BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bahan utamanya terdiri dari campuran antara semen, agregat halus,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI PERTEMUAN KE-6 BETON SEGAR

BAB II DASAR TEORI. Umur Beton (hari) Koefisien 0,4 0,65 0,88 0,95 1 1,2 1,35

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Kemajuan teknologi telah berdampak positif dalam bidang konstruksi di

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture). Beton akan semakin

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. beton dengan penggunaan kadar fly ash yang cukup tinggi yakni di atas 50%

Sifat Beton Segar 1. Kemudahan Pengerjaan ( Workability /Kelecakan) Kompaktibilitas Mobilitas Stabilitas

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten

II. TINJAUAN PUSTAKA. tambahan yang membentuk massa padat. Beton Normal adalah beton yang

BAB III LANDASAN TEORI. Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus

Pengaruh Penambahan Admixture Jenis F dan Substitusi Silica Fume terhadap Semen pada Kuat Tekan Awal Self Compacting Concrete

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB III LANDASAN TEORI. kasar, dan air dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan.

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC)

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambah yang membentuk masa padat (SNI suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I BETON MUTU TINGGI (HIGH STRENGHT CONCRETE)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

RABID. Salah satu material yang banyak digunakan untuk struktur teknik sipil. adalah beton. Beton dihasilkan dari peneampuran semen portland, air, dan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON

BAB III LANDASAN TEORI. sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL PEMBAHASAN

hendak dicapai, maka diskusi antara insinyur perencana dan pemborong pekerjaan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

BAB II LANDASAN TEORI

KATA KUNCI : rheology, diameter, mortar, fly ash, silica fume, superplasticizer.

ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

Sifat Kimiawi Beton Semen Portland (PC) Air Agregat bahan tambah peristiwa kimia PC dengan air hidrasi pasta semen

BAB 3 LANDASAN TEORI

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Zai, dkk (2014), melakukan penelitian Pengaruh Bahan Tambah Silica

proporsi perbandingan tertentu dengan ataupun tanpa bahan tambah yang

bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Dengan demikian

BAB III LANDASAN TEORI. dibandingkan beton normal biasa. Menurut PD T C tentang Tata Cara

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan bahan tambah yang bersifat mineral (additive) yang lebih banyak bersifat

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Umum

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya. Beton merupakan satu

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BAB I PENDAHULUANb Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. tambahan yang membentuk massa padat (SK SNI T ). Beton Normal adalah beton yang mempunyai berat isi kg/m 2

Dalam struktur beton biasa agregat menempati kurang lebih 70 sampai

STUDI EKSPERIMENTAL KUAT TEKAN BETON SELF COMPACTING CONCRETE (SCC) DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL PASIR LAUT DAN AIR LAUT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. pada beton. Perkembangan teknologi pada fly ash telah mencapai inovasi baru

PEMANFAATAN BETON DAUR ULANG SEBAGAI SUBSTITUSI AGREGAT KASAR PADA BETON MUTU TINGGI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. baja sehingga menghasilkan beton yang lebih baik. akan menghasilkan beton jadi yang keropos atau porous, permeabilitas yang

BAB III LANDASAN TEORI. agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan (SNI 2847 : 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self Compacting Concrete (Beton memadat Mandiri) adalah campuran

