PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

dokumen-dokumen yang mirip
PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas yang hidup didalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

Production and the rate of decomposition of Mangrove leaf litter in Los island Tanjungpinang

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

TINJAUAN PUSTAKA. air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang mampu tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

ANWAR SADAT SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove mempunyai fungsi dan manfaat yang serba guna dan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di hutan mangrove pesisir Desa Durian dan Desa Batu

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Penentuan batas antar komunitas tidak mudah Zona transisi dengan lingkungan tertentu Proses perubahan secara gradual struktur komunitas disebut

TINJAUAN PUSTAKA. pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh

PRODUKSI DAN KANDUNGAN KARBON SERTA LAJU DEKOMPOSISI SERASAH Xylocarpus sp di PERAIRAN SUNGAI MESJID DUMAI, RIAU. Oleh :

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

TANAH. Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

Transkripsi:

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE Api-api (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar pustaka dibagian akhir Skripsi ini. Bogor, Mei 2008 YULIAN INDRIANI C64103034

RINGKASAN YULIAN INDRIANI. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Api--api (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Dibimbing oleh DIETRIECH G. BENGEN dan MUJIZAT KAWAROE. Penelitian Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Api-api (Avicennia marina Forsk. Vierh) dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan April- Juli 2007, di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi hutan mangrove pada produktivitas lingkungan sekitarnya. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan daun mangrove adalah Littertrap (Jaring penampung serasah) yang berukuran 1 X 1 m 2. Sedangkan untuk pengukuran laju dekomposisi menggunakan kantong serasah berukuran 20 X 30 cm 2. Waktu pengambilan serasah mangrove dilakukan seminggu sekali sebanyak 6 kali pengambilan selama 1,5 bulan. Komponen mangrove yaitu daun, ranting, dan buah/bunga dipilah kemudian beratnya diukur, selanjutnya dikeringkan pada suhu 60 C sampai berat konstan atau 2 X 24 jam dengan menggunakan satuan gram/m 2 /minggu. Daun mangrove kering seberat 10 gram untuk pengukuran laju dekomposisi dimasukkan ke dalam kantong serasah lalu diikat di bawah pohon mangrove. Pengambilannya dilakukan 15 hari sekali dengan lama pengambilan 45 hari. Hasil dekomposisi dianalisis di laboratorium dan selanjutnya dilakukan pengukuran bobot kering. Besarnya penguraian merupakan hasil pengurangan berat kering daun awal dengan berat kering daun akhir. Penentuan kadar nitrogen total dan ortofosfat dilakukan pada contoh daun kering yang telah terurai di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB. Metode pengukuran nitogen total dan ortofosfat masing-masing adalah metode Kjehldal dan metode Pengabuan basah. Stasiun dengan kerapatan tertinggi adalah stasiun III dengan 21 pohon per 100 m 2 sedangkan yang mempunyai kerapatan terendah adalah stasiun I dengan kerapatan pohon 16 pohon per 100 m 2. Hal itu diakibatkan karena penyebaran dari biji tidak merata dan letak penanaman mangrove tidak teratur. Kisaran nitrogen total tanah tertinggi berada pada stasiun III dan terendah pada strasiun I sebesar 90-170 ppm. Ortofosfat tanah dengan nilai tertinggi dan terendah masing-masing pada stasiun II dan I dengan kisaran 3,4-9,2 ppm. Nilai ortofosfat tanah tergolong sangat rendah karena ortofosfat di tanah bersifat tidak statis sehingga konsentrasinya akan mudah menurun. Sumbangan produksi serasah tertinggi dihasilkan oleh daun sebesar 89% sedangkan sumbangan serasah batang dan bunga/buah masing-masing sebesar 8% dan 3%. Proporsi ini disebabkan oleh bentuk daun tipis yang mudah gugur oleh angin dan curah hujan. Persentase laju dekomposisi serasah daun Avicennia marina pada hari ke-15, 30, dan 45 untuk setiap stasiunnya berkisar antara 2,02-2,81 %; 1,34-1,94 %, dan 1, 59%. Hal ini dipengaruhi oleh temperatur yang tinggi dan salinitas. Nilai nitrogen total dan ortofosfat pada daun pada hari ke-0 hingga ke-45 semakin meningkat untuk setiap stasiun. Kisaran nitrogen total adalah 739,291-779, 274 ppm dan ortofosfat berkisar antara 114,227-311,079 ppm.

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Judul Nama NRP : PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE Api-api (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN : Yulian Indriani : C64103034 Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si. NIP. 131 292 004 NIP. 132 090 871 Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc NIP. 131 578 799 Tanggal lulus: 23 April 2008

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, pencipta semesta dan segala isinya, tempat memohon ampunan dan segala pertolongan. Atas rahmat dan hidayah-nya dapat merampungkan penyusunan skripsi ini sesuai harapan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA selaku pembimbing I, dan Ir. Mujizat Kawaroe, M. Si selaku pembimbing II atas segala bimbingan yang telah diberikan, kepada orang tua yang telah memberikan materi dan moril, Wahyu Susanto, Lia, dan Rina yang telah memberikan semangat, dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Masukan dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan tulisan ini, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Bogor, Mei 2008 Penulis

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... v vi 1. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar belakang... 1 1.2. Tujuan penelitian... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.1. Pengertian mangrove... 3 2.2. Fungsi dan manfaat mangrove... 4 2.3. Zonasi mangrove... 4 2.4. Adaptasi dan fisiologi mangrove... 6 2.5. Faktor pembatas yang mempengaruhi mangrove... 7 2.5.1. Temperatur... 7 2.5.2. Salinitas... 8 2.5.3. Tanah... 8 2.5.4. Derajat keasaman (ph)... 9 2.5.5. Zat hara... 10 2.6. Serasah mangrove... 11 2.7. Dekomposisi mangrove... 12 2.8. Deskripsi Avicennia marina... 13 3. METODE PENELITIAN... 15 3.1. Waktu dan lokasi penelitian... 15 3.2. Alat dan bahan... 16 3.3. Metode kerja... 16 3.3.1. Prosedur pengambilan air dan substrat contoh... 16 3.3.2. Prosedur pengamatan dan pengambilan contoh mangrove... 17 3.3.3. Prosedur pengukuran produksi serasah... 19 3.3.4. Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah... 20 3.3.5. Analisis unsur hara... 21 3.4. Analisis data... 21

