumi ke gas dan batubara. Jaminan pasokan energi juga dipengaruhi oleh kebijakan harga. Terkait dengan menjamin pasokan batubara, maka perlu dilakukan: Menerbitkan PP dan Permen ESDM tentang pasokan batubara dalam negeri (DMO) Menerbitkan Perpres tentang proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW tahap II Menyusun Masterplan infrastruktur gas (telah diterbitkan Neraca Gas Indonesia 2009-2020) Permen ESDM tentang penetapan alokasi gas Harmonisasi kebijakan korporat PT PLN dan PT PGN oleh Meneg BUMN untuk pemanfaatan gas Sumsel-Jambi Diversifikasi energi sudah mendesak sehingga perlu ditingkatkan pemanfaatan BBN sesuai dengan mandatory. 12

Pengembangan proyek-proyek pembangkit tenaga listrik untuk mengejar kekurangan pasokan listrik. Pemanfaatan gas sebagai bahan bakar utama untuk industri dan transportasi, khusus untuk pembangkit listrik di Jawa dan Sumatera dapat mengurangi pemakaian BBM sebesar 8 juta ton. Proyek 10.000 MW tahap I merupakan program quick wins dan dapat dimasukkan menjadi program 100 hari KIB-II. Menyelesaikan permasalahan tumpang tindih peraturan perundang-undangan antara UU Pertambangan (UU No. 4/2009), UU Kehutanan (UU No. 41/1999), UU Tata Ruang (UU No. 26/2007), dan Lingkungan Hidup (UU No. 32/2009) yang berpotensi menghambat investasi pertambangan dengan mengeluarkan Perpu atau melakukan amandemen. Menerbitkan PP dan Permen ESDM sebagai pelaksanaan dari UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Minerba. 3. Bakti Loedin: Program 10.000 MW tahap II perlu Perpres seperti 10.000 tahap I TDL (Perpres 104/2003) perlu direvisi dalam rangka menyehatkan keuangan PT. PLN, sejak tahun 2004 tidak mengalami perubahan. Perijinan dan kewenangan untuk pembangkit listrik skala kecil perlu dipermudah dalam rangka meningkatkan ratio elektrifikasi. Hal ini dilakukan antara lain dengan mendelegasikan kewenangan perijinan kepada daerah. Kontrak IPP dianggap sangat sakral sehingga tidak bisa dilakukan perubahan kontrak, padahal kontrak tersebut dapat dirubah selama disepakati oleh kedua belah pihak. 4. Alex Nurdin, Gubernur Sumsel: Sumatera Selatan mempunyai berbagai sumber energi sehingga bisa dikatakan lumbung energi namun pada kenyataannya terjadi defisit sekitar 342 MW. Pengusulan pembangunan beberapa pembangkit listrik, khususnya mine mouth di Sumatera Selatan. 13

Adanya kemudahan perizinan dan memberikan kepercayaan serta kewenangan yang lebih kepada daerah. Tidak ada konsistensi kebijakan dalam pengembangan bioenergi. 5. Nuradib Hiswana Migas (KADIN): Dalam mewujudkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi, kewirusahaan memegang peranan yang sangat penting. Perusahaan-perusahaan nasional yang bernaung di bawah KADIN mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan energi nasional sehingga seharusnya tidak ada SPBU yang dikelola oleh pihak asing. Disamping itu, dalam hal pendistribusian BBM bersubsidi mengapa harus diserahkan ke pemain asing. Mendukung konversi mitan ke LPG, tapi konversi terganggu karena kepastian hukum terkait pengawasan di lapangan. 6. Jefry Mulyono, KADIN: Permen DMO batubara belum bisa keluar karena PP pelaksanaan dari UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara belum keluar. Untuk itu, perlu didorong dengan melakukan rapat interdep untuk mempercepat PP yang dimaksud. Dalam penyusunan suatu kebijakan energi perlu keterlibatan Academy, Business and Government (A-B-G). Pemerintah perlu menetapkan harga batubara untuk meminimalkan kegiatan ilegal. Sektor ESDM dan kehutanan sebenarnya sudah tidak masalah tetapi dengan adanya UU No. 26/2007 tentang Tata Ruang menyebabkan tidak dimungkinkannya perubahan peruntukannya. Permaslahan juga timbul dengan adanya UU lingkungan dalam kaitannya dengan izin lingkungan. Habisnya masa waktu izin lingkungan mengharuskan kegiatan operasi pertambangan juga harus berhenti. Hal tersebut menyebabkan tidak adanya kepastian hukum. Belum ada kejelasan pengawasan pengelolaan coal liquefaction dan coal gasification. Seharusnya pengawasan coal menjadi gas di DJ Minerbapabum dan pemasaran di DJ Migas. 14