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN KOLOM BETON BERTULANG TERHADAP KUAT TEKAN

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Karakteristik dari beton harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan kualitas yang dituntut untuk suatu tujuan konstruksi tertentu. Salah satu tujuan konstruksi yang terdapat di lapangan adalah diperlukannya pemadatan yang cukup intensif untuk menghasilkan beton yang padat. Rongga rongga udara yang terjebak di dalam beton dapat menimbulkan kekuatan maupun daya tahan yang sangat rendah. Semakin berkurangnya tenaga ahli menyebabkan perlunya campuran beton yang dapat memadat sendiri dan hanya memerlukan sedikit tenaga ahli untuk mengerjakannya sehingga didapatkan beton dengan kualitas tinggi. Salah satu solusi untuk memperoleh struktur beton yang memiliki ketahanan yang baik adalah dengan menggunakan Self Compacting Concrete (SCC). SCC adalah beton yang memiliki sifat kecairan (fluidity) yang tinggi sehingga mampu mengalir dan mengisi ruang-ruang di dalam cetakan tanpa melalui proses pemadatan atau hanya sedikit sekali memerlukan getaran untuk memadatkannya serta memiliki volume pori pori yang kecil. Dengan tingkat keenceran yang tinggi, maka SCC mampu dibawa dengan mudah melalui pompa ke tingkat yang tinggi pada pengecoran bangunan berlantai banyak. SCC memiliki karakteristik material material yang berbeda dari beton konvensional yaitu agregat kasar digunakan memiliki ukuran yang relatif kecil. Disamping itu juga memiliki

kadar agregat yang rendah. Salah satu bahan kimia yang mempengaruhi kemampuan SCC untuk mengalir adalah superplasticizer. 2.2 Bahan Dasar SCC 2.2.1 Semen Portland Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat silikat kalsium yang bersifat hidraulis, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. 2.2.1.1 Jenis Jenis Semen Portland Pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi di lokasi, dengan perkembangan semen yang pesat maka dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain: a. Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi. b. Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidras dengan tingkat sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam sulfat).

c. Tipe III, semen portland yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai. d. Tipe IV, semen portland yang penggunaannya diperlukan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan seperti bendungan gravitasi yang besar. e. Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi. 2.2.1.2 Bahan Dasar Semen Portland Semen portland yang dijual di pasaran umumnya terbuat dari 4 bahan, sebagai berikut: 1. Batu kapur (limestone) / kapur (chalk) : yang mengandung CaCO 2. Pasir silika / tanah liat : yang mengandung SiO2 & Al 2 O 3. Pasir / kerak besi : yang mengandung Fe2O 4. Gypsum : yang mengandung CaSO4.H 2 O 3 3 3 2.2.1.3 Senyawa Utama Dalam Semen Portland Pada dasarnya ada 4 unsur paling penting yang menyusun semen portland, anatara lain :

a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO 2 ) yang disingkat menjadi C 3 S dengan kadar ratarata 50%. b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO 2) yang disingkat menjadi C 2 S dengan kadar ratarata 25%. c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O 3 ) yang disingkat menjadi C 3 A dengan kadar rata-rata 12%. d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O 3.Fe 2 O 3 ) yang disingkat menjadi C 4 AF dengan kadar rata-rata 8%. 2.2.2 Agregat Mengingat bahwa pada SCC agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume solid dan volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari total volume mortar. Maka kualitas agregat juga sangat berperan terhadap kualitas beton. Dengan agregat yang baik beton dapat memiliki kekuatan yang optimum, mudah dikerjakan (workable), tahan lama, dan ekonomis. Agar mendapatkan beton SCC dengan deformabilitas tinggi dan kemungkinan terjadi segregasi rendah maka diatur agar beton mempunyai kadar agregat yang rendah dan ukuran agregat kasar yang kecil. Dengan jumlah agregat yang dikurangi bertujuan agar jumlah friksi antar agregat menjadi berkurang. 2.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah. Setelah dilakukannya penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh mesin pemecah batu maupun cara peledakan yang digunakan. Jika dikonsolidasikan butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik bila dibandingkan dengan butiran yang pipih dan lebih ekonomis penggunaan pasta semennya. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah: 1. Agregat bulat Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena pengeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan, sebab ikatan antar agregat kurang kuat. 2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat). 3. Agregat bersudut

Agregat ini mempunyai sudut sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat tempat perpotongan bidang bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini sekitar 38% - 40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan karena ikatan antar agregatnya baik (kuat). 4. Agregat panjang Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari pada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata rata. Ukuran rata rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Kekuatan tekan beton yang dihasilkan agregat ini adalah buruk. 5. Agregat pipih Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata ratanya. 6. Agregat pipih dan panjang

Pada agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya. 2.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Karena permukaan yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Kasar Agregat ini dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual. 2. Berbutir (granular) Pecahan agregat jenis ini memiliki bentuk bulat dan seragam. 3. Agregat licin/halus (glassy) Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung mutunya akan lebih rendah.