3.4.1. Nilai kerapatan dan penutupan jenis... 21 3.4.2. Perhitugan produksi serasah... 22 3.4.3. Perhitungan laju dekomposisi serasah... 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 23 4.1. Karakteristik dan kondisi mangrove... 23 4.2. Karakteristik fisika-kimia perairan dan sedimen... 25 4.3. Produksi serasah... 28 4.4. Laju dekomposisi... 32 4.5. Kandungan unsur hara nitrogen dan ortofosfat pada daun... 35 5. KESIMPULAN DAN SARAN... 39 5.1. Kesimpulan... 39 5.2. Saran... 39 DAFTAR PUSTAKA... 40 LAMPIRAN... 42 RIWAYAT HIDUP... 61

DAFTAR TABEL Halaman 1. Kriteria tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat... 10 2. Kriteria tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfat... 11 3. Parameter dan alat yang digunakan dalam penelitian... 16 4. Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan... 25 5. Ukuran fraksi dan bahan organik tanah... 27 6. Hasil produksi serasah mangrove (Daun, ranting, buah/bunga) Avicennia marina (g/m 2 /minggu) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten... 28 7. Penyusutan bobot kering serasah daun Avicennia marina (gram)... 33

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Zonasi mangrove dari laut ke darat... 5 2. Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besar butir... 9 3. Akar, buah, dan daun Avicennia marina... 14 4. Peta lokasi penelitian... 15 5. Transek garis dan plot dari pinggir perairan ke arah darat untuk pengambilan contoh tiap stasiun... 18 6. Ilustrasi pengambilan sampel kerapatan pohon... 18 7. Prosedur pengukuran produksi serasah... 19 8. Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah... 20 9. Tingkat kerapatan pohon mangrove pada masing-masing stasiun pengamatan... 24 10. Perbandingan produksi serasah antar stasiun... 29 11. Persentase serasah daun, batang, dan buah/bunga... 31 12. Persentase laju dekomposisi serasah daun mangrove... 34 13. Kandungan nitrogen total pada daun... 36 14. Kandungan ortofosfat pada daun... 37

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Produksi serasah mangrove Avicennia marina... 42 2. Presentase laju dekomposisi... 49 3. Data kerapatan pohon... 50 4. Data analisis contoh daun... 50 5 Data curah hujan di Tangerang... 51 6 Data kecepatan angin di Tangerang bulan April dan Mei 2007... 52 7. Penyiapan daun sebelum dianalisis... 58 8. Penentuan kadar nitrogen dengan metode Kjehdahl (William, 1984)... 59 9. Penetuan kadar ortofosfat dengan metode pengabuan basah (William, 1984)... 60 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang Indonesia sebagai negara kepulauan tropis terbesar memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, dimana salah satu sumberdaya hayati yang potensial adalah hutan mangrove. Dari 15,9 juta ha luas hutan mangrove dunia, sekitar 3,7 juta ha atau 24%-nya berada di Indonesia sehingga Indonesia memiliki kekayaan mangrove yang termasuk salah satu tertinggi di dunia (Bengen, 2003). Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dengan beragam fungsi, baik ekologi maupun ekonomi, karena ekosistem ini berada antara daratan dan lautan. Sebagai ekosistem produktif di pesisir, mangrove menghasilkan serasah yang tinggi sebagai potensi hara yang mendukung produktivitas primer tinggi di ekosistem ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi serasah dan laju dekomposisi serasah adalah jenis tumbuhan, umur tumbuhan, iklim dan karakteristik lingkungan. Banyaknya jenis mangrove dalam komunitas, akan menghasilkan serasah dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan komunitas yang mempunyai jenis mangrove sedikit. Demikian pula laju dekomposisi serasah sebagai bahan organik tergantung pada jumlah dan jenis serasah, serta kondisi lingkungan. Mangrove yang berada di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten keadaannya sudah rusak, karena daerah-daerah yang ditumbuhi pohon mangrove banyak digunakan untuk tambak oleh masyarakat setempat. Kondisi ini di khawatirkan akan menurunkan fungsi dan peranan mangrove terhadap produktivitas ekosistem pesisir atau estuari, dalam mendukung ketersediaan sumberdaya ikan di perairan pesisir.

Penelitian mengenai produksi dan laju dekomposisi serasah daun mangrove api-api (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten belum pernah dilakukan. Untuk itu, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi mangrove di daerah tersebut. Penelitian tentang dinamika serasah mangrove berupa produksi dan laju dekomposisi mempunyai arti penting, karena serasah merupakan penyumbang terbesar pada kesuburan estuari dan perairan pantai sebagai penyedia hara bagi biota yang hidup di pesisir pantai. 1.2. Tujuan penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji produksi dan laju dekomposisi serasah daun mangrove api-api (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove yang sering kali disebut hutan bakau atau mangal adalah komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2003). Komunitas ini umumnya tumbuh dan berkembang pada daerah intertidal dan subratidal yang cukup mendapat air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Menurut Nybakken (1986), komunitas hutan mangrove tersebar di seluruh hutan tropis dan subtropis, mulai dari 25 LU sampai 25 LS. Mangrove mampu tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang. Bila pantai dalam keadaan sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan mengeluarkan akarnya. Tumbuhan ini dapat tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur dan lingkungan yang anaerob. Mangrove juga dapat tumbuh pada substrat pasir, batu atau karang yang terlindung dari gelombang, karena itu mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk, estuari, laguna, dan pantai terbuka yang berhadapan dengan terumbu karang. Komponen-komponen hayati dan non-hayati yang turut mendukung keberadaan suatu ekosistem mangrove yaitu: Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove. Proses (abrasi dan sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove. Keanekaragaman jenis mangrove di Indonesia cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara lain di dunia. Jumlah jenis mangrove di

Indonesia mencapai 89 yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 2005). Dari 35 jenis pohon tersebut, yang umum dijumpai di pesisir pantai adalah Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp, Xylocarpus sp, Ceriops sp, dan Excoecaria sp. 2.2. Fungsi dan manfaat mangrove Mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang penting bagi manusia dan lingkungan di sekitarnya (Bengen, 2003), yaitu: Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen. Daun dan dahan pohon mangrove menghasilkan sejumlah besar detritus. Daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya. Penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas (pulp). Pemasok larva ikan, udang, dan biota lainnya. Sebagai daerah pariwisata. 2.3. Zonasi mangrove Zonasi alamiah mangrove menurut Bengen (2003) adalah: Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia sp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia sp yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora sp di zona ini juga dijumpai Bruguiera sp dan Xylocarpus sp. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasanya ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya. Zonasi mangrove di Indonesia dari arah laut ke darat dapat dilihat pada Gambar 1, yaitu: Sumber: Bengen (2003) Gambar 1. Zonasi mangrove dari laut ke darat Sedangkan zona vegetasi mangrove yang berkaitan dengan pasang surut meliputi : Areal yang sering digenangi walaupun pada pasang rendah umumnya didominasi Avicennia sp atau Sonneratia sp. Areal yang digenangi oleh pasang sedang didominasi oleh Rhizophora sp. Area yang digenangi hanya pada saat pasang tertinggi, yang mana areal ini lebih ke daratan, umumnya didominasi oleh Bruguiera sp dan Xylocarpus sp.

