Pengaruh Temperatur dan Tebal Lapisan Susu Kedelai pada Tray dalam Pengeringan Busa terhadap Kualitas Susu Kedelai Bubuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN KACANG HIJAU PADA ROTARY DRYER

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGERINGAN REMPAH-REMPAH MENGGUNAKAN ALAT ROTARY DRYER

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN KACANG KEDELAI PADA ROTARY DRYER

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER

PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN GABAH PADA ROTARY DRYER

Pengeringan Untuk Pengawetan

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

KAJIAN PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN SEMPROT (SPRAY DRYER) TERHADAP KADAR AIR SANTAN KELAPA BUBUK (COCONUT MILK POWDER)

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

PENGERINGAN CABAI MENGGUNAKAN ALAT ROTARY DRYER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengeringan (drying)/ Dehidrasi (dehydration)

Penurunan Kadar Air Biji - Bijian Dengan Rotary Dryer Reduce water content of beans with rotary dryer

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

I. PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Menurut definisi dari Wikipedia, gulai adalah sejenis makanan berbahan

TUGAS AKHIR PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP PENURUNAN KADAR AIR BIJI-BIJIAN DENGAN ROTARY DRYER SISTEM COUNTER CURRENT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Judul PENGERINGAN BAHAN PANGAN. Kelompok B Pembimbing Dr. Danu Ariono

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM KARBONAT TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SUSU BERAS MERAH-KEDELAI PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI BUSA

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA

BAB VI KANDUNGAN AIR

SKRIPSI OPTIMASI PENAMBAHAN ALGINAT SEBAGAI EMULSIFIER PADA SUSU KEDELAI DENGAN VARIASI KECEPATAN, WAKTU DAN SUHU PENGADUKAN

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume.

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

LAPORAN TUGAS AKHIR PENURUNAN KADAR AIR BAHAN MATERIAL DENGAN ROTARY DRYER SISTEM COUNTER CURRENT

METODOLOGI PENELITIAN

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI

Dewi Maya Maharani, STP, MSc

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER)

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

PENGARUH TEMPERATUR DAN F/S TERHADAP EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KEMIRI SISA PENEKANAN MEKANIK

EVAPORASI 9/26/2012. Suatu penghantaran panas pada cairan mendidih yang banyak terjadi dalam industri pengolahan adalah evaporasi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

PENENTUAN LAJU PENURUNAN KADAR AIR OPAK SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN RUANG PENGERING BERENERGI BIOMASSA LIMBAH PELEPAH KELAPA SAWIT

PEMBUATAN INULIN BUBUK DARI UMBI GEMBILI (Dioscorea esculenta) DENGAN METODE FOAM MAT DRYING SKRIPSI

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 2, April 2013

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai

PEMBUATAN MINYAK KELAPA SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN RIMPANG JAHE SEBAGAI KATALISATOR

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PEMANFAATAN BEKATUL DAN TEPUNG JAGUNG SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN KUE KERING (COOKIES) MAKALAH KOMPREHENSIF

PENGARUH KONSENTRASI STABILIZED CALCIUM CARBONATE 140 TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SUSU BERAS MERAH-KEDELAI SKRIPSI

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

PENGERINGAN KACANG TANAH DENGAN PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

Oleh : DYAN MENTARY DWI OCTARIA

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

LAPORAN PENELITIAN. Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil. (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI ( )

SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK FLAKE

BAB II STUDI LITERATUR

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN

SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

LAPORAN TUGAS AKHIR SIRUP GLUKOSA DARI BIJI SORGUM. ASAM KLORIDA (HCl)

Kajian Pembuatan Bumbu Dari Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Menggunakan Pengering Tipe Rak

UJI KINERJA ROTARY DRYER YANG DILENGKAPI DCS UNTUK PENGERINGAN BIJI KACANG HIJAU

PENINGKATAN KECEPATAN PROSES PENGERINGAN KARAGINAN MENGGUNAKAN PENGERING ADSORPSI DENGAN ZEOLIT. Mohamad Djaeni *)