4. Kristalin (cristalline) Agregat jenis ini mengandung kristal kristal tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual. 5. Berbentuk sarang labah (honeycombs) Agregat ini tampak dengan jelas pori porinya dan rongga rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang lubang pada batuannya. 2.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal Ukuran agregat pada beton dapat memmpengaruhi kekuatan tekan beton tersebut dan mempengaruhi kemudahan pekerjaan (workability). Menurut dari ukuran butirannya agregat dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1. Agregat Halus Agregat halus adalah agregat yang semua butirnya lolos ayakan berlubang 5,0 mm atau 3/16. Gradasi dan keseragaman dari agregat halus lebih menentukan kelecakan (workability) daripada gradasi dan keseragaman dari agregat kasar. Karena yang berfungsi sebagai pelumas dalam beton adalah mortar sedangkan agregat kasar hanya berfungsi mengisi ruang saja.

Pemilihan persentase pasir terhadap total agregat sangat perlu diperhatikan karena terlalu sedikitnya pasir dapat mengakibatkan beton segregasi atau keropos. Namun terlalu banyaknya pasir yang digunakan akan dapat menghasilkan beton dengan kepadatan yang rendah dan membutuhkan air yang lebih banyak. Jumlah agregat halus yang terlalu sedikit dalam campuran beton maka disebut undersanded. Pada kondisi ini pasta pada beton tidak cukup untuk mengisi ruang ruang yang kosong sehingga campuran akan mudah terpisah (segregate) dan sukar dikerjakan. Namun sebaliknya, jika jumlah agregat halus yang terlalu banyak dalam campuran beton disebut oversanded. Campuran ini mungkin akan tidak terlalu lecak, sehingga membutuhkan air yang lebih banyak sehingga lebih mahal karena keperluan semen lebih banyak untuk menjaga faktor air-semen agar tetap. 2. Agregat Kasar Agregat kasar adalah agregat yang semua butirnya tertahan di atas ayakan 5 mm atau 3/16. Agregat kasar yang digunakan pada campuran SCC mempunyai batasan maksimum umumnya antara 12 20 mm. Penggunaan agregat kasar dengan diameter yang kecil dimaksudkan agar agregat dapat dengan mudah melalui tulangan tulangan yang terdapat pada pengerjaan di lapangan. 2.2.3 Air Peran air tidak kalah pentingnya dalam suatu campuran beton. Karena semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Kegunaan air dalam campuran beton cair tidak hanya untuk hidrasi semen, tetapi juga agar pasta betonnya lecak (workable).

Jumlah air yang diperlukan untuk kelecakan tertentu tergantung pada sifat material yang digunakan. Air yang diperlukan dalam campuran beton dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Ukuran agregat maksimum: bila diameter besar maka kebutuhan air semakin kecil begitu pula dengan jumlah mortar yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit. b. Gradasi agregat: jika gradasi baik maka kebutuhan air menurun untuk kelecakan yang sama. c. Kotoran dalam agregat: semakin banyak tanah liat dan lumpur maka kebutuhan air meningkat. d. Bentuk butir: bentuk butir yang bulat membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan dengan batu pecah. e. Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar): lebih sedikitnya agregat halus maka kebutuhan air semakin menurun. 2.2.4 Uap Silika ( Silika Fume) Silika fume merupakan salah satu bahan tambah mineral yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Uap silika terpadatkan (Condensed Silica fume, CSF) adalah suatu produk samping dari proses fusi (smelting) dalam produksi silikon metal dan amalgam ferrosilikon (pada pabrik pembuatan mikrochip untuk komputer). Bahan mineral ini biasanya juga disebut silika fume (SF), microsilica, silika fume dust, amorphous silica, dan sebagainya. Bentuk dari silika fume seperti fly ash tetapi lebih kecil sekitar seratus kali lipatnya.

