BAB 4 HASIL Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 HASIL. Status gizi..., Fildza Sasri Peddyandhari, 31 FK UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 3 METODE PENELITIAN Disain Penelitian Disain penelitian yang digunakan adalah metode survei yaitu dengan rancangan cross-sectional.

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASARKAN INDEKS ANTROPOMETRI TUNGGAL DAN ANALISIS LANJUT DATA RISKESDAS 2007 YEKTI WIDODO & TIM

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Prevalensi Blastocystis hominis pada balita di Kecamatan Jatinegara Infeksi Parasit Frekuensi %

4. HASIL. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA DENGAN FREKUENSI TERJADINYA ISPA DI DESA KEBONDALEM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

GAMBARAN KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI PUSKESMAS CARINGIN BANDUNG PERIODE SEPTEMBER 2012 SEPTEMBER 2013

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa anak dan remaja adalah masa dimana manusia. mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik secara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB 4 HASIL. Tabel 4.1. Karakteristik umum anak balita di Kecamatan Jatinegara tahun Karakteristik Median (min-maks) n %

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

METODE PENELITIAN. d 2. dimana n : Jumlah sampel Z 2 1-α/2 : derajat kepercayaan (1.96) D : presisi (0.10) P : proporsi ibu balita pada populasi (0.

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak. (Kliegman, 1999). BBLR memiliki peluang meninggal 35 kali lebih tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN. Kesimpulan penelitian Manfaat Penyuluhan Gizi dalam Upaya Peningkatan

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL i. HALAMAN PENGESAHAN.. ii. KATA PENGANTAR. iii. HALAMAN PERSYATAAN PUBLIKASI.. iv. ABSTRAK v. DAFTAR ISI...

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam lima tahun pertama kehidupannya (Hadi, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tertinggi terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun. (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

PENILAIAN STATUS GIZI BALITA (ANTROPOMETRI) Saptawati Bardosono

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

BAB III METODE PENELITIAN. kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering. pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS),

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB II TINJAUAN TEORITIS

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitas dari penyakit diare masih tergolong tinggi. Secara global, tahunnya, dan diare setiap tahunnya diare membunuh sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

KEPADATAN TULANG, AKTIVITAS FISIK & KONSUMSI MAKANAN BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 6 12 TAHUN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan (Anonim, 2008). Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan. masyarakat di Negara berkembang termasuk Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

Transkripsi:

BAB 4 HASIL Pada penghitungan jumlah sampel awal didapatkan hasil sejumlah 78 sampel, ditambah dengan perkiraan 10% untuk mengantisipasi sampel yang akan masuk kriteria eksklusi maka jumlah sampel menjadi 85 sampel. Namun semua data sekunder pada penelitian ini memenuhi kriteria eksklusi sehingga jumlah sampel yang dipakai sampai pada analisis data adalah 92 sampel. Indeks antropometri yang dipakai pada penelitian ini adalah rasio BB/TB (wasted atau nonwasted). Rasio BB/TB dipakai karena tidak terlalu memerlukan data umur yang tepat, lalu dapat menjadi indikator status nutrisi saat ini (current nutrition status). Selain itu menurut Waterloo (1973) lewat penelitiannya menyarankan pengukuran status gizi dengan BB/TB. Untuk mendapatkan nilai ambang batas dari indeks antropometri yaitu nilai Zscore maka data berat badan dan tinggi badan diolah menggunakan NutriSurvey 2007. Nilai Zscore dipakai karena menurut Waterloo (1977), untuk negara dengan populasi relatif undernourished lebih baik menggunakan nilai Zskor. Setelah nilai Zscore didapatkan maka nilai tersebut digolongkan berdasarkan kriteria Waterloo. Didapatkan kisaran usia bayi adalah 1,5 bulan sampai dengan 8 bulan dan nilai tengah untuk usia bayi adalah 4,5 bulan. Kisaran usia ibu saat melahirkan adalah 17 sampai dengan 45 tahun, dan nilai tengah untuk usia ibu saat melahirkan adalah 28 tahun. Kisaran penghasilan pertahun adalah Rp 2.400.000,00 hingga Rp 72.000.000,00 dan nilai tengah penghasilan pertahun adalah Rp 10.200.000,00. Distribusi frekuensi dapat dilihat lebih jelas pada Grafik 4.1 30