Areal yang digenangi hanya pada saat pasang tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan) umumnya didominasi oleh Bruguiera sexangula dan Lumnitzera littoralis. 2.4. Adaptasi dan fisiologi mangrove Menurut Bengen (2003) terdapat tiga bentuk adaptasi pohon mangrove terhadap kondisi lingkungan : Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah Akar pada mangrove berfungsi untuk memperkokoh pohon, mengambil unsur hara dan penahan sedimen. Beberapa jenis mangrove mengembangkan sistem perakaran khusus yang disebut akar napas. Perakaran ini merupakan suatu bentuk adaptasi terhadap oksigen berkadar rendah. Akar napas merupakan struktur yang menyerupai akar yang keluar dari batang, menggantung di udara dan bila sampai ke tanah dapat tumbuh seperti akar biasa. Jenis-jenis akar mangrove adalah : - Akar papan (Buttress) : akar berbentuk seperti papan miring yang tumbuh pada bagian bawah batang dan berfungsi sebagai penunjang tubuh, jenis akar ini dapat dijumpai pada Ceriops sp. - Akar cakar ayam (Pneumatophore): akar yang tumbuh tegak, muncul dari dalam tanah, pada kulit terdapat celah-celah kecil yang berguna untuk pernafasan. Contoh akar cakar ayam dapat ditemukan pada jenis Avicennia sp, Sonneratia sp dan Xylocorpus sp. - Akar tonggak (Still-Root): akar yang tumbuh dari batang di atas permukaan dan kemudian memasuki tanah, biasanya berfungsi untuk

penunjang pohon. Contoh akar ini banyak terdapat pada jenis Rhizophora sp. - Akar lutut (Knee-Root): akar yang muncul dari tanah kemudian melengkung kecoklatan bawah sehingga bentuknya menyerupai lutut. Contoh akar ini terdapat pada jenis Bruguiera sp. Adaptasi terhadap kadar garam tinggi - Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. - Berdaun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. - Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan. Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang-surut Mengembangkan struktur akar sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. 2.5. Faktor pembatas pertumbuhan mangrove Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan vegetasi mangrove yaitu: 2.5.1. Temperatur Temperatur merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi (Aksornkoae, 1993). Temperatur rata-rata di daerah tropis cukup baik bagi pertumbuhan mangrove. Hutching dan Saenger (1987) in Kusmana (2000) kisaran temperatur optimum

untuk pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan mangrove, yaitu Avicennia marina tumbuh baik pada temperatur 18-20 C. 2.5.2. Salinitas Lingkungan bergaram (asin) diperlukan untuk kestabilan ekosistem mangrove, Aksornkoae (1993) meyatakan bahwa salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove, terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Pada umumnya tumbuhan mangrove hidup dan tumbuh dengan kisaran salinitas 10-30 / oo. Namun ada beberapa spesies mangrove yang dapat tumbuh pada daerah yang salinitasnya tinggi. Spesies Avicennia sp termasuk jenis mangrove yang memiliki toleransi tinggi terhadap garam. Menurut Hutabarat dan Evans (1998) fluktuasi salinitas merupakan gambaran dominan lingkungan estuari, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pasang surut, musim, topografi estuari dan jumlah air tawar. Sedangkan menurut Nontji (2005) menyatakan bahwa sebaran salinitas di perairan estuari mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air yang sangat menentukan. 2.5.3. Tanah Tanah tempat tumbuh mangrove dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari sungai, pantai atau erosi tanah yang terbawa dari dataran tinggi sepanjang sungai. Menurut Aksornkoae (1993) spesies mangrove Rhizophora mucronata dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang relatif dalam dan

berlumpur dan spesies mangrove Avicennia marina dan Bruguiera sp. di sepanjang tepi sungai berlumpur. Klasifikasi tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dari fraksi substrat halus (< 2 mm). Berdasarkan atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat maka tanah dikelompokkan ke dalam beberapa macam kelas tekstur (Gambar 2). Sumber : Hardjowigeno (2003) Gambar 2. Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besar butir 2.5.4. Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman atau ph adalah jumlah ion hidrogen yang terdapat pada larutan (Effendi, 2003). Air laut sebagai media yang memiliki kemampuan

sebagai larutan penyangga yang dapat mencegah perubahan nilai ph yang sangat ekstrim. Menurut Aksornkoae (1993) menyatakan komunitas Rhizophora sp dan Avicennia sp hidup pada tanah dengan nilai ph berturut-turut adalah 6,6 dan 6,2 ketika dalam keadaan penuh air, tetapi pada kondisi aerobik dan kering nilai ph berkurang menjadi 4,6 dan 5,7. 2.5.5. Zat hara Aksornkoae (1993) menyatakan hara merupakan faktor penting dalam keseimbangan ekosistem mangrove. Hara terbagi menjadi dua yaitu hara anorganik dan detritus organik. Hara anorganik terdiri dari N, P, K, Mg, Ca, dan Na. Nitrat dan fosfor merupakan nutrien anorganik yang sangat stabil. Sumber nutriennya berasal dari hujan, aliran permukaan, sedimen, air laut, dan bahan organik yang terdegradasi. Detritus organik terdiri dari dua sumber yaitu dari perairan itu sendiri dan dari ekosistem lain. Menurut Vollenweider (1968) in Effendi (2003), membagi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat dan fosfat (Tabel 1 dan 2). Tabel 1. Kriteria tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat (Vollenweider, 1968 in Effendi, 2003) Kandungan Nitrat Kriteria Kesuburan <0,226 mg/liter Kurang subur 0,227-1,129 mg/liter Sedang 1,133-11,250 mg/liter Tinggi