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman sering menggunakan pemanis sebagai

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

UJI KINERJA ROTARY DRYER YANG DILENGKAPI DCS UNTUK PENGERINGAN BIJI KACANG HIJAU

Transkripsi:

Pengaruh Temperatur dan Tebal Lapisan Susu Kedelai pada Tray dalam Pengeringan Busa terhadap Kualitas Susu Kedelai Bubuk Anita Dwi Pratiwi 1), dan Ign. Suharto 2) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbuleuit 94, Bandung 40141, Telp. (022) 2032655, Fax. (022) 2031110 *E-mail: 1) anita_tanuwijaya@ymail.com 2) ign.suharto@gmail.com Abstract The making of soy milk powder with foam drying methods is one of the product innovation effort which it can produce commercially by small industry and also home industry in Indonesia. The purpose of this research was to study the effect of drying temperature and soy milk foam thickness on the tray against the soy milk powder making process using the tray dryers. In this research, added coconut oil, dextrin and tween 80 are added to the soy milk for optimalized that drying process. Tween 80 ((Polyethylene Sorbitan Monoelat ) and dextrin interacted each other, tween 80 act as foam maker, while dextrin act as foam stabilizer during drying process. Coconut oil as heat conductor so that can increasing drying rate. The benefit of this research is to develop the industrial milk powder in small and medium industries. The method used is a variations in temperature drying is done at a temperature of 50 C, 60 C, 65 C, and 70 C with a thickness of soy milk made at 1mm, 2mm, and 3mm. Pressure drying operation remains at 690 mmhg. The results showed that the higher the temperature of drying the moisture content decreases while the thicker layer of soy milk then the water content will be greater. Soy milk powder that has met the SNI moisture content of 4.61%, 23.37% protein content and fat content of 22.94% contained at a temperature of 50 C with a 1 mm thick. Keywords: coconut oil, dextrin, foam mat drying, soy milk powder, tween 80 Pendahuluan Kurangnya kalori protein masih melanda pada anak-anak usia di bawah lima tahun dan juga pada masyarakat golongan ekonomi lemah. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani dan juga protein nabati, namun protein hewani harganya jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan protein nabati. Salah satu sumber protein nabati yang murah adalah berasal dari kedelai, kedelai sudah dikenal, dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Susu kedelai merupakan olahan pangan yang rupanya seperti susu sapi namun dibuat dari ekstrak kedelai. Susu kedelai diperoleh dengan cara penggilingan biji kedelai yang telah direndam dalam air. Hasil penggilingan kemudian disaring untuk mendapatkan filtrat, yang kemudian didihkan dan diberi perisa untuk meningkatkan rasanya. Susu kedelai merupakan salah satu produk dari kacang kedelai yang banyak dikenal dan disukai masyarakat karena manfaatnya yang baik bagi kesehatan. Permasalahan yang dihadapi dalam susu kedelai adalah daya simpan yang rendah. Salah satu pengolahan yang dapat memperpanjang daya simpan adalah merubahnya menjadi susu kedelai bubuk melalui pengeringan. Pengeringan dilakukan untuk menghasilkan produk yang dapat disimpan lebih lama, mempertahankan daya fisiologis bahan yang dikeringkan, mendapatkan kualitas yang lebih baik, dan menghemat biaya pengangkutan. Bentuk bubuk memiliki kelebihan yaitu lebih awet, ringan dan volumenya lebih kecil sehingga dapat mempermudah dalam pengemasan dan pengangkutan. Pembuatan susu kedelai bubuk menggunakan metode pengeringan busa (foam mat drying) merupakan salah satu inovasi produk yang dapat dikembangkan pada industri kecil dan menengah di Indonesia. Masalah penelitian adalah ketidak seragaman variabel proses pengeringan busa susu kedelai pada tray dryer terhadap perolehan susu kedelai bubuk. Tujuan penelitian ini ialah mempelajari pengaruh temperatur, tebal lapisan susu kedelai dalam pengeringan busa terhadap perolehan susu kedelai bubuk. Pada pengeringan busa ini digunakan minyak kelapa, dekstrin dan tween 80 pada susu kedelai terhadap kualitas susu kedelai bubuk. Manfaat penelitian ini ialah memberikan kontribusi teknologi tepat guna pengeringan busa susu kedelai kepada industri pangan skala kecil dan menengah. Hasil penelitian yang ingin dicapai adalah kondisi temperatur pengeringan dan tebal lapisan susu kedelai yang memberikan kualitas susu kedelai bubuk terbaik sesuai standar susu bubuk. Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN Veteran Yogyakarta L2-1