Silika fume bisa dipakai pengganti sebagian semen, untuk tujuan pengurangan dari kadar semen, meskipun tidak ekonomis. Kedua sebagai tambahan untuk memperbaiki sifat beton, baik beton segar maupun keras. Silika fume umumnya dipakai bersama bahan superplasticizer. Silika fume yang dipakai untuk beton adalah yang mengandung lebih dari 75% silikon. Secara umum, Silika fume mengandung SiO 2 86 96% dan ukuran butirnya rata rata 0,1 0,2 micrometer. Penggunaan silika fume dalam campuran beton dimaksudkan untuk menghasilkan beton dengan kekuatan tekan yang tinggi. Beton dengan kekuatan tinggi digunakan, misalnya untuk kolom struktur atau dinding geser, pre-cast atau beton pra-tegang dan beberapa keperluan lain. 2.2.5 Superplasticizer Superplasticizer merupakan bahan kimia pembantu type F (High Range Water Reducer Admixtures) sangat berguna untuk menambahkan kelecakan pada beton segar. Pada prinsipnya mekanisme kerja dari setiap superplasticizer sama, yaitu dengan menghasilkan gaya tolak menolak (dispersion) yang cukup antarpartikel semen agar tidak terjadi penggumpalan partikel semen (flocculate) yang dapat menyebabkan terjadinya rongga udara di dalam beton, yang akhirnya akan mengurangi kekuatan atau mutu beton tersebut. Pada awal tahun 1960-an superplasticizer pertama kali diperkenalkan di Jepang dan kemudian di Jerman. Superplasticizer memilki kelemahan yaitu flowability yang tinggi pada campuran beton yang mengandung superplasticizer

umumnya dapat bertahan sekitar 30 sampai 60 menit kemudian setelah itu berkurang dengan cepat. Hal ini sering disebut sebagai slump loss. Namun sejak penambahan superplasticizer di lokasi pekerjaan semakin mempersulit pelaksanaan kontrol kualitas. Maka dengan latar belakang ini, sejak awal tahun 1990-an, dikembangkan superplasticizer baru tanpa slump loss dan sedikit memperlambat hidrasi semen di Jepang. Sekarang ini pengembangan terbaru dari superplasticizer secara luas digunakan untuk beton mutu tinggi dan self compacting concrete. Dosis yang digunakan tergantung dosis yang disarankan oleh pembuat superplasticizer. Pemberian dosis yang tinggi pada superplasticizer dengan bahan dasar polycarboxylate (berkisar antara 1.5% atau lebih) hanya berpengaruh pada penurunan kekuatan awal dan tidak berpengaruh terhadap kekuatan akhir. Tabel 2.1 Karakteristik superplastisizer Basis Tampak Aqueous solution of modified polycarboxylate (PCE) Turbid liquid Berat jenis (kg/l) 1.02 ± 0.05 ph 7 ± 0.5 2.3 Sifat Sifat Beton Beton sebagai material komposit mempunyai banyak permasalahan. Campuran beton tersebut tidak bisa langsung menjadi kaku tapi perlu proses reaksi hidrasi air dengan semen yang memakan waktu. Salah satu masalahnya adalah masing masing unsur dalam campuran beratnya tidak sama sehingga yang berat