Tabel 2. Kriteria tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfat (Vollenweider, 1968 in Effendi, 2003) Kandungan fosfat Kriteria 0,000-0,020 mg/liter Rendah 0,021-0,050 mg/liter Cukup 0,051-0,100 mg/liter Baik > 0,100 mg/liter Sangat subur 2.6. Serasah mangrove Produksi serasah adalah guguran struktur vegetatif dan reproduktif yang disebabkan oleh faktor ketuaan, stress oleh faktor mekanik (misalnya angin), ataupun kombinasi dari keduanya dan kematian serta kerusakan dari keseluruhan tumbuhan oleh iklim (hujan dan angin) (Brown, 1984 in Soenardjo, 1999). Serasah adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya diatas lantai hutan atau kebun. Tanaman memberikan masukkan bahan organik melalui daun-daun, cabang dan ranting yang gugur, dan juga melalui akar-akarnya yang telah mati. Serasah yang jatuh di permukaan tanah dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan dan mengurangi penguapan. Tinggi rendahnya peranan serasah ini ditentukan oleh kualitas bahan organik tersebut. Semakin rendah kualitas bahan, semakin lama bahan tersebut dilapuk sehingga terjadi akumulasi serasah yang cukup tebal pada permukaan tanah hutan. Produksi serasah yang tinggi maka akan memberikan keuntungan bagi vegetasi untuk meningkatkan produktivitas karena tersedianya sumber hara yang cukup.

2.7. Dekomposisi mangrove Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik mati secara bertahap yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika (Sunarto, 2003). Menurut Hardjowigeno (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi penghancuran (dekomposisi) bahan organik adalah Temperatur: temperatur tinggi, dekomposisi cepat. Menurut Soenardjo (1999) batasan temperatur optimum untuk bakteri berkisar 27-36 C, yang sangat berpengaruh bagi penguraian serasah mangrove dengan asumsi daun mangrove sebagai dasar metabolisme. Kelembaban: selalu basah, dekomposisi lambat Tata udara tanah: tata udara baik, dekomposisi cepat Pengolahan: tanah yang diolah, tata udara menjadi baik, penghancuran bahan organik cepat ph: tanah dengan ph masam, penghancuran bahan organik lambat Proses dekomposisi dimulai dari penghancuran atau pemecahan struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai terhadap hewan-hewan mati atau hewan-hewan herbivor terhadap tumbuhan dan menyisakannya sebagai bahan organik mati yang selanjutnya menjadi serasah, detritus dengan ukuran kecil. Selama terjadinya dekomposisi juga terjadi mineralisasi unsur hara N, P, S dan unsur hara mikro serta dibentuk pula senyawa humus. Perubahan-perubahan bentuk nitrogen dalam tanah dari bahan organik melalui beberapa macam proses yaitu:

Aminisasi: Pembentukan senyawa amino dari bahan organik (protein) oleh bermacam-macam (heterogenous) mikroorganisme. Protein R-OH + CO 2 + Energi Amonifikasi: Pembentukan amonium dari senyawa-senyawa amino oleh mikroorganisme. R-NH 2 + HOH ROH + NH3 + E 2NH 3 + H 2 CO 3 (NH 4 ) 2 CO 3 2NH 4 + + CO 3-2 Nitrifikasi: Perubahan dari amonium (NH 4 + ) menjadi nitrit (oleh bakteri Nitrosomonas), kemudian menjadi nitrat (oleh Nitrobakter). 2NH 4 + + 3O 2 2NO 2 - + O 2 2NO 2 - + 2H 2 O + 4H + + E 2NO 3 - + E 2.8. Deskripsi spesies Avicennia marina Forssk. Vierh Spesies Avicennia marina yang sering disebut Api-api merupakan tumbuhan mangrove pada substrat berpasir atau berlumpur tipis, dengan salinitas relatif tinggi (salinitas laut) pada kisaran yang sempit. Pohonnya dapat mencapai tinggi 12 m. Daun Avicennia marina dilihat dari sisi sebelah atas berwarna hijau muda, sedangkan pada sisi sebelah bawah abu-abu keperakan atau putih. Daunnya berbentuk elips, panjang daun ya berkisar 5-11 cm. Buah berbentuk bulat dan agak berbulu dengan panjang 1,5-2,5 cm dan berwarna hijau (Gambar 3). Kulit batang halus, berwarna putih keabu-abuan hingga hijau. Kulit batang halus, berwarna putih keabu-abuan hingga hijau dan akar berbentuk cakar ayam berpneumatofora untuk pernafasan (Bengen, 2003).

Kegunaan Avicennia marina adalah daun yang muda dapat dimakan/disayur, polen dari bunganya dapat untuk menarik koloni-koloni kumbang penghasil madu yang diternak, dan abu dari kayunya sangat baik untuk bahan baku dalam pembuatan sabun cuci. Gambar 3. Akar, buah, dan daun Avicennia marina (Bengen, 2003)

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2007 dan stasiun penelitian berada pada ekosistem mangrove di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten (Gambar 4). Analisis data produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove dilaksanakan di Laboratorium Oseanografi Kimia, Laboratorium Produktivitas Lingkungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB dan Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Gambar 4. Peta lokasi penelitian

3.2. Alat dan bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Parameter dan alat yang digunakan dalam penelitian Parameter Alat/Metode Satuan Keterangan Temperatur air Termometer C Pengukuran langsung Salinitas Refraktometer 0 / 00 Pengukuran langsung ph air Kertas ph Pengukuran langsung Nitrat air Spectrofotometer tipe LKB P.0041-1988 ppm Laboratorium Ortofosfat Spectrofotometer tipe air LKB P.0041-1988 ppm Laboratorium Nitrogen total Spectrofotometer/metode tanah Kjehldal ppm Laboratorium Ortofosfat Spectrofotometer/metode tanah Bray I ppm Laboratorium Nitrogen total Spectrofotometer/metode daun Kjehldal ppm Laboratorium Ortofosfat Spectrofotometer/metode daun pengabuan basah ppm Laboratorium Tekstur sedimen Metode pipet % Laboratorium Serasah Neraca digital Chyo JL- 200 (Ketelitian (0,001g) Gram Laboratorium 3.3. Metode kerja 3.3.1. Prosedur pengambilan air dan substrat contoh Pengukuran parameter temperatur, salinitas, dan ph air dilakukan secara langsung. Analisis substrat contoh dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Parameter yang diambil adalah fraksi, nitrogen total, dan ortofosfat. Pengambilan contoh fraksi dilakukan dengan cara memasukkan contoh tanah ke gelas beker, setelah itu ditutup dengan alumunium foil.