Bahan dan Metode Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kedelai, dekstrin, tween 80 dan minyak kelapa. Bahan analisis kimia yang digunakan dalam uji analisis susu kedelai bubuk yang dihasilkan berupa H 2 SO 4 pekat, HCl 0,1 N, H 3 BO 3 2%, NaOH 40%, indikator bromocresol green- methyl red. Sedangkan peralatan yang digunakan salah satunya adalah pengering tray. Pembuatan susu kedelai bubuk dimulai dari pembuatan susu kedelai cair. Pertamatama dilakukan sortasi biji kedelai untuk memisahkannya dari pengotor dan biji kedelai yang rusak. Selanjutnya biji kedelai tersebut diolah hingga menjadi susu kedelai cair. Susu kedelai cair kemudian ditambah minyak kelapa, dekstrin dan tween 80 dengan masing-masing konsesntrasi yang sudah ditetapkan untuk kemudian diaduk hingga homogen dan terbentuk busa. Setelah pencampuran, susu kedelai siap dikeringkan dengan metode pengeringan busa. Campuran susu kedelai dituangkan ke dalam tray, kemudian dikeringkan pada temperatur sesuai variasi sampai beratnya konstan. Susu kedelai bubuk yang telah kering kemudian ditumbuk sehingga diperoleh serbuk dan dianalisis. Analisis yang dilakukan teridiri dari analisis kadar air, protein dan lemak. Hasil dan Pembahasan Berkurangnya kadar air dalam bahan setiap saat dapa diketahui dari kurva laju pengeringan yang menggambarkan laju penguapan air dalam bahan yang dikeringkan. Kurva laju pengeringan diperoleh dengan cara mengalurkan massa air dalam bahan atau massa bahan setiap saat terhadap waktu (Treyball, 1981). Kurva massa air terhadap waktu untuk setiap variasi konsentrasi tween 80 disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Kurva massa air terhadap waktu pada setiap variasi konsentrasi tween 80 Pada awal pengeringan terjadi penurunan massa bahan yang cukup besar, dimana hal ini menunjukkan jumlah air yang berhasil diuapkan selama waktu pengeringan tersebut juga besar. Seiring dengan bertambahnya waktu, hingga mencapai waktu tertentu, massa bahan tidak lagi mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa air di dalam bahan sudah tidak dapat diuapkan lagi pada kondisi tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa pengeringan telah selesai. Pada Gambar 1 dapat dibuat kurva laju pengeringan (N) terhadap kadar air (X) yang dikenal dengan kurva karakteristik pengeringan seperti disajikan pada Gambar 2. Besarnya laju pengeringan dihitung menggunakan persamaan : Sedangkan kadar air dalam bahan, dihitung menggunakan persamaan : (1) Lamanya waktu pengeringan adalah spesifik untuk setiap bahan dan waktu tersebut dapat ditentukan dengan kurva karakteristik pengeringan yang menggambarkan daerah laju pengeringan konstan dan daerah laju pengeringan (2) Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN Veteran Yogyakarta L2-2