seperti agregat cenderung bergerak ke bawah sedangkan yang ringan seperti air cenderung naik ke atas. Untuk itu perlu kita mengetahui sifat sifat yang terjadi pada beton. 2.3.1 Sifat Sifat Beton Segar Dalam pengerjaan beton segar, sifat yang sangat penting harus diperhatikan adalah kelecakan. Kelecakan adalah kemudahan pengerjaan beton, dimana pada penuangan (placing) dan memadatkan (compacting) tidak menyebabkan munculnya efek negatif berupa pemisahan (segregation) dan pendarahan (bleeding). Istilah kelecakan (workability) dapat didefinisikan dari tiga sifat sebagai berikut: a. Kompaktibilitas yaitu kemudahan dimana beton dapat dipadatkan dan mengeluarkan rongga rongga udara. b. Mobilitas yaitu kemudahan dimana beton dapat mengalir ke dalam cetakan dan membungkus tulangan. c. Stabilitas yaitu kemampuan beton untuk tetap menjadi massa homogen tanpa pemisahan selama dikerjakan. Pada adukan yang tidak stabil, air dapat terpisah dari benda padat, kemudian naik ke permukaan. Fenomena ini disebut pendarahan (bleeding). Sebaliknya, agregat kasar bisa terpisah dari mortar. Sedangkan fenomena ini disebut pemisahan (segregation).

Kemudahan pengerjaaan dapat dilhat dari nilai slump yang identik dengan tingkat keplastisan beton. Pengujian slump flow pada SCC menggunakan kerucut slump standar dan beton SCC diletakkan di dalamnya kemudian diameter dari aliran beton diukur. Slump flow yang terjadi akan menentukan sifat deformabilitas campuran. Diameter yang terlalu besar dapat menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk terjadinya segregasi, sementara jika diameter yang kecil menunjukkan bahwa beton kurang mampu mengalir sendiri. Umumnya nilai slump flow yang diinginkan berkisar antara 550 850 mm. Gambar 2.1. Pengujian Slump Flow Dan salah satu pengetesan SCC dalam beton segar untuk mengetahui kemampuan beton melewati tulangan tulangan (passing ability) yaitu dengan pengujian L-box. Pengujian L-box memliki nilai H2/H1 berkisar 0.8-1. Dan beton yang dimasukkan sebanyak 14 liter ke dalam L-box.

Gambar 2.2. Pengujian L-box 2.3.2 Sifat Sifat Beton Keras Nilai kekuatan tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Beton merupakan bahan yang bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% - 15% dari kuat tekannya. Agar beton mampu menahan gaya tarik maka beton diperkuat oleh batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama. Dalam bukunya, Dipohusodo (1999) menyatakan bahwa kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan keadaan: 1. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran di antara keduanya. 2. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja. 3. Angka muai kedua bahan hampir sama, dimana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat Celcius angka muai beton 0,000010 sampai 0,000013 sedangkan baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan.

2.3.2.1 Kuat Beton Terhadap Gaya Tekan Pada umumnya beton hanya diperhitungkan di daerah tekan pada penampangnya, karena sifat beton mempunyai nilai kuat tarik yang relatif rendah. Perilaku komponen struktur beton bertulang yang menahan berbagai beban di antaranya ialah gaya aksial, lenturan, gaya geser, puntiran, ataupun merupakan gabungan dari gaya gaya tersebut secara umum perilaku tersebut tergantung hubungan regangan tegangan yang terjadi di dalam beton dan juga jenis tegangan yang dapat ditahan. Dengan mengamati bermacam kurva tegangan regangan yang berbeda, tampak bahwa umumnya pada saat nilai satuan regangan tekan ε mencapai ± 0,002 maka kuat tekan maksimum tercapai. Kemudian nilai tegangan f c akan turun dengan bertambahnya nilai regangan sampai benda uji hancur pada nilai ε mencapai 0,003 0,005. Beton yang memiliki kuat tekan tinggi lebih getas daripada beton dengan kuat tekan rendah.

Gambar 2.3. Kuat Tekan Benda Uji Beton 2.4 Tegangan dan Regangan Beton Tegangan yang terjadi pada beton menurut Dasar Dasar Perencanaan Beton Bertulang yang dinyatakan dengan rumus: σ = P / A dimana : σ = tegangan beton (Mpa) P = beban (N) A = luas penampang (mm 2 )