7. Sammy, KADIN: Untuk meningkatkan produksi gas, akan mengandalkan cadangan-cadangan gas di remote area yang bersifat high cost sehingga memerlukan investasi dalam jumlah yang besar dan resiko tinggi. Oleh karena itu diperlukan adanya insentif untuk mendukung terwujudnya iklim bisnis yang kondusif. Masih terdapat lapangan-lapangan kecil yang berada di investor yang dapat dikembangkan untuk membantu meningkatkan produksi minyak. Proses perizinan masih menjadi kendala dalam investasi, untuk itu diperlukan tata ulang birokrasi sehingga menjadi lebih efisien. Hal ini menjadi salah satu kebutuhan untuk melakukan terobosan-terobosan yang diperlukan dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif guna mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi minyak, yang saat ini decline rate nya sudah mencapai 8-10% per tahun. Dengan demikian, diharapkan replacement ratio agar sama dengan production ratio. 8. IPA: Investasi : lebih dari 85-95% dari investasi swasta, diperlukan iklim investasi yang kondusif. Hal yang diperlukan untuk mendukung terwujudnya keadaan tersebut antara lain: Penetapan harga gas untuk daerah remote dan frontier Pengaturan Cost recovery harus segera dituntaskan Kebijakan fiskal dan psc Diperlukan mekanisme yang transparan 9. Supramu Santoso, KADIN: Pemerintah mengganggap pengusaha sebagai partner. Jika ada tekanan politik investor di squeeze. Invetasi untuk pemboran sebesar US$ 60 million per sumur dan dengan resiko yg tinggi. Siapa yang sanggup selain investor asing atau pengusaha besar. Paradigma harga energi murah, yang memaksa investor menjual murah harus diubah. Hal ini menyebabkan infrastruktur energi tidak berkembang. Sebagai akibatnya terjadi masalah ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan. Untuk itu 15

perlu kebijakan harga yang tepat yang mampu memberikan keuntungan bagi produsen namun tidak membebani konsumen antara lain melalui kebijakan subsidi. Pengembangan panas bumi dalam proyek 10.000 MW tahap II sebesar 4.700 MW. Untuk mencapai target tersebut diperlukan adanya sovereign guarantee guna mendapatkan pendanaan dari bank. 10. Dirjen DKP: 35% masyarakat belum menikmati listrik terutama masyarakat di daerah tertinggal. Mengingat indonesi dilewati garis katulistiwa maka pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan tentang pemanfaatan energi surya. Sehingga jaminan ketersediaan energi di daerah terpencil dapat teratasi. 11. Semi, PLN: Terdapat 50 IPP yang mengalami hambatan dalam pembangunannya, untuk perlu dilakukan renegosiasi yang didukung dengan adanya tim renegosiasi yang dibentuk melalui Kepres dan dijadwalkan selesai dalam waktu 100 hari. 12. Paul Aprobi, KADIN: Perpres No. 45/2009 yang merupakan revisi dari Perpres No. 71/2006 telah ditandatangani diharapkan pemerintah segera menindak lanjuti Perpres yang dimaksud. Kordinasi yang jelas mekanismenya antar instansi terkait perlu ditingkatkan dalam mendorong pengembangan BBN khususnya dalam memberikan jaminan pasokan bahan baku Research dan Development perlu diberdayakan dalam projek percontohan pengembangan BBN yang berbasis algae dan selulosa. Pemerintah perlu mengambil peran dalam penanggulangan berbagai hambatan non tariff barrier dari UE untuk pengembangan Biofuel, yakni: 16

REACH (Registration, evaluation, authorization, restriction of chemicals) RED (Renewable energy directive) Dari US tentang: Indirect land use change Cap and Trade Regulation 13. Parno Isworo, MKI: Dalam menanggulangi resiko yang disebabkan oleh penerapan kebijakan pemerintah kepada PLN diperlukan adanya garansi pemerintah. Dalam hal pendanaan projek melalui mekanisme PPP (Public Private Partnership) pemerintah memberikan limited guarantee (PMK No. 39/2006). Sedangkan yang untuk business to business harus ada payung hukum untuk dapat diberikan guarantee. 14. Aditya, KADIN: Tumpang tindih dengan peraturan hutan lindung antara lain dengan PP 38/2009 yaitu kegiatan pertambangan dibatasi hanya untuk underground mining, secara ekonomis tidak semuanya bisa, dan secara teknis juga sulit. Pada intinya tumpang tindih belum terselesaikan. 15. Kenedi, KADIN RIAU: Sejumlah IPP masih terkendala karena harga batubara belum sesuai sehingga perlu diusulkan formula harga batubara yang sesuai dengan harga pasar. Kepada IPP yang sudah berjalan agar diberikan kemudahan untuk ekspansi. Kepada IPP yang belum berproduksi agar dapat diberikan kemudahan untuk izin perpanjangan. Pembebasan lahan masih menjadi kendala bagi ekspansi PLTU. 17