3.3.2. Prosedur pengamatan dan pengambilan contoh mangrove Menurut Bengen (2003), prosedur pengamatan dlakukan sebagai berikut: Didaerah penelitian dibuat 3 stasiun dengan karakteristik yang berbeda. Pada setiap stasiun pengamatan, terdapat 3 transek garis dari arah laut ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove yang terjadi) di daerah intertidal. Di setiap transek garis diletakan secara acak plot berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 m 2 sesuai lebar hutan mangrove. Pada setiap plot yang telah ditentukan, hitung jumlah pohon mangrove Avicennia marina untuk menghitung kerapatan pohon tiap stasiunnya. Pada setiap zona sepanjang transek garis, ukur parameter lingkungan yang ditentukan dan pada setiap petak contoh (plot), amati dan catat tipe substrat. Prosedur pengamatan dan pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6, yang disajikan sebagai berikut:

Perairan Plot 1 Plot 1 Plot 1 Transek garis 50 m 50 m Plot 2 Plot 2 Plot 2 Transek 2 Transek 3 Transek 1 Plot/petak Gambar 5. Transek garis dan plot dari pinggir perairan ke arah darat untuk pengambilan contoh tiap stasiun 10 m Plot 1 Plot sampling pohon 10 m Plot 2 Gambar 6. Ilustrasi pengambilan sampel kerapatan pohon

3.3.3. Prosedur pengukuran produksi serasah Metode yang umum digunakan untuk pengambilan produksi serasah adalah metode litter-trap (Jaring penampung serasah) (Brown, 1984). Prosedur pengukuran serasah disajikan pada Gambar 6. Serasah Mangrove (daun, ranting, dan buah/bunga) Jaring penampung ukuran 1 x1 m 2 diletakkan pada tiap kerapatan pohon mangrove Pengambilan satu minggu 1x Selama 1,5 bulan Dimasukkan ke kantong plastik beri label untuk setiap kerapatan kemudian timbang Produksi serasah (gram/m 2 /minggu) Gambar 7. Prosedur pengukuran produksi serasah Pengambilan contoh serasah mangrove (daun, ranting, dan buah/bunga) menggunakan jaring yang berukuran 1 X 1 m 2, jaring dibentangkan di bawah pohon mangrove. Pengambilan contoh serasah selama 1,5 bulan dengan rentang waktu satu minggu sekali sebanyak 6 kali. Mangrove yang tertampung jaring dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu diberi label, setelah itu dibawa ke

laboratorium untuk ditimbang (ketelitian 0,001gram) produksi serasah dengan satuan gram/m 2 /minggu. 3.3.4. Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah disajikan pada Gambar 7, yaitu: Serasah daun Di keringkan pada temperatur 60 C selama 2 hari dan timbang (ketelitian 0,001 gram) Berat kering awal (10 gram) Masukkan ke kantong serasah Di ikat pada akar pohon mangrove Diambil per 15 hari selama 1,5 bulan Bersihkan dari lumpur, dikeringkan pada temperatur 105 C selama 2 hari dan timbang (ketelitian 0,001 gram) Berat kering akhir Laju dekomposisi serasah = Berat kering awal Berat kering akhir Gambar 8. Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah Pengukuran contoh laju dekomposisi diawali dengan pengeringan daun mangrove pada temperatur 60 C sampai beratnya konstan, sebanyak 10 gram daun kering mangrove dimasukkan kedalam kantong serasah dan diletakan di bawah pohon mangrove. Rentang waktu pengambilan 15 hari sekali sebanyak 3 kali dalam waktu 1,5 bulan. Daun mangrove yang di dalam kantong serasah

dibawa ke laboratorium, daun tersebut dibersihkan dari lumpur maupun kotoran, setelah itu dikeringkan pada temperatur 105 C sampai beratnya konstan dan ditimbang. Hasil untuk mengetahui penguraian yaitu berat kering awal dikurangi berat kering akhir. 3.3.5. Analisis unsur hara Analisis unsur nitrogen total dan ortofosfat tanah dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor dan untuk nitrogen total dan ortofosfat daun mangrove dilakukan di laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Contoh serasah daun diambil 10 gram berat kering daun untuk tiap stasiun untuk dianalisis unsur hara nitrogen total dan ortofosfat, dilakukan 4 kali dalam pendekomposisian serasah, yaitu di awal pendekomposisian, dan setelah hari ke- 15, 30, dan 45. Penentuan kadar nitrogen total dilakukan dengan menggunakan metode Kjehdahl sedangkan ortofosfat menggunakan metode Pengabuan basah (Lampiran 8 dan 9). 3.4. Analisis data 3.4.1. Nilai kerapatan Data mengenai jenis,jumlah tegakan dan diameter pohon yang telah dicatat pada tabel Form mangrove, diolah lebih lanjut untuk memperoleh kerapatan jenis (Bengen, 2003).

Kerapatan Jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis I dalam suatu unit area: D i = ni A dimana Di adalah kerapatan jenis i, ni adalah jumlah total tegakan dari jenis i dan A adalah luas total area. 3.4.2. Perhitungan produksi serasah Serasah mangrove yang jatuh ke jaring nylon berukuran 1 X 1 m 2 kemudian dimasukkan ke kantong plastik. Pisahkan komponen daun, ranting, dan bungabuah. Kemudian di timbang dengan ketelitian timbangan 0,001 gram. Hasil dari pengukuran dihitung dengan satuan gram/m 2 /hari. 3.4.3. Perhitungan laju dekomposisi serasah Perhitung presentase laju dekomposisi mangrove per hari menggunakan rumus (Bonruang, 1984) : Y= BA BK X100% BA dimana: Y = Presentase Serasah daun yang mengalami dekomposisi BA = Berat Awal Penimbangan (gram) BK = Berat akhir penimbangan (gram) Untuk mendapatkan nilai presentase kecepatan dekomposisi serasah daun per hari: Y X = D dimana: X = Persentase kecepatan dekomposisi serasah daun per hari D = Lama pengamatan (hari)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik dan kondisi mangrove Hutan mangrove di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten tumbuh secara semi buatan yang menempati areal seluas 40 ha. Jenis mangrove yang ditemukan pada daerah penelitian yaitu Avicennia marina dan Rhizophora sp. Daerah pantai didominasi oleh Avicennia marina sedangkan di daerah darat atau dekat tambak banyak dijumpai Rhizophora sp. Secara keseluruhan, jenis yang paling dominan di daerah penelitian adalah Avicennia marina. Sebelum dibuat daerah tambak, pohon mangrove di lokasi tersebar rata dan luas hutan mangrove sekarang menjadi menipis dan tidak tersebar rata. Pohon mangrove berumur sekitar 5-15 tahun (komunikasi pribadi dengan petambak) dengan keliling batang sekitar 78 cm. Hutan mangrove di lokasi ini dimanfaatkan oleh nelayan untuk mencegah abrasi supaya tambak-tambak tidak hancur atau terlindungi. Selain itu, kayu mangrove dimanfaatkan untuk kayu bakar dan membangun rumah. Lokasi penelitian terdiri dari 3 stasiun dengan karakteristik yang berbeda. Karakteristik stasiun I adalah daerah sedimentasi yang dekat dengan aliran air (sungai buatan) yang berfungsi untuk memberikan asupan air laut bagi tambaktambak yang ada disekitarnya. Karakteristik pada stasiun II adalah daerah sedimentasi dan dipenuhi banyak sampah yang terbawa oleh arus pasang surut. Stasiun III memiliki ciri yaitu sebagai daerah abrasi yang dekat dengan muara sungai dan dipenuhi banyak sampah.