31 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 53.3 46.7 33.7 66.3 10.9 89.1 70.7 29.3 94.6 5.4 Grafi 4.1. Sebaran bayi berdasarkan jenis kelamin, morbiditas diare dan ISPA dalam 2 minggu terakhir, dan status gizi bayi ( berdasarkan BB/TB). Dari Grafik 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah bayi perempuan lebih banyak dibandingkan dengan bayi lakilaki. Morbiditas diare dan ISPA dalam dua minggu terakhir masingmasing adalah 10,9% dan 70,7%. Bayi yang mendapat ASI eksklusif hanya 33,7%. Dari semua bayi dalam penelitian ini hanya 5,4% bayi yang memiliki status gizi wasted.

32 100 90 80 70 89.1 81.5 72.8 60 50 50 40 33.7 30 27.2 20 18.5 16.3 10 0 5.4 5.4 0 Grafik 4.2. Sebaran Ibu bayi berdasarkan usia ibu saat melahirkan, ibu bekerja, tingkat pendidikan ibu, dan tingkat penghasilan keluarga. Berdasarkan Grafik 4.2 sebaran ibu di atas dapat disimpulkan bahwa ada 89,1% ibu yang melahirkan di usia pertengahan yaitu usia 2035 tahun, lalu ada 18,5% ibu yang bekerja, hanya 15% ibu memiliki yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, dan terdapat 67% keluarga yang memiliki tingkat penghasilan tinggi. Dalam penelitian ini dilakukan uji hipotesis komparatif tidak berpasangan untuk melihat adanya hubungan status gizi dengan jenis kelamin bayi, morbiditas diare bayi dan ISPA dalam dua minggu terakhir, pemberian ASI eksklusif, usia

33 ibu saat melahirkan, ibu bekerja atau tidak, tingkat penghasilan keluarga, dan tingkat pendidikan ibu. Oleh karena itu digunakan uji Chisquare. Namun, dalam pengolahan data, syarat dalam uji Chisquare tidak terpenuhi, maka digunakan uji fisher dan uji kolmogorovsmirnov. Hasil kemaknaan ujiuji tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 Dari Tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa semua variabel yang diuji hubungan kemaknaannya dengan status gizi didapatkan tidak mempunyai hubungan sebab (tidak bermakna secara statistik) karena sebagian besar nilai kemaknaan lebih dari 0,01 (p>0,01). Sehingga tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan jenis kelamin bayi, diare dan ISPA dalam dua minggu terakhir, pemberian ASI eksklusif, usia ibu saat melahirkan, ibu yang bekerja, tingkat pendidikan ibu, dan tingkat penghasilan keluarga dengan status gizi bayi. Berdasarkan sebaran ibu didapatkan gambaran bahwa ibu yang melahirkan di bawah usia 20 tahun dan di atas 34 tahun sebesar 10,9%. Pada variabel ini dilakukan penggabungan antara kategori usia ibu yang melahirkan dibawah 20 tahun dengan lebih dari atau sama dengan 35 tahun, sebab usia tersebut merupakan batasan usia yang dianggap kurang baik atau berisiko tinggi untuk melahirkan bayi BBLR. Selain itu dilakukan juga penggabungan pada variabel tingkat pendidikan ibu, yaitu antara tingkat pendidikan yang rendah dan tingkat pendidikan sedang karena pada tingkat pendidikan rendah dan sedang memiliki pengetahuan yang kurang tentang status gizi sehingga dianggap kurang lebih sama dalam memengaruhi status gizi. Persentase tingkat pendidikan ibu setelah digabungkan adalah 83,7%.