menurun. Dari kurva karakteristik pengeringan pada Gambar 2 dapat ditentukan laju pengeringan konstan (N c ) pada setiap variasi konsentrasi tween 80. Gambar 2. Kurva karakteristik pengeringan pada setiap variasi konsentrasi tween 80 Tabel 1 menunjukkan besarnya laju pengeringan konstan (N c ) pada berbagai variasi konsentrasi tween 80. Dari Tabel 1 diketahui bahwa semakin besar konsentrasi tween 80 yang digunakan dalam pengeringan maka semakin besar pula harga laju pengeringan konstannya. tween 80 dapat memperbanyak terbentuknya busa serta menurunkan tegangan permukaan antara dua fasa. Dengan menurunnya tegangan permukaan, udara tersdispersi ke dalam larutan sehingga terbentuk busa. Dengan demikian, semakin banyak busa yang terbentuk, berarti luas kontak antasa udara pengering dengan air bertambah besar, sehingga air akan mudah menguap. Semakin mudah air menguap, maka laju pengeringannya akan semakin besar pula. Tabel 1. Laju pengeringan konstan (konsentrasi dekstrin 10% dan konsentrasi minyak kelapa 1%) Konsentrasi tween80 (%) Laju pengeringan konstan, N c (kg/(m 2.s)) 5 0,98 10 1,86 15 2,61 Laju alir udara pengering (v) pada penelitian pendahuluan adalah 12,3 m/s. Dengan menggunakan data tersebut dapat diketahui besarnya nilai laju alir udara kering yaitu 11,86 kg/m 2.s. Dengan mensubtitusi data laju alir udara kering tersebut ke dalam persamaan untuk pengeringan horizontal: h c = 14,3 G 0,8 (3) diketahui bahwa koefisien perpindahan panasnya adalah sebesar 103,42 watt/ C.m 2. Setelah mengetahui besarnya koefisien perpindahan panas maka dengan menggunakan persamaan : (4) dan dengan harga t a dan t s berturut-turut yang digunakan adalah konstan, yaitu 60 C dan 28 C, maka diperoleh nilai untuk kondisi tersebut adalah 330,94 J/s. Nilai koefisien perpindahan massa (k Y ) yang diperoleh dari penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 2. Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN Veteran Yogyakarta L2-3