Kerapatan pohon mangrove di Desa Lontar Kecamatan Kemiri Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten disajikan pada Gambar 9 dan data mentah dapat dilihat pada Lampiran 3. Kerapatan pohon per m 2 25 20 15 10 5 16 19 21 0 Stasiun I Stasiun II Stasiun III Gambar 9. Tingkat kerapatan pohon mangrove pada masing-masing stasiun pengamatan Kerapatan pohon mangrove di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten memperlihatkan hasil yang berbeda. Stasiun yang mempunyai kerapatan tertinggi adalah stasiun III dengan nilai kerapatan 21 pohon per 100 m 2 sedangkan kerapatan terendah dijumpai di stasiun I dengan kerapatan 16 pohon per 100 m 2. Hal ini diakibatkan karena penyebaran dari biji tidak merata dan letak penanaman mangrove tidak teratur. 4.2 Karakteristik fisika- kimia perairan dan sedimen Parameter fisika-kimia perairan yang diukur adalah ph, temperatur, salinitas dan bahan anorganik (nitrat dan ortofosfat). Hasil pengukuran parameter fisikakimia disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan Bahan Anorganik (ppm) Stasiun ph Temperatur Salinitas ( C) ( / oo ) Nitrat Ortofosfat I 8 33 30 0,085 Tak terdeteksi II 8 33 30 0,193 0,071 III 9 33 25 0,502 0,021 Derajat keasaman (ph) adalah jumlah ion hidrogen yang terdapat pada larutan. Nilai ph di daerah penelitian berkisar antara 8-9, nilai tersebut menunjukkan nilai basa yang normal untuk permukaan perairan Indonesia yang pada umumnya berkisar antara 6,0-8,5 (Aksornkoae, 1993). Nilai ph tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 9 sedangkan nilai ph terendah terdapat pada stasiun I dan II yaitu 8. Nilai ph yang tinggi di stasiun III menyebabkan mikroorganisme yang ada pada stasiun III berkembang secara optimal dan sangat produktif. Stasiun III merupakan daerah yang masih terpengaruh oleh daratan. Temperatur perairan yang tergolong tinggi sebesar 33 C ditemukan hampir di setiap stasiun. Hal ini disebabkan oleh pengukuran temperatur yang dilakukan pada siang hari. Penyebab lainnya adalah wilayah pengambilan data merupakan daerah yang terbuka, sehingga intensitas cahaya yang diterima tinggi. Menurut Soenardjo (1999) temperatur optimum untuk bakteri berkisar 27 C- 36 C. Kisaran temperatur tersebut sangat baik untuk proses penguraian dengan asumsi daun mangrove sebagai dasar metabolisme. Berdasarkan hasil penelitian, temperatur yang diperoleh masih berada dalam kisaran yang baik untuk proses dekomposisi. Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove, terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan

zonasi spesies mangrove (Aksornkoae, 1993). Hasil nilai kisaran salinitas antar stasiun adalah 25-30 / oo. Salinitas terbesar terdapat pada stasiun I dan stasiun II sedangkan salinitas terkecil terdapat pada stasiun III. Nilai salinitas yang bervariasi di duga karena daerah pada stasiun I dan II jauh dari muara sungai sedangkan daerah pada stasiun III berdekatan dengan muara sungai Cimanceri dan masukkan air tawarnya masih tinggi. Nutrien utama yang dibutuhkan oleh tumbuhan mangrove yang mempengaruhi produksi dan laju dekomposisi serasah adalah nitrat dan fosfat dalam bentuk ortofosfat. Menurut Effendi (2003) nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nilai nitrat di perairan berkisar antara 0,085-0,502 ppm. Kandungan nitrat tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 0,502 ppm, dan terendah terdapat pada stasiun I sebesar 0,085 ppm. Kandungan nitrat yang tinggi pada stasiun III disebabkan adanya pengaruh daratan yang tinggi berupa suplai dari kegiatan rumah tangga, resapan air tanah dan masukan air dari muara sungai. Menurut klasifikasi tingkat kesuburan perairan, kandungan nitrat di daerah penelitian termasuk dalam kriteria subur (Vollenweider, 1968 in Effendi, 2003) disajikan pada Tabel 1. Hasil kisaran kandungan ortofosfat yang didapat adalah tak terdeteksi sampai 0,071 ppm, kandungan ortofosfat yang tertinggi terdapat pada stasiun II dengan nilai 0,071 ppm sedangkan kandungan terendah terdapat pada stasiun I yaitu nilainya tak terdefinisi. Hal ini disebabkan nilai ortofosfat tak terdeteksi oleh alat yang digunakan (spektrofotometer). Kandungan ortofosfat tinggi seperti halnya nitrat disebabkan pengaruh daratan yang tinggi berupa masukan air dari muara

sungai dan suplai dari kegiatan rumah tangga. Menurut klasifikasi tingkat kesuburan perairan kandungan ortofosfat di stasiun penelitian termasuk dalam kriteria subur(vollenweider, 1968 in Effendi, 2003) disajikan pada Tabel 2. Parameter fisik sedimen yang diambil adalah tekstur substrat sedangkan parameter kimia sedimen yang diambil adalah nitrogen total dan ortofosfat. Hasilnya di sajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Ukuran fraksi dan bahan anorganik tanah Tekstur substrat (%) Stasiun Pasir Debu Liat Nitrogen total (ppm) Ortofosfat (ppm) I 12 51 37 90 3,4 II 0 58 42 110 9,2 III 1 51 48 170 8,7 Klasifikasi tekstur substrat menggunakan diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran butir (Gambar 2), klasifikasi tekstur substrat pada stasiun I yaitu lempung liat berdebu sedangkan stasiun II dan III adalah liat berdebu. Persentase pasir, debu, dan liat masing-masing berkisar 0-12 %, 51-58 %, dan 37-48 %. Pembentukan tekstur substrat mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor fisik yaitu gerakan arus pasang (Soenardjo, 1999). Di lokasi penelitian didominasi oleh fraksi halus dan berwarna hitam dan kandungan unsur haranya tinggi. Tabel 5 menunjukan kandungan nitrogen total dan ortofosfat pada tanah. Kandungan nitrogen total untuk setiap stasiunnya mempunyai nilai kisaran 90-170 ppm. Nitrogen total tanah yang tertinggi berada pada stasiun III yaitu 170 ppm dan nilai terendah didapat pada stasiun I yaitu 90 ppm. Kisaran kandungan