34 Tabel 4.1. Hubungan Antara Status Gizi Bayi Dengan Jenis Kelamin Bayi, Diare Dan ISPA 2 Minggu Terakhir, Pemberian ASI Eksklusif, Usia Ibu Saat Melahirkan, Ibu yang Bekerja, Tingkat Pendidikan Ibu, dan Tingkat Penghasilan Keluarga Berdasarkan Uji Fisher dan Uji Kolmogorovsmirnov Status Gizi Nilai P Nonwasted Wasted Jenis Kelamin Bayi Perempuan Lakilaki Diare 2 minggu terakhir Ya Tidak ISPA 2 minggu terakhir Ya Tidak ASI eksklusif Ya Tidak Usia ibu melahirkan < 20 tahun* 2034 tahun 35 tahun* Ibu bekerja Ya Tidak Tingkat pendidikan ibu Rendah* Sedang* Tinggi Tingkat penghasilan keluarga Rendah Sedang Tinggi 41 46 10 77 4 1 29 58 5 78 5 17 70 31 44 14 24 63 2 3 5 61 26 2 3 1 5 2 1 1 4 Uji Fisher P = 1,000 Uji Fisher P = 1,000 Uji Fisher P = 1,000 Uji Fisher P = 1,000 Uji Kolmogorv Smirnov P = 1,000 Uji Fisher P = 0,580 Uji Kolmogorv Smirnov P = 1,000 Uji Kolmogorv Smirnov P =1,000 * Dilakukan penggabungan kategori saat uji statistik

35 BAB 5 PEMBAHASAN Pada penelitian ini saat penghitungan sampel digunakan nilai p (proporsi bayi dengan status gizi wasted adalah 28%. Angka 28% ini dipakai berdasarkan angka penelitian sebelumnya yaitu menurut hasil PNBAI 2015 angka status gizi kurang pada tahun 2005 adalah 28% 1. Namun pada penelitian sebelumnnya ini tidak dijelaskan indeks antropometri yang digunakan apakah BB/TB seperti yang dipakai penelitian ini, penelitian sebelumnya hanya mengatakan 28% itu sebagai gizi kurang. Sehingga hal ini yang mungkin menyebabkan pada perhitungan besar sampel didapat jumlah sampel yang kecil, yang dapat memengaruhi hasil pada analisis yaitu didapatkannya semua variabel independen tidak memiliki hubungan bermakna dengan status gizi. Angka status gizi bayi di Jakarta Pusat untuknya wasted ternyata hanya 5.4%. Angka pada penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi wasted tidak menjadi masalah di Jakarta Pusat. Walaupun angka kejadian ISPA cukup tinggi dan angka pemberian ASI eksklusif ternyata kedua hal ini tidak memengaruhi status gizi bayi di Jakarta Pusat. Jika melihat hasil yang didapatkan oleh Dinas Kesehatan Jakarta Pusat saat penimbangan bayibayi di posyandu tahun 2007 angka status gizi bayi yang kurang ini cenderung meningkat dari 2.8% 2. menjadi 5.4%. Berdasarkan sebaran bayi ternyata ditemukan masih ada 30% ibu yang tidak memberikan ASI pada bayinya. Bayi di Jakarta Pusat tampak lebih rentan terkena ISPA karena perbedaan jumlah jumlahnya yang terkena ISPA (70,7%) sangat signifikan dengan yang mengalami diare (10,9%). Namun pada tabel 3.1 dapat dilihat pada bayi dengan ISPA (65 bayi) hanya 4 yang memiliki status gizi wasted, yang tidak mengalami ISPA pun (27 bayi) hanya ada 1 bayi yang memiliki status gizi wasted. Hal ini mungkin terjadi karena keparahan patogen yang menginfeksi dan asupan makanan selama sakit yang juga memengaruhi status gizi namun tidak diteliti saat ini. Begitu juga pada bayibayi yang wasted tanpa ISPA ini apakah memang memiliki faktor ketahanan tubuh yang buruk atau