Tabel 2. Koefisien perpindahan massa (konsentrasi dekstrin 10% dan konsentrasi minyak kelapa 1%) Konsentrasi tween80 (%) Koefisien perpindahan massa, k Y (kg/(m 2.s)) 5 70,1601 10 132,9533 15 186,5089 Koefisien perpindahan massa menggambarkan seberapa banyak massa air yang dapat diuapkan dari bahan oleh udara pengering dengan kelembaban udara tertentu. Pada penelitian pendahuluan besarnya nilai koefisien perpindahan massa akan bertambah seiring dengan bertambahnya konsentrasi tween 80. Perpindahan massa dalam pengeringan disebabkan oleh adanya driving force berupa perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan yang dikeringkan. Akan tetapi dalam penelitian pendahuluan ini temperatur bola kering dan bola basah udara pengering yang digunakan adalah sama. Dengan demikian, beda kelembaban udara pengering dengan bahan yang dikeringkan sama untuk setiap perlakuan. Oleh karena itu, nilai k Y dapat dianggap hanya bergantung pada laju penguapan konstan. Semakin besar konsentrasi tween 80 yang digunakan, laju penguapan akan meningkat yang mengakibatkan banyaknya air yang akan diuapkan. Selanjutnya penelitian dilanjutkan untuk menentukan temperatur pengeringan dan tebal lapisan susu kedelai terbaik dalam pengeringan busa terhadap kualitas susu kedelai bubuk. Konsentrasi tween 80 yang digunakan pada penelitian utama adalah konsentrasi tween 80 terbaik yang diperoleh dari penelitian pendahuluan. Hasil analisis dari penelitian utama dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia. Standar yang digunakan untuk menilai susu kedelai bubuk ini agar dapat diproduksi dalam jumlah besar dan dapat dikonsumsi masyarakat khususnya di Indonesia adalah SNI 01-2970-2006. Standar yang dijadikan acuan relevan terhadap produk hasil penelitian ini adalah kriteria uji kadar air, protein, dan lemak. Data-data yang diperoleh dibandingkan dengan standar dari SNI dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai kadar air untuk semua variasi temperatur pengering dan tebal lapisan susu kedelai telah memenuhi standar. Nilai kadar protein yang memenuhi hanya pada sampel yang dikeringkan menggunakan temperatur pengering paling rendah, yaitu 50 C. Nilai kadar protein cenderung menurun untuk setiap kenaikan temperatur sehingga sampel yang dikeringkan dengan suhu 60 C, 65 C, dan 70 C tidak memenuhi standar. Sedangkan untuk nilai kadar lemak terdapat beberapa sampel yang tidak memenuhi standar kriteria uji. Dari data kadar lemak yang diperoleh tidak terlihat kecenderungan dikarenakan variasi temperatur dan ketebalan tidak memberikan pengaruh terhadap nilai kadar lemak produk susu kedelai bubuk. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai kadar air untuk semua variasi temperatur pengering dan tebal lapisan susu kedelai telah memenuhi standar. Nilai kadar protein yang memenuhi hanya pada sampel yang dikeringkan menggunakan temperatur pengering paling rendah, yaitu 50 C. Nilai kadar protein cenderung menurun untuk setiap kenaikan temperatur sehingga sampel yang dikeringkan dengan suhu 60 C, 65 C, dan 70 C tidak memenuhi standar. Sedangkan untuk nilai kadar lemak terdapat beberapa sampel yang tidak memenuhi standar kriteria uji. Dari data kadar lemak yang diperoleh tidak terlihat kecenderungan dikarenakan variasi temperatur dan ketebalan tidak memberikan pengaruh terhadap nilai kadar lemak produk susu kedelai bubuk. Apabila dilihat secara keseluruhan diperoleh kesimpulan bahwa variasi temperatur pengeringan dan tebal lapisan susu kedelai dari penelitian susu kedelai bubuk ini berpengaruh pada kadar air. Hal tersebut didukung oleh tema penelitian yaitu pengeringan dimana kadar air akan semakin kecil seiring kenaikan temperatur pengering dan kadar air semakin besar seiring dengan besarnya tebal lapisan susu kedelai susu kedelai. Sedangkan variasi temperatur pengering dan ketebalan media susu kedelai tidak memberikan pengaruh terhadap kadar protein dan lemak. Apabila terjadi penurunan kadar protein ataupun kadar lemak, hal tersebut merupakan akibat dari proses pengeringan. Namun, dari data keseluruhan yang ada didapat nilai kadar air terbaik adalah pada temperatur pengering 70 C dengan tebal lapisan susu kedelai 1 mm yaitu sebesar 4,02%. Untuk kadar protein terbaik terdapat pada temperatur pengering 50 C dengan tebal lapisan susu kedelai 3 mm yaitu sebesar 23,37% dan kadar lemak terbaik ada pada temperatur pengering 60 C dengan tebal lapisan susu kedelai 3 mm yaitu sebesar 22,94%. Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN Veteran Yogyakarta L2-4