ortofosfat tanah antara 3,4-9,2 ppm. Ortofosfat tanah yang tertinggi pada stasiun II dan kandungan ortofosfat tanah terendah terdapat di stasiun I. Kandungan ortofosfat tanah sangat rendah karena ortofosfat di tanah bersifat tidak statis sehingga konsentrasinya akan mudah menurun. 4.3 Produksi serasah Produksi serasah adalah guguran struktur vegetatif dan reproduktif yang disebabkan oleh faktor ketuaan, stress oleh faktor mekanik (misalnya angin), ataupun kombinasi dari keduanya, kematian, serta kerusakan dari keseluruhan tumbuhan oleh iklim (hujan dan angin) (Brown, 1984 in Soenardjo, 1999). Produksi serasah selama 6 minggu disajikan pada Tabel 6 dan data mentahnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 6. Hasil produksi serasah (daun, ranting, dan buah/bunga) mangrove Avicennia marina (g/m 2 /minggu) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten Stasiun Komponen Minggu ke- 1 2 3 4 5 6 Daun 29,601 31,567 18,282 23,257 55,171 22,867 I Ranting 1,928 1,005 3,270 2,052 7,980 0,876 Buah/Bunga 1,614 0,510 0,657 1,216 1,766 0,956 Total 33,142 33,083 22,209 26.524 64,917 24,699 Daun 30,869 48,643 25,871 24,528 31,002 23,572 II Ranting 2,087 2,441 2,190 1,811 7,269 2,088 Buah/Bunga 0,390 1,297 0,322 1,786 0,650 0,352 Total 33,346 52,381 28,383 28,125 38,921 26,011 Daun 33,340 37,989 21,952 24,103 49,236 23,262 III Ranting 1,638 2,570 2,059 1,637 4,744 1,408 Buah/Bunga 0,040 0,000 0,000 0,087 0,000 0,076 Total 35,018 40,559 24,011 25,826 53,980 24,746 Total produksi serasah mangrove di stasiun I memiliki nilai terbesar pada minggu ke-5 yaitu 64,917 gr/m 2 /minggu yang terdiri atas serasah daun sebesar

55,171 gr/m 2 /minggu, serasah ranting sebesar 7,980 gr/m 2 /minggu dan serasah buah/bunga sebesar 1,766 gr/m 2 /minggu. Produksi serasah pada minggu ke-5 tinggi, hal ini disebabkan oleh faktor cuaca. Saat pengambilan serasah minggu ke-5 yaitu pada tanggal 14 Mei 2007 terjadi hujan. Berdasarkan data dari BMG, pada tanggal tersebut nilai curah hujan sebesar 3 mm (Lampiran 5). Hal ini sejalan dengan pendapat Khairijon, 1991 in Wibisana, 2004 menyatakan bahwa produksi serasah tertinggi terjadi pada saat musim hujan/ pada saat curah hujan mencapai tinggi. Pada stasiun II total produksi serasah mangrove memiliki nilai terbesar pada minggu ke-2 yaitu 52,381 gr/m 2 /minggu. Total hasil produksi serasah mangrove terdiri dari serasah daun sebesar 48,643 gr/m 2 /minggu, serasah ranting sebesar 2,441 gr/m 2 /minggu dan serasah buah/bunga sebesar 1,297 gr/m 2 /minggu. Produksi serasah di minggu ke-2 tinggi disebabkan oleh faktor angin. Minggu ke- 2 adalah tanggal 17-23 April 2007 dan berdasarkan data dari BMG (Lampiran 6), pada tanggal tersebut kecepatan angin lebih besar dibandingkan dengan kecepatan angin pada minggu lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Cuevas dan Sajise, 1978 in Wibisana, 2004 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kecepatan angin dengan produksi serasah. Bila kecepatan angin tinggi maka produksi yang dihasilkan tinggi pula. Total produksi serasah mangrove di stasiun III nilai terbesar pada minggu ke-5 yaitu 53,980 gr/m 2 /minggu, terdiri atas serasah daun sebesar 49,236 gr/m 2 /minggu dan serasah ranting sebesar 4,744 gr/m 2 /minggu. Produksi serasah pada minggu ke-5 tinggi ini disebabkan oleh faktor cuaca, hal ini sama seperti pada stasiun I.

Produksi serasah (gram/m 2 /hari) 50.000 45.000 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0.000 34.701 34.528 34.023 I II III Stasiun Gambar 10. Perbandingan produksi serasah antar stasiun Produksi serasah terbanyak terdapat pada stasiun I dengan jumlah 34,701 g/m 2 /minggu sedangkan produksi serasah terendah terdapat pada stasiun III yaitu 34,023 g/m 2 /minggu. Perbedaan yang didapatkan untuk tiap stasiun diakibatkan adanya perbedaan kerapatan, umur dari tumbuhan, dan kesuburan yang dapat mempengaruhi secara tidak langsung. Menurut Soenardjo (1999) semakin tua tumbuhan maka produksi serasahnya semakin menurun, begitu pula sebaliknya. Selain faktor-faktor tersebut morfologi daun juga mempengaruhi produksi serasah. Salinitas merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi serasah. Salinitas tertinggi didapat pada stasiun I dan II yaitu 30 / oo. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa stasiun ini sering terkena genangan pasang air laut yang memberikan pengaruh sangat besar dengan produksi serasah (34,701 dan 34,528