36 memang ada faktor intrinsik seperti genetik yang juga memengaruhi status gizi namun tidak diteliti saat ini. Mungkin status gizi bayi nonwasted yang banyak sekali didapatkan di Jakarta Pusat ini dapat terjadi karena terdapat 50% ibu yang ternyata melahirkan di usia yang aman, sedikitnya ibu yang bekerja (18,5%), lalu ada 72,8% keluarga bayi yang memiliki penghasilan pertahun tinggi. Walaupun tingkat pendidikan ibu yang tinggi hanya 16,3%. Berdasarkan Tabel 4.1 ditemukan bahwa dari ibu yang melahirkan di usia berisiko untuk mendapatkan anak BBLR tidak ditemukan bayi yang mengalami wasted. Juga dari semua ibu yang bekerja tidak ada bayi yang wasted. Dari tingkat pendidikan pun walaupun rendah dan menengah hanya ada dua bayi yang wasted. Bahkan pada tingkat pendidikan yang sedang hanya ditemukan satu bayi wasted. Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel dari ibu tidak memengaruhi status gizi pada bayi. Telah dilakukan uji statistik dengan hasil nilai kemaknaan yang lebih besar dari 0,05, sehingga secara statistik tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin bayi, diare dan ISPA dalam dua minggu terakhir, pemberian ASI eksklusif, usia ibu saat melahirkan, ibu yang bekerja, tingkat pendidikan ibu, dan tingkat penghasilan keluarga dengan status gizi bayi (Tabel 4.1). Namun, hal ini sebenarnya tidak dapat dilihat secara langsung antara status gizi dengan salah satu variabel, sebab status gizi dipengaruhi oleh multifaktor. Sehingga jika hanya dilakukan analisis bivariat saja tidak cukup untuk mengatakan bahwa jenis kelamin bayi, infeksi diare dan ISPA, ASI eksklusif, usia ibu saat melahirkan, tingkat pendidikan ibu, ibu yang bekerja, dan tingkat penghasilan keluarga. 5.1. Hubungan antara Status Gizi Bayi dengan Jenis Kelamin Bayi Pada penelitian ini proporsi bayi lakilaki dan perempuan hampir sama untuk memiiliki status wasted karena pada hanya lebih banyak satu orang saja antara lakilaki dan perempuan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian menurut yang dilakukan oleh Engebretsen IMS et al 14 didapatkan hasil bahwa dari 378 bayi laki

37 laki dan 345 bayi perempuan dengan usia antara 011 bulan yang disertakan dalam penelitiannya, tidak terdapat hubungan status gizi dengan jenis kelamin. Selain itu sesuai pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Schoenbaum et al 12 yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan jenis kelamin pada penelitiannya yang mengolah data tahun 1989 yang terdiri dari 987 lakilaki dan 920 perempuan dengan rentang usia 0 hingga 18 bulan. Namun, pada penelitian ini juga dinyatakan bahwa semakin bertambahnya usia pada anakanak perempuan, semakin terlihat proporsi malnutrisi dibandingkan dengan lakilaki, kemungkinan ini disebabkan oleh adanya diskriminasi gender. Selain itu dikatakan ada preferensi dari ibu yang menyebabkan lebih diurusnya bayi jenis kelamin tertentu. Dua penelitian di atas sejalan dengan penelitian yang saat ini dilakukan yaitu tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dan status gizi bayi. Namun, hal ini tidak dapat disimpulkan begitu saja karena status gizi dipengaruhi oleh banyak hal sehingga hubungan langsung tidak dapat dijelaskan dalam penelitian ini. 5.2. Hubungan antara Status Gizi Bayi dengan Infeksi (Diare dan Infeksi Saluran Napas Atas) Infeksi dan status nutrisi saling mempengaruhi secara bidireksional. Seperti bisa dilihat pada Gambar 1. ini. Gambar 5.1. Hubungan antara Nutritsi dan Infeksi. 16