Regangan yang terjadi pada beton menurut Dasar Dasar Perencanaan Beton Bertulang dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara: ε = Δl / l dimana : ε = regangan beton Δl = pertambahan panjang dalam daerah beban (mm) l = panjang semula (mm) 2.5 Baja Tulangan Agar beton dapat bekerja dengan baik terutama untuk menahan gaya tarik maka perlu dibantu dengan perkuatan penulangan. Supaya berlangsungnya lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain digunakan batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD) yang umumnya disebut dengan tulangan baja ulir. Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang adalah tegangan luluh (f y ) dan modulus elastisitas (E s ). Ketentuan SK SNI 03 2847 2002 menetapkan bahwa nilai modulus elastisitas baja adalah 200.000 Mpa. 2.6 Balok Persegi Beton Bertulang Suatu gelagar balok bentang sederhana yang menahan beban mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok

tersebut. Pada kejadian momen lentur positif, pada bagian atas akan terjadi regangan tekan dan di bagian bawah dari penampang terjadi regangan tarik. Regangan regangan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tegangan tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik di bagian bawah. Pada beban kecil, dengan mengganggap belum terjadi retak beton, secara bersama sama beton dan baja tulangan bekerja menahan gaya tekan yang ditahan oleh beton saja. Pada beban sedang, kuat tarik beton dilampaui dan beban mengalami retak rambut. Karena beton tidak dapat meneruskan gaya tarik pada daerah retak, karena terputus putus, baja tulangan akan mengambil alih memikul seluruh gaya tarik yang timbul. Pembebanan ultimit adalah dimana kapasitas batas kekuatan beton terlampaui dan tulangan baja mencapai luluh, balok mengalami hancur. Pada saat balok dekat dengan keadaan pembebanan ultimit, nilai regangan serta tegangan tekan akan meningkat dan cenderung untuk tidak sebanding diantara keduanya, dimana tegangan beton tekan akan membentuk kurva nonlinear. Menurut Istimawan Dipohusodo (1994) dalam bukunya menyatakan bahwa pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan didasarkan atas anggapan anggapan sebagai berikut: 1. Bidang penampang rata sebelum terjadi lenturan, tetap rata setelah terjadi lenturan dan tetap berkedudukan tegak lurus pada sumbu bujur (prinsip Bernoulli). Oleh karena itu, nilai regangan dalam penampang komponen

struktur terdistribusi linear atau sebanding lurus terhadap jarak ke garis netral (Prinsip Navier). 2. Tegangan sebanding dengan regangan hanya sampai pada kira kira beban sedang, dimana tegangan beton tekan tidak melampaui ± ½ f c. Apabila beban meningkat sampai beban ultimit, tegangan yang timbul tidak sebanding lagi dengan regangannya berarti distribusi tegangan tekan tidak lagi linear. Bentuk blok tegangan beton tekan pada penampangnya berupa garis lengkung dimulai dari garis netral dan berakhir pada serat tepi tekan terluar. Tegangan tekan maksimum sebagai kuat tekan lentur beton pada umumnya tidak terjadi pada serat tepi tekan terluar, tetapi agak masuk ke dalam. 3. Dalam memperhitungkan kapasitas momen ultimit komponen struktur, kuat tarik beton diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpahkan kepada tulangan baja tarik. Berdasarkan pada anggapan anggapan seperti di atas, dapat dilakukan pengujian regangan, tegangan, dan gaya gaya yang timbul pada penampang balok yang bekerja menahan momen batas, yaitu momen akibat beban luar yang timbul tepat terjadi pada saat hancur. Kuat lentur suatu balok beton bertulang tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan tegangan dalam yang timbul di dalam balok yang pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya gaya dalam. Seperti tampak pada Gambar 2.3, N D adalah adalah resultan gaya tekan dalam, merupakan resultan seluruh gaya tekan pada daerah di atas garis netral. Sedangkan N T adalah

resultan gaya tarik dalam, merupakan jumlah seluruh gaya tarik yang diperhitungkan untuk daerah di bawah garis netral. Gambar 2.4.a Penampang Potongan A-A; Gambar 2.4.b Diagram Regangan; Gambar 2.4.c Diagram Tegangan; Gambar 2.4.d Gaya -Gaya