g/m 2 /minggu). Salinitas terendah terdapat pada stasiun III sebesar 25 / oo. Produksi serasah yang dihasilkan 34,023 g/m 2 /minggu. Selain itu, temperatur udara juga mempengaruhi produksi serasah dimana pada suhu rendah produksi serasah meningkat. Pada setiap stasiun temperatur udara 30 C, maka produksi serasah yang dihasilkan tinggi. Gambar 11. Persentase serasah daun, ranting, dan bunga/buah Setiap jenis mangrove mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan jatuhan serasah. Dilihat pada Gambar 11, jatuhan serasah yang paling banyak adalah daun. Stasiun I mempunyai jumlah serasah daun sebanyak 86,97 %, stasiun II sebanyak 88,14 %, dan pada stasiun III jumlah serasah daun

sebanyak 92,56 %. Nilai persentase serasah daun pada tiap stasiun tidak jauh berbeda. Serasah ranting dan buah/bunga mempunyai nilai persentase lebih kecil dari nilai persentase serasah daun. Persentase serasah ranting terbesar terdapat pada stasiun II dengan nilai 8,55 % dan nilai terendah pada stsiun III yaitu 6,85%. Untuk serasah dari bunga/ buah, jumlah terbesar terdapat pada stasiun I dengan nilai 4,78 % dan nilai terendah pada stasiun III sebesar 1,18 %. Perbedaan yang sangat jauh antara serasah daun dengan serasah ranting maupun buah/bunga. Diduga erat karena kondisi lingkungan serta ciri biologis. Kondisi lingkungan antara lain temperatur udara dan musim. Ciri biologis diantaranya ukuran dan jumlah masing-masing komponen yang dihasilkan, sifat perbungaan dan sifat fisik dari setiap komponen. Jenis Avicennia marina mempunyai ukuran daun yang kecil dan buah yang berbentuk bulat. Produksi serasah daun sebagian kecil terbawa arus dan sebagian besar tetap di daratan atau di hutan. Serasah daun yang tertinggal di daratan menjadi makanan binatang dan sebagian besar akan mengalami penguraian sebagian atau sepenuhnya yang dilakukan oleh jasad-jasad renik maupun bakteri. Semakin tinggi produksi serasah maka semakin tinggi pula produktivitas di hutan mangrove. 4.4 Laju dekomposisi Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika (Sunarto, 2003). Hasil penyusutan berat kering serasah daun mangrove yang terurai per 15 hari. Hasilnya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Penyusutan bobot kering serasah daun Avicennia marina (gram) Bobot awal Hari ke- Stasiun (gram) / Persentase 15 30 45 I 10 5, 791 4, 181 2, 839 (100 %) (57, 91 %) (41, 81 %) (28, 39 %) II III Keterangan: - : Data hilang 10 (100 %) 10 (100 %) 6,970 (69,70 %) 5, 994 (59, 94 %) 5, 988 (59, 88 %) 4, 651 (46, 51 %) - - Perubahan bobot kering serasah daun Avicennia marina mengalami penurunan dengan lamanya penguraian per 15 hari. Penurunan bobot kering daun terbesar terlihat pada stasiun I yaitu pada daerah dekat dengan aliran air laut yang berfungsi untuk memberikan asupan air laut bagi tambak-tambak di sekitarnya. Nilai penyusutan adalah 4,181 gram dalam waktu 30 hari dengan bobot yang hilang/terdekomposisi adalah 58,19 %. Penyusutan bobot kering serasah daun terendah terdapat pada stasiun II sebesar 5,988 gram dalam waktu 30 hari dengan persentase bobot yang hilang adalah 40,12 %. Untuk hari ke 45 haya terdapat pada stasiun I dengan penyusutan bobot kering daun mencapai 2,839 gram dengan persentase bobot yang terurai adalah 71,61 %. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah temperatur dan salinitas.

3 2.5 2.81 2.67 Persentase 2 1.5 1 1.94 1.59 2.02 1.34 1.78 0.5 0 Stasiun I Stasiun II Stasiun III Hari ke-15 Hari ke-30 Hari ke-45 Gambar 12. Persentase laju dekomposisi serasah daun mangrove Pada Gambar 12 dapat dilihat persentase laju dekomposisi serasah daun mangrove dengan kisaran persentase untuk stasiun I adalah 1,59-2,81% per hari, kisaran pada stasiun II adalah 1,34-2,02 % per hari, dan kisaran pada stasiun III adalah 1,78-2,67 % per hari. Proses laju dekomposisi melalui beberapa tahap diantaranya proses pelindihan, penghawaan dan aktivitas biologi (Mason,1977 in Anas, 2004). Laju dekomposisi tertinggi terjadi pada tahap awal, hal ini diduga berhubungan erat dengan kehilangan bahan organik dan organik yang mudah larut (pelindihan) dan juga hadirnya mikroorganisme yang berperan dalam perombakan beberapa zat yang terkandung dalam serasah daun mangrove. Penguraian erat kaitannya dengan kerapatan, stasiun III mempunyai kerapatan tertinggi diantara stasiun I dan stasiun II, yaitu 21 pohon per 100 m 2. Kerapatan pohon terendah terdapat pada stasiun I yaitu 16 per 100 m 2. Hal itu dapat mempengaruhi persentase laju dekomposisi. Kerapatan pohon pada stasiun III

relatif tinggi dan mengakibatkan cahaya yang masuk ke lantai hutan relatif rendah sehingga proses penguraian akan berlangsung lambat. Kerapatan pohon pada stasiun I relatif rendah mengakibatkan cahaya yang masuk ke lantai hutan relatif tinggi sehingga proses penguraiannya cepat. Selain faktor kerapatan, faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi adalah faktor lingkungan perairan (temperatur, salinitas dan ph) dan faktor lingkungan substrat (fraksi substrat dan mikroorganisme substrat/dekomposer). Di lokasi penelitian kisaran temperatur perairan berkisar 33 C, hal ini menunjukan bahwa laju dekomposisi disetiap stasiun tinggi. Menurut Soenardjo (1999) batasan temperatur optimum untuk bakteri berkisar 27-36 C, yang sangat berpengaruh bagi penguraian serasah mangrove dengan asumsi daun mangrove sebagai dasar metabolisme. Faktor lain yang mempengaruhi laju dekomposisi adalah jenis serasah daun dan pengaruh arus pasang. 4.5 Kandungan unsur hara nitrogen total dan ortofosfat pada daun Kandungan nitrogen total dan ortofosfat merupakan unsur hara yang disumbangkan dari laju dekomposisi secara langsung maupun tidak langsung untuk pertumbuhan mangrove serta perkembangan mangrove. Serasah daun Avicennia marina pada proses laju dekomposisi selama 45 hari mengandung unsur hara nitrogen total yang cukup tinggi dibandingkan ortofosfat. Nilai nitrogen total dan ortofosfat daun dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.