16. Bagus, KADIN: Dalam rangka mendukung ketahanan dan kemandirian energi, perpanjangan kontrak-kontrak PSC mempunyai resiko dan investasi yang relatif tidak terlalu besar sehingga porsi penerimaan untuk pemerintah lebih besar. Disamping itu, dalam perpanjangan kontrak, porsi perusahaan nasional perlu ditingkatkan, yang pada saat ini masih rendah yaitu tidak lebih dari 30%. Peraturan-peraturan yang mendukung perpanjangan kontrak perlu dipercepat penyelesaiannya. 17. Simon Sembiring Ketahanan energi harus kita dukung dengan pembangunan berbagai infrastruktur energi antara lain: kilang dan pembangkit listrik. Agar harga patokan panas bumi dapat segera ditetapkan maka sebaiknya diatur dengan Permen mengingat sudah ada 9 WKP yang siap dilelang. Penghematan energi yang paling efektif adalah dengan merubah pola hidup tidak hanya diterjemahkan dengan penggantian lampu hemat energi. Demand Side Management (DSM) perlu terus didorong dalam rangka konservasi energi. 18. Agus Salim, Meneg PDT : Energi Baru Terbarukan harus dikembangkan tanpa harus menunggu harga minyak dunia mencapai US$ 140 per barel dan subsidi BBM dicabut. Shifting subsidi telah terjadi dari ke subsidi harga ke subsidi langsung. Perlu dilakukan berbagai terobosan untuk meminimalkan subsidi yaang harus disiapkan pemerintah. 19. Budi, Profesional dalam oil and gas: Pandangan bahwa Indonesia kaya akan minyak saat ini sudah tidak relevan lagi, dikarenakan kita sudah dalam keadaan out of oil. 18

Pandangan untuk pengembangan gas dianggap murah adalah tidak benar, karena sudah ada pengembangan gas yang dilakukan biaya yang cukup mahal. Pengembangan gas jangan hanya ditujukan untuk penerimaan negara saja namun yang lebih utama untuk memenuhi kebutuhan domestik akan energi. Pemerintah sering menawarkan proyek-proyek baru, padahal di sisi lain banyak proyek-proyek yang sudah disetujui belum direalisasikan secara optimal. Untuk itu, pemerintah perlu mendorong dan mencarikan solusi bagi proyek-proyek yang belum jalan tersebut. Dengan memasukkan gas ke dalam asumsi makro APBN, menyebabkan campur tangan berbagai pihak semakin intensif. 20. Pardede, KPPU: UU ketenagalistrikan keluar, dihadapi masalah, karena itu praktek monopoli. Seberapa jauh kita sudah mengadopsi kebijakan persaingan, sehingga implementasi dari kebijakan UU itu dapat berjalan smooth. Kaidah persaingan yang sehat yang bagaimana yang harus ada di negeri ini? Paradigma good cooperate governance, mengapa PPA lama keluar? Mengapa ada yang cepat keluar? Karena ada KKN. Pasar migas mana yang harus dibuka untuk pelaksanaan kebijakan persaingan. Untuk mendukung kaidah bisnis yang sehat perlu adanya pertemuan antara pembuat kebijakan persaingan antara pemerintah, KPPU dan pelaku usaha. 21. Setyo, Dephan: Dalam pelaksanaan pembangunan energi pembangkit tenaga surya khususnya di wilayah perbatasan Dep Hankam siap bekerjasama untuk mendukung pelaksanaan program tersebut 22. Yunus, API: Rencana percepatan pembangunan 10.000 MW Tahap II, peran panas bumi diharapkan mencapai 47%. SDM dalam rangka 19

mendukung pengembangan panas bumi di daerah masih sangat terbatas. Perlu adanya pelatihan khusus dalam rangka kegiatan lelang panas bumi. 23. Pemda Jatim: Berkeberatan apabila dianggap SDM di daerah tidak kompeten dalam rangka pengembangan panas bumi. Padahal dari permasalahan panas bumi, yang ditunggu daerah saat ini adalah mengenai harga patokan. Pelaksanaan participating interest, menimbulkan masalah bagi daerah karena membutuhkan modal yang sangat besar, untuk itu daerah mengusulkan agar tidak membayar dengan tunai tetapi dengan golden share. 24. Anggota Komisi VII DPR RI Apakah UU No. 30/2007 tentang Energi dan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Minerba belum memuaskan semua pihak? Jika belum, apakah perlu di amandemen? 25. Juanda, MKI: TKDN masih relatif kecil. Untuk itu diusulkan agar TKDN ditingkatkan untuk mendorong industri dalam negeri agar lebih maju. Dibutuhkan kebijakan fiskal untuk impor raw material di industri ketenagalistrikan 26. Tato Miraza, ANTAM dan KADIN Diusulkan sinergi antara perusahaan energi dan pertambangan dalam penyediaan energi untuk meningkatkan nilai tambah, melalui pengolahan mineral dalam negeri 20