38 Pada penelitian longitudinal Martorell, et al 16 di Guatemala pada anak kurang dari 7 tahun, menunjukkan anak dengan angka kejadian diare yang sangat tinggi memiliki laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak dengan angka kejadian diare lebih rendah. Di Brazil, penelitian yang dilakukan oleh Victoria et al 17 menunjukkan efek dari diare lebih berpengaruh pada pertumbuhan linear dibandingkan efek dari pneumonia. Infeksi akut menyebabkan penurunan asupan makanan. Seberapa besar penurunan asupan makanan bergantung pada seberapa parah infeksi yang diderita. Studi komunitas yang juga dilakukan oleh Martorell, et al 16 menunjukkan anak dengan ISPA atau diare mengkonsumsi kurang lebih 818% lebih sedikit dari total kalori perhari dibandingkan saat mereka tidak sakit. Penelitian di atas menyatakan adanya hubungan antara status gizi dengan infeksi diare dan ISPA. Namun pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara status gizi dengan infeksi diare dan ISPA karena status gizi dipengaruhi oleh banyak hal tidak saja oleh infeksi sehingga bila anak tersebut masih mempunyai asupan makanan yang baik atau juga bila patogen yang menginfeksi tidak parah maka status gizi anak tersebut masih bisa dipertahankan baik. Faktor lain seperti asupan makanan saat sakit dan patogen yang menginfeksi itulah yang tidak diteliti saat ini. 5.3. Hubungan antara Status Gizi Bayi dengan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif ASI eksklusif ditemukan tidak mempunyai korelasi yang signifikan dengan status gizi pada penelitian oleh Dinesh et al. 19 Pada studi ini, faktor signifikan yang berhubungan dengan status gizi adalah waktu dimulainya menyusui ASI dan usia saat memulai makanan tambahan. Pada bayi dimulainya makanan tambahan ini menunjukkan bahwa menyusui dengan makanan tambahan lebih bermanfaat daripada hanya menyusui secara eksklusif. Risiko bayi untuk menjadi stunting lebih disebabkan oleh keterlambatan pemberian ASI. 18

39 Namun, penelitian Medhi et al 20 di India menunjukkan bahwa terdapat malnutrisi bahkan pada anak dengan yang diberikan ASI eksklusif, dikatakan dalam penelitian tersebut hal ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang mungkin menjadi penyebab malnutrisi. Penyebab lain yang disebutkan dalam penelitian ini adalah Berat Lahir Rendah dan penyakit. Prevalensi malnutrisi yang lebih tinggi pada bayi 612 bulan mungkin berhubungan dengan ASI eksklusif yang terlalu lama. Pemberian ASI saja tidak cukup memenuhi kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan optimal pada usia 46 bulan. 19,20 Menurut WHO pada penelitiannya mengatakan pemberian ASI memang menurunkan risiko morbiditas dan mortalitas pada bayi di negara berkembang. 21 Pernyataan di atas sejalan dengan hasil penelitian ini yaitu tidak terdapatnya hubungan antara pemberian ASI dengan status gizi. Namun perlu diperhatikan juga faktorfakor lain yang mempengaruhi status gizi bayi seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Medhi et al. 20 5.4. Hubungan antara Status Gizi Bayi dengan Usia Ibu Melahirkan Penelitian M. Rahman et al 22 menunjukkan ibu yang melahirkan bayi pada usia pertengahan memiliki bayi lakilaki dan bayi perempuan yang lebih sehat jika dibandingkan ibu yang melahirkan pada usia muda dan usia tua hal ini disebabkan ibu pada usia muda dan usia tua belum mempunyai pengetahuan yang tepat tentang merawat termasuk dalam pemberian ASI. Dari hasil penelitian diatas menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan usia ibu saat melahirkan, hasil ini tidak sejalan dengan penelitian saat ini. Karena faktor lain seperti kondisi prenatal juga memengaruhi status gizi bayi setelah dilahirkan. Seperti pada penelitian oleh Marjanka et al 23, dikatakan bahwa faktor penting yang menentukan status nutrisi di Indonesia adalah berat dan panjang lahir yang mencerminkan keadaan lingkungan di dalam kandungan. Faktor postnatal seperti intake makanan tambahan dan morbiditas ditemukan kurang berhubungan degan status nutrisi bayi.