Tabel 3. Perbandingan hasil analisis kimia pada penelitian utama dengan SNI 01-2970-2006 Variasi run utama Hasil penelitian Kriteria uji Temperatur pengering Tebal lapisan susu kedelai Kadar air Kadar protein Kadar Lemak Kadar air maks. 5% Kadar protein min. 23% Kadar lemak 1,5%<x<26% 50 C 60 C 65 C 70 C 1 mm 4,61 23,25 23,03 Memenuhi Memenuhi Memenuhi 2 mm 4,74 23,08 23,21 Memenuhi Memenuhi Memenuhi 3 mm 4,86 23,37 26,83 Memenuhi Memenuhi Tidak memenuhi 1 mm 4,24 20,64 27,21 Memenuhi Tidak memenuhi Tidak memenuhi 2 mm 4,39 20,84 26,15 Memenuhi Tidak memenuhi Tidak memenuhi 3 mm 4,63 20,68 22,94 Memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi 1 mm 4,13 19,35 26,10 Memenuhi Tidak memenuhi Tidak memenuhi 2 mm 4,17 17,67 25,78 Memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi 3 mm 4,37 18,65 24,69 Memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi 1 mm 4,02 18,47 24,37 Memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi 2 mm 4,06 17,63 24,97 Memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi 3 mm 4,17 17,73 27,05 Memenuhi Tidak memenuhi Tidak memenuhi Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ketelitian 99%, temperatur pengeringan busa dan tebal lapisan susu kedelai berpengaruh terhadap kadar air dalam proses pengeringan busa susu kedelai bubuk dan adanya interaksi antara temperatur pengeringan busa dengan tebal lapisan susu kedelai. Kondisi operasi terbaik dan memenuhi SNI susu bubuk dalam proses pengeringan busa susu kedelai adalah pada temperatur pengeringan 50 C dengan tebal lapisan susu kedelai sebesar 1 mm, dengan kadar air 4,61%, kadar protein 23,37% dan kadar lemak 22,94%. Daftar Notasi N = laju penguapan per satuan luas permukaan pengeringan, kg/(m 2.s) A = luas daerah pengeringan, m 2 = selisih berat setiap selang waktu tertentu, gram/s X W W k N c k Y P s P a = kandungan air dalam bahan, fraksi berat dalam basis kering = berat bahan pada waktu tertentu, gram = berat akhir bahan, gram = laju pengeringan konstan, kg/(m 2.s) = koefisien perpindahan massa fasa gas, kg/(m 2.s) = tekanan uap air pada permukaan bahan (atm) = tekanan parsial uap air di udara pengering (atm) = kecepatan perpindahan panas, kal/jam = koefisien perpindahan panas untuk pemanasan secara konveksi, kj/min.m 2.K = temperatur bola kering ( C) = temperatur permukaan ( C) = panas laten penguapan, kj/k Daftar Pustaka Ganis Wilujeng, Karunia., 2010, Pembuatan Inulin Bubuk dari Umbi Gembili (Dioscorea esculenta) dengan Metode Foam-mat Drying, Skripsi, Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Surabaya, Jawa Timur. --------, Minuman Bubuk Berbasis Kedelai, Institut Pertanian Bogor (IPB). www.dosen.narotama.ac.id, 14 Februari 2014. Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN Veteran Yogyakarta L2-5

Lembar Tanya Jawab Moderator: Harso Pawignyo (UPN Veteran Yogyakarta) Notulen : Handrian (UPN Veteran Yogyakarta) 1. Penanya : Nur Rokhati (Universitas Diponegoro, Semarang) Pertanyaan : Bagaimana caranya untuk menjaga rasa?. Bagaimana rasanya?. Apakah ada uji organoleptik? Apakah uji ketahanan kadaluwarsa sudah dibuktikan? Jawaban : Belum dilakukan uji organoleptik, tetapi sudh on spec secara SNI Belum dilakukan uji ketahanan kadaluwarsa, hal ini sudah masuk saran untuk penelitian selanjutnya. Tetapi bentuk bubuk lebih awet dari pada cairan. 2. Penanya : Aji Prasetyaningrum (Universitas Diponegoro, Semarang) Pertanyaan : Bahan aditif yang digunakan dalam penelitian ini apa? Kenapa dipilih foam?. Biasanya gel Jawaban : Bahan aditif yang digunakan adalah tween 80 untuk membentuk busa, dan dextrin untuk menjaga kestabilan busa. Pemakaian foam mat drying relatif lebih sederhana dan murah jika dibandingkan dengan industri yang memakai spray drying. Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN Veteran Yogyakarta L2-6