40 5.5. Hubungan antara Status Gizi Bayi dengan Ibu yang Bekerja Li Yan Guo, et al 24 dan M. Nojomi 25 menyatakan bahwa anak dengan ibu yang bekerja, memiliki risiko malnutrisi 5,3 kali lebih besar daripada ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Namun pada penelitian M.Rahman et 2l dikatakan bahwa ibu yang bekerja mempunyai 2.312 kali lebih besar untuk mempunyai anak dengan status gizi baik daripada ibu yang tidak bekerja. Karena ibu yang bekerja mempunyai perangkat rumah atau lingkungan rumah yang lebih baik untuk lingkungan bayi tumbuh. Karena household assets disimpulkan memengaruhi status gizi ibu dan anak. Dari hasil uji hipotesis penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan antara status gizi dan ibu yang bekerja ataupun tidak bekerja. Hal ini dimungkinkan karena faktor lain yang memengaruhi status gizi seperti asupan makan yang baik, imunitas tubuh yang baik, dan lingkungan yang baik 5.6. Hubungan antara Status Gizi Bayi dengan Penghasilan Ratarata Keluarga Pertahun United Nation Human Development Index mengilustrasikan bagaimana nutrisi dan kesehatan dapat tidak diasosiasikan dengan status ekonomi. Sebagai contohnya, Indonesia memiliki Gross National Product (GNP) perkapita lebih tinggi dibanding Cina, tetapi malnutrisi lebih jarang ditemukan di Cina. 27 Contoh lainnya adalah Brazil telah mengalami perkembangan ekonomi yang signifikan selama 10 tahun terakhir, tetapi prevalensi malnutrisi pada anak dibawah 6 tahun tetap tinggi. 28 Sedangkan pada penelitian lain, dinyatakan bahwa keluarga dengan keadaan ekonomi yang lebih baik memiliki anak yang lebih baik status gizinya. Hal ini kemungkinan dikarenakan lebih mudah untuk mengakses edukasi dan tenaga atau lembaga kesehatan. 24,25. Studi lain yang diterapkan di Malaysia menyatakan bahwa prevalensi berat badan kurang dan stunting tinggi diantara anak di daerah pinggiran yang berekonomi lemah. 28

41 Gambar 5.2. Model Konseptual Perkembangan Anak yang berguna dalam analisis prevensi dan control malnutrisi (Adaptasi dari ACC/SCN Commission on the Nutrition Challengers of the XXI Century) 29 Seperti dilihat pada Gambar 5.2. penghasilan keluarga ratarata pertahun dapat saja tidak berhungan seperti yang didapat pada penelitian ini karena ada faktor lain yang tidak diteliti seperti hormon, genetik, tidak cukup tersedianya akses pada makanan dan akses kesehatan. 5.7. Hubungan antara Status Gizi Bayi dengan Tingkat Pendidikan Ibu Menurut Penelitian yang dilakukan oleh M Rahman et al 22 yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan ibu berhubungan secara signifikan dengan status nutrisi yang lebih baik pada bayi. Hal ini dapat berkontribusi karena ibu yang berpendidikan lebih tinggi lebih sadar atau berkonsentrasi akan kesehatan bayinya, mereka juga lebih cenderung untuk merawat anaknya dengan cara lebih baik.

42 Penelitian lain yang juga mendukung penelitian diatas adalah penelitian oleh Hien NN dan Kan S 30, Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi mempunyai anak yang lebih sehat dibandingkan ibu pendidikan menengah dan rendah, seperti yang didapatkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Hien NN dan Kan S di Vietnam. Sedangkan, pada penelitian status gizi anak Bolivia didapatkan hasil bahwa efek edukasi terhadap status gizi sangat dikurangi oleh efek sosioekonomi dan kontrol tempat tinggal 31. Hal ini sesuai juga dengan penelitian Desai & Alva (1998) yang mengatakan bahwa faktor sosioekonomi dan daerah tempat tinggal merupakan faktor yang menghubungkan antara tingkat edukasi dengan status gizi bayi. 32 Efek edukasi ibu melalui tingkat lingkungansosial juga ditemukan hasil yang tidak konsisten. Pada studi ditemukan hasil bahwa ibu yang tingkat pendidikannya lebih dari 4 tahun memiliki hubungan yang bermakna dengan status gizi bayi pada populasi lingkungansosial menengah namun tidak bermakana pada tingkat sosiolingkungan yang rendah atau tinggi. 33 Hasil penelititan saat ini tidak bisa dibilang begitu saja bahwa idak ada hubungan antara status gizi dengan tingkat pendidikan ibu karena melihat hasil penelitian diatas yang mengatakan adanya faktor tempat tinggal yang menghubungkan tingkat edukasi dengan status gizi namun tidak diteliti saat ini maka perlu ditelitinya faktor tersebut untuk lebih bisa menguatkan hubungan antara status gizi dengan tingkat pendidikan ibu.